Anda di halaman 1dari 52

LAPORAN PRAKTIK ASUHAN KEBIDANAN HOLISTIK PATOLOGIS

KEHAMILAN PADA Ny. J USIA 34 TAHUN G2P1A0 UK 26/27 MINGGU


T/H/I/U DENGAN LETAK SUNGSANG + PREEKLAMSI “
DI POLI KIA RSUD BHAKTI DHARMA HUSADA

OLEH :

Nama Mahasiswa : Fitria Nathalia Maria Ke


NIM : P27824620019

KEMENTERIAN KESEHATAN R. I.
BADAN PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA
KESEHATAN POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
SURABAYA JURUSAN KEBIDANAN
PRODI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN
TAHUN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Asuhan Kebidanan Holistik Pada Kasus Patologis ini dilaksanakan sebagai
dokumen/laporan praktik Blok 09 yang telah dilaksanakan di Poli KIA RSUD Bhakti Dharma Husada
Periode praktik tanggal, 08-20 Maret 2021

Surabaya, 20 Maret 2021

Fitria Nathalia Maria Ke


NIM : P27824620019

Pembimbing Lahan/Karu Pembimbing Pendidikan 1 Pembimbing Pendidikan 2

Rita Oktavia Harahap, Amd. Keb Evi Yunita N, SST,. M. Keb Dwi Purwanti, S. Kp.,SST.,M. Kes
NIP : 198510162010012016 NIP : 198006212002122001 NIP : 196702061999032003

Mengetahui

Ketua Program Studi

Evi Pratami, M. Keb


NIP : 197905242002122003

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena limpahan taufiq dan hidayah-

Nya penulis dapat menyelesaikan Laporan Individu yang berjudul “Praktik

Asuhan Kebidanan Holistik Kasus Patologis Kehamilan Pada Ny. J Usia 34

Tahun G2P1A0 UK 26/27 Minggu T/H/I/U dengan Letak Sungsang +

Preeklamsi di Poli KIA RSUD Bhakti Dharma Husada”. Laporan ini disusun

sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas Blok 09 (Asuhan Kebidanan

Holistik pada Kasus-kasus Patologis) pada Pendidikan Profesi Bidan Poltekkes

Kemenkes Surabaya.

Dalam penyusunan Laporan, penulis banyak mendapat bimbingan,

petunjuk dan saran dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Rita Oktavia Harahap, Amd. Keb, selaku Kepala Ruangan dan Pembimbing

2. Evi Pratami, M.Keb, selaku Ketua Prodi Pendidikan Profesi Bidan

Poltekkes Kemenkes Surabaya.

3. Evi Yunita N, M. Keb, selaku pembimbing pendidikan 1 yang telah

memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam menyusun laporan ini.

4. Dwi Purwanti, S. Kp.,SST.,M. Kes, selaku pembimbing pendidikan 2 yang

telah memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam menyusun laporan

ini.

5. Semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan dan penyusunan

laporan ini.

ii
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini jauh dari sempurna,

oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari pembaca demi kesempurnaan laporan ini. Semoga Allah SWT

memberikan balasan pahala atas segala amal baik yang telah diberikan. Semoga

laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi penulis

pada khususnya.

Surabaya, 20 Maret 2021

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Halaman :
Lembar Pengesahan.........................................................................................i
Kata Pengantar.................................................................................................ii
Daftar Isi.............................................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.............................................................................................1
1.2 Tujuan Penelitian.........................................................................................3
1.3 Lama Praktik...............................................................................................3

BAB 2 TINJAUAN TEORI


2.1 Konsep Preeklamsi......................................................................................4
2.2 Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Holistik Pada Ibu Hamil
dengan Preeklamsia.....................................................................................16
2.3 Konsep Letak Sungsang..............................................................................25

BAB 3 TINJAUAN KASUS


3.1 Pengkajian Data Subjektif dan Data Obyektif.............................................38
3.2 Analisa Data................................................................................................42
3.3 Implementasi dan Evaluasi..........................................................................42

BAB 4 PEMBAHASAN....................................................................................45

BAB 5 PENUTUP
4.1 Kesimpulan..................................................................................................46
4.2 Saran............................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................47

iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang

Preeklamsia/eklamsia merupakan komplikasi kehamilan dan


persalinan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah, proteinuria dan
oedema, yang kadang-kadang disertai komplikasi sampai koma. Gejala
preeklampsia ringan seperti hipertensi, oedema, dan proteinuria sering tidak
diperhatikan, sehingga tanpa disadari dalam waktu singkat dapat timbul
preeklampsia berat, bahkan eklampsia (Prawirohardjo S, 2014: 532).
Gejala preeklamsia dapat dicegah dan dideteksi secara
dini.Pemeriksaan antenatal yang teratur dan yang secara rutin mencari tanda-
tanda preeklamsia, sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia
berat dan eklampsia. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia perlu ditangani
dengan segera.Penanganan dilakukan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak (Prawirohardjo S, 2014: 543).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Dunia mencapai angka 289.000 jiwa
dimana dibagi atas beberapa negara antara lain Amerika Serikat mencapai
9300 jiwa, Afrika Utara 179.000 jiwa dan Asia Tenggara 16.000 jiwa. Angka
kematian ibu (AKI) di Negara-negara Asia Tenggara seperti Malaysia
(39/100.000 kelahiran hidup), Thailand (44/100.000 kelahiran hidup),
Fhilipina (170/100.000 kelahiran hidup), Brunei Darussalam (60/100.000
kelahiran hidup), Vietnam (160/100.000 kelahiran hidup), serta Singapura
(3/100.000 kelahiran hidup). Jumlah AKI di Indonesia masih tergolong tinggi
jika dibandingkan dengan negara asia tenggara lainnya (WHO, 2014).
Angka Kematian Ibu di Indonesia pada tahun 2012 mengalami
peningkatan yang tinggi dibandingkan dengan tahun 2007. Hasil Survei
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menyatakan bahwa
AKI di Indonesia adalah sebesar 359 per 100.000 KH, sedangkan tahun 2007
sebesar 228 per 100.000 KH. Angka ini masih jauh dibandingkan dengan
target Millennium Development Goals (MDGs) 2015 yaitu menurunkan AKI
menjadi 102 per100.000 KH (SDKI, 2014).

1
2

Menurut Profil Kesehatan Indonesia penyebab kematian ibu tertinggi


pada tahun 2013 adalah perdarahan, Hipertensi Dalam Kehamilan (HDK),
infeksi, partus lama/macet dan abortus. Kematian ibu di Indonesia didominasi
oleh tiga penyebab utama yaitu perdarahan, Hipertensi Dalam Kehamilan
(Preeklamsia) dan infeksi. Proporsi ketiga penyebab kematian ibu telah
berubah, dimana perdarahan dan infeksi cenderung mengalami penurunan,
sedangkan proporsi Preeklamsi semakin meningkat. Lebih dari 30% kematian
ibu di Indonesia pada tahun 2010 disebabkan oleh Hipertensi Dalam
Kehamilan (Profil Kesehatan Indonesia, 2015).
Kementerian kesehatan menjelaskan bahwa hipertensi merupakan
penyakit yang berbahaya, terutama apabila terjadi pada wanita yang sedang
hamil. Hal ini dapat menyebabkan kematian bagi ibu dan bagi bayi yang akan
dilahirkan, karena tidak ada gejala atau tanda khas sebagai peringatan dini.
Kejadian ini persentasenya 12% dari kematian ibu di seluruh dunia.
Kemenkes tahun 2013 menyatakan bahwa hipertensi meningkatkan angka
kematian dan kesakitan pada ibu hamil (Kemenkes, 2015).
Letak sungsang merupakan dimana keadaan janin terletak memanjang
dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri tipe letak sungsang yaitu: frank breech (50,70%) yaitu kedua tungkai
fleksi, complete breech (5,70%) yaitu tungkai atas lurus keatas, tungkai
bawah ekstensi, flooting (10,30%) yaitu satu atau kedua tungkai atas ekstensi
presentasi kaki. Penyebab letak sungsang yaitu terdapat plasenta previa,
keadaan janin, keadaan air ketuban, keadaan kehamilan, keadaan uterus,
keadaan dinding abdomen, keadaan tali pusat (Manuba, 2007 dalam
Prawirohardjo, 2010).
Untuk menekan angka kematian pada ibu dan janin salah satu cara
bisa dilakukan dengan tindakan operasi. Tindakan operasi yang biasa
dilakukan adalah bedah Caesar (Sectio Caesarea). Namun demikian operasi
Sectio Caesarea bukan tanpa adanya resiko. Komplikasi dari Sectio Caesarea
pada ibu antara lain: pendarahan, infeksi (sepsis), dan cidera di sekeliling
struktur seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh ligament yang lebar,
dan ureter (Padila, 2015)

1.2. Tujuan
2.1.1. Tujuan Umum
Mahasiswa dapat melakukan asuhan kebidanan holistik kasus-
kasus patologi pada Kasus Patologis Kehamilan Pada Ny. J Usia 34
Tahun G2P1A0 UK 26/27 Minggu T/H/I/U dengan Letak Sungsang +
Preeklamsi, menggunakan Manajemen Asuhan Kebidanan Varney dan
didokumentasikan menggunakan SOAP.

2.1.2. Tujuan Khusus


Diharapkan mahasiswa :
a) Dapat melakukan pengkajian data subjektif dan objektif Kasus
Patologis Kehamilan Pada Ny. J Usia 34 Tahun G2P1A0 UK
26/27 Minggu T/H/I/U dengan Letak Sungsang + Preeklamsi
b) Dapat melakukan Interpretasi data Kasus Patologis Kehamilan
Pada Ny. J Usia 34 Tahun G2P1A0 UK 26/27 Minggu T/H/I/U
dengan Letak Sungsang + Preeklamsi
c) Dapat melakukan implementasi (penatalaksanaan) dan Evaluasi
Kasus Patologis Kehamilan Pada Ny. J Usia 34 Tahun G2P1A0
UK 26/27 Minggu T/H/I/U dengan Letak Sungsang + Preeklamsi

1.3. Lama Praktik


Praktik Asuhan Kebidanan Holistik Pada Kasus-kasus Patologis
dilaksanakan di Poli KIA RSUD Bhakti Darma Husada Surabaya Pada tanggal
08-20 Maret 2021.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1. Konsep Preeklamsia


1. Pengertian Preeklamsia
Preeklamsia merupakan kesatuan penyakit yang langsung
disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas (Sofian,
2015). Preeklampsia adalah hipertensi yang terjadi pada ibu hamil dengan
usia kehamilan 20 minggu atau setelah persalinan di tandai dengan
meningkatnya tekanan darah menjadi 140/90 mmHg (Sitomorang, dkk
2016).
Preeklamsia merupakan hipertensi yang timbul setelah 20 minggu
kehamilan (Praworihadrjo, 2009). Preeklampsia adalah hipertensi pada
kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg setelah
umur kehamilan 20 minggu, disertai dengan proteinuria ≥ 300 mg/24 jam
(Nugroho, 2012).
Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema,
dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini biasanya timbul
pada trimester III kehamilan tetapi dapat juga timbul sebelumnya (Marmi
dkk, 2012: 66).
Preeklamsia (toksemia gravidarum) adalah sekumpulan gejala yang
timbul pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi,
oedema dan proteinuria yang muncul pada kehamilan setelah 20 minggu
sampai akhir minggu pertama setalah persalinan (Sukarni, ZH, 2013: 169).

2. Etiologi Preeklamsia
Sampai saat ini terjadinya preeklampsia belum diketahui
penyebabnya, tetapi ada yang menyatakan bahwa preeklampsia dapat terjadi
pada kelompok tertentu diantaranya yaitu ibu yang mempunyai faktor
penyabab dari dalam diri seperti umur karena bertambahnya usia juga lebih
rentan untuk terjadinya peningkatan hipertensi kronis dan menghadapi

4
5

risiko lebih besar untuk menderita hipertensi karena kehamilan, riwayat


melahirkan, keturunan, riwayat kehamilan, riwayat preeklampsia
(Sitomorang dkk, 2016).
Faktor – faktor lain yang dapat diperkirakan akan mempengaruhi
timbulnya preeklamsia yaitu sebagai berikut (Sutrimah, 2015).
a. Usia Ibu
Usia merupakan usia individu terhitung mulai saat individu dilahirkan
sampai saat berulang tahun, semakin cukup usia, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam proses berfikir. Insiden
tertinggi pada kasus preeklampsia pada usia remaja atau awal usia 20
tahun, namun prevalensinya meningkat pada wanita dengan usia diatas
35 tahun.
b. Usia Kehamilan
Preeklampsia biasanya akan muncul setelah usia kehamilan minggu ke
20, gejalanya yaitu kenaikan tekanan darah. Jika terjadi di bawah usia
kehamilan 20 minggu, masih dikategorikan dalam hipertensi kronik.
Sebagian besar kasus preeklampsia terjadi pada minggu > 37 minggu dan
semakin tua usia kehamilan maka semakin berisiko terjadinya
preeklampsia.
c. Paritas
Paritas merupakan keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari
satu. Menurut Manuaba paritas adalah wanita yang pernah melahirkan
dan dibagi menjadi beberapa istilah: 1) Primigravida: seorang wanita
yang telah melahirkan janin untuk pertama kalinya. 2) Multipara: seorang
wanita yang telah melahirkan janin lebih dari satu kali. 3) Grande
Multipara: wanita yang telah melahirkan janin lebih dari lima kali.
d. Riwayat Hipertensi / Preeklamsia
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya adalah faktor utama.
Kehamilan pada wanita yang memiliki riwayat preeklampsia sebelumnya
berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia
onset dini, dan dampak perinatal yang buruk (Lalenoh, 2018).
e. Genetik
Riwayat preeklampsia pada keluarga juga dapat meningkatkan risiko
hampir tiga kali lipat adanya riwayat preeklampsia. Pada ibu dapat
meningkatkan risiko sebanyak 3,6 kali lipat (Lalenoh, 2018).
f. Penyakit Terdahulu (Diabetes Militus)
Jika sebelum hamil ibu sudah terdiagnosis diabetes, kemungkinan akan
terkena preeklampsia meningkat 4 kali lipat. Sedangkan untuk kasus
hipertensi, prevalensi preeklampsia pada ibu dengan hipertensi kronik
lebih tinggi dari pada ibu yang tidak menderita hipertensi kronik.
g. Obesitas
Terjadinya peningkatan risiko munculnya preeklampsia pada setiap
peningkatan indeks masa tubuh. Sebuah studi kohort mengemukakan
bahwa ibu dengan indeks masa tubuh >35 akan memiliki risiko
mengalami preeklampsia sebanyak 2 kali lipat.
h. Bad Obstetrik History
Ibu hamil yang pernah mempunyai riwayat preeklampsia, kehamilan
molahidatidosa, dan kehamilan ganda kemungkinan akan mengalami
preeklampsia pada kehamilan selanjutnya, terutama jika diluar kehamilan
menderita tekanan darah tinggi menahun.

3. Manifestasi Klinis
Preeklamsi merupakan kumpulan dari gejala-gejala kehamilan yang
di tandai dengan hipertensi dan odem (Kusnarman, 2014). Gambaran klinik
preeklampsia mulai dengan kenaikan berat badan diikuti edema kaki atau
tangan, kenaikan tekanan darah, dan terakhir terjadi proteinuria (Saraswati,
2016 ).
Tanda gelaja yang biasa di temukan pada preeklamsi berat biasanya
yaitu sakit kepala hebat, sakit di ulu hati karena regangan selaput hati oleh
perdarahan atau edema atau sakit karena perubahan pada lambung dan
gangguan penglihatan, seperti penglihatan menjadi kabur bahkan kadang-
kadang pasien buta. Gangguan ini disebabkan penyempitan pembuluh darah
dan edema (Wibowo, dkk 2015).

4. Patofisiologi
Teori lain yang lebih masuk akal adalah bahwa preeklampsia
merupakan akibat dari keadaan imun atau alergi pada ibu. Selain itu terdapat
bukti bahwa preeklampsi diawali oleh insufisiensi suplai darah ke plasenta,
yang mengakibatkan pelepasan substansi plasenta sehingga menyebabkan
disfungsi endotel vascular ibu yang luas (Hutabarat dkk, 2016).
Pada preeklamsia terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan
ritensi garam serta air. Dalam beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian
sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika
semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan
naik, sehingga usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar
oksigenasi jaringan dapat dicukupi (Sofian, 2015).
Pada beberapa wanita hamil, terdapat peningkatan sensitivitas
vaskuler. Peningkatan ini menyebabkan hipertensi dan kerusakan vaskuler,
akibatnya akan terjadi vaseospasme. Vaseospasme merupakan diameter
pembuluh darah ke semua organ, fungsi-fungsi organ seperti plasenta,ginjal,
hati, dan otak menurun sampai 40 – 60%. Gangguan plasenta menimbulkan
degenerasi pada plasenta dan kemungkinan terjadi IUGR dan IUFD pada
fetus. Aktivitas uterus dan sensitifitas terdapat oksitosin meningkat.
Penurunan ginjal menurunkan GFR dan menimbulkan perubahan
protein keluar melalui urinem asam urat menurun. Pada preeklamsia berat
terjadi penurunan volume darah, edema berat dan berat badan naik dengan
cepat.
Sedangkan kenaikan berat badan serta edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum
diketahui penyebabnya, mungkin karena retensi air serta garam. Proteinuria
dapat disebabkan oleh spasme arteliola sehingga terjadi perubahan pada
glomerulus (Sofian, 2015).
Penurunan perfusi hati menimbulkan gangguan fungsi hati,
menyebabkan ibu hamil mengalami nyeri. Menurut Bobak at all,
preeklamsia berkaitan dengan perubahan fisiologis kehamilan. Adaptasi
fisiologis normal pada kehamilan meliputi peningkatan volume plasma
darah, vasodilatasi, penurunan resistensi vascular sistemik, peningkatan
curah jantung. Sementara pada preeklamsia, volume plasma yang beredar
akan menurun, termasuk perfusi ke unit janin-uteroplasenta.
Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan
menghancurkan sel-sel darah merah, sehingga kapasitas oksigen maternal
menurun. Vasospsme merupakan sebagian mekanisme dasar tanda dan
gejala yang menyertai preeklamsia. Vasospasme merupakan akibat
peningkatan sensitivitas terdapat tekanan peredaran darah. Selain kerusakan
endotel, vasospasme arterial turut menyebabkan peningkatan parmeabilitas
kapiler.
Keadaan ini meningkatkan edema dan lebih lanjut menurunkan intra
vaskular, mempredisposisikan pasien yang mengalami preeklamsi mudah
menderita edema paru. Hubungan sistem imun dengan preeklamsia
menunjukan bahwa faktor-faktor imunologi memainkan peran penting
dalam perkembangan preeklamsia. Keberadaan protein asing, plasenta atau
janin bisa mengakibatkan respons imunologis lanjut. Teori ini didukung
oleh peningkatan insiden preeklamsia- eklamsi pada ibu baru (pertama kali
terpapar jaringan janin) dan pada ibu hamil dari pasangan yang baru.

5. Klasifikasi
Menurut Sofian (2015), preeklamsia dibagi menjadi 2 golongan yaitu
preeklamsia ringan dan preeklamsia berat.
a. Preeklamsia Ringan
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi
berbaring terlentang, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih, atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih. Cara pengukuran sekurang-
kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak periksa 1 jam,
sebaiknya dengan selang waktu 6 jam. Edema umum, kaki, jari tangan,
serta wajah, atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu.
Proteinuria kwantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1+ atau 2+
pada urin kateter atau midstream.
b. Preeklamsia Berat
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih, proteinuria 5 gr atau lebih per
liter, Oliguria, adalah jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam. Adanya
gangguan serebral, gangguan visus, serta rasa nyeri di epigastrium. Dan
terdapat edema paru dan sianosis.
Menurut Icemi dan Wahyu (2013) yang pertama Hipertensi
gestasional, Hipertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau
kehamilan dengam tanda-tanda preeklamsia namun tanpa proteinuria. TD
sistolik ≥140 mmHg atau TD diastolik ≥90 mmHg ditemukan pertama kali
sewaktu hamil dan memiliki gejala atau tanda lain preeklamsia seperti
dispepsia atau trombositopenia.
Kedua, Sindrom preeklamsia dan eklamsia merupakan hipertensi
yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai proteinuria, sedangkan
eklamsia merupakan preeklamsia yang disertai dengan kejang-kejang
dan/atau koma. TD sistolik ≥140 mmHg atau TD diastolik ≥90 mmHg
dengan proteinuria ≥300 mg/24 jam.
Ketiga, hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia.
Preeklamsia yang terjadi pada ibu hamil yang telah menderita hipertensi
sebelum hamil.
Keempat, Hipertensi kronik Hipertensi (tekanan darah lebih dari
140/90 mmHg) yang telah didiagnosis sebelum kehamilan terjadi atau
hipertensi yang timbul sebelum mencapai usia kehamilan 20 minggu.

6. Diagnosis Preeklamsia
a) Preeklamsia Ringan
1) Kenaikan tekanan darah ≥ 140/90 mmHg dan ≤ 160/110 mmHg
2) Pemeriksaan tes celup urin dengan proteinuria menunjukkan ≥ 300
mg/24 jam atau +1
3) Kenaikan berat badan 1kg dalam seminggu
4) Bengkak pada wajah atau tungkai (Nugroho, Taufan, 2012: 05 ).
b) Preeklamsia Berat
1) Tekanan darah > 160/110 mmHg pada usia kehamilan > 20 minggu
2) Proteinuria >5gr/24 jam atau tes celup urin ≥2+
3) Produksi urin<400-500 ml/24 jam dan kenaikan kreatinin serum
4) Oedema paru dan sianosi
5) Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas abdomen:
penyebabnya karena
6) teregangnya kapsula gilsone. Nyerinya dapat sebagai gejala awal
ruptur
7) pada hepar.
8) Perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata dan pandangan kabur.
9) Gangguan fungsi hepar.
10) Hemolysis mikroangiopatik
11) Trombositopenia berat :<100.000 sel atau penurunan
trombosit dengan cepat.
12) Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat
13) Sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low
Platelete Count) (Prawirohardjo,S, 2014: 545).

7. Komplikasi
Kejang (eklampsia) Eklampsia adalah keadaan ditemukannya
serangan kejang tibatiba yang dapat disusul dengan koma pada wanita
hamil, persalinan atau masa nifas yang sebelumnya menunjukan gejala
preeklampsia (Prawirohardjo, 2010).
Preeklampsia pada awalnya ringan sepanjang kehamilan, namun
pada akhir kehamilan berisiko terjadinya kejang yang dikenal eklampsia.
Jika eklampsia tidak ditangani secara cepat dan tepat, terjadilah kegagalan
jantung, kegagalan ginjal dan perdarahan otak yang berakhir dengan
kematian (Natiqotul, 2016).
Komplikasi yang terberat dari preeklampsia adalah kematian ibu dan
janin, namun beberapa komplikasi yang dapat terjadi baik pada ibu maupun
janin adalah sebagai berikut (Marianti, 2017) :
a. Bagi Ibu
1) Sindrom HELLP (Haemolysis, elevated liver enzymes, and low
platelet count), adalah sindrom rusaknya sel darah merah,
meningkatnya enzim liver, dan rendahnya jumlah trombosit.
2) Eklamsia, preeklamsia bisa berkembang menjadi eklamsia yang
ditandai dengan kejang-kejang.
3) Penyakit kardiovaskular, risiko terkena penyakit yang berhubungan
dengan fungsi jantung dan pembuluh darah akan meningkat jika
mempunyai riwayat preeklamsia.
4) Kegagalan organ, preeklamsia bisa menyebabkan disfungsi beberapa
organ seperti, paru, ginjal, dan hati.
5) Gangguan pembekuan darah, komplikasi yang timbul dapat berupa
perdarahan karena kurangnya protein yang diperlukan untuk
pembekuan darah, atau sebaliknya, terjadi penggumpalan darah yang
menyebar karena protein tersebut terlalu aktif.
6) Solusio plasenta, lepasnya plasenta dari dinding rahim sebelum
kelahiran dapat mengakibatkan perdarahan serius dan kerusakan
plasenta, yang akan membahayakan keselamatan wanita hamil dan
janin.
7) Stroke hemoragik, kondisi ini ditandai dengan pecahnya pembuluh
darah otak akibat tingginya tekanan di dalam pembuluh tersebut.
Ketika seseorang mengalami perdarahan di otak, sel-sel otak akan
mengalami kerusakan karena adanya penekanan dari gumpalan darah,
dan juga karena tidak mendapatkan pasokan oksigen akibat
terputusnya aliran darah, kondisi inilah yang menyebabkan kerusakan
otak atau bahkan kematian.
b. Bagi Janin
1) Prematuritas.
2) Kematian Janin.
3) Terhambatnya pertumbuhan janin.
4) Asfiksia Neonatorum.

8. Pemeriksaan Penunjang
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada
preeklampsia adalah sebagai berikut (Abiee, 2012).
1) Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah :
 Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr %)
 Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol %).
 Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ).
b. Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine
c. Pemeriksaan Fungsi Hati
 Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ).
 LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat.
 Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
 Serum Glutamat pirufat transaminase (SGPT ) meningkat (N= 15-
45 u/ml).
 Serum glutamat oxaloacetic trasaminase (SGOT) meningkat (N=
<31 u/l).
 Total protein serum menurun (N= 6,7-8,7 d/dl).
d. Tes Kimia Darah
e. Asam urat meningkat (N= 2,4-2,7 mg/dl)
2) Radiologi
a. Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan
intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban
sedikit.
b. Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah (Pratiwi, 2017).

9. Penanganan
Sedangkan menurut Menurut (Pratiwi, 2017) penatalaksanaan pada
preeklampsi adalah sebagai berikut
1) Tirah Baring miring ke satu posisi.
2) Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ.
3) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan garam.
4) Pemenuhan kebutuhan cairan : Jika jumlah urine < 30 ml/jam pemberian
cairan infus Ringer Laktat 60-125 ml/jam.
5) Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik.
6) Monitor keadaan janin (Aminoscopy, Ultrasografi). Monitor tanda-tanda
kelahiran persiapan kelahiran dengan induksi partus pada usia kehamilan
diatas 37 minggu.
7) Banyak istirahat (berbaring tidur/miring).
8) Saditiva ringan; tablet Phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg
peroral selama 7 hari.
9) Roborantia.
10) Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
11) Pemeriksaan laboratorium ; hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine
lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
Menurut Klasifikasi Preeklamsi :
1) Preeklamsia Ringan
Pada kasus preeklamsia ringan cukup dilakukan rawat jalan
dengan menganjurkan pasien untuk melakukan kunjungan antenatal
setiap minggu. Namun jika perawatan jalan tidak mengalami perubahan
maka akan dilakukan rawat inap dengan kriteria bahwa setelah 2 minggu
pengobatan rawat jalan tidak mengalami perubahan, kenaikan berat
badan ibu 1 kg atau lebih per minggu selama 2 minggu berturut-turut,
ataupun timbul salah satu atau lebih gejala preeklamsia berat.
Bila setelah 1 minggu menjalani perawatan namun tidak
mengalami perubahan maka preeklamsia ringan dianggap menjadi
preeklamsia berat.Bila dalam perawatan sudah ada perbaikan sebelum 1
minggu dan kehamilan masih preterm maka penderita tetap dirawat
selama 2 hari lagi baru dipulangkan. Perawatan akan berlanjut dengan
rawat jalan (Pudiastuti, R, D, 2012: 165).
Pada preeklamsia ringan dengan umur kehamilan <37 minggu
akan tetap dilanjutkan sampai aterm jika tidak ada gejala yang
memburuk. Namun pada umur kehamilan >37 minggu dengan serviks
yang sudah matang akan dilakukan pemecahan ketuban kemudian
induksi kehamilan dengan oksitosin atau prostaglandin, namun jika
serviks belum matang maka akan dilakukan pematangan dengan
prostaglandin atau keteter foley atau akan dilakukan tindakan terakhir
yaitu seksio saesar (Nugroho Taufan, 2012: 06).
2) Preeklamsia Berat
Pada preeklamsia berat, pengobatan yang dapat dilakukan adalah
secara medikal, yaitu sebagai berikut :
a) Segera masuk ke rumah sakit
b) Tirah baring miring kesatu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,
memeriksa refleks patella setiap jam.
c) Memasang infus dengan cairan dextrose 5% dimana setiap 1 liter
diselingi dengan cairan infus RL (60-125cc/jam) 500cc.
d) Pemberian anti kejang/anti konvulsan magnesium sulfat (MgSO4)
sebagai pencegahan dan terapi kejang. MgSO4 merupakan obat
pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklamsia berat
dan eklamsia.
Apabila terjadi kejang pada preeklamsia berat maka akan
dilakukan pencegahaan :
1) Bila terjadi kejang, perhatikan jalan nafas, pernapasan (oksigen) dan
sirkulasi (cairan intravena).
2) MgSO4 diberikan secara intravena kepada ibu dengan eklamsia
(sebagai tatalaksana kejang) dan preeklamsia berat (sebagai
pencegahan kejang).
Adapun syarat pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut :
a) Tersedia cairan Glukonas 10%
b) Ada refleks patella
c) Jumlah urin minimal 0,5 ml/kg BB/jam
Adapun cara pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut :
a) Berikan dosis awal 4 gram MgSO4 sesuai prosedur untuk
mencegah terjadinya kejang atau kejang berulang dengan cara :
 Ambil 4 gram larutan MgSO4 (10 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutkan dengan 10 ml aquades
 Berikan larutan tersebut secara perlahan-lahan secara IV selama
20 menit
 Jika IV sulit, berikan masing-masing 5 gram MgSO4 (12,5 ml
larutan MgSO4 40%) secara Im di bokong kiri dan kanan.
b) Sambil menunggu rujukan, mulai dosis rumatan 6 gram MgSO4
dalam 6 jam sesuai prosedur dengan cara :
 Ambil 6 gram MgSO4 (15 ml larutan MgSO4 40%) dan
larutkan dalam 500 ml larutan Ringer Laktat/ringer Asetat, lalu
berikan secara IV dengan kecepatan 28 tetes/menit selama 6
jam, dan diulang hingga 24 jam setelah persalinan atau kejang
berakhir (bila eklamsia).
c) Melakukan pemeriksaan fisik tiap jam, meliputi tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi pernafasan, refleks patella dan jumlah
urin.
d) Bila frekuensi pernafasan <16x/menit, dan atau tidak didapatkan
reflex tendonpatella dan atau oliguria (produksi urin <0,5 ml/kg
BB/jam), segera hentikan pemberian MgSO4.
e) Jika terjadi depresi nafas, berikan cairan glukosa 1 gram secara IV
(10 ml larutan 10 %) bolus dalam 10 menit.
f) Selama ibu dengan preeklamsia dan eklamsia dirujuk pantau dan
nilai adanya perburukan preeklamsia. Apabila terjadi eklamsia,
lakukan penilaian awal dan tatalaksana kegawatdaruratan. Berikan
kembali MgSO4 2 gram secara IV perlahan-lahan (15-20 menit).
Bila setelah pemberian MgSO4 ulang masi terdapat kejang, dapat
dipertimbangkan untuk pemberian diazepam 10 mg secara IV
selama 2 menit.

2.2. Kehamilan Letak Sungsang


1. Pengertian Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian
bawah kavum uteri (Saifuddin, 2014 : 198).
Letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang (membujur)
dalam Rahim, kepala berada di fundus, dan bokong berada dibawah
(Mochtar, Rustam. 2010 : 350).
Presentasi bokong adalah letak memanjang dengan kelainan dalam
polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah. Penunjuknya adalah
sacrum. Sacrum kanan depan (RSA = right sacrum anterior) adalah
presentasi bokong dengan sacrum janin ada di kuadran kanan depan panggul
ibu, dan diameter bitrochanterica janin berada pada diameter oblique dextra
panggul ibu (Oxorn, Harry & Forte, 2010 : 195).
Presentasi bokong adalah janin letak memanjang dengan bagian
terendahnya adalah bokong, kaki, atau kombinasi keduanya. Dengan
insidensi 3-4 % dari seluruh kehamilan tunggal pada umur kehamilan cukup
bulan (≥ 37 minggu), presentasi bokong merupakan mallpresentasi yang
paling sering di jumpai. Sebelum umur kehamilan 28 minggu, kejadian
presentasi bokong berkisar antara 25-30%, dan sebagian besar akan berubah
menjadi presentasi kepala setelah umur kehamilan 34 minggu (Sarwono,
2010: 588).
Penyebab terjadinya presentasi bokong tidak diketahui, tetapi
terdapat beberapa faktor risiko selain prematuritas, yaitu abnormalitas
struktural uterus, polihidramnion, plasenta previa, multiparitas, mioma uteri,
kehamilan multipel, anomali janin (anensefali, hidrosefalus), dan riwayat
presentasi bokong sebelumnya. Manajemen presentasi bokong mengalami
perubahan yang mengarah kepada semakin dipilihnya cara persalinan bedah
sesar dibandingkan vaginal.
Pada tahun 1990 sebanyak 90 % kasus presentasi bokong dilahirkan
secara bedah sesar, sedangkan pada tahun 1970 hanya sebanyak 11,6 %.
Kecenderungan tersebut sangat berkaitan dengan bukti-bukti yang
menunjukan hubungan cara persalinan dengan risiko kematian atau
mordibitas perinatal. Meskipun nilai ambang dilakukannya bedah sesar pada
kasus presentasi bokong semakin rendah, keterampilan melakukan
persalinan vaginal masih tetap diperlukan. Kontroversi masih terjadi dalam
pilihan cara persalinan pada presentasi bokong. Hal tersebut hendaknya
tidak membuat kekhawatiran terjadinya kematian atau mordibitas perinatal
membuat semua kasus presentasi bokong dilakukan bedah sesar.
Argumentasi atas hal tersebut adalah (a) mordibitas dan mortalitas perinatal
pada presentasi bokong tidak semata-mata berkaitan dengan cara
persalinannya, akan tetapi berhubungan dengan trauma persalinan,
prematuritas, dan kelainan kongenital, (b) protokol khusus yang
dikembangkan untuk penanganan persalinan dengan presentasi bokong
memberikan luaran yang serupa dengan luaran bedah sesar elektif. Trauma
pada janin dalam presentasi bokong dapat terjadi baik pada persalinan
secara bedah sesar maupun vaginal (Saifuddin, 2014 : 135).
2. Patofisiologi
Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin
terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32
minggu, jumlah air ketuban relatif banyak, sehingga memungkinkan janin
bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan diri
dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang.
Pada kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan
jumlah air ketuban relative berkurang. Karna bokong dengan kedua tungkai
terlipat lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa menempati ruang
yang lebih luas dari fundus uteri, sedangkan kepala berada di ruangan yang
lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat di mengerti
mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang
lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar
ditemukan dalam presentasi kepala. Sayangnya, beberapa fetus tidak seperti
itu. Sebagian dari mereka berada dalam posisi sungsang (Saifuddin, 2014 :
148).

3. Klasifikasi Letak Sungsang


Klasifikasi presentasi bokong dibuat terutama untuk kepentingan
seleksi pasien yang akan dicoba persalinan vaginal. Terdapat tiga macam
presentasi bokong, yaitu bokong murni (60-70% kasus), bokong komplit
(10% kasus), dan kaki. Varian presentasi kaki adalah presentasi bokong
inkomplit, kaki komplit, kaki inkomplit, dan lutut. Janin dengan presentasi
kaki dan variannya direkomendasikan untuk tidak dilakukan percobaan
persalinan vaginal (Sarwono, 2010 : 589).
Ada empat macam presentasi bokong menurut (Oxorn, Harry &
Forte, 2010 : 196).
1) Sempurna : flexi pada paha dan lutut
2) Murni : flexi pada paha ; extensi pada lutut. Ini merupakan jenis yang
tersering dan meliputi hamper dua per tiga presentasi bokong.
3) Kaki : satu atau dua kaki, dengan extensi pada paha dan lutut. Kaki
merupakan bagian terendah.
4) Lutut : satu atau dua lutut, dengan extensi pada paha, flexi pada lutut.

4. Etiologi Letak Sungsang


Faktor-faktor etiologi presentasi bokong meliputi prematuritas, air
ketuban yang berlebihan, kehamilan ganda, plasenta previa, panggul
sempit, fibromyoma, hydrocephalus, dan janin besar. Setiap keadaan yang
mempengaruhi masuknya kepala janin kedalam panggul mempunyai
peranan dalam etiologi presentasi bokong. Banyak yang tidak diketahui
sebabnya, dan setelah mengesampingkan kemungkinan-kemungkinan lain
maka sebab malposisi tersebut baru dinyatakan hanya karna kebetulan
saja. Sebaliknya, ada prsentasi bokong yang membakat. Beberapa ibu
melahirkan bayinya semuanya dengan presentasi bokong, menunjukan
bahwa bentuk panggulnya adalah sedemikian rupa sehingga cocok untuk
prsentasi bokong dari pada presentasi kepala. Implantasi plasenta di fundus
atau di cornu uteri cenderung untuk mempermudah terjadinya presentasi
bokong (Oxorn, Harry & Forte, 2010 : 195).
Menurut Martica D. G. Silinaung, Juneke J. Kaeng, dan Erna
Supraman (2014) karakteristik persalinan letak sungsang ditemukan hasil
bahwa persalinan letak sungsang paling banyak ditemukan pada ibu
multigravida.

5. Prognosis Letak Sungsang


1) Bagi ibu
 Kemungkinan robekan pada perenium lebih besar
 Ketuban lebih cepat pecah
 Partus lebih lama, jadi mudah terkena infeksi
 Endrometritis
 Pelepasan plasenta
2) Bagi janin
 Kematian perinatal
 Prolapse tali pusat
 Trauma pada bayi akibat : tangan dan kepala menjuntai, pembukaan
serviks yang belum lengkap, CPD.
 Asfiksia
 Perlukaan/ trauma pada organ abdominal atau pada leher.

6. Diagnosis Letak Sungsang


Presentasi bokong dapat diketahui melalui pemeriksaan palpasi
abdomen. Manuver leopold perlu dilakukan pada setiap kunjungan
perawatan antenatal bila umur kehamilannya > 34 minggu. Untuk
memastikan apabila masih terdapat keraguan pada pemeriksaan palpasi,
dapat dilakukan pemeriksaan dalam vagina dan atau pemeriksaan
ultrasonografi. Keberhasilan untuk menemukan adanya presentasi bokong
pada masa kehamilan sangat penting oleh karena adanya prosedur versi
luar yang direkomendasikan guna menurunkan insidensi persalinan dengan
presentasi selain kepala dan persalinan bedah sesar. Pemeriksaan yang
hanya menunjukan adanya presentasi bokong saja belum cukup untuk
membuat perkiraan besarnya risiko guna pengambilan keputusan caara
persalinan yang hendak dipilih. Taksiran berat jain, jenis keadaan bokong,
keadaan selaput ketuban, ukuran dan struktur tulang panggul ibu, keadaan
hiperekstensi kepala janin, kemajuan persalinan, pengalaman penolong,
dan ketersediaan fasilitas pelayanan intensif neonatal merupakan hal-hal
yang penting untuk diketahui. Klasifikasi presentasi bokong dibuat
terutama untuk kepentingan seleksi pasien yang akan dicoba persalinan
vaginal. Terdapat tiga macam presentasi bokong, yaitu bokong murni (60-
70% kasus), bokong komplit (10% kasus), dan kaki. varian presentasi kaki
adalah presentasi bokong inkomplit, kaki komplit, kaki inkomplit, dan
lutut. Janin dengan presentasi kaki dan variannya direkomendasikan untuk
tidak dilakukan percobaan persalinan vagina (Sarwono, 2010 : 588).
Diagnosa kehamilan letak sungsang menurut (Marmi, 2011) dapat
ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan yaitu :
1) Pemeriksaan abdomminal
a) Letaknya adalah memanjang
b) Diatas panggul teraba massa lunak, irreguler dan tidak terasa seperti
kepala, di curigai adalah bokong. Pada presentasi bokong murni otot-
otot paha terengang di atas tulang-tulang di bawahnya, memberikan
gambaran keras menyerupai kepala dan menyebabkan keselahan
diagnosa.
c) Punggung ada di sebelah kanan dekat garis tengah. Bagian-bagian
kecil ada disebelah kiri. Jauh dari garis tengah dan belakang.
d) Kepala teraba difundus uteri, mungkin kepala sukar di raba bila
kepala ada di bawah hepar atau iga-iga. kepala lebih keras dan lebih
bulat dari pada bokong dan kadangkadang dapat dipantulkan
(ballottement). Kalau di fundus uteri taraba masa yang dapat
dipantulkan, harus dicurigai presentasi bokong. e) Benjolan kepala
tidak ada dan bokong tidak dapat dipantulkan.
2) Denyut Jantung Janin
Denyut janin terdengar paling keras pada atau diatas umbilikus dan
pada sisi yang sama dengan punggung pada RSA (Right Sacrum
Anterior) denyut jantung janin terdengar paling keras di kuadran kanan
atau perut ibu. Kadang-kadang denyut jantung janin terdengar dibawah
umbilikus, dalam hal ini banyak diagnosa yang dibuat dengan palpasi
jangan dirubah oleh sebab itu denyut jantung janin terdengar tidak
ditempat biasa.
3) Pemeriksaaan Dalam
a) Bagian terendah teraba tinggi
b) Tidak teraba kepala yang keras, rata dan teratur dengan garis-garis
sutura dan fontanella. Hasil pemeriksaan negatif ini menunjukan
adanya mal presentasi.
c) Bagian terendahnya teraba lunak dan inreguler. Anus dan tuber
ishiadicum terletak pada satu garis. Bokong tidak teraba, yang teraba
hanya bagian muka.
d) Kadang-kadang pada presentasi bokong murni sacrum tertarik
dibawah dan teraba oleh jari-jari pemeriksan, hanya dapat teraba
bagian kepala seperti tulang yang keras.
e) Sacrum ada di kuadran kanan dan panggul dan daimeter
bitrochanteria ada pada diameter obliqua kanan.
f) Kadang-kadang teraba kaki dan harus dibedakan dengan tangan.
Ultrasonografi Pemeriksaan seksama dengan ultrasonografi akan
memastikan letak janin yang tidak normal. Letak sungsang dikenal pula
dengan istilah kelahiran bokong dengan empat kemungkinan.
Kemungkinan pertama, ditemukan bokong sempurna atau bokong kaki,
jika kedua tungkai terlipat didepan perut. Kedua, bokong murni, kalau
kedua tungkai menekuk lurus kearah depan tubuh hingga bekerja sebagai
badai mengurangi kebebasan gerak lahir. Terakhir, bokong lutut, satu atau
dua lutut menghadap jalan lahir (Sarwono, 2010 : 589).

7. Penanganan Letak Sungsang


Pada Masa Kehamilan Tujuan penanganan pada masa kehamilan
adalah mencegah malpresentasi pada saat persalinan. Pada saat ini ada tiga
cara yang dipakai untuk mengubah presentasi bokong menjadi presentasi
kepala yaitu versi luar, moksibusi dan atau akupuntur, dan posisi dada-
lutut (Knee Chest). Bukti-bukti tentang manfaat dan keamanan tindakan
versi luar sudah cukup tetapi masih belum bagi tindakan moksibusi dan/
atau akupuntur, dan posisi dada-lutut. Dengan demikian, baru tindakan
versi luar yang direkomendasikan (Sarwono, 2010 : 590). Salah satu
penanganan tindakan versi luar adalah dengan melakukan posisi knee
chest.
8. Knee Chest Position
1) Definisi Knee Chest
Position Secara harfiah knee chest position berarti posisi lutut-
dada atau menungging atau biasa juga disebut dengan posisi sujud.
Menurut dr. Frizar Irmansyah, SpOG (K) menyatakan bahwa knee chest
position adalah posisi sujud yang dapat dilakukan untuk memutar posisi
bayi sungsang menjadi posisi yang seharusnya. Knee chest position ini
dapat dilakukan pada usia kandungan 7-8 delapan bulan. Durasi untuk
melakukan posisi sujud ini dilakukan selama 5-10 menit dua kali dalam
sehari.
Greenhill menyatakan bahwa versi spontan adalah yang
diharapkan setelah melakukan Knee Chest Position (KCP) ini.
Dilakukan 2-3 kali sehari selama 10-15 menit. Dimana diharapkan
bokong janin yang telah turun akan bebas kembali sehingga terjadi
versi spontan.Usia kehamilan yang dianjurkan untuk KCP adalah usia
kehamilan 30-32 minggu. Kalau 1 minggu tidak berhasil berarti versi
luar juga sia-sia (Rizkiani, 2013 : 288). Gambar 1 Knee Chest Position
Sumber : (Rizkiani, 2013 : 288) .

2) Kegunaan Knee-Chest Position


Kondisi melahirkan sungsang (bokong) biasanya terjadi ketika
kepala bayi tidak berada pada jalan lahir diusia kehamilan 37 minggu.
Janin akan berputar-putar dalam rahim hingga berumur 35-36 minggu.
Melahirkan bayi dengan kepala diatas, dapat mempengaruhi proses
persalinan. Adapun salah satu cara untuk mencegah melahirkan
sungsang (bokong) adalah melakukan knee chest position, dengan
posisi perut seakan-akan menggantung ke bawah. Dilakukan rutin 2 kali
setiap hari pagi dan sore selama 10 menit. Kegiatan ini sangat
mengurangi kemungkinan melahirkan sungsang, aman dan memberi
ruang pada bayi untuk berputar kembali ke posisi normal.
Kemungkinan berhasil adalah 92%.
Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan posisi janin letak
bokong pada kehamilan. Penyebab yang umumnya terjadi antara lain
panggul sempit, plasenta previa atau lainnya. Usaha yanga dapat
dilakukan untuk mengubah posisi janin menjadi kepala di bawah adalah
melakukan knee chest position (posisi lutut-dada), berlututlah seperti
dalam posisi sujud, letakan dada pada dasar lantai, bernafaslah dengan
rileks, lakukan posisi ini antara 5 sampai 10 menit. Posisi knee-chest
dapat dilakukan 1 sampai 2 kali sehari.
Posisi janin dikatakan sudah mantap (tidak berubah lagi) setelah
usia kehamilan 35 minggu. Jadi, bila pada usia kehamilan 32 minggu
letaknya sungsang, masih ada kemungkinan berubah karena usia
kehamilan belum 35 minggu. Biasanya dokter akan menyarankan ibu
melakukan gerakan tertentu yang disebut kneechest position, yaitu
gerakan seperti sujud, salah satu pipi menempel di lantai, kedua lutut
menempel di lantai dan bokong dalam posisi menungging. Dilakukan
minimal 2 kali sehari, selama 10-15 menit. Gerakan ini bertujuan agar
janin berputar sehingga bagian terbawahnya adalah kepala.
Dalam penelitian B. Kenfack dkk, instruksi yang diberikan
kepada perempuan untuk mengasumsikan posisi knee chest selama 15
menit tiga kali sehari selama seminggu, berhasil mengubah presentasi
sungsang ke presentasi kepala 61% dari wanita dibandingkan dengan
versi spontan 40% pada kelompok kontrol, dengan signifikan secara
statistik perbedaannya. Studi ini menunjukkan bahwa menasihati
perempuan dengan janin presentasi sungsang antara minggu ke-36 dan
ke-37 untuk menggunakan posisi knee chest selama 15 menit tiga kali
sehari aman, sederhana dan secara signifikan mengurangi kejadian
sungsang saat persalinan. Dapat disimpulkan kegunaan dari knee-chest
position adalah :
a) Mencegah melahirkan sungsang/bokong
b) Memutar posisi janin sehingga bagian bawahnya adalah kepala.
3) Teknik Knee-Chest Position
Untuk melakukan knee chest position adalah :
a) Melakukan posisi sujud dengan kedua tangan diletakan dilantai,
salah satu sisi muka menempel di lantai, kedua kaki direntangkan
selebar bahu.
b) Dada dan bahu sedapat mungkin menempel dilantai
c) Lipat kedua lutut sehingga paha tegak lurus dengan lantai
d) Pertahankan posisi selama 5-10 menit Hal ini dapat membantu
memperbaiki posisi janin tidak normal menjadi presentasi kepala dan
meningkatkan peredaran darah pada dinding panggul.

2.3. Konsep dasar Asuhan Kebidanan Pada Preeklamsi + Letak Sungsang


1. Pengkajian
1) Data Subjektif
a) Identitas Klien
(1) Nama ibu
Penulisan nama haruslah jelas dan lengkap, meliputi nama depan,
nama tengah, nama keluarga, bila perlu nama panggilan sehari-
hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan.
(2) Umur
Umur pasien untuk mengetahui karena umur penting merupakan
faktor predisposisi terjadinya preekalmsia. Pada preekalmsia berta
dapat terjadi pada umur <20 >35 tahun. Umur primigravida
kurang dari 16 tahun atau diatas 35 tahun merupakn batas awa
dari ahir reproduksi yang sehat.
(3) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut, karena pelaku
seseorang tentang kesehatan dan penyakit sering berhubungan
dengan agama.
(4) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui
sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat
memberikan konseling sesuai pendidikannya.
(5) Pekerjaan
Kejadian tertinggi terjadi pada golongan social ekonomi rendah
(Atikah. 2010; h. 5).
(6) Alamat
Tempat tinggal pasien harus ditulis dengan jelas dan olengkap,
dan nomor rumah. Nama jalan, RT, RW, kelurahan dan
kecamatannya, serta apabila ada nomor teleponya. Kejelasan
alamat keluarga ini amat diperlukan agar sewaktu-waktu dapat
dihubungi, misalnya ada pasien menjadi sangat gawat, atau perlu
diperlukan tindakan operasi segera, atau perlu pemberian obat.
b) Alasan Datang
Pasien datang rujukan adi bidan. Bidan mempunyai tugas penting
untuk melakukan rujukan pada kasus yang tidak mungkin ditolong
(Manuaba, 2010; h. 273).
c) Keluhan Utama
Keluhan pasien yang berhubungan dengan preeklamsia berupa : sakit
kepala, nyeri didaerah epigastrum, gangguan pernafasan, penglihatan
mata kabur, mual dan muntah, gangguan kesadaran, disertai dengan
edema kaki atau tangan (Manuaba, 2010;h.264)
d) Riwayat kesehatan
 Riwayat kesehatan dahulu
Dikaji riwayat kesehatan yang lalu yang berhubungan dengan
preeklamsi yang pernah/sedang diderita pasien seperti ibu dengan
riwayat preeklamsi sebelumnya, penyakit ginjal, anemia, obesitas,
diabetes, kehamilan kembar, infeksi saluran kemih, dan
peningkatan usia ibu dapat menyebabkan terjadinya preeklamsi
(Billington mary, 2010;h.123).
 Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang ditunjukan pada pengkajian penyakit
yang sedang diderita pasien yang dapat menyebabkan terjadinya
preeklamsia misal diabetes militus yaitu dimana kelainan
metabolisme tubuh dari penderita tidak bisa mengendalikan tingkat
gula dalam darahnya, sehingga terjadi kelebihan gula dalam tubuh
(Sarwono, 2014 ;h. 852) hipertensi yaitu tekanan darah>140/90
mmHg, memiliki potensi yang menyebabkan preeklamsi.
 Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit diabetes militus yang juga merupakan faktor
keturunan juga bisa memicu terjadinya preeklamsi, selain itu juga
riwayat preeklamsia yang pernah dialami oleh keluarga juga bisa
menjadi pemicu terjadinya preeklamsia berat.
e) Riwayat obstetric ibu
 Riwayat Menstruasi
Riwayat menstruasi yang lengkap diperlukan untuk menentukan
taksiran persalinan (TP). TP ditentukan berdasarkan hari pertama
haid terakhir (HPHT). Meliputi menarchea, siklus haid, lamanya
haid, banyaknya ganti pembalut perhari, dismenorchea, flour albus,
data ini dapat memperoleh gambaran adakah kelainan atau tidak
dengan siklus menstruasi. (Manuaba, 2010;h. 289).
 Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu
Dikaji kehamilan, persalinan, nifas yang lalu tujuannya untuk
mengetahui adakah komplikasi atau tidak, jika pada kehamilan lalu
ditanyakan pernah terjadi preekalmsia, merupakan indikasinya
terjadi preeklamsia kembali. (Myles, 2009;h. 274).
f) Riwayat kehamilan sekarang
 ANC
Pemeriksaan pada setiap kunjungan awal dapat mendeteksi
beberapa masalah kehamilan, misalnya pada kunjungan ulang 1
umur kehamilan kurang dari 24 minggu tujuanya untuk mendeteksi
ketidaknyamanan dan penanganannya. Kunjungan 2 dan 3 kali
dilakukan pada saat umur kehamilan 24-36 minggu ini bertujuan
untuk mendeteksi tanda bahaya, ketidaknyamanan dan
penanganannya, kemudian mendeteksi komplikasi misalnya
preeklamsipada kehamilan (Wiknjosastro, 2010 ; h. 284).
 Riwayat perkawinan
Kehamilan yang tidak diinginkan biasanya banyak dialmi oleh
remaja yang dikarenakan seks pernikahan atau seks bebas. Pada
kehamilan yang diluar nikah dan yang tidak diinginkan
kemungkinan orangtuanya akan single perents. Dan apa bila terjadi
pernikahan biasanya pernikahan tersebut akan bermasalah dengan
beban perasaan tidak nyaman, stres dihantui rasa malu, merasa
bersalah, depresi, pesimis, dan lain –lain.
 Riwayat KB
Untuk mengetahui kontrasepsi apa yang telah digunakan, lama
penggunaan, efek samping, kepuasan, lama penggunaan dan alasan
menggunakan kontrasepsi tersebut serta dikaji alat kontrasepsi apa
yang akan digunakan selanjutnya. Salah satu efek samping dari
pemakaian kontrasepsi hormonal sepseri pil-oral adalah pemicu
preeklamsia.
g) Pola kebutuhan sehari-hari
 Nutrisi
Menilai apakah ibu kurang mengkonsumsi makan yang
mengandung protein atau tidak, karena jika ibu kekurangan protein
dapat mempengaruhi terjadinya preeklamsia berat (Mitayani,
2011;h. 19).
 Pola Eliminasi
Mengkaji pola fungsi ekskresi. Kebiasaan BAB (terakhir, warna,
konsistensi, keluhan) dan kebiasaan BAK (terahir BAK, warna,
konsistensi dan keluhan), terutama pada BAK karena pada ibu
dengan preeklamsia berat terdapat gangguan pengeluaran urin yang
terhambat. Jumlah urine yang keluar setiap jam harus diukur jika
magnesium sulfat diberikan. Pengukuran urin yang akurat adalah
dengan kateter retensi.
Jumlah urine yang keluar minimal harus 120 ml setiap 4 jam.
Menurut Sarwono normalnya dalam sehari jumlah urine yang
dihasilkan lebih dari 500 cc dalam 24 jam. Bila kurang dari 500 cc
dalam 24 jam maka termasuk dari gejala munculnya preeklamsia.
 Pola aktivitas
Pada ibu dengan preeklamsia mobilisasi haruslah bertahap, mulai
duduk ditempat tidur bila dalam 24 jam perawatan ada perbaikan
misalnya tekanan darah turun dan bila keadaan umum baik maka
boleh turun dari tempat tidur. (Anik&Yulianingsih; 2009, h.150).
 Pola Istirahat
Istirahat merupakan keadaan yang relaks tanpa adanya tekanan
emosional dan bukan hanya dalam keadaan tidak beraktivitas,
melaikan juga berhenti sejenak.
 Personal hygiene
Menggambarkan pola kebersihanpada pasien , misalnya berapa kali
ganti pakaian dalam mandi, gosok gigi dalam sehari, dan keramas
dalam satu minggu.
 Seksual
Hubungan monogami atau jumlah pasangan, frekuensi, kepuasan
hubungan seksual. Masalah : pemanasan tidak cukup, nyeri, takut
akan menyakiti janin, kekerasan seksual.
2) Data Obyektif
a. Keadaan umum
Pada ibu dengan preeklamsia biasanya keadaan umumnya lemah
karena terjadi sakit kepala yang menetap, nyeri ulu hati, penglihatan
kabur, terhuyung-huyung, bahkan mual muntah sampai tidak nafsu
makan (Mitayani, 2011;h.18)
b. Tingkat kesadaran
Menurut Matondang, tingkat kesadaran dapat dinilai bila pasien tidak
tidur.
c. Tanda-tanda vital
(1) Tekanan darah
Pada preeklamsia biasanya terjadi peningkatan tekanan darah
140/90 mmHg atau lebih, diukur minimal 2 kali dengan jarak
waktu 6 jam pada keadaan istirahat (Maryunani dan Yulianingsih,
2010;h. 139).
(2) Nadi
Frekuensi nadi normalnya 60-90 kali permenit. Takikardi bisa
terjadi pada keadaaan cemas, hipertiroid dan infeksi. Nadi
diperiksa selama satu menit penuh untuk dapat menentukan
keteraturan detak jantung. (Mitayani, 2011;h.5). Pada iibu hamil
dengan preekalmsia berat terjadi peningkatan tekanan darah dan
mempengarui fungsi nadinya.
(3) Suhu
Peningkatan suhu menandakan adanya infeksi
(Mitayani,2011;h.5). suhu tidak mempengaruhi terjadinya
preeklamsia
(4) Respirasi
Pernafasan selama hamil berkisar antara 16-24 kali permenit
(mitayani,2011;h.5). pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai
meniali frekuensi pernafasan dan irama pernafasan pasien dalam
batas normal/tidak. Apabila nafas ibu pendek/ cepat (>24 kali per
menit), kemungkinan adanya edema paru dan ini merupakan salah
satu tanda preeklamsia (Prawirohardjo,2014).
d. Antropometri
 Berat badan
Dilakukan untuk melihat apakah kenaikan berat badan ibu setiap
trimesternya masih dalam batas normal/tidak. Kenaikan berat
badan ½ kg setiap minggu dalam kehamilan masih dapat dianggap
normal, tetapi bila kenaikan 1 kg seminggu berturut-turut, hal ini
dapat diwaspadai adanya preeklamsia. Peningkatan berat badan
disebabkan adanya peningkatan air yang berlebihan dalam ruangan
interstisial yang kemungkinan disebabkan oleh retensi air dan
garam (Mitayani,2011;h.5)
 Tinggi badan
Tinggi/panjang badan pasien harus diukur pada tiap kunjungan.
Pengukuran tinggi badn adalah sederhana, mudah dan apabila
hasilnya dikaitkan dengan hasil berat badan akan memberikan
informasi yang bermakna kepada dokter tentang status nutrisi.
 LILA
Untuk mengetahu status gizi ibu, apabila status gizi ibu kurang, ibu
menderita malnutrisi berat dapat berpotensi mengalami preeklamsia
berat (Maryunani dan Yulianingsih,2010;h.139).
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Untuk menilai bentuk kepala, kebersihan rambut, dan adakah
rambut yang rontok/tidak. Rambut rontok akan menunjukan status
gizi seseorang, malnutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi
terjadinya preeklamsia (Maryunani,2006;h.139).
2) Muka
Melihat adanya edema pada wajah merupakan salah satu tanda
gejala dari preeklmsia (Bilington mary, 2010 ; h.50).
3) Mata
Melakukan pemeriksaan pada konjungtiva, untuk menilai adakah
tanda anemia, anemia merupakan salah satu penyebab timbul
preeklamsia (Maryunani dan yulianingsih, 2010;h.139). Meniali
adanya ikterik/ tidak pada seklera, dan melihat adakah edema pada
kelopak mata, edema kelopak mata merupakan tanda adanya
preeklamsia pada ibu hamil. Edema terjadi karena adanya
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan intestinal yang
mungkin karena adanya retensi air dan garam
(Marmik,dkk,2011;h.67).
4) Mulut
Pemeriksaan mulut dikaji untuk mengetahui kesimetrisan, warna,
karies, perdarahan dan edema pada gusi.
5) Hidung
Untuk menilai bentuk hidung, apakah pernafasan cuping hidung,
dan menilai apakah ibu mengalami nafas cepat dan pendek, hal ini
menandai adanya edema paru (Prawirohardjo, 2014). Telinga
6) Leher
Bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat kelainan seperti
terdapat pemesaran kelenjar tyroid dan limfe atau tidak.
7) Dada dan axilla
Dilakukan untuk menilai adanya edema paru, apabila terjadi edema
paru biasanya nafas ibu pendek dan cepat sehingga terlihat reteksi
dinding dada (Prawirohardjo, 2014). Selain itu, Dikaji untuk
mengetahui pembesaran mamae, areola hiperpigmentasi, puting
susu menonjol.
8) Abdomen
a) Inspeksi
Pemeriksaan perut untuk menilai apakah perut membesar
kedepan atau kesamping, keadaan pusat, pigmentasi linea alba,
serta ada tidaknya striae gravidarum (Uliyah, 2009, hal;142).
b) Palpasi
Menurut (Uliyah, 2009, hal;142-144) palpasi dilakukan untuk
menetukan besarnya rahim dengan menentukan usia kehamilan
serta menentukan letak anak dalam rahim. Pemeriksaan secara
palpasi dilakukan dengan menggunakan metode Leopold, yakni:
(a) Leopold I digunakan untuk menentukan TFU dan bagian
apa yang ada dalam fundus, biila kepala sifatnya keras,
bundar, dan melenting. Sedangkan bokong lunak, kurang
bundar, dan kurang melenting.
(b) Leopold II digunakan untuk menentukan letak punggung
anak dan letak bagian kecil pada anak.
(c) Leopold III digunakan untuk menentukan bagian apa yang
terdapat di bagian bawah dan apakah bagian bawah anak
sudah masuk atau belum.
(d) Leopold IV digunakan untuk menentukan apa yang menjadi
bagian bawah dan seberapa masuknya bagian bawah
tersebut ke dalam rongga panggul.
c) Auskultasi
Auskultasi bertujuan untuk mengetahui punktum maksimum dan
untuk mengetahui detak jantung janin. Pada pemeriksaan ini
punktum maksimum engagement kepala janin, suara jantung
terdengar dibawah umbilikus. Dalam keadaan sehat, bunyi
jantung antara 120-140 kali per menit. Bunyi jantung dihitung
dengan Dpler atau funandoskop mendengarkan selama satu menit
penuh. Bila kurang dari 120 kali per menit atau lebih dari 140 per
menit, kemungkinan janin dalam keadaan gawat janin (Uliyah,
2009, hal;144).
9) Genatalia
Pemeriksaan vulva untuk menilai keadaan perineum, ada tidaknya
tanda Chadwick dan adanya flour. Kemudian pemeriksaan
ekstermitas untuk menilai ada tidaknya varises (Uliyah, 2009,
hal;142)
10) Ekstremitas
Menilai adakah edema pada ekstremitas, edema pada kaki dan jari
tangan merupakan salah satu tanda preeklmaisa (Prawirohardo,
2014). Pada ibu dengan preeklamsia berat biasanya terjadi hiper
refleksia dan klonus pada kaki (Mitayani, 2011;h.18).

2. Interpretasi Data
a. Diagnosa kebidanan
Diagnosa kebidanan dibuat berdasarkan dengan analisis data yang telah
dikaji dan yang telah dibuat berdasarkan dengan masalh yang dihadapi
oleh pasien.
Ny...Umur...tahun,....usia....minggu, G P A, janin tunggal/ganda hidup
intra uteri, punggung kanan/kiri dengan preeklamsia
b. Data dasar
1) Data Subyektif:
Informasi yang diceritakan ibu tentang apa yang dirasakannya, apa
yang sedang dantelah dialaminya. Sesuai gejala preeklamsia pada ibu
misalnya pusing, bengkak pada wajah, serta mual dan nyeri pada
bagian epigastrium, gangguan penglihatan (Prawirohardjo, 2014,
hal;209).
2) Data Objektif
Data objektif pada ibu yaitu dari hasil pemantauan tanda vital seperti
tekanan darah, respirasi ibu kurang dari 16 kali permenit, dan
pemeriksaan fisik pada ibu seperti adanya odema pada wajah, tangan
ataupun pada kaki, oliguria (Prawirohardjo, 2014, hal;545).
3) Masalah
Berisi data subyektif yang mengaruh pada hal yang akan
memperburuk keadaan pasien.
3. Diagnosa Potensial
Komplikasi yang mengacu pada timbulnya preeklamsia bisa
berakibat pada ibu dan bayinya :
1) Pada ibu bisa mengakibatkan : Preeklamsia bisa mengacau pada
gejalanya eklamsi dan perdarahan otak ini merupakan salah satu
komplikasi adanya eklamsi dan salah atu penyebab kematian maternal.
(Manuaba,2010; h. 270).
2) Pada bayi bisa membahayakan : kematian janin intrauterine yang
disebabkan hipoksia dan premature serta asfiksia (Anik &Yulianingsih,
2010;h.142).

4. Identifikasi Kebutuhan Akan Tindakan Segera


Sesuai dengan diagnosa potensial tindakan segera yang dilakukan
yaitu dengan memberikan oxygenasi untuk mencegah dan menghentikan
kejang, memperbaiki keadaan umum penderita. (Anik &Yulianingsih,
2010; h. 150). Selain itu juga dilakukan tindakan penatalaksanaan
preeklamsia berta untuk mencegah timbulnya gejala eklamsia diantaranya
1) Pada Ibu : Pemberian obat antihipertensi dan MgSO4 dan oksigenasi
(jika kejang)
2) Pada bayi : Pemantauan DJJ

5. Perencanaan
1) Beritahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan.
2) Anjurkan ibu untuk tidak berbaring terlentang, menganjurkan ibu agar
miring ke kiri.
3) Monitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ.
4) Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah karbohidrat lemak dan garam.
5) Pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan diuretik seperti
Saditiva ringan; tablet Phenobarbital 3x30 mg atau diazepam 3x2 mg
peroral selama 7 hari.
6) Monitor keadaan janin (Aminoscopy, Ultrasografi).
7) Banyak istirahat (berbaring tidur/miring).
8) Kunjungan ulang setiap 1 minggu.
9) Pemeriksaan laboratorium; hemoglobin, hematokrit, trombosit, urine
lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
10) Jelaskan kepada ibu bahwa keluhan yang dirasakan
11) Bemberitahu ibu cara untuk mengurangi keluhan yang dirasakan
12) Bemberitahu ibu tanda-tanda preeklamsia, yaitu sakit kepala, rasa
nyeri didaerah perut, penglihatan kabur, mual dan muntah serta
gangguan kesadaran
13) Mengatur jadwal ibu untuk kontrol 2 minggu sekali/1 bulan/ jika ada
keluhan.

6. Pelaksanaan
1) Memberitahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan.
2) Menganjurkan ibu untuk tidak berbaring terlentang, menganjurkan ibu
agar miring ke kiri.
3) Menganjurkan ibu untuk istirahat dan tirah Baring miring ke satu
posisi.
4) Memonitor tanda-tanda vital, refleks dan DJJ.
5) Menganjurkan ibu untuk diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah
karbohidrat lemak dan garam.
6) Kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sedative, anti hypertensi dan
diuretik seperti Saditiva ringan; tablet Phenobarbital 3x30 mg atau
diazepam 3x2 mg peroral selama 7 hari.
7) Memonitor keadaan janin (Aminoscopy, Ultrasografi).
8) Menganjurkan ibu untuk banyak istirahat (berbaring tidur/miring).
9) Menganjurkan ibu untuk kunjungan ulang setiap 1 minggu.
10) Melakukan pemeriksaan laboratorium ; hemoglobin, hematokrit,
trombosit, urine lengkap, asam urat darah, fungsi hati, fungsi ginjal.
11) Menjelaskan kepada ibu bahwa keluhan yang dirasakan (Kaki
semakin bengkak) merupakan dikarenakan terjadinya penumpukan air
(retensi air) di dalam sel tubuh (ruang interstisial) dan merupakan
salah satu tanda gejala dari preeklamsi.
12) Memberitahu ibu untuk tidak menggantung kaki saat duduk dan
usahakan posisi kaki lebih tinggi dari kepala saat tidur untuk
mencegah kaki bertambah bengkak.
13) Memberitahu ibu untuk memantau tanda-tanda preeklamsia, yaitu
sakit kepala, rasa nyeri didaerah perut, penglihatan kabur, mual dan
muntah serta gangguan kesadaran
14) Memjadwalkan ibu untuk kontrol 2 minggu sekali/1 bulan/ jika ada
keluhan.

7. Evaluasi
Langkah terakhir evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa
apakah rencana perawatan yang dilakukan benar – benar telah mencapai
tujuan yaitu memenuhi kebutuhan ibu seperti yang diidentifikasikan pada
langkah kedua tentang masalah, diagnosis maupun kebutuhan perawatan
kesehatan.
BAB 3
TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian
Tanggal Pengkajian : 17-03-2021
Pukul : 09.00 WIB
Oleh : Fitria Nathalia Maria Ke

A. Data Subyektif
1. Biodata
Nama : Ny. J Nama : Tn. A
Umur : 34 Tahun Umur : 42 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa, Indonesia Suku/bangsa : Jawa, Indonesia
Pendidikan : SMU Pendidikan : SD
Pekerjaan : Tidak Bekerja Pekerjaan : Swasta
Alamat : Sambikerep

2. Keluhan Utama : Ibu mengatakan kakinya semakin bengkak

3. Riwayat menstruasi :
HPHT : ?-09-2020
HPL : 02-06-2021 (USG)
Menarche : 12 Tahun
Siklus : 28 Hari, teratur
Volume : Hari 1-3 volume banyak ganti pembalut
3x/hari, hari ke 4-5 volume sedikit ganti
pembalut 3x/hari
Lama : ± 4-5 Hari
Disminorhea : Ya, sebelum menstruasi

38
39

Flour Albus : Ya, Sebelum/sesudah menstruasi, warna putih,


Tidak gatal dan tidak berbau

4. Riwayat Pernikahan : Ibu menikah 1x, lama 15 tahun, usia pertama kali
menikah 20 Tahun.

5. Riwayat Obstetri :
Kehamilan Persalinan

Hamil Penyulit/ Tempat Jenis Penolong/Tempat Usia Penyulit/


Pemeriksa BB/TB JK Komplikasi
Ke Komplikasi Periksa Persalinan Bersalin (Tahun)
2600 gr/ -
1 - Bidan PMB Spontan Bidan/PMB L 12
48 Cm
2 H A M I L

Nifas KB

ASI Penyulit/Komplikasi Metode Lama Penyulit/Komplikasi

Ya - Suntik 1 bulan ± 5 Tahun -

I N I

6. Riwayat Kehamilan Sekarang :


 Keluhan pertrimester :
TM I : Ibu periksa di PKM Made 2 x dengan keluhan mual, muntah
dan pusing, diberikan terapi berupa B6, Kal dan SF
TM II : Ibu periksa di PKM Made 2x dengan keluhan mual, pusing,
kaki bengkak, diberikan terapi berupa SF, Kalk, dan B6, pasien
dirujuk ke RS BDH karena TD tinggi dan Albumin +1. Di Poli KIA
BDH sebanyak 2 x dengan keluhan kaki semakin bengkak, diberikan
terapi Aspilet, SF, dan Kalk
TM III : -

7. Riwayat penyakit dahulu dan sekarang : Ny. J tidak pernah mengalami


penyakit menurun (Hipertensi, Diabetes Melitus), menular (HIV/AIDS,
IMS), bahkan menahun (Penyakit Jantung dan Ginjal) dan baru pada
kehamilan ini Ny. J mengalami Hipertensi.

8. Riwayat penyakit keluarga : Keluarga Ny. J tidak ada yang memiliki


riwayat penyakit menurun (Hipertensi, Diabetes Melitus), menular
(HIV/AIDS, IMS), bahkan menahun (Penyakit Jantung dan Ginjal).

9. Riwayat Operasi : Tidak Pernah

10. Pola Kebiasaan sehari-hari


 Nutrisi : Ibu makan 3 x/hari, menu seimbang porsi sedang, terdiri atas
nasi, telur, tahu/tempe, dan sayur. Ibu mengatakan sebelum hamil ibu
minum ± 2 liter, namun setelah hamil ibu hanya minum paling banyak
3-4 gelas perhari dan harus air hangat.
 Eliminasi : Ibu BAB 1 x/hari, ibu mengatakan BAK tergantung
jumlah cairan yang ibu konsumsi, jika ibu minum banyak maka pipis
semakin sering, jika tidak ibu pipis ± 3 x/hari.
 Aktivitas : Ibu mengatakan hanya memasak dan aktivitasnya
dikurangi dan dibantu oleh suaminya
 Istirahat : Ibu mengatakan tidak tidur siang, dan tidur malam ± 5 Jam
 Personal Hygiene : Ibu mandi 2 x/hari dan ganti ganti pakaian tiap
habis mandi atau jika lembab dan berkeringat.

11. Keadaan Psikologi, Sosial dan Budaya : kehamilan ini diinginkan, suami
mendukung kehamilan ini.

B. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Keadaan Umum : Cukup
Kesadaran : Composmentis
Tanda-tanda vital
 Tekanan darah : TD Terlentang (130/82 mmHg)
TD Miring (107/60 mmHg)
 Suhu : 36,5oC
 Nadi : 93 x/menit
 Respirasi : 20 x/menit
Antropometri
 Berat Badan : 73 Kg
 Tinggi Badan : 153 Cm
 IMT : 31,19 Kg/Cm
 Lila : 27,5 Cm

2. Pemeriksaan Fisik
Wajah : Tidak bengkak, tidak Pucat
Mata : Sklera putih, konjungtiva merah muda
Mulut : Tidak ada karies pada gigi, bibir lembab
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar limfe dan
vena jugularis
Dada : Tidak dilakukan
Payudara : Tidak dilakukan
Abdomen :
 Inspeksi : Tidak terdapat bekas SC, terdapat linea Nigra dan striae
albicans
 Palpasi :
 Leopold I : TFU 3 Jari di atas pusat (TFU Mc Donald 25 Cm),
teraba keras, bulat dan Melenting (kepala)
 Leopold II : Teraba keras menjang seperti papan di perut bagian
kiri (Punggung Kiri)
 Leopold III : Teraba lunak, tidak melenting (bokong)
 Leopold IV : Convergen
 Auskultasi : DJJ (+) 136 x/menit, teratur
Genetalia : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Kedua kaki bengkak

3. Data Penunjang
 MAP : 98 mmHg
 ROT : 22 mmHg
 KSPR : 18
 Hasil Lab tanggal 02-11-2021
Hb : 13,6 gr/dL HIV : NR
Golda : A+ HbSAg : NR
Alb/Red : Neg Syphilis : NR
Trombosit : 285.000/ul
 Hasil Lab tangal 10-02-2021
Albumin : Positif (+1)

3.2. Analisa Data


G2P1A0 UK 26/27 Minggu T/H/I/U dengan Letak Sungsang + Preeklamsi

3.3. Penatalaksanaan dan Evaluasi

Hari/tanggal Penatlaksanaan dan Evaluasi

Rabu, 1. Memberitahu ibu tentang hasil pemeriksaan


e/ Ibu mengerti tentang kondisinya saat ini
17-03-2021
2. Memberitahu ibu bahwa keluhan yang dirasakan (Kaki
semakin bengkak) dikarenakan terjadinya penumpukan air
(retensi air) di dalam sel tubuh (ruang interstisial) dan
merupakan salah satu tanda gejala dari preeklamsi.
e/ Ibu mengerti penjelasan petugas.
3. Memberitahu ibu untuk tidak menggantung kaki saat duduk
dan usahakan posisi kaki lebih tinggi dari kepala saat tidur
untuk mencegah kaki bertambah bengkak dan melancarkan
peredaran darah ke otak
e/ Ibu mengerti penjelasan petugas.
4. Memberikan KIE pada ibu tentang :
 Menganjurkan ibu untuk istrahat yang cukup pada siang
hari minimal 1 jam dan pada malam hari minimal 7 jam
dan usahakan tirah baring miring kiri ketika tidur untuk
mengurangi tekanan pada vena kava inferior sehingga
meningkatkan aliran darah kejantung
 Menganjurkan pada ibu untuk diet seimbang dalam
kehamilan yaitu dengan makan makanan yang tinggi kalori
dan protein (ikan, tahu, tempe, telur, daging), rendah
lemak dan garam, dan banyak minum air putih.
e/ Ibu mengerti penjelasan petugas
5. Memberitahu ibu untuk memantau tanda-tanda preeklamsia,
yaitu sakit kepala, rasa nyeri didaerah ulu hati, penglihatan
kabur, mual dan muntah serta gangguan kesadaran dan
menganjurkan ibu segera ke fasilitas kesehatan terdekat.
e/ Ibu mengerti dan dapat menyebutkan kembali tanda
preeklamsi.
6. Memberitahu ibu untuk tidak cemas dengan posisi bayi,
karena bayi masih bisa dapat memutar ke posisi yang normal,
mengajarkan ibu untuk banyak melakukan posisi sujud/posisi
knee chest selama 10-15 menit yang dilakuan sehari 2-4
kali/hari agar membeantu bayi kembali pada posisi normal.
e/ Ibu mengerti penjelasan petugas dan bersedia untuk
melakukan dirumah
7. Menjelaskan pada ibu tanda-tanda bahaya pada kehamilan
TM II yaitu perdarahan, bengkak ditangan,kaki,dan wajah,
demam tinggi,keluar air ketuban, gerakan bayi berkurang atau
tidak bergerak sama sekali.
e/ Ibu mengerti dan dapat menyebutkan kembali
8. Kolaborasi dengan Sp.OG dalam pemberian terapi berupa
Aspilet (1x1), SF (1x1), dan Kalk (2x1)
e/ Ibu mengerti manfaat dan dosis obat yang diberikan.
9. Menjadwalkan kunjungan ulang ibu 1 bulan lagi yaitu pada
tanggal 14-04-2021.
e/ Ibu bersedia untuk kontrol 1 bulan lagi.
10. Ibu Pulang
BAB 4
PEMBAHASAN

Data Subjektif :
Dari hasil anamnesa data subjektif yang dilakukan pada Ny. J usia 34 Tahun G2P1A0
UK 26/27 dengan preeklamsia di dapatkan keluhan yaitu kaki ibu semakin bengkak.
Berdasarkan teori yang ada salah satu manifestasi klinik dari Preklamsi adalah edema
kaki dan tangan.
Teori : Gambaran klinik preeklampsia mulai dengan kenaikan berat badan diikuti edema
kaki atau tangan, kenaikan tekanan darah, dan terakhir terjadi proteinuria (Saraswati,
2016 ). Sehingga berdasarkan teori yang ada dapat disimpulkan bahwa tidak ada
kesenjangan antara hasil anamnesa dan teori.

Data Objektif :
Dari hasil pemeriksaan pada Ny. J usia 34 Tahun G2P1A0 UK 26/27 Minggu dengan
Preeklamsi didapatkan hasil bahwa TD 130/82 mmHg, MAP 98 mmHg, ROT 22
mmHg, hasil Lab Albumin +1, BMI 31,19 Kg/Cm dan kaki bengkak. Berdasarkan teori
kenaikan TD, MAP dan ROT yang Positif serta Albumin +1 sudah mengindikasihan
bahwa Ny. J mengalami Preeklamsi. Selain itu pada pemeriksaan Leopold dan USG
ditemukan bahwa bagian kepada janin berada pada bagian fundus dan bongkong berada
pada bagian segmen bawah rahim. Sehingga dapat dikatakan bahwa kehamilan Ny. J
disertai malpresentasi pada janin berupa Letak Suungsang.
Teori : Gambaran klinik preeklampsia mulai dengan kenaikan berat badan diikuti edema
kaki atau tangan, kenaikan tekanan darah, dan terakhir terjadi proteinuria (Saraswati,
2016). Preeklamsia (toksemia gravidarum) adalah sekumpulan gejala yang timbul pada
wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, oedema dan proteinuria
yang muncul pada kehamilan setelah 20 minggu sampai akhir minggu pertama setalah
persalinan (Sukarni, ZH, 2013: 169). Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin
terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada di bagian bawah
kavum uteri (Saifuddin, 2014 : 198).
Tidak ada kesenjangan antara teori dan hasil pemeriksaan.

45
BAB 5
PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Preeklamsia (toksemia gravidarum) adalah sekumpulan gejala yang timbul
pada wanita hamil, bersalin dan nifas yang terdiri dari hipertensi, oedema dan
proteinuria yang muncul pada kehamilan setelah 20 minggu sampai akhir minggu
pertama setalah persalinan (Sukarni, ZH, 2013: 169).
Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, oedema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan.Penyakit ini biasanya timbul pada
trimester III kehamilan tetapi dapat juga timbul sebelumnya (Marmi dkk, 2012: 66).
Letak sungsang adalah janin yang letaknya memanjang (membujur) dalam
Rahim, kepala berada di fundus, dan bokong berada dibawah (Mochtar, Rustam.
2010 : 350).

5.2 Saran
AKI dan AKB mencerminkan status kesehatan suatu negara. Apa bila terjadi
kematian ibu dikarenakan komplikasi yang tidak tertangani maka dapat dikatan
status kesehatan negara tersebut cukup buruk. Deteksi dini komplikasi pada pada
kehamilan dapat dilakukan sedini mungkin untuk mencegah kematian ibu dan bayi.
Deteksi dini ini perlu dilakukan oleh bidan selaku pendamping ibu hamil,
melakukan deteksi sesuai dengan ilmu yang didapatkan. Dan untuk setiap ibu hamil
diharapkan untuk melakukan pemeriksaan kehamilan di fasilitas kesehatan terdekat
sehingga deteksi dini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan sehingga apa bila
terdapat komplikasi maka dapat diberikan penangan secara cepat dan tepat sehingga
menurunkan AKI dan AKB.

46
47

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo, S. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo. Edisi Keempat.
SDKI (Survey Demografi Kesehatan Indonesia). 2012. Angka Kematian Ibu (AKI) di
Indonesia.www.Depkes.co.idDiakses pada tanggal 17-03-2021.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu Di
Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: 2013.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Profil Kesehatan Indonesia. 2015
Marmi, dkk. 2014. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Sukarni, Icesmi,. ZH, Margareth. 2013. Kehamilan, Persalinan dan Nifas.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Rizkiani, dkk. 2013. Asuhan kebidanan Maternal I. Jakarta: TIM
Situmorang. T. H., Damantalm. Y., Januarista. A., & Sukri. (2016). Faktor-faktor yang
Berhunungan Dengan Kejadian Preeklampsia Pada Ibu Hamil di Poli
KIA RSU Anutapura Palu. Jurnal Kesehatan Tadulako Vol.2 No.1, Januari
2016 : 1-75. P-ISSN 2407-8441 E-ISSN 2502-0749
http://jurnal.untad.ac.id/jurnal/index.php/HealthyTadulako/article/view/57 44
Sofian A. Rustam Muctar. Sinopsis Obstetri: Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, Ed
3
Jilid 1. Jakarta: EGC; 2015.
Saifuddin. 2014. Buku Asuhan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai