Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KOMUNIKASI SOSIAL DAN PEMBANGUNAN

PARTISIPASI DAN KOMUNIKASI PEMBANGUNAN


Dosen Pengampu : Herlina Siregar, M. Pd
Diajukan untuk memenuhi tugas kelompok Mata Kuliah Komunikasi Sosial dan
Pembangunan

DISUSUN OLEH :
Laila Dyah Pitaloka (2221190001)
Tiara Junita (2221190005)
Anis Setiawati (2221190032)
Tiara Rizkia (2221190044)
Lestari Rosmaladewi (2221190049)
Atikah Dwi Lestari (2221190060)
Puspita Dwi Yatmoko (2221190076)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN NON FORMAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

2021
2
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan nikmat serta hidayah-
Nya terutama nikmat kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah mata kuliah Komunikasi Sosial dan Pembangunan.
Shalawat serta salam kita sampaikan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW
yang telah memberikan pedoman hidup yakni Al-Qur’an dan sunnah untuk
keselamatan umat di dunia.

Makalah ini merupakan salah satu tugas mata kuliah di program studi
Pendidikan Non Formal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa. Selanjutnya kami mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada Ibu Herlina Siregar, M. Pd selaku dosen pengampu Mata
Kuliah Komunikasi Sosial dan Pembangunan yang telah memberikan bimbingan
serta arahan selama penulisan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan


makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Serang, April 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

COVER....................................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang..............................................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................3

C. Tujuan Penulisan Makalah............................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

A. Pengertian Partisipasi dan Komunikasi Pembangunan.................................4

B. Tujuan Komunikasi Pembangunan...............................................................5

C. Faktor penunjang efektivitas komunikasi.....................................................6

D. Operasional Partisipasi..................................................................................8

E. Forum-Forum Dialogis Kalangan Bawah...................................................11

F. Komunikasi Partisipatori.............................................................................13

G. Pendekatan Komunikasi Partisipatif...........................................................17

BAB III PENUTUP..............................................................................................19

A. Kesimpulan.................................................................................................19

B. Saran............................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................22

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Istilah Komunikasi Pembangunan Partisipatif (Kombangpar) mungkin
masih terasa asing, bahkan di kalangan akademis dan praktisi komunikasi
pembangunan sendiri di Indonesia. Sebab sekalipun konsep, model, dan
penerapannya sudah di kembangkan beberapa decade lalu namun wacana
tentang Kombangpar masih belum dilakukan secara meluas dan intens sampai
saat ini. Momentum setengah abad embrio lahirnya Komunikasi
Pembangunan, sejak pertama kali Daniel Lerner mempublikasikan hasil
penelitiannya pada tahun 1958 (The Passing of Traditional Society :
Modernizing the Middle East) dapat pula di jadikan sebagai tionggak penting
untuk mulai memahami, mengkaji dan mencari relevaansinya bagi
pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Indonesia yang sampai saat ini
masih belum beruntung karena struktur sosial dan sistem yang kurang
berpihak kepada mereka.

Sesungguhnya istilah Kombangpar digunakan sebagai pedanan dari


Participatory Development Communication yang sudah popular pada
pertengahan tahun 1990-an (Bessette dan Rajasunderam, 1996, Bessete, 2004,
2006). Konsepsi lain yang terkait dengan lahirnya Kombangpar adalah
Participatory Communication atau Participatory Communication for Social
Change (Servaes et al, 1996, Servaes, 2002a, Kim, 2005). Gagasan tersebut
muncul dengan mulai bergesernya paradigm komunikasi pembangunan dari
paradigmadifusi ke paradigm pemberdayaan. Sekaligus merupakan sebuah
alternative pilihan untuk menjawab kurangnya kontribusi komunikasi pada
pembangunan di Negara-negara berkembang selama masa dekade
pembangunan pertama yang pernah di rancangkan PBB yang banyak
menaruh harapan besar pada komunikasi massa sebagai agen perubahan
seperti yang pernah di promosikan oleh Schramm (1964)

1
2

Seperti diakui oleh Rogers sendiri, tokoh pencetus teori Difusi Inovasi,
paradigm pembangunan yang diterapkan pada dasa warsa 60-an ternyata tidak
memberikan dampak yang diharapkan, karena hanya sedikit saja yang telah di
capai. “Penampilan yang mengecewakan dari paradigm yang dominan
selama satu dasa warsa membawa kita untuk mempertimbangkan berbagai
konsepsi alternative mengenai komunikasi dalam pembangunan,” demikian
ungkap Rogers (1976). Pada masa itulah mulai pengakuan yang meluas di
antara praktisi dan perencanaan pembangunan bersamaan dengan menguatnya
isu-isu pemerataan, pengentasan kemiskinan, desentralisasi, lingkungan
hidup, dan keadilan. Komunikasi pembangunan partisipatif di yakini sebagai
“sebuah pendekatan yang paling menjanjikan untuk mengurangi
ketergantungan, membangun rasa percaya diri dan kemampuan sendiri
masyarakat” (Rajasunderam, 1996). Munculnya Kombangpar dipicu pula
oleh mulai bergesernya kebijakan pembangunan yang menitikberatkan pada
ekonomi kepada pembangunan yang berpusat pada manusia yang di
promosikan oleh PBB dan sudah di adopsi secara meluas (Korten & Klauss,
1984, Cernea, 1988). Ukuran keberhasilan pembangunan pun tidak lagi hanya
dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, tetapi juga di
lengkapi dengan indeks pembangunan manusia (Human development index).

Bessete (2004) lebih lanjut mengungkapkan bahwa pengalaman (Lesson


Learned) di masa lalu menunjukan, pentingnya menitikberatkan pada proses-
proses interaktif dan partisipatif, ketimbang produksi dan diseminasi
informasi yang terpisah dari proses-proses masyarakat. Artinya perlu adanya
pergeseran atau perubahan paradigm di dalam memandang komunikasi dalam
konteks pembangunan saat ini. Bersamaan dengan semakin memudarnya
paradigm dominan kini muncul harapan baru, dimana komunikasi lebih di
arahkan pada proses-proses yang memungkinkan pihak beneficiaries lebih
aktif di libatkan (involving the community) dan proses pembangunan itu
sendiri harus di mulai dari rakyat (putting people first) sebagai spirit
utamanya.
3

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian partisipasi dan komunikasi pembangunan?


2. Apa tujuan komunikasi pembangunan?
3. Apa saja faktor penunjang efektivitas komunikasi?
4. Bagaimana operasional partisipasi?
5. Bagaimana forum-forum dialogis kalangan bawah?
6. Apa itu komunikasi partisipatori?
7. Bagaimana pendekatan komunikasi partisipatif?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian partisipasi dan komunikasi pembangunan


2. Untuk mengetahui tujuan komunikasi pembangunan
3. Untuk mengetahui faktor penunjang efektivitas komunikasi
4. Untuk mengetahui operasional partisipasi
5. Untuk mengetahui forum-forum dialogis kalangan bawah
6. Untuk mengetahui itu komunikasi partisipatori
7. Untuk mengetahui pendekatan komunikasi partisipatif
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Partisipasi dan Komunikasi Pembangunan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata partisipasi memiliki


makna perihal turut berperan serta dalam suatu kegiatan; keikutsertaan;
peran serta. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia sendiri
memiliki arti pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua
orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami;
hubungan; kontak. Maka berdasarkan dua pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa partisipasi komunikasi adalah peran serta seseorang
dalam proses interaksi komunikasi untuk menyampaikan pesan dengan
tujuan orang lain yang menjadi sasaran penerima pesan memahami isi
pesan yang disampaikan.
Kata Komunikasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. menurut Ririn Rinawati
(2005 : 177) komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian pernyataan
manusia. Sesuatu yang dinyatakan itu berupa pikiran atau perasaan
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat
penyaluran.
Sedangkan kata pembangunan sendiri dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia memiliki makna proses, cara, perbuatan membangun. Artinya
adalah suatu kegiatan yang diarahkan pada sesuatu yang bersifat
membangun. Dalam Rinawati (2005 : 175) konsep mengenai
pembangunan tidak hanya berfokus pada sector ekonomi saja, namun lebih
berfokus pada proses pembangunan yang berkelanjutan. Tjokrowinoto
(dalam Rinawati, 2005) menyebutkan bahwa pembangunan yang hanya
menitikberatkan pada sector ekonomi telah membawa berbagai akibat

4
5

negatif, seperti kerusakan alam, timbulnya kesenjangan sosial dan


dependensi.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
komunikasi pembangunan adalah suatu kegiatan penyampaian pikiran dan
perasaan manusia yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, dimana
penyampaian pikiran ini mengandung suatu cara untuk membangun, serta
dalam proses pembangunannya masyarakat yang dikomunikasikan
dilibatkan dalam proses pembangunanya.
Komunikasi pembangunan ini merupakan sebuah komunikasi yang
dapat memberdayakan masyarakatnya, baik dari segi ekonomi,
pendidikan, keterampilan (softskill ataupun hardskill) dan lain sebagainya.
Dalam komunikasi pembangunan partisipasi pemerintah serta
masyarakatnya sangat diperlukan demi kelancaran jalannya proses
komunikasi pembangunan ini. Sejalan dengan kutipan dalam artikel jurnal
karya Surahmi dan Farid (2018 : 233) yang menyatakan bahwa Keaktifan
pemerintah dalam proses pembangunan hendaknya disertai dengan usaha
untuk memperbesar peranan masyarakat atau usaha pemberdayaan
masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat dapat terlibat secara
aktif dalam proses pembangunan, karena tanpa keterlibatan masyarakat
akan terjadi kekurang-efektifan pembangunan.

B. Tujuan Komunikasi Pembangunan

Nasution & Rasyid (2019 : 3) tujuan komunikasi pembangunan adalah


mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Pembangunan menginginkan
bahwa sekelompok massa orang- orang dengan tingkat literasi (melek
huruf) dan penghasilan rendah, dan atribut-atribut sosio-ekonomi bahwa
mereka harus berubah, pertama-tama semua menjadi terbuka tentang
informasi dan dimotivasi untuk menerima dan menggunakan secara besar-
besaran ide-ide dan keterampilan- keterampilan yang tidak familiar dalam
waktu yang singkat dibanding proses yang diambil dalam keadaan normal.
6

Rogers dan Andhikarya menyarankan perlunya dirumuskan suatu


pendekatan baru dalam proses komunikasi antarmanusia yaitu suatu
pendekatan konvergensi yang didasarkan pada model komunikasi yang
sirkuler, menggantikan model linear yang umumnya dianut selama ini.
Selain itu, diketengahkan pula perlunya ditingkatkan partisipasi semua
pihak yang ikut serta dalam proses komunikasi, demi tercapainya suatu
fokus bersama dalam memandang permasalahan yang dihadapi. Dengan
kata lain, pendekatan ini bertolak dari dialog antarsemua pihak, dan bukan
seperti selama ini hanya atau lebih banyak ditentukan oleh salah satu pihak
saja (Nasution & Rasyid, 2019 : 30)
Berdasarkan pernyataan di atas, Rogers dan Andhikarya menyarankan
perlu adanya partisipasi semua pihak yang ikut serta dalam proses
komunikasi, demi tercapainya suatu fokus bersama dalam memandang
permasalahan yang dihadapi. Artinya, untuk mencapai tujuan
pembangunan, komunikasi yang dilakukan bukan hanya melibatkan
pemerintah saja, melainkan juga harus melibatkan masyarakat agar tujuan
yang dapat dicapai mampu memenuhi kebutuhan semua pihak.

C. Faktor penunjang efektivitas komunikasi

Komunikasi memiliki prinsip-prinsip yang harus diperhatikan agar


komunikasi dapat mencapai keefektifan yang diharapkan. Deddy Mulyana
menjelaskan terdapat 12 prinsip komunikasi yaitu:

1. Komunikasi adalah proses simbolik


2. Setiap perilaku mempunyai potensi komunikasi
3. Komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan
4. Komunikasi berlangsung dalam berbagai tingkat kesenjangan
5. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu
6. Komunikasi melibatkan prediksi dari peserta komunikasi
7. Komunikasi bersifat sistemik
7

8. Semakin mirip latar belakang sosial budaya, semakin efektif


komunikasi
9. Komunikasi bersifat nonsekuensial
10. Komunikasi bersifat prosesual, dinamis dan transaksional
11. Komunikasi bersifat irreversible
12. Komunikasi bukan panasea untuk menyelesaikan berbagai masalah.
Dengan memahami prinsip-prinsip komunikasi tersebut, akan
membantu kita perbaiki kehidupan sehari-hari. Para psikolog berpendapat
bahwa kebutuhan utama kita sebagai manusia, dan untuk menjadi manusia
yang sehat secara rohaniah, adalah kebutuhan akan hubungan sosial yang
ramah, yang hanya bisa terpenuhi dengan membina hubungan yang baik
dengan orang lain. Abraham Maslow, menyebutkan kebutuhan sosial
untuk memperoleh rasa aman lewat rasa memiliki dan dimiliki, pergaulan,
rasa diterima, memberi dan menerima persahabatan. (Tubbs dan Moss,
1996:xii).

Menurut Effendy, 1993:42 Ditinjau dari komponen masyarakat sebagai


penerima informasi, maka seseorang akan dan dapat menerima sebuah
pesan hanya kalua terdapat empat kondisi berikut ini secara simultan:

1. Ia terdapat dan benar-benar mengerti pesan komunikasi


2. Pada saat mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu
sesuai dengan tujuannya
3. Pada saat ia mengambil keputusan, ia sadar bahwa keputusannya itu
bersangkutan dengan kepentingannya pribadi
4. Ia mampu untuk menempatinya baik secara mental secara fisik.

Cutlip dan center menjelaskan bahwa dalam suatu kegiatan


komunikasi untuk menghasilkan efektivitas, perlu diingat hal yang sangat
fundamental, yaitu:
8

1. Bahwa komunikasi terdiri dari orang-orang yang hidup, bekerja, dan


bermain satu sama lainnya dalam jaringan lembaga sosial. Karena itu,
setiap orang adalah subjek bagi berbagai pengaruh diantaranya adalah
pengaruh komunikator
2. Bahwa komunikan membaca, mendengarkan, dan menonton
komunikasi yang menyajikan pandangan hubungan pribadi yang
mendalam
3. Bahwa tanggapan yang diinginkan komunikator dari komunikasi harus
menggantungkan bagi komunikan, kalua tidak, ia tidak akan
memberikan tanggapan (Effendy, 1993:43)

Selain faktor diatas yang mempengaruhi keefektifan komunikasi, yakni


dari sisi komunikan terdapat dua faktor dari komunikator yang akan
mempengaruhi komunikasi yang efektif yakni kepercayaan pada
komunikator (source credibility) dan daya Tarik komunikator (source
attractiveness). Kedua hal ini didasarkan posisi komunikan yang akan
menerima pesan, yaitu :

1. Hasrat seseorang untuk memperolah suatu pernyataan yang benar, jadi


komunikator mendapat kualitas komunikasinya sesuai dengan kualitas
sampai dimana ia memperoleh kepercayaan dari komunikan dana pa
yang dinyatakan
2. Hasrat seseorang untuk menyamakan dirinya dengan komunikator atau
bentuk hubungan lainnya dengan komunikator yang secara emosional
memuaskan. Jadi komunikator akan sukses dalam komunikasinya, bila
berhasil menarik perhatian komunikan (Effendy, 1993:43)

D. Operasional Partisipasi

Ascroft dan Masilela, dalam Melkote (1991) memaparkan bahwa


konsep dan proses dari partisipasi ditetapkan dengan kurang baik dan
9

internalnya tidak konsisten, abstrak dan ambigu dalam ilmu sosial. Usaha
operasionalisasi dalam bagian ini menggerser paradigm dominan yang
berinkarnasi secara halus. Partisipasi diartikan sebagai pendekatan kepada
bagian yang merupakan asli representasi dari perkara untuk paradigm
kebutuhan dasar, partisipasi sebagai sebuah akhir pendekatan.
“Partisipasi sebagai sebuah akhir dari pendekatak” telah mendapat
dukungan dari para ahli dan administrator serupa (Tehranian, Alamgir,
Bamberger, Diaz-Bordenave, dalam Melkote,1991). Mereka berpendapat
bahwa partisipasi harus dikenali sebagai hak dasar manusia yang
seharusnya diterima dan didukung. (Kothari, Melkote, 1991) kebutuhan
akan berpikir, mengekspresikan diri sendiri, memiliki kelompok, diakui
sebagai individu, dihargai dan dihormati adalah hal penentu krusial yang
berpengaruh atas kehidupan seseorang, yang merupakan esensi
pembangunan individu seperti halnya pada makan, minum, dan tidur
(Diaz-Bordenave, dalam Melkote, 1991). Dan partisipasi dalam aktivitas
bermakna adalah sebuah alat yang mengantarkan kebuthan-kebutuhan
diatas terpnenuhi. Diaz-Bordenave (dalam Melkote, 1991)
menyimpangkan secara menyakinkan bahwa partisipasi bukanlah
kepentingan yang harus ditepikan sehingga tidak ada satu pun wewenang
yang bisa menyangkal dan menghalanginya bahkan konsensi yang diakui
oleh hak dasar manusia sekalipun.
Partisipasi sebagai sebuah proses pemberian kuasa kepada
masyarakat sehingga mereka diberikan wewenang agar dapat mengatur
dan berpendapat demi pembangunannya sendiri. meski secara politiknya
sedikit berisiko kepada kuasa yang lebih tinggai, tetapi juga merupakan
konseskuensi yang ideal dari partisipasi. Disini individual aktif dalam
program dan proses pembangunan, mereka berkontribusi, mengambil
inisiatif, mengartikulasikan kebutuhan dan permasalahan mereka, dan
menonjolakan otonomi masing-masing (Ascroft dan Masilela, dalam
Melkote, 1991).
10

Penelitian partisipatif, model ini dibangun dari kserberagaman


plura listrik sebelumnya dalam dunia paradigma (Servaes, dalam Melkote,
1991).
Karakteristik penelitian yang partisipatif dapat dideskripsikan sebagai
berikut:
1. Mendasari sebuah asumsi bahwa manusia memiliki kemampuan
lahiriah untuk menciptakan pengetahuan dan ini bukan merupakan hak
prerogative dari para professional
2. Merupakan proses yang bersifat pendidikan bagi partisipan untuk
berada dalam program penelitian sama baiknya pada para peneliti.
Melibatkan pula identifikasi dari kebutuhan masyarakat, kesadaran
mengenai hambatan, sebuah analisis sebab dan perancangan solusi.
3. Terdapat kesadaran berkomitmen bagi peneliti untuk bekerja demi
masyarakat, sehingga prinsip netralisasi dari ilmuan tradisonal tidak
ditemui dalam penelitian ini.
4. Berbasis kepada proses dialog dialektikal antara peneliti dan
masyarakat. Dialog tersebut menyediakan rangkaian kerja yang akan
menghalangi manipulasi dari luar.
5. Ini merupakan pendekatan pemecahan masalah. Tujuannya adalah
untuk mengetahui sebab dari permasalahan dan mengerahkan potensi
kreatif manusia untuk memecahkan persoalan sosial.
6. Aset besarnya adalah nilai heuristic, kooperatif.kerja sama yang rapat
antara peneliti dan masyarakat yang membantu perkembangan
atmosfer kekritisan segala partisipan yang menganalisi lingkungan
sosial dan merumuskan rencana aksi.

Beberapa hali menyadari strategi baru partisipatori sebagai


“Organik” dan“manusiawi”. Dan kontras dengan model mekanistik
sebelumnya (Servaes, dalam Melkote, 1991).
11

Pertama, terdapat ambiguitas berkaitan dengan konseptualisasi dan


operasionalisasi partisipasi. Hal tersebut memiliki makna yang berbeda
bagi orang-orang yang berbeda pula. Bagi beberapa orang, partisipasi
dapat berarti pemberian kekuasaan kepada orang-orang, sementara bagi
yang lain partisipasi dapat berarti manipulasi khalayak ramai untuk
menjalankan tujuan yang berasal dari atas. Atau partisipasi dapat berarti
conscienzation masa ke dunia di sekotar mereka atau hal tersebut bisa saja
partisipasi yang salah dimana orang-orang dimanfaatkan untuk
mempertahankan status quo. Partisipasi dapat digunakan untuk
mempromosikan keadilan sosial dalam suatu masyarakat atau membawa
pembangunan ekonomi dan efensiensi yang lebih besar untuk program-
program pembangunan. Partisipasi dapat berada ditingkat local atau
nasional (Diaz-Bodenave, 1989: Jacobson, 1989 dalam Melkote, 1991).

Kedua, terdapat beberapa rintangan yang dapat menghambat


partisipasi efektif dan penting orang-orang yang berada di perkumpulan
(Alamgir, dalam Melkote, 1991):

1. Iklim politik yang tidak ramah di masyarakat tuan rumah


2. Organisasi dan kepemimpinan local yang tidak memadai
3. Strtuktur otoritan yang menghambat pengambilan keputusan secara
demokratis
4. Isolasi dan alienasi orang-orang yang miskin dan tidak memiliki
kekuasaan
5. Akses yang tidak merata terahadap faktor-faktor produksi
6. Kebijakan atau dukunngan finansial pemerintah yang tidak memadai
7. Kurangnya dukungan bagi wanita untuk berpartisipasi
8. Infrastruktur yang tidak memadai untuk membangkitkan partisipasi
secara menyeluruh (misalnya hubungan horizontal dan vertical antara
organisasi swadaya).
12

Jika komunikasi sangat penting dalam teori-teori modernasisasi,


hal tersebut merupakan bagian integral dari pendekatan pembangunan
partispator. Cakupan dan peranan komunikasi dalam pendekatan
partisipatori lebih kompleks dan bervariasi. Bagian ini dan bagian
selanjutnya akan menggambarkan secara garis besar pemikiran tentang
cara-cara partisipasi dan komunikasi dikonseptualisasikan dan
diperasionalkan. Tidak seperti dalam teori-teori modernisasi, pendekatan
komunikasi bervariasi bergantung pada tujuan dan standar normative yang
ditentukan oleh komunikasi tuan rumah.

E. Forum-Forum Dialogis Kalangan Bawah

Jika pembangunan memiliki relevansi dengan orang-orang yang


memerlukannya, pembangunan tersebut harus dimulai dari jebutuhan riil
dan masalah muncul, misalnya di daerah pedesaan yang miskin,
perkampungan kumuh di kota dan lain-lain. Orang-orang yang hidup
dalam lingkungan tersebut harus didorong untuk menemukan kebutuhan
riil dan mengidentifikasi masalah riil mereka. Hal inilah yang dimaksud
dengan forum dialogis kalangan bawah. Lebih lanjut, pada skala yang
lebih luas, orang-orang yang berada dalam lingkungan tersebut belum
mampu menemukan kebutuhan yang riil dan mengidentifikasi masalah riil
mereka. Hal ini disebabkan oleh kurangnya partisipasi riil dalam strategi
pembangunan yang dapat mengatasi masalah mereka. Bahkan strategi
komunikasi alternatif seperti pendekatan bottom-up menjadi klise dan
kurang substansial.
Pendekatan baru yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
ini adalah pendekatan yang mefokuskan pada partisipasi aktif rakyar dan
masyarakat kalangan bawah lainnya untuk membantu membangun negara.
Dilihat dari luar, ini menandakan perubahan positif dari pendekatan
preskriptif awal yang hierarkis. Namun, struktur dominasi elit tidak
terpengaruh. Diaz-Bordenave (dalam Melkote, 1991) menuliskan bahwa
13

pendekatan baru ini, partisipas diharapkan diarahkan oleh sumber-sumber


dan agen-agen perubahan.
Dalam pendekatan-pendekatan terhadap pembangunan yang disebut
bottom-up ini, masyarakat didorong untuk berpartisipasi dalam aktifitas
swadaya, namun solusi dasar untuk masalah lokal telah terpilih oleh
badan-badan pembangunan eksternal. Seringkali, partisipasi masyarakat
diarahkan karena tujuan proyek pembangunan adalah untuk mendapatkan
kerja sama formal dan nonformal yang lebih baik, dan lain-lain.
Dengan demikian, masyarakat kalangan bawah diikutsertakan dalam
aktivitas yang akan memenuhi kebutuhan konsumen barang-barang
industri mereka dalam waktu jangka Panjang. Oleh karena itu, partisipasi
merupakan cara untuk mengakhiri ketergantungan massa yang lebih besar
terhadap pasar yang dikendalikan oleh kaum elit, baik nasional maupun
internasional (Diaz-Bordenave, dalam Melkote 1991). Meski demikian,
partisipasi sesungguhnya harus melebihi tujuan pragmatic seperti tingkat
produktivitas yang lebih tinggi, kebiasaan hidup sehat yang lebih baik,
pendidikan yang lebih tinggi dalam Tindakan sosial politik yang dilakukan
oleh masa di semua tingkat.
Tujuan upaya-upaya partisipasi harus memfasilitasi conscienzation
rakyat pada struktur sosial, politik dan spasial yang sangan pincang dalam
masyarakat. Hanya melalui conscienzation dan aksi kolektif rakyat dapat
menemukan kebutuhan riil mereka, mengidentifikasi hambatan riil dan
merencanakan untuk mengatasi masalah mereka.

F. Komunikasi Partisipatori

Menurut Freire seperti dikutip dalam Nair dan White (2004), semua
individu memiliki kapasitas untuk melakukan refleksi, kapasitas untuk
berpikir abstrak, untuk membuat konseptualisasi, mengambil keputusan,
memilih alternative dan merencanakan perubahan sosial. Aksi dan refleksi
bukan merupakan aktifitass yang terpisah akan tetapi sebagai keseluruhan
14

organ dan dialektikal ini saling mempengaruhi aksi dan refleksi yang
merupakan conscitizacao (Conscientization). Berdasarkan Freire,
partisipasi asli (autentik) adalah sebuah pengalaman emansipatori yang
menghasilkan kebebasan actual.

Freire menegaskan bahwa dialog merupakan hal yang esensial


pada proses penyadaran. Freire menggaris bawahi potensi yang lebih luas
dari dialog dan dengan bersemangat mempertahankan kekuatan Bahasa
sebagai alat yang mampu menanmkan dominasi mapun kebebasan. Tentu
saja dialog dapat membawa seseorang untuk memaknai dunia dan
mendorong transformasi sosial dan pembebasan sebagaimana terungkap
dalam kata-kata Freire: “ To exist, humanily, is to name the world, to
change it”.

Tufle dan Mefalopulos (2009) mengungkapkan bahwa focus dari


komunikasi partisipasi adalah dialog, suara, media didik, aksi-refleksi.
Dialog merupakan suatu prinsip komunikasi partisipasi, dalam dialog
dimana peserta akan mengungkapkan usulan dengan prinsip aksi-refleksi-
aksi dan komunikasi horizontal. Dalam dialog proses yang terjadi diawali
dengan definisi program dimana terjadi kesenjangan informasi. Tipe
masalah yang terjadi dapat berupa sosial dan ekonomi masyarakat atau isu
kemiskinan dan ketidakadilan. Strategi komunikasi yang dikembangkan
adalah merangkum isu yang general sehingga memperoleh gambaran yang
terjadi dan dapat merangkum solusi yang ada,

Suara atau pendapat yang sifatnya sentral bagi komunikasi dialogis


adalah kesadaran yang terdapat dalam setiap hubungan manusia. Perhatian
Freire adalah pergeseran dalam kekuasaan, menyuarakan kelompok
marjinal, waktu dan ruang untuk mengartikulasikan keprihatinan mereka,
mengidentifikasi masalah, merumuskan solusi dan bertindak.
15

Menurut Canggara (2005), ada tiga bentuk dalam komuikasi


diadik, yaitu percakapan, dialog dan wawancara. Baik percakapan, dialog
maupun wawancara memiliki karakteristik masing-masing. Percakapan
berlangsung dalam suasana yang bersahabat dan informal, dialog
berlangsung dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan lebih
personal, sedangkan wawancara sifatnya lebih serius, yakni ada pihak
yang dominan pada posisi bertanya dan yang lainnya pada posisi
menjawab.

Komunikasi partisipatif adalah suatu proses komunikasi dimana


terjadi komunikasi dua arah atau dialogis, sehingga menghasilkan suatu
pemahaman yang sama terhadap pesan yang dismpaikan. Rahim (2004),
mengajukan empat konsep terkait komunikasi partisipatif akan mendorong
terbangunnya pemberdayaan (empowerment) yaitu heroglasia, dialogis,
poliponi dan karnaval.

1. Heteroglasia, konsep ini menunjukkan fakta bahwa system


pembangunan selalu dilandasi oleh berbagai kelompok dan komunitas
yang berbeda-beda dengan berbagai variasi ekonomi, sosial dan faktor
budaya yang saling mengisi satu sama lain. Perbedaan berikutnya
adalah pada level aktivitas pembangunan baik ditingkat nasional-lokal,
makro-mikro, public-privat, teknis-ideologis, dan informasional-
emosional.
2. Dialog adalah komunikasi transaksional dengan pengirim (sender) dan
penerima (receiver) pesan saling berinteraksi dalam suatu periode
waktu tertentu hingga sampai pada makna-makna yang saling berbagi.
Dalam dialog diperluas, masing-masing peserta juga melakukan dialog
dengan dirinya sendiri sebelum berbeicara atau merespon peserta yang
lain.
16

Dialog internal merupakan aspek penting dalam proses dialog.


Ini mirip dengan meditasi. Subjek meditasi menumbuhkan perhatian
pada dunia sekitar dan subjek lain yang ada dalam dunial ini secara
diam berbicara dengan mereka, dan dalam proses tersebut menguji
secara kritis ideology mereka sendiri.

3. Poliponi adalah bentuk tertinggi dari suatu dialog dimana suara-suara


yang tidak menyatu atau terpisah dan meningkat menjadi terbuka,
memperjelas satu sama lain, dan tidak menutupi satu sama lain. Itu
adalah suatu bentuk ideal dari komunikasi partisipatif dimana
keberadaan suara-suara disadari secara kolektif dengan
menghubungkan berbagai perlakuan konstruksi umum komunitas.
Kesatuan poliponi bukan sesuatu yang diperkenalkan dari luar tetapi
terbangun dari suatu proses dialog sehingga otonomi suara selalu
diartikulasikan dengan yang lain, mendirikan ikatan saling
ketergantungan yang saling menguatkan.
4. Karnaval , pada konsep ini bagi komunikasi pembangunan membawa
semua varian dari semua ritual seperti legenda, komik, festival,
permainan, parodi, dan hiduran secara bersama-sama. Proses ini
dilakukan dengan tidak formal dan biasa juga diselingi oleh humor dan
canda tawa. Karnaval tidak memiliki sanksi resmi. Ini merupakan
lawan dari sesuatu yang serius dan otoratif dari negara, agama, politik,
dan doktrin-doktrin ekonomi. Karnaval dan pembangunan bermain
secara berdampingan.
Model partisipatori membutuhkan komunikator pembangunan
menambahkan dimensi baru pada aturan tradisional, contohnya inisiator,
fasilitator, negosiator, dan mediator. Komunikator pembangunan akan
mencari keduanya, sumber dan penerima pesan, menambahkan kontak
langsung, dan interaksi penerima sebagaimana juga sumber. Proses
pasitipatori pada dasarnya akan transaksional. Nar dan White (2004)
komunikasi transaksional bukanlah merupakan proses persuasi satu arah.
17

Itu merupakan dialog dimana pengirim dan penerima pesan berinteraksi


dalam periode waktu tertentu, datang dan berbagi pemahaman. Sebagai
contoh, ide baru atau oraktek lebih disukai diadopsi jika penerima terlibat
dalam dialog dan diskusi tentang kebutuhan mereka, alternative tindakan,
dan penerimaan dalam sumber-sumber untuk menyelesaikan tujuan
pembangunan.
Pesan pembangunan partisipatori secara langsung melibatkan
audiens sasaran dan berbagai proses yang diperlukan untuk membangun
dan menyampaikan pesan memanfaatkan baik sumber pengetahuan asli
maupun dari luar. Beberapa prosesnya :
1. Mengidentifikasi dan menyeleksi audiens
2. Melakukan penilaian yang dibutuhkan
3. Membangun profil penerima
4. Membuat garis besar pesan dan pilihan media
5. Memilih saluran dan konteks untuk penyampaian pesan (Nair dan
White, 2004)

Tingkat tertinggi partisipasi akan menemukan perwakilan sasaran


penerima akan terlibat dari kebutuhan penilaian melalui produksi media ke
efektivitas evaluasi akhir. Tingkat menengah memperpanjang partisipasi
akan konsentrasi pada partisipasi yang berarti dan sasaran penerima dalam
mendesain dan memproduksi pesan. Level partisipasi rendah tidak akan
melibatkan sasaran penerima tetapi mengantisipasi komunikator
pembangunan, dalam kenyataannya mengadakan penilaian kebutuhan
dalam kontak dengan penerima. Tantangannya adalah menyederhanakan
dan medesain model konstruksi pesan level mikro yang menggabungkan
partisipasi kuat dari sasaran penerima.
18

G. Pendekatan Komunikasi Partisipatif

Komunikasi partisipatif awalnya diperkenalkan pertama kali dalam


sebuah seminar di Amerika Latin pada tahun 1978. Seorang intelektual
Amerika bernama Paulo Freire mencetuskan konsep komunikasi
partisipastif bahwa setiap individu memiliki hak yang sama untuk
menyuarakan kata-katanya, baik secara individual atau bersama-sama.
Kemudian konsep ini berkembang ke beberapa negara, di Harare,
Zimbabwe pada tahun 1994 menemukan bahwa konsep komunikasi
partisipatif merupakan pendekatan yang mampu memfasilitasi masyarakat
terlibat pada proses yang mampu memberdayakan masyarakat akar rumput
sehingga mampu memenuhi kebutuhannya (Muchtar, 2016 : 21)
Sifat komunikatif yang dimaksud dalam hal ini adalah untuk
membangun kepercayaan, pertukaran pengetahuan dan persepsi tentang
masalah serta peluang sehingga tercapai konsensus dalam pemecahan
masalah dengan semua pemangku kepentingan (Mefalopulos 2003).
Dalam setiap tahapan pembangunan. Secara teoritis prinsip komunikasi
partisipatif adalah melibatkan masyarakat secara aktif mulai dari
mengidentifikasi masalah sendiri, mencari solusi, dan mengambil
keputusan untuk penerapan tindakan dalam pembangunan (Muchtar,
2016 : 21).
Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat diketahui bahwa
pendekatan yang digunakan dalam komunikasi partisipatif adalah
pendekatan yang bersifat bottom-up atau suatu pendekatan yang bersifat
menyelesaikan permasalahan dari unit yang paling bawah. Pendekatan ini
dilakukan melalui adanya program-program yang membantu mesyarakat
petani, pedesaan atau masyarakat kecil lainnya untuk menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di daerah tersebut. Sehingga masyarakat yang
menjadi sasaran pembangunan ini menjadi berdaya dan dapat
menyelesaikan permasalahan yang terjadi di daerahnya sendiri. Akhirnya,
daerah yang menjadi sasaran pembangunan menjadi mandiri.
19

Sasaran komunikasi pembangunan partisipatif adalah membangun


desa-desa kecil yang bagi sebagian orang dianggap remeh, dan
memberdayakannya adalah pendekatan yang bisa membangun dari satu
unit terkecil dalam suatu negara. Jika setiap desa melakukan hal demikian,
hingga akhirnya tidak ada lagi desa yang mengalami 3T (tertinggal,
terbelakang, terdalam). Maka, pembangunan di daerah tersebut dapat
dikatakan berhasil, di mana tingkat kemiskinan dan pengangguran
berkurang, meningkatnya taraf hidup masyarakat, dan juga tingkat
pendidikan penduduknya meningkat.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Komunikasi pembangunan adalah suatu kegiatan penyampaian pikiran


dan perasaan manusia yang dilakukan oleh dua orang atau lebih,
dimana penyampaian pikiran ini mengandung suatu cara untuk
membangun, serta dalam proses pembangunannya masyarakat yang
dikomunikasikan dilibatkan dalam proses pembangunanya. Dalam
komunikasi pembangunan partisipasi pemerintah serta masyarakatnya
sangat diperlukan demi kelancaran jalannya proses komunikasi
pembangunan.
2. Nasution & Rasyid (2019: 3) tujuan komunikasi pembangunan adalah
mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Artinya, untuk mencapai
tujuan pembangunan, komunikasi yang dilakukan bukan hanya
melibatkan pemerintah saja, melainkan juga harus melibatkan
masyarakat agar tujuan yang dapat dicapai mampu memenuhi
kebutuhan semua pihak.
3. Faktor penunjang efektivitas komunikasi dari sisi komunikan terdapat
dua faktor dari komunikator yang akan mempengaruhi komunikasi
yang efektif yakni kepercayaan pada komunikator (source credibility)
dan daya tarik komunikator (source attractiveness). Selain itu terdapat
prinsip-prinsip komunikasi, subjek komunikasi seperti pengaruh
komunikasi, tindakan komunikan, dan tanggapan komunikat terhadap
hal yang disampaikan oleh komunikator.
4. Ascroft dan Masilela, dalam Melkote (1991) memaparkan bahwa
konsep dan proses dari partisipasi ditetapkan dengan kurang baik dan
internalnya tidak konsisten, abstrak dan ambigu dalam ilmu sosial.
Usaha operasionalisasi dalam bagian ini menggerser paradigma

20
21

dominan yang berinkarnasi secara halus. Partisipasi diartikan sebagai


pendekatan kepada bagian yang merupakan asli representasi dari
perkara untuk paradigma kebutuhan dasar, partisipasi sebagai sebuah
akhir pendekatan.
5. Jika pembangunan memiliki relevansi dengan orang-orang yang
memerlukannya, pembangunan tersebut harus dimulai dari kebutuhan
riil dan masalah muncul, misalnya di daerah pedesaan yang miskin,
perkampungan kumuh di kota dan lain-lain. Orang-orang yang hidup
dalam lingkungan tersebut harus didorong untuk menemukan
kebutuhan riil dan mengidentifikasi masalah riil mereka. Hal inilah
yang dimaksud dengan forum dialogis kalangan bawah. Lebih lanjut,
pada skala yang lebih luas, orang-orang yang berada dalam lingkungan
tersebut belum mampu menemukan kebutuhan yang riil dan
mengidentifikasi masalah riil mereka. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya partisipasi riil dalam strategi pembangunan yang dapat
mengatasi masalah mereka.
6. Komunikasi partisipatif adalah suatu proses komunikasi dimana terjadi
komunikasi dua arah atau dialogis, sehingga menghasilkan suatu
pemahaman yang sama terhadap pesan yang dismpaikan. Rahim
(2004), mengajukan empat konsep terkait komunikasi partisipatif akan
mendorong terbangunnya pemberdayaan (empowerment) yaitu
heroglasia, dialogis, poliponi dan karnaval. Model partisipatori
membutuhkan komunikator pembangunan menambahkan dimensi baru
pada aturan tradisional, contohnya inisiator, fasilitator, negosiator, dan
mediator. Komunikator pembangunan akan mencari keduanya, sumber
dan penerima pesan, menambahkan kontak langsung, dan interaksi
penerima sebagaimana juga sumber. Proses pasitipatori pada dasarnya
akan menjadi komunikasi transaksional.
7. Pendekatan yang digunakan dalam komunikasi partisipatif adalah
pendekatan yang bersifat bottom-up atau suatu pendekatan yang
bersifat menyelesaikan permasalahan dari unit yang paling bawah.
22

Pendekatan ini dilakukan melalui adanya program-program yang


membantu mesyarakat petani, pedesaan atau masyarakat kecil lainnya
untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di daerah tersebut.
Sehingga masyarakat yang menjadi sasaran pembangunan ini menjadi
berdaya dan dapat menyelesaikan permasalahan yang terjadi di
daerahnya sendiri. Akhirnya, daerah yang menjadi sasaran
pembangunan menjadi mandiri.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata
kuliah Komunikasi Sosial dan Pembangunan dengan mengambil bahan
dari kajian buku pustaka dan internet. Kami sadar hanya manusia biasa
yang tak pernah lepas dari khilaf, jadi jika ada salah penulisan dan
kekurangan materi kami mohon saran dan kritik yang konstributif demi
kebaikan dan kelancaran perkuliahan kita bersama dan kami ucapkan
terimakasih atas apresiasinya.
DAFTAR PUSTAKA

Hadiyanto. “Komunikasi pembangunan Partisipatif : sebuah pengenalan awal”,


Jurnal Komunikasi Pembangunan Juli 2008, Vol. 06, No. 2.

Deddy mulyana,Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya, 2007) h. 46

Melkote, S.R. (1991). Communication for Development in The Third Word:


Theory and Practice. New Delhi, California, London: Sage
Publications

Muchtar, Karmila. 2016. Penerapan Komunikasi Partisipatif Pada Pembangunan


Di Indonesia. Jurnal Makna. 1(1) : 20-32.

Nair KS, White SA. 2004. Paticipatory Message Development: Conceptual


Framework dalam White, SA dan Nair, KS, Ascroft, Josepth, 2004.
Participatory Communication Working for Change and development.
New Delhi (IN): Sage Publication India Pvt Ltd.

Nasution, Belli., Anuar Rasyid. 2019. Komunikasi Sosial dan Pembangunan.


Pekanbaru : TAMAN KARYA.

Rahim SA. 2004. Participatory Development Com-munication as a Dialogical


Process dalam White, SA. 2004. Participatory Communication Work-
ing for Change and Development. New Delhi (IN): Sage Publication
India Pvt Ltd.

Rinawati, Ririn. 2005. Komunikasi dan Pembangunan Parrtisipatif. MEDIATOR.


7 (2) : 175-184.

Surahmi, Andi., Farid, H. Muhammad. 2018. Strategi Komunikasi Dalam


Meningkatkan Partisipasi Masyarakat Terhadap Pembangunan Di
Kecamatan Duampanua Kabupaten Pinrang. Jurnal Komunikasi
Kareba. 7 (2) : 232-239.

23
24

Tubbs, Stewart L & Sylvia Moss, 1996, Human Communiacation, Prinsip-prinsip


Dasar

Tufte T, Mefalopulos P. 2009. A practical Guide par-ticipatory Communication.


Washington (US) : The World Bank.

http://lib.unika.ac.id/index.php?p=fstream-pdf&fid=3698&bid=48553913

Anda mungkin juga menyukai