Anda di halaman 1dari 8

Penyakit Tidak Menular "HIPOTIROID"

1. Definisi hipotiroid

Hipotiroidisme merupakan keadaan yang ditandai dengan terjadinya hipofungsi tiroid yang berjalan
lambat dan diikuti oleh gejala-gejala kegagalan tiroid. Keadaan ini terjadi akibat kadar hormone tiroid
berada dibawah nilai optimal. Hipotiroid (hiposekresi hormon tiroid) adalah status metabolik yang
diakibatkan oleh kehilangan hormon tiroid. Hipotiroidism terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid
dalam darah. Kelainan ini kadang-kadang disebut miksedema. Hipotiroid yang sangat berat disebut
miksedema.

Hipotiroidisme adalah defisiensi aktivitas tiroid. Pada orang dewasa, paling sering mengenai wanita dan
ditandai oleh peningkatan laju metabolik basal, kelelahan dan letargi, kepekaan terhadap dingin, dan
gangguan menstruasi. Bila tidak diobati, akan berkembang menjadi miksedema nyata. Pada bayi,
hipotiroidisme hebat menimbulkan kretinisme.Pada remaja, manifestasinya merupakan peralihan
dengan retardasi perkembangan dan mental yang relatif kurang hebat dan hanya gejala ringan bentuk
dewasa (Kamus Kedokteran Dorland).

Penyakit hipotirodisme adalah kelainan akibat kekurangan hormon tiroid. Kelainan ini akan membuat
penderitanya mudah lelah dan sulit untuk berkonsentrasi. Hipotirodisme atau hipotiroid lebih sering
ditemui pada wanita lanjut usia. Umumnya, penyakit ini menimbulkan gejala yang tidak spesifik di tahap
awal, misalnya kenaikan berat badan atau mudah lelah yang dianggap biasa terjadi seiring pertambahan
usia. Namun seiring perkembangan penyakit, gejala tersebut akan makin berat. Meski jarang terjadi,
hipotiroidisme juga dapat diderita oleh bayi baru lahir. Kondisi ini disebut hipotiroidisme kongenital.
Bayi baru lahir yang mengalami hipotiroidisme kongenital akan mengalami gejala berupa penyakit
kuning, lidah berukuran besar, hingga sesak napas.

2. Penyebab Hipotiroidisme

Kelenjar tiroid adalah kelenjar kecil berbentuk kupu-kupu yang terletak di sisi depan leher, tepat di
bawah jakun. Kelenjar ini bertugas menghasilkan hormon tiroid yang membantu tubuh menggunakan
energi, termasuk mengatur metabolisme, suhu tubuh, serta detak jantung. Hipotiroidisme terjadi saat
kelenjar tiroid tidak dapat memproduksi hormon tersebut dalam jumlah cukup. Gangguan hormon ini
biasa disebabkan oleh beberapa hal berikut:

 Penyakit autoimun
Penyakit autoimun, terutama penyakit Hashimoto, adalah penyebab hipotirodisme paling
umum. Pada penyakit ini, tubuh menghasilkan antibodi yang justru menyerang kelenjar tiroid,
sehingga fungsinya terganggu.
 Pengobatan pada kelenjar tiroid
Radioterapi pada area leher dapat merusak sel-sel kelenjar tiroid, sehingga kelenjar tersebut
sulit untuk memproduksi hormon. Selain itu, operasi tiroid juga dapat menjadi penyebab
hipotiroidisme.
 Obat-obatan tertentu
Penggunaan beberapa jenis obat, seperti lithium, amiodarone, serta interferon, dapat
menyebabkan hipertiroidisme. Obat-obatan ini digunakan untuk gangguan mental, gangguan
irama jantung, dan kanker.

Selain ketiga penyebab di atas, sejumlah kondisi berikut ini juga dapat menyebabkan hipotirodisme
walaupun potensi kejadiannya lebih jarang:

 Pola makan rendah yodium


Yodium adalah mineral penting yang dibutuhkan oleh kelenjar tiroid agar dapat memproduksi
hormon. Kekurangan yodium bisa menyebabkan hipotirodisme.
 Kelainan bawaan
Beberapa bayi lahir dengan kelenjar tiroid yang tidak berkembang sempurna, bahkan tanpa
kelenjar tiroid. Kondisi yang disebut hipotiroidisme kongenital ini terjadi akibat beragam hal,
mulai dari pola makan ibu hamil yang rendah yodium hingga faktor genetik.
 Gangguan hormon TSH
TSH (thyroid-stimulating hormone) adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar pituitari untuk
membantu kelenjar tiroid dalam memproduksi dan melepaskan hormon. Gangguan pada
hormon TSH akan memengaruhi produksi hormon tiroid.

Terdapat juga sejumlah kondisi yang bisa membuat seseorang lebih berisiko menderita hipertiroidisme,
di antaranya:

 Berjenis kelamin wanita dan berusia di atas 60 tahun.


 Memiliki anggota keluarga dengan riwayat penyakit tiroid.
 Sedang hamil atau baru melahirkan dalam waktu 6 bulan terakhir.
 Menderita penyakit autoimun lainnya, seperti diabetes tipe 1, penyakit celiac, atau multiple
sclerosis.
 Menderita gangguan bipolar, sindrom Down, atau sindrom Turner.

3. Masa Inkubasi

4. Pencegahan Hipotiroidisme

Penyakit hipotirodisme dapat dicegah dengan menghindari penyebab dan faktor risikonya. Caranya
adalah dengan:

 Menerapkan pola makan sehat dan seimbang.


 Mengonsumsi makanan beryodium, termasuk garam beryodium, rumput laut, telur, udang, dan
produk susu.
 Menjalani pengobatan dan pemeriksaan secara berkala bila menderita penyakit autoimun atau
pernah menjalani pengobatan penyakit tiroid.
 Menjalani pemeriksaan rutin ke dokter kandungan selama masa kehamilan.

Bila sedang menjalani pengobatan hipotirodisme, hindari mengonsumsi obat atau suplemen lain tanpa
memberi tahu dokter karena dapat mengganggu efektivitas obat. Selain itu, hindari konsumsi kacang
kedelai berdekatan dengan waktu minum obat, karena bisa menghambat penyerapan hormon tiroid.
Namun, hal tersebut masih terus diteliti.

5. Gejala Hipotiroidisme

Tanda dan gejala hipotiroid berbeda-beda pada setiap orang, tergantung tingkat keparahan penyakit
yang diderita. Tanpa pengobatan yang tepat, tanda dan gejala hipotiroid akan memburuk seiring
berjalannya waktu. Jika kelenjar tiroid terus-menerus distimulasi oleh hormon dari kelenjar hipofisis,
kelenjar tiroid akan mengalami pembengkakan (gondok).

Oleh karena itu, wajib hukumnya untuk selalu mengawasi dan memperhatikan berbagai tanda dan
gejala hipotiroid agar segera ditangani. Dengan begitu, penyakit ini tidak akan semakin memburuk.
Beberapa tanda dan gejala hipotiroid yang sering ditemukan antara lain adalah:

-Sembelit

- Tenggorokan kering.

- Wajah membengkak.

- Kulit kering.

- Berat badan meningkat tanpa penyebab yang jelas.

- Lelah dan letih.

- Lebih sensitif terhadap cuaca dingin.

- Gangguan ingatan.

- Depresi.

- Detak jantung melambat.

- Nyeri, kaku, dan pembengkakan pada sendi.

- Lemah otot.

- Kadar kolesterol dalam darah meningkat.

- Rambut rontok.
- Kesemutan dan gejala saraf terjepit.

- Penglihatan kabur.

- Pendengaran berkurang.

Walaupun hipotiroid sering terjadi pada orang yang telah lanjut usia, namun tidak menutup
kemungkinan penyakit ini terjadi pada bayi dan balita. Oleh karena itu, orang tua wajib memperhatikan
tanda dan gejala hipotiroid yang ada pada anak, yaitu, mengalami kekuningan, sering tersedak, lidah
besar dan menonjol, wajah terlihat membengkak, konstipasi, ukuran otot yang kecil, hingga tidur
berlebihan.

Gejala hipotirodisme bervariasi, tergantung seberapa rendah kadar hormon yang dihasilkan oleh
kelenjar tiroid. Gejala tersebut meliputi:

 Mudah lelah dan pusing.


 Sembelit atau susah buang air besar.
 Otot-otot terasa lemah, nyeri, dan kaku.
 Lebih sensitif pada cuaca dingin.
 Kulit kering, kasar, mudah mengelupas, dan keriput.
 Berat badan naik tanpa penyebab yang jelas.
 Wajah bengkak dan suara menjadi parau.
 Rambut rontok dan tipis.
 Kuku rapuh.
 Mudah lupa dan sulit berkonsentrasi.

Gejala-gejala di atas berkembang cukup lambat, bahkan hingga hitungan tahun. Hal ini membuat gejala
hipotiroidisme tidak langsung disadari. Meski lebih sering dialami oleh wanita berusia lanjut, namun
hipotiroid dapat diderita oleh siapa saja, termasuk bayi baru lahir (hipotiroidisme kongenital). Meski
begitu, gejala hipotiroid pada bayi sedikit berbeda dengan orang dewasa, yaitu:

 Sering kentut atau bersendawa (perut kembung).


 Tidak mau makan dan jarang buang air besar (sembelit).
 Tidur terlalu lama.
 Tangan dan kaki terasa dingin.
 Lebih rewel dan suara tangisannya parau.
 Lidah bengkak dan menjulur keluar.
 Penyakit kuning.
 Sulit bernapas.
 Pertumbuhannya terhambat, berat badan rendah, dan terlambat berjalan.

6. Pathofisiologi Hipotiroid

Patofisiologi hipotiroid berkaitan dengan penurunan produksi hormon tiroid akibat kelainan lokal pada
kelenjar tiroid sendiri maupun akibat kelainan hipotalamus atau kelenjar pituitari. Berkurangnya
produksi hormon tiroid menyebabkan penurunan laju metabolisme dan terjadinya gejala-gejala
hipotiroid.

Aksis Hipotalamus Pituitari Tiroid

Pada kondisi normal, hipotalamus mensekresi thyrotropin releasing hormone (TRH) yang kemudian
menstimulasi kelenjar pituitari untuk memproduksi thyroid stimulating hormone (TSH). TSH akan
menstimulasi kelenjar tiroid untuk mensekresi tiroksin (T4) dan juga sedikit triiodotironin (T3).
Normalnya kelenjar tiroid menghasilkan 100-125 nmol T4 setiap harinya. Waktu paruh T4 adalah 7-10
hari. T4 merupakan suatu prohormon yang akan dikonversi menjadi T3 (bentuk aktif dari hormon tiroid)
di jaringan perifer oleh 5’-deiodination. Kadar T3 dan T4 akan memberikan umpan balik negatif
terhadap produksi TRH dan TSH. Gangguan struktur dan fungsi organ-organ yang terlibat dalam aksis ini
dapat menyebabkan hipotiroid.[3,4]

Pengaruh Hormon Tiroid Terhadap Sistem Organ

Hormon tiroid mempengaruhi hampir seluruh sistem organ di dalam tubuh seperti sistem
kardiovaskular, sistem saraf pusat, sistem saraf otonom, tulang, sistem gastrointestinal, dan juga
metabolisme. Secara umum, pada saat hormon tiroid berikatan dengan reseptor intranuklear, terjadi
aktivasi gen untuk meningkatkan laju metabolisme dan termogenesis. Peningkatan laju metabolisme
meliputi peningkatan konsumsi energi dan oksigen. Berkurangnya hormon tiroid menyebabkan
penurunan laju metabolisme.[5]

7. Pemerikdaan Diagnosis

Diagnosis hipotiroid dapat ditegakkan melalui pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH)
dan kadar free tiroksin (FT4) dalam darah. Anamnesis gejala yang dialami penderita dan hasil
pemeriksaan fisik saja dapat bersifat kurang spesifik.

Anamnesis

Manifestasi klinis hipotiroid dapat bervariasi pada setiap individu. Beberapa gejala umum hipotiroid
antara lain berupa rasa lelah, peningkatan berat badan, intoleransi terhadap cuaca dingin, konstipasi,
kulit kering, rambut rontok dan kering, perubahan siklus menstruasi, serta timbulnya gangguan
psikologis seperti depresi, kecemasan, atau psikosa.

Pada orang lanjut usia, gejala yang dialami umumnya kurang spesifik dibandingkan dengan orang
dewasa muda sehingga diagnosis hipotiroid melalui gejala klasik saja cukup sulit. Namun, pada tiroiditis
Hashimoto sering kali terdapat keluhan spesifik seperti rasa penuh pada tenggorokan, nyeri
tenggorokan, dan pembesaran kelenjar tiroid yang tidak terasa nyeri.

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda hipotiroid mungkin ditemukan ketika melakukan pemeriksaan fisik umum dari kepala
hingga kaki. Namun, pemeriksaan fisik tiroid secara lebih spesifik juga perlu dilakukan untuk mengetahui
ada tidaknya kelainan anatomis di kelenjar tiroid seperti goiter difus atau nodul. Beberapa tanda yang
mungkin ditemukan pada pemeriksaan fisik pasien hipotiroid antara lain:

 Secara umum tampak adanya penurunan pergerakan dan kemampuan bicara atau adanya
myxedema
 Pada pemeriksaan tanda vital mungkin ditemukan bradikardi atau penurunan tekanan sistolik
maupun diastolik
 Pada pemeriksaan kepala mungkin ditemukan rambut kering, kasar, mudah rontok, kulit kering,
jaundice, pembengkakan periorbital dan makroglosia
 Pada pemeriksaan leher (pemeriksaan fisik tiroid) mungkin ditemukan goiter difus atau nodul
 Pada pemeriksaan thoraks mungkin ditemukan tanda-tanda efusi perikardium
 Pada pemeriksaan abdomen mungkin ditemukan asites
 Pada pemeriksaan ekstremitas mungkin ditemukan pitting edema.

Diagnosis Banding

Bervariasinya gejala hipotiroid menyebabkan diagnosis banding hipotiroid sangat luas. Beberapa
penyakit lain yang perlu dipertimbangkan sebelum menegakkan diagnosis hipotiroid adalah chronic
fatigue syndrome, euthyroid sick syndrome, Addison’s disease, dan anemia.

Chronic Fatigue Syndrome

Chronic fatigue syndrome adalah kumpulan gejala yang ditandai dengan kelelahan yang diperburuk oleh
aktivitas selama lebih dari 6 bulan, dan dapat disertai dengan disfungsi kognitif dan gangguan aktivitas
sehari-hari. Perbedaan dengan hipotiroid terletak pada hasil pemeriksaan laboratorium di mana tidak
terjadi gangguan pada kadar TSH dan FT4.

Euthyroid Sick Syndrome

Sindrom ini ditandai dengan temuan fungsi tiroid yang abnormal ketika mengalami suatu penyakit
nontiroid, tanpa disertai disfungsi hipotalamus, pituitari, dan kelenjar tiroid. Penyakit yang mendasari
dapat berupa kelainan gastrointestinal, kelainan paru, kelainan kardiovaskular, kelainan ginjal, kondisi
inflamasi, hingga suatu keganasan. Berbeda dengan hipotiroid, tes fungsi tiroid pada sindrom ini akan
kembali normal saat penyakit pendasarnya sembuh

Addison’s Disease

Penyakit Addison’s merupakan insufisiensi adrenokortikal yang disebabkan oleh destruksi maupun
disfungsi korteks adrenal. Gejala yang dirasakan pasien dapat berupa kelelahan, nafsu makan menurun,
hiperpigmentasi kulit, gangguan fungsi perasa, gangguan fungsi pendengaran, serta salt craving. Namun,
berbeda dengan hipotiroid, pasien biasanya mengalami penurunan berat badan.

Anemia
Anemia dapat menimbulkan rasa lelah dan gejala lain yang mirip dengan hipotiroid. Pemeriksaan yang
digunakan untuk membedakan anemia dari hipotiroid adalah pemeriksaan kadar hemoglobin, TSH, dan
FT4.

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosis hipotiroid dapat ditegakkan melalui pemeriksaan kadar thyroid stimulating hormone (TSH)
dan free tiroksin (FT4) dalam darah. Selain itu, pemeriksaan lain seperti pengukuran titer antibodi
antitiroid peroksidase (anti-TPO) dan thyrotropin releasing hormone (TRH) juga dapat dilakukan bila
perlu.

Pemeriksaan TSH dan FT4

Langkah awal dalam menegakkan diagnosis hipotiroid adalah pengukuran kadar FT4 dan TSH sehingga
dokter dapat membedakan hipotiroid primer dan sekunder. Peningkatan kadar TSH disertai dengan
penurunan kadar FT4 menandakan suatu proses hipotiroid primer, sedangkan peningkatan kadar TSH
dengan kadar FT4 normal menandakan kemungkinan hipotiroid subklinis. Sementara itu, diagnosis
hipotiroid sekunder ditentukan apabila terjadi penurunan kadar TSH dan FT4.[2]

Pemeriksaan Anti-TPO dan TRH

Etiologi hipotiroid primer dapat ditentukan lebih lanjut dengan pengukuran anti-TPO, sedangkan
pemeriksaan lebih lanjut untuk kasus hipotiroid sekunder dapat dilakukan dengan pemeriksaan kadar
TRH untuk memastikan lokasi gangguan yang terjadi pada aksis hipotalamus-pituitari.[2]

Pemeriksaan Laboratorium Lain

Pada pemeriksaan laboratorium lain mungkin dijumpai hiperlipidemia, peningkatan enzim hepar,
peningkatan blood urea nitrogen (BUN), peningkatan kreatinin, dan peningkatan asam urat.

Ultrasonografi Leher dan Tiroid

Pemeriksaan ultrasonografi leher dan tiroid dapat membantu mendeteksi nodul dan infiltrasi keganasan.
Namun, pemeriksaan ini tidak secara rutin direkomendasikan pada pasien untuk mendiagnosis kasus
hipotiroid, kecuali bila ditemukan kelainan anatomis yang signifikan pada pemeriksaan fisik.

8. Diagnosa Keperawatan Hipotiroid

a. Intoleran aktivitas berhubungan dengan. kelelahan dan penurunan proses kognitif.


Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
b. Perubahan suhu tubuh, hipotermi berhubungan dengan penurunan status metabolic
sekunder
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
c. Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal.
d. Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid
seumur hidup
Tujuan : Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yg diresepkar,
e. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan : Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
f. Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan
status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan : Perbaikan proses berpikir

Anda mungkin juga menyukai