Anda di halaman 1dari 5

BAB 3

PENYELESAIAN MASALAH

3.2 Hukum Perundang- Undangan yang Mengatur Pangan

Beberapa Undang- Undang yang mengatur tentang aturan penegakan

hukum pidana terhadap produsen pangan yang mengandung zat berbahaya,

diantaranya:

1. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara

Nomor 3656);

2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan

3. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

5. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)

6. Undang-Undang Republik Indonesia nomor 8, tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen, Hak konsumen yang terkait dengan keamanan

pangan yaitu hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

7. Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun 2012 Pasal 75 ayat (1)

menyatakan bahwa, setiap orang yang melakukan produksi pangan untuk

diedarkan dilarang menggunakan bahan tambahan pangan yang

melampaui batas maksimal yang ditetapkan dan/atau bahan yang dilarang

digunakan sebagai bahan tambahan pangan.

34
35

Bila melanggar ketentuan tersebut diancam pidana penjara paling lama 5

(lima) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh

miliar rupiah), yang diatur dalam Pasal 136 Undang-Undang Nomor 18

tahun 2012 tentang Pangan. Aturan hukum mengenai larangan

menggunakan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas

maksimal yang ditetapkan dan/atau bahan yang dilarang digunakan

sebagai bahan tambahan pangan, beserta sanksi yang dapat diterapkan

terhadap pelaku, ternyata masih banyak pengusaha yang menggunakan

bahan berbahaya dalam produk pangan pada industri rumah tangga yang

belum dilakukan penegakan hukum.

Dasar hukum pengaturan pengamanan peredaran makanan dan minuman

yang dikonsumsi oleh masyarakat yaitu:

1. Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang


Kesehatan

3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang

Pangan dan peraturan perundangundangan lainnya.

3.2 Peraturan Presiden yang Mengatur Tentang Pangan

Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 83 Tahun 2017 Tentang Kebijakan

Kebijakan Strategis Pangan dan Gizi.

3.3 Peraturan Pemerintah yang Mengatur Tentang Pangan

Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 68 Tahun 2002 Tentang

Ketahanan Pangan. Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi


36

rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah

maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang

Keamanan, Mutu Dan Gizi Pangan. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi

sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan

derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah

Daerah Kabupaten/Kota pada Bidang Kesehatan - sub bidang Obat dan

Perbekalan Kesehatan, mengamanatkan bahwa pengawasan dan registrasi

makanan minuman produksi rumah tangga merupakan urusan pemerintahan yang

wajib diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.

3.4 Institusi yang Mengatur Tentang Pangan

Pemerintah berperan mengatur, mengawasi, dan mengontrol, sehingga

tercipta sistem yang kondusif saling berkaitan satu dengan yang lain dengan

demikian tujuan mensejahterakan masyarakat secara luas dapat tercapai.

Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan (UU Pangan),

Memiliki beragam institusi publik maupun masyarakat yang memiliki perhatian

terhadap pangan, antara lain Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan

(Dirjen POM) Kementerian Kesehatan, Badan Pengawasan Obat dan Makanan

(Badan POM), Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis

Ulama Indonesia (LPPOM MUI), serta Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia

(YLKI).
37

Masalah mutu pangan menyangkut pula keamanan, keselamatan, dan

kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Peran PPNS Balai Besar Pengawas

Obat dan Makanan (BBPOM) dibutuhkan dalam penyidikan apabila terjadi tindak

pidana mengedarkan pangan yang mengandung bahan berbahaya, karena mereka

menguasai bidang tertentu yaitu pengawasan obat dan makanan. Keberadaan

BBPOM mempunyai fungsi sebagai salah satu unsur operasional dalam

penegakan hukum.

PPNS BBPOM sebagai aparatur penegak hukum dalam melaksanakan

perannya didasarkan ketentuan Pasal 7 dan 8 KUHAP, melakukan penyidikan

dengan melakukan tindakan pertama pada saat di TKP, melakukan penggeledahan

dan penyitaan; memanggil seseorang untuk didengar dan diperiksa sebagai

tersangka atau saksi; mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam

hubungannya dengan pemeriksaan; dan membuat berita acara tentang pelaksanaan

penyidikan serta menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum melalui

penyidik Polri sebagai peran normatif penyidik BPOM.

Pada Pasal 6 ayat (1) Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana

memberikan wewenang kepada PPNS BBPOM untuk melakukan penyidikan

terkait adanya pelanggaran. Diberikannya wewenang untuk memudahkan dalam

pengungkapan suatu tindak pidana mengingat banyaknya kendala yang dihadapi

oleh aparat kepolisian dalam melakukan penyidikan.

Badan POM terus meningkatkan sinergi dengan semua pemangku

kepentingan lainnya, utamanya dengan aparat penegak hukum seperti Kepolisian

RI dan Kejaksaan Agung. Setelah menandatangani Perjanjian Kerja Sama dengan


38

Kepolisian RI pada tahun 2016 lalu, tahun ini Badan POM dengan Kejaksaan RI

terkait Kerja Sama Dan Koordinasi Dalam Rangka Mendukung Pelaksanaan

Tugas Dan Fungsi.

Secara garis besar Nota Kesepakatan antara Kejaksaan Agung dengan

Badan POM berisi tentang pendampingan penyidikan dan koordinasi penanganan

perkara tindak pidana di bidang Obat dan Makanan; pendampingan Tim Pengawal

dan Pengamanan Pemerintah dan Pembangunan (TP4).

Anda mungkin juga menyukai