Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN KASUS

Appendicitis Akut

Pembimbing :

dr. Joko Setiyanto

Disusun oleh :

dr. Cantik Maharendra Putri

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


ANGKATAN III SEPTEMBER
RSUD DR. HARJONO S PONOROGO JAWA TIMUR
TAHUN 2020

1
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. S

Umur : 60 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status Menikah : Menikah

Pekerjaan : IRT

Suku Bangsa : Jawa

Alamat : Dukuh Buhun, Nailan, Slahung, Ponorogo.

Tanggal MRS : 7/10/2020 pukul 21.00

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama

Nyeri pada perut kanan bawah sejak 1 hari

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke IGD dengan keluhan nyeri perut kanan bawah sejak
1 hari memberat 3 jam SMRS. Nyeri perut hilang timbul. Timbul terutama
ketika bergerak. Nyeri memberat dengan berjalan, batuk, dan nafas dalam.
Nyeri sedikit berkurang dengan istirahat. Nyeri dirasakan seperti ditusuk.
Riwayat nyeri ulu hati (+). Kembung (+). Mual(+). Muntah (+). Nafsu
makan turun (+). Demam (+). Kentut (+). BAB terakhir kemarin. BAK
normal. Batuk (-) pilek (-). Riwayat bepergian disangkal. Kontak (-)

3. Riwayat Penyakit Dahulu

2
Riwayat keluhan yang sama (-). DM (-). HT (-). Gastritis (+)

4. Riwayat Pemakaian Obat

Pasien belum mengonsumsi obat.

5. Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada keluarga yang menderita sakit yang sama.

6. Riwayat Alergi

Tidak ada riwayat alergi obat atau alergi makanan sebelumnya.

7. Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga.

III. . PEMERIKSAAN FISIK

A. Status Generalis
 Keadaan Umum : tampak lemah
 Kesadaran : Compos mentis.
 GCS : E4 V5 M6
 Status Gizi : Baik
 Tanda vital
- Tekanan Darah : 120/80 mmHg.
- Nadi : 120 x/menit.
- Suhu : 37,80C.
- Frekuensi Pernapasan : 20 x/menit.
- SpO2 : 99%
 Kepala : Normocephali, massa (-)

3
Mata : Konjungtiva Anemis - / -, Sklera Ikterik - / -

Hidung : Septum deviasi (-), massa (-)

 Leher : Tidak ada perbesaran kelenjar getah bening


 Thoraks : Cor : S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : Ves +/+ , Rhonki -/-,Wheezing -/-

 Abdomen : BU menurun, Timpani (+), Nyeri tekan region


Iliaka Dextra (+), Darm contur (-), Darm steifung (-), Mc Burney
sign (+), Rosving sign (+), Rebound sign (+), Psoas sign (+),
Obturator sign (+), Defans muscular (-)
 RT : Tidak dilakukan
 Ekstremitas : CTR< 2 detik, Akral hangat (+), Edema -/-

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Hematologi (Tanggal 07-10-2020)


ITEM PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL SATUAN

HEMATOLOGI

Hematologi Lengkap

Hb 11,3 11,7-15,5 g/dL

Eritrosit 4,20 3,8-5,2 juta/uL

Leukosit 15,0 3.6-11 ribu/ uL

Trombosit 348 150-440 ribu/mm3

Hematokrit 36,3 35-47 %

Index Eritrosit

MCV 85,5 70-96 fL

MCH 28,7 26-34 pg

MCHC 33,6 30-36 %

Hitung Jenis Leukosit

Eosinofil 0,8 2-4 %

Basofil 1,3 0-1 %

Limfosit 38,6 %

Neutrofil 26,2 25-40 %

Monosit 6,2 2-8 %

4
Glukosa Darah

Glukosa Darah Sewaktu 155 g/dL

Serologi (7/10/2020) :

- IgM Rapid Covid19 : Non Reactive


- IgG Rapid Tes Covid19 : Non Reactive

Hasil Pemeriksaan EKG (07/10/2020):

Hasil Pemeriksaan Thorax AP (07/10/2020):

5
V. DIAGNOSIS KERJA

Appendicitis Akut

VI. DIAGNOSA BANDING

ISK, Nefrolithiasis.

VII. PENATALAKSANAAN

MRS
O2 nasal canul 3lpm
IVFD RL 20tpm
Inj Ranitidin 2 x 1 amp
Inj Santagesik 3 x 1 amp
Inj Anbacim 3 x 1 gr
Inj Metronidazol 3x500mg
Inj Ondansetron 3x 8mg prn jika muntah
Inj Ketorolac 3 x 1 amp prn jika nyeri
Konsul Sp.B pro Appendictomy
Puasa
NGT
Kateter

VIII. PROGNOSIS

Quo Ad vitam : Dubia ad bonam


Quo Ad Functional : Dubia ad bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad bonam

6
APENDISITIS AKUT

Definisi

Apendisitis merupakan proses keradangan akut pada apendiks vermiformis.

Prevalensi

Merupakan salah satu kasus akut abdomen tersering dengan insidens sebesar
6,7-8,6%. Sebesar 69% terjadi pada usia 10-40 tahun. Misdiagnosis apendisitis
mencapai 15,3-30%. Sebesar 20-30% telah terjadi perforasi saat dilakukan
operasi. Angka mortalitas jika belum perforasi sebesar 0,1-0,2%, ketika sudah
perforasi sebesar 3-5%.

Anatomi dan Fisiologi

Apendiks secara embriologi berasal dari midgut loop. Apendiks memiliki


panjang bervariasi mulai <1cm sampai 30cm, rata-rata sebagian besar berukuran
sekitar 6 hingga 9cm. Pangkalnya melekat pada sekum (abdomen kanan bawah)
ujungnya memiliki kemungkinan beberapa posisi seperti
retrosekal/retroperitoneal, pelvic, preileal, retroileal. Pada persambungan apendiks
dan sekum terdapat pertemuan tiga taenia coli yang dapat menjadi penanda.
Struktur dinding apendiks sama seperti struktur dinding dinding colon, terdiri dari
mukosa, submukosa, muskularis ( longitudinal dan sirkuler), dan serosa. Apendiks
berisi jaringan limfoid(B,T). Jaringan limfoid pada appendiks meningkat pada
masa pubertas, konstan pada dekade 2, dan menurun seiring bertambahnya usia.
Apendiks mendapat persarafan simpatis dari nervus vagus, parasimpatis dari
plexus mesenterikus superior dan saraf somatik T10-L1. Vaskularisasi apendiks
dari a. Apendikularis cabang a iliokolika. Aliran lymphe mengikuti sepanjang a
iliokolika. Apendiks merupakan organ imunologis yang berperan dalam sekresi
IgA, walaupun termasuk dalam komponen Gut-Associated Lymphoid Tissue pada
waktu kecil, fungsinya tidak terlalu penting,dan sistem imun tidak mendapat efek
negatif apabila apendiktomi dilakukan.

Etiologi

7
Fecalith, lymfoid hiperplasia karena inflamatory bowel disease, infeksi
bakteri dan tuberculosis, parasit Entamoeba Histolitica, strongyloides stercoralis,
schistosoma spesies, benda asing seperti pecahan peluru, IUD, karbon aktif,dan
neoplasma.

Patogenesis

1.Obstruksi lumen

Obstruksi lumen apendiks dapat disebabkan lymfoid hiperplasia karena


inflamatory bowel disease atau infeksi bakteri lainnya, Fecalith, parasit, benda
asing dan tumor/neoplasma. Obstruksi lumen yang terjadi mendukung
perkembangan bakteri. Ditambah dengan sekresi mukus dari sel epitel
menyebabkan distensi dan peningkatan tekanan dinding lumen. Tekanan yang
meningkat mengakibatkan gangguan aliran limfe sehingga menimbulkan edema,
diapedesis bakteri, ulserasi mukosa. Pada saat tersebut terjadi keluhan nyeri
visera. Nyeri visera adalah nyeri yang bersifat tumpul, disebabkan regangan organ
intra abdomen, lokasinya sesuai persarafan embrional organ ( tidak terlokalisir, di
sekitar epigastrium dan periumbilical), hal ini biasanya terjadi sekitar 17 jam
setelah obstruksi. Selanjutnya proses sekresi mukus yang terus berlanjut dan
tekanan yang terus meningkat menyebabkan obstruksi vena, peningkatan edema
dan meningkatkan pertumbuhan bakteri yang menimbulkan radang. Peradangan
meluas dan mengenai peritonium setempat sehingga menimbulkan nyeri somatik.
Nyeri somatik adalah nyeri yang bersifat tajam seperti ditusuk, disebabkan iritasi
kimia atau radang , lokasinya dapat dilokalisir (nyeri di abdomen kanan bawah ),
biasanya terjadi sekitar 6-8 jam setelah nyeri visera. Bila kemudian aliran arteri
terganggu akan timbul iskemia, infark dinding dan gangren. Bila dinding rapuh
dan pecah terjadi perforasi, perforasi terjadi berfariasi biasanya sekitar 34-48 jam
setelah gejala awal.
2. Diet rendah serat
Angka apendisitis akut dan adanya fecalith pada lumen appendiks lebih
tinggi pada penderita dengan diet rendah serat, hal ini dikarena kurang serat dapat
meningkatkan tekanan intracaecum, sehingga fecalith lebih mudah menyumbat.
3. Peran flora normal

8
Keadaan inflamasi menyebabkan flora normal menjadi pathogen. Kuman
yang sering menjadi penyebab antara lain E coli, Pseudomonas
aeruginosa,klebsiella spesies, streptococcus anginosus, streptococcus spesies,
enterococcus spesies, Peptostreptococcus spesies, Bacteroides fragilis,
Fusobacterium spesies, Clostridium spesies.
Bila proses obstruksi yang disertai infeksi diatas berjalan dengan imunitas
yang baik omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks
sebagai melakukan mekanisme pertahanan sehingga timbul massa lokal yg
membungkus appendik yang disebut periappendikularis infiltrat. Kemudian
peradangan dapat hilang atau terjadi abses. Apendiks yang radang tidak bisa
sembuh sempurna, membentuk jaringan parut yang mudah lengket pada jaringan
sekitar dan mudah eksaserbasi.Tetapi bila imun tidak baik dinding akan rapuh dan
pecah sehingga mengalami perforasi yang berlanjut menjadi peritonitis
generalisata. Pada anak omentum lebih pendek, apendiks lebih panjang serta
dinding lebih tipis sehingga mudah perforasi, pada orang tua ada gangguan
pembuluh darah juga menyebabkan mudah perforasi.

Gejala Klinis
- Nyeri samar samar dan tumpul/nyeri visera di sekitar ulu hati dan pusar
(Terjadi karena persarafan otonom n vagus)
- Anoreksia, mual muntah (Terjadi karena persarafan rangsangan visera
aktivasi n vagus)
- Nyeri berpindah setelah 1-12 jam ,sebagian besar 6-8 jam dan menetap di
perut kanan bawah, bersifat tajam (Terjadi karena persarafan somatik)
- Bila ada rangsangan peritonium nyeri diperberat dengan nafas dalam,
berjalan, batuk dan mengejan
- Demam 37,5-38,5 , jika demam tinggi curiga perforasi
- Bila ujung appendiks di retrocaecum/retroperitoneal nyeri perut kanan
bawah tidak begitu jelas dan terdapat diare (karena rangsangan sigmoid
sehingga peristaltik meningkat , pengosongan rektum lebih cepat dan
berulang)
- Bila dicurigai obstruksi terdapat keluhan tidak bisa flatus dan konstipasi

9
- Bila dicurigai perforasi terdapat keluhan demam tinggi, nyeri seluruh
perut, kembung

Pemeriksaan fisik
-Temperatur 37,5-38,5 bila >39 waspada sudah terjadi komplikasi
- Mc Burney sign +, jika ditekan pada daerah mc burney ( 1/3 lateral antara
SIAS dan umbilicus) dirasakan nyeri pada perut kanan bawah
- Rosving sign +, jika ditekan kontra mc burny, terasa nyeri pada perut
kanan bawah
- Rebound/Bloomberg sign +, saat di lepas tekan kontra mc burny, terasa
nyeri pada perut kanan bawah
- Psoas sign +, saat panggul kanan di ekstensi, terasa nyeri pada perut
kanan bawah (+ pada appendiks dengan ujung retrocaecum)
- Obturator sign +, saat panggul kanan di flexsi dan endorotasi, terasa nyeri
pada perut kanan bawah
- Dunphy sign+ (peningkatan nyeri saat batuk)
- Ten horn sign+, jika scrotum ditarik, nyeri pada perut kanan bawah
- Kocher sign + nyeri pindah dari epigastrium/periumbilikal ke daerah mc
burney
- Rectal tuse /colok dubur nyeri pada arah jam 9-12 terutama 10 dan 11
- Jika curiga perforasi
Demam tinggi 40 derajad, abdomen distensi, bising usus
menurun/menghilang, defens muskular +.

ALVARADO/MANTRELS Score

Migration of pain 1
Anoreksia 1
Nausea/vomiting 1
Tenderness RLQ 2
Rebound 1
Elevate temp 1
Leukositosis 2
Shift to the left 1

10
interpretasi
<5 appendicitis unlikely
5-6 appendicitis possible
7-8 appendicitis likely
9-10 appendicitis highly likely
Management
1-4 KRS
5-6 MRS di observasi dan perlu pemeriksaan imaging
7-10 surgery
Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
-Leukositosis 10.000-18.000 dengan peningkatan jumlah neutrofil.
Jika >18.000 dapat dicurigai perforasi
2. BOF
-Tidak banyak membantu menegakan apendisitis, tidak jarang dapat
terlihat pelebaran caekum, fecalith.
3. USG
- Sensitivitas 75-90%, spesifisitas 86-100%
- Non invasif, operator dependent
- Non peristaltik apendiks, diameter >6mm, penebalan dinding
appendik (target sign), cairan periapendicular
4. CT Scan abdomen
- Sensitivitas 97-100%, spesifisitas 95%
- Mahal, bahaya radiasi
- Penebalan dinding appendik >2mm, diameter appendiks >6mm,
appendicolith, contrast enhancement dinding apendiks,
periappendiceal fat stranding/ penebalan mesoapendiks
5. MRI Abdomen
- Membantu menegakan padawanita hamil
6. Urin lengkap
- Untuk menyingkirkan kelainan traktus urinarius, pada apendiks
retrocaecal dapat ditemukan RBC dan lekositosis

11
7. Tes Kehamilan
- Untuk menyingkirkan diagnose KET

Diagnosis

Diagnosis ditegakan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang (minimal laboratorium sederhana)

Diagnosis Banding

Gastritis
GEA
Konstipasi
Kolesistitis
Pankreatitis
Batu ureter
UTI
Kolitis ulseratif
Keganasan saluran cerna
Intususepsi pada anak
KET, kista ovarium terpluntir, tumor ovarium, PID pada wanita

Komplikasi

- Perforasi sampai peritonitis generalisata


- Sepsis
- Tromboplebitis supuratif sistem portal
- Abses Appendik
- Peri appendikular infiltrat
- Obstruksi usus

Tatalaksana

- Appendiktomi , jika perforasi laparotomy


- Persiapan sebelum operasi

12
Bed rest , puasa, infus kristaloid untuk mengatasi dehidrasi, antibiotik
untuk gram +,-, anaerob / broad-spectrum 1-2 hari pada apendisitis non
perforasi dan 7-10 hari pada apendisitis perforasi
- Penatalaksanaan Pasca bedah
Dirawat 24-48 jam pasca bedah
Infus diteruskan dengan menghitung kebutuhan cairan dengan cairan
yang mengandung sedikit kalori
Bila penderita sudah sadar baik dan efek narkose sudah habis boleh
mulai minum
Bila tidak kembung dan sudah flatus, bising usus ada bisa minum atau
makan bebas
Analgesik dapat diberikan

Prognosis

-Dubia ad bonam

Daftar Pustaka:
David H, Bernard M. 2006. The appendix. Schwartz’s Manual of Surgery 8th
edition. Hlm784.
Elita W, Wifanto S. 2014. Apendisitis. Kapita Selekta Kedokteran Edisi keempat.
Hlm 213.
IDI.2013.Apendisitis akut. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Primer. Hlm129.
Departemen Ilmu Bedah. 2010. Pedoman Diagnosis dan Terapi RS Dr Soetomo
Surabaya. Hlm 3

13

Anda mungkin juga menyukai