Anda di halaman 1dari 18

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN KELAINAN KONGENITAL

DAN TINDAKAN PEMBEDAHAN HIDROCEPHALUS

ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan tugas Keperawatan Anak

Oleh

Kelompok 2

1. Fitriah (19-730)
2. Mutiara Sarmila Putri (19-731)
3. Nadya Nurul Insani (19-732)

Dosen Pengampu

Ns. Nurhaida, S.Kep, M.Kep

POLITEKNIK AISYIYAH SUMATERA BARAT PADANG

TA 2020/2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberi rahmat, hidayah, kasih, dan sayangnya
sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan lancar tanpa rintangan yang berarti.
Laporan ini menyajikan tentang “ Asuhan keperawatan pada bayi dengan kelainan
kongenital dan tindakan pembedahan Hidrocephalus”“ sehingga dapat menambah
pengetahuan pembaca dan dapat mengambil pelajaran dari makalah ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi lebih sempurna makalah ini maupun
laporan berikutnya. Semoga laporan ini bermanfaat bagi kita semua.

Padang, 4 April 2021

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hydrocephalus telah dikenal sajak zaman Hipocrates, saat itu hydrocephalus dikenal
sebagai penyebab penyakit ayan. Di saat ini dengan teknologi yang semakin berkembang
maka mengakibatkan polusi didunia semakin meningkat pula yang pada akhirnya menjadi
factor penyebab suatu penyakit, yang mana kehamilan merupakan keadaan yang sangat
rentan terhadap penyakit yang dapat mempengaruhi janinnya, salah satunya adalah
Hydrocephalus. Saat ini secara umum insidennya dapat dilaporkan sebesar tiga kasus per
seribu kehamilan hidup menderita hydrocephalus. Dan hydrocephalus merupakan penyakit
yang sangat memerlukan pelayanan keperawatan yang khusus.

Hydrocephalus dapat terjadi pada semua umur tetapi paling banyak pada bayi yang ditandai
dengan membesarnya kepala melebihi ukuran normal. Meskipun banyak ditemukan pada
bayi dan anak, sebenarnya hydrosephalus juga biasa terjadi pada oaran dewasa, hanya saja
pada bayi gejala klinisnya tampak lebih jelas sehingga lebih mudah dideteksi dan diagnosis.
Hal ini dikarenakan pada bayi ubun2nya masih terbuka, sehingga adanya penumpukan cairan
otak dapat dikompensasi dengan melebarnya tulang2 tengkorak. Sedang pada orang dewasa
tulang tengkorak tidak mampu lagi melebar.

1.2 Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk memeberikan Asuhan Keperawatan pada klien Hydrocephalus
2. Tujuan Khusus
a. Dapat dilakukan pengkajian Keperawatan pada Klien hydrocephalus
b. Dapat meentukan diagnosa keperawatan pada klien hydrocephalus
c. Dapat merumuskan perencanaan Asuhan Keperawatan pada klien hydrocephalus
d. Dapat melakukan implementasi Keperawatan pada klien hydrocephalus
e. Dapat mekakkukan implementasi keperawatan
f. Dapat membuat dokumentasi tindakan asuhan keperawatan pada klien hydrocephalus
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Anatomi dan Fisiologi

Ruangan CSS mulai terbentuk pada minggu kelima masa embrio, terdiri dari system
ventrikel, sisterna magna pada dasar otak dan ruang subaraknoid yang meliputi seluruh
susunan saraf pusat (SSP). Hubungan antara system ventrikel dan ruang subaraknoid adalah
melalui foramen Magendie di median dan foramen Luschka di sebelah lateral ventrikel IV.
Aliran CSS yang normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen Monroi ke ventrikel
III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui
foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subaraknoid melalui sisterna magna.
Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorpsi CSS oleh sistem
kapiler.

CSS yang berada di ruang subarakhnoid, merupakan cairan yang bersih dan tidak
berwarna. Merupakan salah satu proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis
terhadap trauma atau gangguan dari luar. Pada orang dewasa volume intrakranial kurang
lebih 1700 ml, volume otak sekitar 1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata
104 ml) dan darah sekitar 150 ml.

2.2 DEFINISI HIDROSEFALUS
Hidrosefalus adalah akumulasi cairan serebro spinal dalam ventrikelserebral, ruang
subarachnoid atau ruang subdural (Suriadi dan Yuliani, 2001).
Hidrosefalus merupakan keadaan patologis otak yang mengakibatkan bertmbahnya
cairan serebro spinalis tanpa atau pernah dengan tekanan intracranial yang meninggi sehingga
terdapat pelebaran ruangan tempat mengalirnya cairan serebro spinal (Ngastiyah,2007).
Hidrosefalus merupakan sindroma klinis yang dicirikan dengan dilatasi yang progresif
pada system ventrikuler cerebral dan kompresi gabungan dari jaringan – jaringan serebral
selama produksi CSF berlangsung yang meningkatkan kecepatan absorbsi oleh vili
arachnoid. Akibat berlebihannya cairan serebrospinalis dan meningkatnya tekanan
intrakranial menyebabkan terjadinya peleburan ruang – ruang tempat mengalirnya liquor
(Mualim, 2010).

2.3 ETIOLOGI

Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran CSS pada salah satu tempat
antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang
subarackhnoid. akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya. Penyumbatan
aliran CSS sering terdapat pada bayi dan anak ialah:
1.      Kongenital : disebabkan gangguan perkembangan janin dalam rahim,atau infeksi
intrauterine meliputi :
a. Stenosis aquaductus sylvi
b.Spina bifida dan kranium bifida
c. Syndrom Dandy-Walker
d. Kista arakhnoid dan anomali pembuluh darah
2.      Didapat : disebabkan oleh infeksi, neoplasma, atau perdarahan
a.Infeksi
Akibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. secara patologis terlihat penebalan
jaringan piameter dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. penyebab lain
infeksi adalah toksoplasmosis.
b. Neoplasma
Hidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. pada
anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV / akuaduktus sylvii bagian
terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari cerebelum, penyumbatan bagian depan
ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.
c. Perdarahan
Perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis
leptomeningfen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjakdi akibat
organisasi dari darah itu sendiri.

2.4 MANIFESTASI KLINIS

1. Pembesaran kepala.
2. Tekanan intra kranial meningkat dengan gejala: muntah, nyeri kepala, oedema papil.
3. Bola mata terdorong ke bawah oleh tekana dan penipisan tulang supraorbital.
4. Gangguan keasadaran, kejang.
5. Gangguan sensorik.
6. Penurunan dan hilangnya kemampuan akrivitas.
7. Perubahan pupil dilatasi.
8. Gangguan penglihatan (diplobia, kabur, visus menurun).
9. Perubahan tanda-tanda vital (nafas dalam, nadi lambat, hipertermi,/ hipotermi).
10. Penurunan kemampuan berpikir.

2.5 PATOFISIOLOGI

Hidrocephalus ini bisa terjadi karena konginetal (sejak lahir), infeksi (meningitis,
pneumonia, TBC), pendarahan di kepala dan faktor bawaan (stenosis aquaductus sylvii)
sehingga menyebabkan adanya obstruksi pada system ventrikuler atau pada ruangan
subarachnoid, ventrikel serebral melebar, menyebabkan permukaan ventrikuler
mengkerut dan merobek garis ependymal. White mater dibawahnya akan mengalami
atrofi dan tereduksi menjadi pita yang tipis. Pada gray matter terdapat pemeliharaan yang
bersifat selektif, sehingga walaupun ventrikel telah mengalami pembesaran gray matter
tidak mengalami gangguan. Proses dilatasi itu dapat merupakan proses yang tiba – tiba /
akut dan dapat juga selektif tergantung pada kedudukan penyumbatan. Proses akut itu
merupakan kasus emergency.

Pada bayi dan anak kecil sutura kranialnya melipat dan melebar untuk
mengakomodasi peningkatan massa cranial. Jika fontanela anterior tidak tertutup dia
tidak akan mengembang dan terasa tegang pada perabaan.Stenosis aquaductal (Penyakit
keluarga / keturunan yang terpaut seks) menyebabkan titik pelebaran pada ventrikel
laterasl dan tengah, pelebaran ini menyebabkan kepala berbentuk khas yaitu penampakan
dahi yang menonjol secara dominan (dominan Frontal blow). Syndroma dandy walkker
akan terjadi jika terjadi obstruksi pada foramina di luar pada ventrikel IV. Ventrikel ke IV
melebar dan fossae posterior menonjol memenuhi sebagian besar ruang dibawah
tentorium. Klien dengan tipe hidrosephalus diatas akan mengalami pembesaran cerebrum
yang secara simetris dan wajahnya tampak kecil secara disproporsional.

Pada orang yang lebih tua, sutura cranial telah menutup sehingga membatasi
ekspansi masa otak, sebagai akibatnya menujukkan gejala : Kenailkan ICP sebelum
ventrikjel cerebral menjadi sangat membesar. Kerusakan dalam absorbsi dan sirkulasi
CSF pada hidrosephalus tidak komplit. CSF melebihi kapasitas normal sistim ventrikel
tiap 6 – 8 jam dan ketiadaan absorbsi total akan menyebabkan kematian.

Pada pelebaran ventrikular menyebabkan robeknya garis ependyma normal yang


pada didning rongga memungkinkan kenaikan absorpsi. Jika route kolateral cukup untuk
mencegah dilatasi ventrikular lebih lanjut maka akan terjadi keadaan kompensasi.

2.6 WOC
Keterangan:

 Penyumbatan aliran CCS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam rongga
subaracnoid → dilatasi ruangan CSS di atasnya (foramen Monroe, foramen Luschka dan
Magendie, sisterna magna dan sisterna basalis) → Hidrosefalus
 Pembentukan CSS yang berlebihan dengan kecepatan absorbsi yang normal → Hidrosefalus.

2.7 KOMPLIKASI

Komplikasi Hidrocefalus menurut Prasetio (2004)

1. Peningkatan TIK
2. Pembesaran Kepala
3. Kerusakan Ota
4. Meningitis, Ventrikularis, abses abdomen
5. Ekstremitas mengalami kelemahan, inkoordinasi, sensibilitas kulit menurun
6. Kerusakan jaringan saraf
7. Proses aliran darah terganggu
8. Shunt tidak berfungsi dengan baik akibat obstruksi mekanik
9. Infeksi; septicemia, endokarditi, infeksi luka, nefritis, meningitis, ventrikulitis,
abses otak

2.8 PENATALAKSANAAN

a. PENATALAKSANAAN MEDIS

1.  Pencegahan
Untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan penyuluhan genetic,
penerangan keluarga berencana serta menghindari perkawinan antar keluarga dekat.
Proses persalinan/kelahirandiusahakan dalam batas-batas fisiologik untuk menghindari
trauma kepala bayi. Tindakan pembedahan Caesar suatu saat lebih dipilih dari pada
menanggung resiko cedera kepala bayi sewaktu lahir.
2.  Terapi Medikamentosa
Hidrosefalus dewngan progresivitas rendah dan tanpa obstruksi pada umumnya tidak
memerlukan tindakan operasi. Dapat diberi asetazolamid dengan dosis 25 – 50 mg/kg BB.
Pada keadaan akut dapat diberikan menitol. Diuretika dan kortikosteroid dapat diberikan
meskipun hasilnya kurang memuaskan. Pembarian diamox atau furocemide juga dapat
diberikan. Tanpa pengobatan “pada kasus didapat” dapat sembuh spontan ± 40 – 50 %
kasus.
3.  Pembedahan :
Tujuannya untuk memperbaiki tempat produksi LCS dengan tempat absorbsi.
Misalnya Cysternostomy pada stenosis aquadustus. Dengan pembedahan juga dapat
mengeluarkan LCS kedalam rongga cranial yang disebut :
a.  Ventrikulo Peritorial Shunt
b.  Ventrikulo Adrial Shunt
Untuk pemasangan shunt yang penting adalajh memberikan pengertian pada keluarga
mengenai penyakit dan alat-alat yang harus disiapkan (misalnya : kateter “shunt” obat-
obatan darah) yang biasanya membutuhkan biaya besar.
Pemasangan pintasan dilakukan untuk mengalirkan cairan serebrospinal dari ventrikel
otak ke atrium kanan atau ke rongga peritoneum yaitu pi8ntasan ventrikuloatrial atau
ventrikuloperitonial.
Pintasan terbuat dari bahan bahansilikon khusus, yang tidak menimbulkan raksi radang
atau penolakan, sehingga dapat ditinggalkan di dalam yubuh untuk selamanya. Penyulit
terjadi pada 40-50%, terutama berupa infeksi, obstruksi, atau dislokasi.
4.  Terapi
Pada dasarnya ada 3 prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :
a) mengurangi produksi CSS
b) Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi
c) Pengeluaran likuor ( CSS ) kedalam organ ekstrakranial.

Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :


1.      Penanganan sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan
resorbsinya.
2.      Penanganan alternatif ( selain shunting )
Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi
massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. saat ini cara
terbaik untuk malakukan perforasi dasar ventrikel dasar ventrikel III adalah dengan teknik
bedah endoskopik.
3.      Operasi pemasangan “ pintas “ ( shunting )
Operasi pintas bertujuan mambuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas
drainase. pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum.
baisanya cairan ceebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang ada hidrosefalus
komunikans ada yang didrain rongga subarakhnoid lumbar. Ada 2 hal yang perlu
diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu pemeliharaan luka kulit terhadap
kontaminasi infeksi dan pemantauan. kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang.
infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan
bahkan kematian.
b. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
1. Pencegahan
untuk mencegah timbulnya kelainan genetic perlu dilakukan penyuluhan genetic,
penerangankeluarga berencana serta menghindari perkawinan antar keluarga dekat. -roses
persalinan:kelahirandiusahakan dalam batasbatas !isiologik untuk menghindari trauma
kepala bayi. /indakan pembedahan $aesar suatu saat lebih dipilih dari pada menanggung
resiko cederakepala bayi sewaktu lahir.
2. Pemberian Pengobatan modern atau canggih dilakukan dengan bahan shunt atau
pintasan jenis silicon yang awet, lentur, tidak mudah putus. VRIES (1978)
mengembangkan fiberoptik yang dilengkapi perawatan bedah mikro dengan sinar laser
sehingga pembedahan dapat dipantau melalui televisi.
3. Penanganan Sementara
Terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus
melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan
resorbsinya.
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Selain dari gejala-gejala klinik, keluhan pasien maupun dari hasil pemeriksaan
fisik dan psikis, untuk keperluan diagnostik hidrosefalus dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan penunjang yaitu;

1. Rontgen foto kepala

Dengan prosedur ini dapat diketahui:

a. Hidrosefalus tipe kongenital/infantile, yaitu: ukuran kepala, adanya pelebaran


sutura, tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial kronik berupa imopressio
digitate dan erosi prosessus klionidalis posterior.
b. Hidrosefalus tipe juvenile/adult oleh karena sutura telah menutup maka dari foto
rontgen kepala diharapkan adanya gambaran kenaikan tekanan intrakranial.

2. Transimulasi

Syarat untuk transimulasi adalah fontanela masih terbuka, pemeriksaan ini


dilakukan dalam ruangan yang gelap setelah pemeriksa beradaptasi selama 3 menit. Alat
yang dipakai lampu senter yang dilengkapi dengan rubber adaptor. Pada hidrosefalus,
lebar halo dari tepi sinar akan terlihat lebih lebar 1-2 cm.

3. Lingkaran kepala

Diagnosis hidrosefalus pada bayi dapat dicurigai, jika penambahan lingkar kepala
melampaui satu atau lebih garis-garis kisi pada chart (jarak antara dua garis kisi 1 cm)
dalam kurun waktu 2-4 minggu. Pada anak yang besar lingkaran kepala dapat normal hal
ini disebabkan oleh karena hidrosefalus terjadi setelah penutupan suturan secara
fungsional.

Tetapi jika hidrosefalus telah ada sebelum penutupan suturan kranialis maka penutupan
sutura tidak akan terjadi secara menyeluruh.

4. Ventrikulografi

Setelah kontras masuk langsung difoto, maka akan terlihat kontras mengisi ruang
ventrikel yang melebar. Pada anak yang besar karena fontanela telah menutup untuk
memasukkan kontras dibuatkan lubang dengan bor pada kranium bagian frontal atau
oksipitalis. Ventrikulografi ini sangat sulit, dan mempunyai risiko yang tinggi. Di rumah
sakit yang telah memiliki fasilitas CT Scan, prosedur ini telah ditinggalkan.

5. Ultrasanografi

Dilakukan melalui fontanela anterior yang masih terbuka. Dengan USG


diharapkan dapat menunjukkan system ventrikel yang melebar. Pendapat lain mengatakan
pemeriksaan USG pada penderita hidrosefalus ternyata tidak mempunyai nilai di dalam
menentukan keadaan sistem ventrikel hal ini disebabkan oleh karena USG tidak dapat
menggambarkan anatomi sistem ventrikel secara jelas, seperti halnya pada pemeriksaan
CT Scan.
6. CT Scan Kepala

Pada hidrosefalus obstruktif CT Scan sering menunjukkan adanya pelebaran dari


ventrikel lateralis dan ventrikel III. Dapat terjadi di atas ventrikel lebih besar dari
occipital horns pada anak yang besar. Ventrikel IV sering ukurannya normal dan adanya
penurunan densitas oleh karena terjadi reabsorpsi transependimal dari CSS.

Pada hidrosefalus komunikans gambaran CT Scan menunjukkan dilatasi ringan


dari semua sistem ventrikel termasuk ruang subarakhnoid di proksimal dari daerah
sumbatan

7. MRI ( Magnetic Resonance Image )

Untuk mengetahui kondisi patologis otak dan medula spinalis dengan


menggunakan teknik scaning dengan kekuatan magnet untuk membuat bayangan struktur
tubuh.
BAB III

ASKEP TEORITIS

3.1 PENGKAJIAN 
1.    Anamnesa
a. Pengumpulan data : nama, usia, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, pendidikan,
pekerjaan, alamat
b. Riwayat Penyakit / keluhan utama : Muntah, gelisah, nyeri kepala, lelah apatis,
penglihatan ganda, perubahan pupil, kontriksi penglihatan perifer.
c. Riwayat Penyakit dahulu
a) Antrenatal : Perdarahan ketika hamil
b) Natal : Perdarahan pada saat melahirkan, trauma sewaktu lahir
c) Postnatal : Infeksi, meningitis, TBC, neoplasma
d. Riwayat penyakit keluarga
e. Pengkajian persiste
a) B1 ( Breath ) : Dispnea, ronchi, peningkatan frekuensi napas
b) B2 ( Blood ) : Pucat, peningkatan systole tekanan darah, penurunan nadi
c) B3 ( Brain ) : Sakit kepala, gangguan kesadaran, dahi menonjol dan
mengkilat, pembesaran kepala, perubahan pupil, penglihatan ganda, kontruksi
penglihatan perifer, strabismus ( juling ), tidak dapat melihat keatas “ sunset eyes
”, kejang
d) B4 ( Bladder ) : Oliguria
e) B5 ( Bowel ) : Mual, muntah, malas makan
f) B6 ( Bone ) : Kelemahan, lelah, peningkatan tonus otot ekstrimitas

1. Observasi tanda – tanda vital


1. Peningkatan systole tekanan darah
2. Penurunan nadi / bradikardia
3. Peningkatan frekuensi pernapasan

2. Pemeriksaan Fisik
a) Masa bayi :

kepala membesar , Fontanel Anterior menonjol, Vena pada kulit kepala dilatasi dan
terlihat jelas pada saat bayi menangis, terdapat bunyi Cracked- Pot ( tanda macewe),Mata
melihat kebawah (tanda setting – sun ) , mudah terstimulasi, lemah, kemampuan makan
kurang, perubahan kesadaran, opistotonus dan spatik pada ekstremitas bawah.pada bayi
dengan malformasi Arnold- Chiari, bayi mengalami kesulitan menelan, bunyi nafas
stridor, kesulitan bernafas, Apnea, Aspirasi dan tidak reflek muntah.

b) Masa Kanak-Kanak

Sakit kepala, muntah, papil edema, strabismus, ataxsia mudah terstimulasi , Letargy
Apatis, Bingung, Bicara inkoheren.
3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Lingkar Kepala pada masa bayi
b. Translumiasi kepala bayi, tampak pengumpulan cairan serebrospinalis yang
abnormal
c. Perkusi pada tengkorak bayi menghasilkan "suara khas"
d. Opthalmoscopi menunjukan papil edema
e. CT Scan
f. Foto Kepala menunjukan pelebaran pada fontanel dan sutura serta erosi tulang
intra cranial
g. Ventriculografi ( jarang dipakai ) : Hal- hal yang Abnormal dapat terlihat di dalam
system ventrikular atau sub – arakhnoid.

4. Perkembangan Mental/ Psikososial


a. Tingkat perkembangan
b. Mekanisme koping
c. Pengalaman di rawat di Rumah Sakit

5. Pengetahuan Klien dan Keluarga


a. Hidrosephalus dan rencana pengobatan
b. Tingtkat pengetahuan

3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN HIDROSEFALUS

1.  Resiko cidera b.d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan,


ketidakmampuan mengambil keputusan, ketidakmampuan melakukan perawatan
sederhana, ketidak mampuan menciptakan lingkungan kondusif, ketidakmampuan
memanfaatkan fasilitas kesehatan.
2.  Resiko gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan b.d
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, ketidakmampuan mengambil
keputusan, ketidakmampuan melakukan perawatan sederhana, ketidak mampuan
menciptakan lingkungan kondusif, ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas
kesehatan.
3.  Deficit self care b.d ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan,
ketidakmampuan mengambil keputusan, ketidakmampuan melakukan perawatan
sederhana, ketidak mampuan menciptakan lingkungan kondusif, ketidakmampuan
memanfaatkan fasilitas kesehatan.
4.  Perubahan fungsi keluarga mengalami situasi krisis ( anak dalam catat fisik ) b.d
ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, ketidakmampuan mengambil
keputusan, ketidakmampuan melakukan perawatan sederhana, ketidakmampuan
menciptakan lingkungan kondusif, ketidakmampuan memanfaatkan fasilitas
kesehatan.
3.3 ASUHAN KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA NOC NIC
KEPERAWATAN
1. Resiko cidera Setelah dilakukan kunjungan1.  Kendalikan lingkungan dengan : Menyingkirkan
selama 3x diharapkan keluarga bahaya yang tampak jelas, mengurangi potensial
mampu menciptakan lingkungan cedera akibat jatuh ketika tidur misalnya menggunakan
kondusif dengan kriteria hasil: penyanggah tempat tidur, usahakan posisi tempat tidur
rendah, gunakan pencahayaan malam hari siapkan
 Keselamatan fisik dapat lampu panggil
dipertahankan 2.  Jelaskan pada keluarga pentingnya keselamatan pada
 Adanya pelindung dan alat anak dan cara pencegahan untuk cidera.
bantu untuk klien 3.  Anjurkan pada keluarga untuk mengawasi segala
aktifitas klien yang membahayakan keselamatan.
4.  Beri alat bantu misal:tongkat
2. Resiko gangguan nutrisi : Setelah dilakukan kunjungan
1.    Berikan makanan lunak tinggi kalori tinggi protein.
kurang dari kebutuhan tubuh selama 3x diharapkan keluarga
2.    Berikan klien makan dengan posisi semi fowler dan
mampu melakukan perawatan berikan waktu yang cukup untuk menelan.
sederhana dirumah  dengan kriteria
3.    Ciptakan suasana lingkungan yang nyaman dan
hasil: terhindar dari bau – bauan yang tidak enak..
         Berat badan ideal 4.    Timbang berat badan bila mungkin.
         Tidak muntah 5.    Jagalah kebersihan mulut ( Oral hygiene)
         Tidak terjadi malnutrisi 6.    Berikan makanan ringan diantara waktu makan
7.    Beri penjelasan pada keluarga tentang makanan yang
baik dikonsumsi anak
3. Deficit self care Setelah dilakukan kunjungan1.   Kaji ketidakmampuan klien dalam perawatan diri
selama 3x diharapkan keluarga2.   Kaji tingkat fungsi fisik
dapat menciptakan lingkungan 3.   Kaji hambatan dalam berpartisipasi dalam perawatan
kondusif dengan kriteria hasil: diri, identifikasi untuk modifikasi lingkungan
4.   Jelaskan pada keluarga pentingnya kebersihan diri
 Klien dapat melakukan5.   Jelaskan dan ajarkan cara perawatan diri
perawatan diri dengan meliputi:mandi, toileting , berpakaian.
mandiri atau dibantu
 Klien bersih dan tidak bau
4. Perubahan fungsi keluarga b.d Setelah dilakukan kunjungan 1.    Jelaskan secara rinci tentang kondisi penderita,
situasi krisis ( anak dalam catat selama 3x diharapkan Keluarga prosedur, terapi dan prognosanya.
fisik ) menerima keadaan anaknya, 2.    Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh
mampu menjelaskan keadaan bila keluarga belum mengerti
penderita dengan kriteria hasil: 3.    Klarifikasi kesalahan asumsi dan misskonsepsi
         Keluarga berpartisipasi dalam 4.     Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya.
merawat anaknya dan secra verbal
         keluarga dapat mengerti tentang
penyakit anaknya.
3.4 PELAKSANAAN /IMPLEMENTASI

Pelaksanaan tindakan keperawatan anak dengan hydrosefhalus didasarkan pada


rencana yang telah ditentukan dengan prinsip :

Mempertahankan perfusi jaringan serebral tetap adequat:

a. Mencegah terjadinya injuri dan infeksi


b. Meminimalkan terjadinya persepsi sensori
c. Mengatasi perubahan proses keluarga dan antisipasi berduka

3.5 EVALUASI

Setelah tindakan keperawatan dilaksanakan evaluasi proses dan hasil mengacu pada
kriteria evaluasi yang telah ditentukan pada masing-masing diagnosa keperawatan
sehingga :

• Masalah teratasi atau tujuan tercapai (intervensi di hentikan)


• Masalah teratasi atau tercapai sebagian (intervensi dilanjutkan)
• Masalah tidak teratasi / tujuan tidak tercapai (perlu dilakukan pengkajian ulang &
intervensi dirubah).
DAFTAR PUSTAKA

Mc Closky & Bulechek. (2002). Nursing Intervention Classification (NIC). United States of
America:Mosby.

Meidian, JM. (2002). “Nursing Outcomes Classification (NOC).United States of


America:Mosby.

Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan BAyi dan Anak (untuk perawat dan bidan). Jakarta:
Salemba Medika.
Price,Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi;Konsep klinis proses-proses
penyakit,Jakarta;EGC.

Riyadi. 2009. Asuhan Keperawatan pada Anak. Yogyakarta: Graha Ilmu

Vanneste JA. Diagnosis and management of normal-pressure hydrocephalus.J. Neurol, 2000 ;


247 : 5-14.

Anda mungkin juga menyukai