Anda di halaman 1dari 13

JURNAL

KEADILAN PROGRESIF
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG

ERLINA B., Optimalisasi Nilai Kearifan Lokal Rembug Pekon 100-112


BAMBANG HARTONO, Dalam Pengelolaan Taman Hutan Raya (Tahura) Wan
ANGGALANA, Abdurahman Propinsi Lampung Sebagai Kawasan
MELISA SAFITRI Hutan Konservasi Berbasis Masyarakat

FATHUR RACHMAN Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi di 113-124


Indonesia

MELISA SAFITRI Urgensi Pemberlakuan Rezim Nasional Perlindungan 125-134


Sumber Daya Genetik dan Pengetahuan Tradisional
Dalam Upaya Perlindungan Kearifan Lokal Provinsi
Lampung

ZAINUDIN HASAN Implikasi Pengembalian Keuangan Negara Terhadap 135-144


Putusan Hakim Dalam Perkara Tindak Pidana
K o r u p s i D a n a B a n t u a n P ro g r a m N a s i o n a l
Pembangunan Masyarakat Mandiri Pedesaan di
Provinsi Lampung

RISSA AFNI Analisis Perlindungan Hukum Pemegang Hak Desain 145-154


MARTINOUVA Industri Terdaftar di Indonesia

FAISAL Analisis Yuridis Pencabutan Hak Politik Terhadap 155-163


Terpidana Tindak Pidana Korupsi Dalam Perspektif
Hak Asasi Manusia

LUKMANUL HAKIM Prinsip Kehati-hatian Pada Lembaga Perbankan 164-176


DAN EKA TRAVILTA Dalam Pemberian Kredit
OKTARIA
AGUNG MARADONA Analisis Yuridis Pasal 330 Ayat (3) KUHPerdata Dalam 177-184
Proses Perwalian Anak Kandung di Bawah Umur Yang
Melakukan Perbuatan Hukum

Keadilan Progresif Vol. 9 No. 2 Bandar Lampung, September 2018 ISSN 2087-2089
ISSN 2087-2089

KEADILAN PROGRESIF
Jurnal Ilmu Hukum
Program Studi Ilmu Hukum
Fakultas Hukum
Universitas Bandar Lampung

Terbit pertama kali September 2010


Terbit dua kali setahun, setiap Maret dan September

PENANGGUNG JAWAB
Rektor Universitas Bandar Lampung

KETUA PENYUNTING
Prof. Dr. Lintje Anna Marpaung, S.H., M.H

WAKIL KETUA PENYUNTING


Dr. Bambang Hartono, S.H., M.Hum

PENYUNTING PELAKSANA
Dr. Tami Rusli, S.H., M.Hum
Dr. Erlina B, S.H., M.H
Dr. Zainab Ompu Jainah, S.H., M.H
Indah Satria, S.H., M.H
Yulia Hesti, S.H., MH

PENYUNTING AHLI (MITRA BESTARI)


Prof. Dr. I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani, S.H., M.M (Universitas Sebelas Maret)
Prof. Dr. I Gede A.B Wiranata, S.H., M.H (Universitas Lampung)
Dr. Nurhadiantomo, S.H., M.Hum (Universitas Muhammdiyah Surakarta)
Dr. Erina Pane, S.H., M.H (UIN Lampung)

Alamat Redaksi:
Gedung B Fakultas Hukum
Universitas Bandar Lampung
Jl. Zainal Abidin Pagar Alam No. 26, Labuhan Ratu, Bandar Lampung
Telp: 0721-701979/ 0721-701463, Fax: 0721-701467

Alamat Unggah Online:


http://jurnal.ubl.ac.id/index.php/KP/article/view/
ANALISIS YURIDIS PENCABUTAN HAK POLITIK TERHADAP TERPIDANA
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA

FAISAL
Dosen fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung,
Jln. Z.A. Pagar Alam No. 26 Labuhan Ratu, Bandar Lampung
e-mail : chudarifaisal@yahoo.co.id

ABSTRACT

The corruption crime is an extraordinary crime. Corruption may be committed by public


officials, political figures, businessmen and even corporations. Public official and political
figures dominate the corruption crimes, so that it affects widely and very detrimental to the
life of nation and state of Indonesia.In investigating, adjudicating and sentencing a
corruption crime cannot be against the national and international provisions. The criminal
sentencing is the jury’s authority, where one of jury’s verdict is additional sentencing for
revocation of political right of the corruption crime convicted. To reduce and mitigate
corruption, preventive and repressive efforts need to do. One of them is by sentencing
additional sentence in the form of revocation of political right of the corruption crime
convicted. The revocation of a citizen’s political right is not against the human right. The
Law number 39 in 1999 concerning Human rights suggests that political right belongs to
derogable right or a right that can be violated by law enforcers in order to law enforcement
and for the public sense of justice.

Keywords: corruption, revocation of political right, human rights

I. PENDAHULUAN Perkembangan dunia ke arah globalisasi


Korupsi dikategorikan sebagai suatu dapat mempengaruhi kebijakan kriminal
bentuk kejahatan yang luar biasa (criminal policy) suatu negara untuk
(extraordinary crime), sehingga dalam menetapkan jenis pidana yang sesuai untuk
pemberantasannya perlu cara yang luar negaranya. Bahkan hukum pidana suatu
biasa (extraordinary measure) dan bangsa menunjukkan peradaban suatu
memerlukan instrumen hukum yang luar bangsa. Hal ini karena setiap negara atau
biasa pula (extraordinary instrument). masyarakat mempunyai sistem hukum
Salah satu bentuk hukuman bagi pelaku pidana sendiri dari yang paling modern
tindak pidana korupsi adalah pengenaan sampai yang primitif (Hamzah, 1991: 38)
pidana tambahan berupa pencabutan hak Dalam peradilan di Indonesia, Hakim
politik yaitu hak memilih dan dipilih. dalam menangani perkara korupsi, yang
Dalam mencegah terjadinya tindak memeriksa, mengadili dan memutus suatu
pidana dengan penerapan pidana perkarayang melibatkan pejabat publik atau
merupakan sarana mencapai tujuan dari tokoh politikdiberikan wewenang untuk
hukum pidana. Pemidaan berkembang menjatuhkan salah satu jenis hukumannya
seiring perkembangan zaman. Pada adalah hukuman tambahan berupa
mulanya makna pemidanaan berarti pencabutan hak politik, dasar pencabutan
pembalasan (retributive) yang kemudian hak politik yang dijatuhkan oleh Majelis
bermakna perlindungan (restorative). Hakim diatur dalam KUHP, Pasal 10 poin
(b) yang menyatakan hukuman tambahan bandar narkoba dan kasus kejahatan
terdiri dari pencabutan hak tertentu, seksual pada anak menjadi bakal calon
perampasan barang tertentu, dan legislatif, menjadi suatu perdebatan hukum
pengumuman putusan hakim, kemudian dan menimbulkan pro dan kontra di
pada Pasal 10 huruf (a) angka 1 KUHP masyarakat, sehingga PKPU tersebut di
menyatakan pidana tambahan dapat berupa batalkan oleh Mahkamah Agung, hal ini
pencabutan hak-hak tertentu yaitu hak sudah tepat sebab untuk pencabutan hak
memegang jabatan pada umumnya atau politik hanya dapat dijatuhkan kepada
jabatan tertentu yang diatur dalam Pasal 35 terpidana korupsi oleh Pengadilan melalui
ayat (1) angka 1 atau hak politik dalam Majelis Hakim setelah melalui proses
pemilihan yang diadakan berdasarkan persidangan sebagai pidana tambahan.
aturan-aturan umum. Hak Asasi Manusia diatur dalam
Pidana tambahan sebagaimana Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
dinyatakan pada Pasal 10 berkaitan dengan tentang Hak Asasi Manusia, pada Bab III
pencabutan hak-hak tertentu yang berupa tentang Hak Asasi Manusia dan Kebebasan
pidana pencabutan hak politik diatur dalam Dasar Manusia. Hak politik diatur dalam
Pasal 35 dan Pasal 38 KUHP. Pasal 38 Pasal 23 dan Pasal 43. Pelaksanaan hak
KUHP membatasi waktu dilakukannya asasi manusia dapat dibatasi berdasarkan
pencabutan hak seseorang berdasarkan undang-undang dan dilakukan karena untuk
putusan hakim, yaitu: menjamin pengakuan dan penghormatan
1. Jika hakim menjatuhkan pidana mati terhadap hak asasi manusia dan kebebasan
atau penjara seumur hidup, dasar orang lain yang diatur dalam Pasal 73
lamanyapencabutan seumur hidup; UU HAM.
2. Jika hakim menjatuhkan pidana penjara Pencabutan hak politik yang
waktu tertentu atau pidana kurungan, dihubungkan dengan Hak Asasi Manusia
lamanya pencabutan hak paling sedikit yang merupakan nilai dasar dan telah diatur
dua tahun dan paling banyak lima tahun dalam UUD 1945, UU HAM dan Hak Sipil
lebih lama dari pidana pokoknya; Politik, masih diperdebatkan dan menjadi
Mahkamah Konstitusi (MK) pada polemik, satu pihak ada yang
tahun 2009. mengeluarkan Putusan No mendukungnya dan di pihak lain ada yang
4/PUUVII/ 2009 yang menetapkan bahwa menolak pencabutan hak politik tersebut,
hukuman pencabutan hak politik dianggap berdasarkan hal tersebut penulis tertarik
konstitusional, tetapi dengan menetapkan untuk membahasnya dalam tulisan ini.
batasan-batasan tertentu, dengan adanya
putusan ini menjadi salah satu dasar untuk II. PEMBAHASAN
pencabutan hak politik bagi terpidana
korupsi. Pidana Pencabutan Hak Politik Bagi
Komisi Pemilihan Umum sebagai Terpidana TindakPidana Korupsi
penyelenggara Pemilihan Umum di Penjatuhan pidana pencabutan hak
Indonesia, dalam rangka Pemilu pada politik atau hak untuk memilih dan dipilih
Tahun 2019 membuat “terobosan hukum” dalam jabatan publik terhadap terpidana
dengan mengeluarkan Peraturan Komisi korupsi dimaksudkan masyarakat agar
Pemilihan Umum (PKPU) yang berisi terhindar dari pemimpin yang korup. Hal
tentang larangan bagi mantan napi korupsi, ini mengingat terpidana adalah pemegang

Analisis Yuridis Pencabutan Hak Politik Terhadap Terpidana Tindak Pidana…(Faisal) 156
jabatan publik dan aktif di politik. ini merupakan pidana tambahan yang
Disamping itu tindak pidana korupsi diadaptasi dari KUHP Pasal 35 yang
merupakan jenis tindak pidana yang mengatur lebih jelas lagi mengenai pidana
bersifat extra ordinary crime (Penjelasan tambahan pencabutan hak. Pencabutan hak
Umum Undang-Undang Nomor 21 Tahun politik kepada terpidana korupsi merupakan
1999 jo. Undang-Undang Nomor 31 Tahun upaya preventif dan menjadi manifestasi
2001), berdasarkan hal tersebut maka dari upaya penegak hukum dalam
penegakannya jugabersifat luar biasa (extra mewujudkan cita-cita luhur dari
ordinary enforcement). pemidanaan atau pemberian sanksi bagi
Penegakan terhadap tindak pidana pelaku kejahatan yaitu keadilan.
korupsi dengan menjatuhkan pidana Dalam menjatuhkan pidana adalah
tambahan berupa pencabutan hak memilih kewenangan dari hakim. Putusan
dan dipilih merupakan implementasi Hakimberdasarkan pada jenis pidana yang
penerapan pidana yang bersifat extra secara tegas diatur dalam Pasal 10 KUHP.
ordinary enforcement, namun karena jenis Menurut Pasal 10 KUHP menyatakan jenis
pidana tambahan ini merupakan bagian dari pidana: Pidana Pokok, yaitu: pidana mati,
HAM, maka penerapannya harus tetap pidana penjara, pidana kurungan, dan
mengedepankan prinsip-prinsip HAM dan pidana denda; Pidana tambahan, yaitu:
tidak bertentangan dengan hukum pidana pencabutan hak tertentu, perampasan
positif. barang tertentu, dan pengumuman putusan
Berdasarkan Undang-Undang Nomor hakim.
39 Tahun 1999 terdapat sepuluh klasifikasi Pasal 35 ayat (1) KUHP
HAM, yaitu hak untuk hidup, hak menyebutkan hak-hak terpidana yang dapat
berkeluarga dan melanjutkan keturunan, dicabut dengan putusanhakim meliputi:
hak mengembangkan diri, hak memperoleh 1. Hak memegang jabatan pada
keadilan, hak kebebasan pribadi, hak atas umumnya atau jabatan tertentu;
rasa mana, hak atas kesejahteraan, hak turut 2. Hak memasuki angkatan perang;
serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan 3. Hak memilih dan dipilih dalam
hak anak. Hak bebas memilih atas dasar pemilihan. Pencabutan Hak Politik
keyakinan politiknya merupakan hak atas Terpidana Korupsi dalam Perspektif
kebebasan pribadi (Pasal 23 UU Nomor 39 Hak Asasi Manusia yang diadakan
Tahun 1999), dan hak dipilih dan memilih berdasarkan aturan-aturanumum;
merupakan bagian dari hak turut serta 4. Hak menjadi penasehat hukum atau
dalam pemerintahan (Pasal 43 ayat (1) UU pengurus atas penetapan
Nomor 39 Tahun 1999). pengadilan, hakmenjadi wali, wali
Pada Pasal 18 ayat (1) huruf pengawas, pengampu atau
(d)Undang-Undang Tipikor berisi pengampu pengawas atas orang
pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak yangbukan anaknya sendiri;
tertentu atau penghapusan seluruh atau 5. Hak menjalankan kekuasaan
sebagian keuntungan tertentu, yang telah bapak,menjalankan perwalian atau
atau dapat diberikan oleh Pemerintah pengampuanatas anak sendiri; dan
kepada terpidana dan pencabutan hak yang 6. Hak menjalankan mata pencaharian
dijatuhkan oleh Hakim kepada terpidana tertentu.
korupsi adalah pencabutan hak politik, hal

157 KEADILAN PROGRESIF Volume 9 Nomor 2 September 2018


Dalam menjatuhkan pidana tambahan Daerah terhadap Undang-undang Dasar
berupa pencabutan hak ini harus ada Republik Indonesia tahun 1945 yang
pembatasan jangka waktunya. Penegasan mengatur mengenai pencabutan hak pilih.
ini diatur dalam Pasal 38 KUHP yang Mahkamah Konstitusi menyatakan dalam
menyebutkan: putusannyamempersempit pemberlakuan
1. Apabila hakim menjatuhkan pidana putusan tersebut yang sebelumnya memuat
mati atau penjara seumur hidup, dua syarat, yaitu tidak berlaku untuk
lamanyapencabutan seumur hidup; kejahatan kealpaan ringan (culpa levis) dan
2. Apabila hakim menjatuhkan pidana tidak berlaku untuk kejahatan karena alasan
penjara waktu tertentu atau pidana politik, dipersempit oleh Mahkamah
kurungan,lamanya pencabutan hak Konstitusi keberlakuannya yakni hanya
paling sedikit 2 tahun dan paling untuk jabatan publik yang dipilih (elected
banyak 5 tahun lebih lamadari official). Dengan putusan dari Mahkamah
pidana pokoknya; Konstitusi tersebut memperjelas
3. Apabila hakim menjatuhkan pidana pencabutan hak politik adalah legal dan
denda, lamanya pencabutan paling hakim diperbolehkan untuk menjatuhkan
sedikit 2 tahundan paling banyak 5 pidana tambahan berupa pencabutan hak
tahun. politik.
4. Pencabutan hak mulai berlaku pada
hari putusan hakim dijalankan. Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Berdasarkan pada ketentuan KUHP (PKPU) tentang pencabutan hak politik
tersebut diatas, penjatuhan pidana terpidana tindak pidana korupsi
tambahan berupa pencabutan hakpolitik Perhelatan Pemilu Serentak 2019
terhadap terpidana tidak bertentangan sudah semakin dekat. Dalam rangka pemilu
dengan KUHP sepanjang pencabutan hak tersebut sudah beberapa peraturan telah
disertai dengan jangka waktu diundangkan sebagai regulasi dan pegangan
penerapannya. dalam pelaksanaam Pemilu. Komisi
Dalam penerapan pidana tambahan Pemilihan Umum sebagai pihak yang
berupa pencabutan hak politik, perspektif memiliki kewenangan merumuskan aturan
hukum tata negara pencabutan hak politik penyelenggaraan (electoral law) dan
tidaklah melanggar HAM sepanjang tidak pelaksanaan pemilu (electoral process),
bersifat permanen, HAM adalah hak Komisi Pemilihan Umum (KPU)
seluruh umat manusia, dan hak politik mengeluarkan satu peraturan baru tentang
adalah hak dalam kedudukan warga negara Persyaratan Pendaftaran Calon Anggota
dari suatu negara tertentu. Hak tersebut Legislatif (Caleg) 2019. Aturan tersebut
dapat dibatasi dengan pencabutan yang antara lain Peraturan KPU Nomor 20
bersifat temporer. Pencabutan hak politik Tahun 2018 (PKPU 20/2018) tentang
merupakan pembatasan untuk waktu Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan
tertentu terhadap kebebasan dalam konteks Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
aktivitas politik terpidana. Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Putusan Mahkamah Konstitusi nomor Daerah Kabupaten/Kota, dan Peraturan
14-17/PUU-V/2007 mengenai pengujian Komisi Pemilihan Umum Nomor 26 tahun
pasal 58 huruf (f) Undang-Undang Nomor 2018 tentang Pencalonan Anggota DPD.
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Ketentuan ini juga mengatur larangan bagi

Analisis Yuridis Pencabutan Hak Politik Terhadap Terpidana Tindak Pidana…(Faisal) 158
mantan napi korupsi, bandar narkoba dan dalam pertimbangan hukumnya
kasus kejahatan seksual pada anak menjadi menyatakan :
bacaleg. 1. Ketentuan yang digugat oleh para
Peraturan KPU Nomor 20 Tahun pemohon bertentangan dengan
2018 Pasal 4 Ayat 3, menyatakan :"Dalam regulasi yang lebih tinggi, yakni
seleksi bakal calon secara demokratis dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat 2017 tentang Pemilu.karenanya
(2), tidak menyertakan mantan terpidana tidak mempunyai kekuatan hukum
bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap mengikat dan tidak berlaku umum”.
anak, dan korupsi.". pemberlakuan 2. Hak politik seseorang telah diatur
peraturan KPU tersebut ditolak oleh dalam Pasal 43 ayat (1) UU No. 39
pemerintah, Komisi II DPR RI, dan Badan Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Pengawas Pemilu (Bawaslu) karena PKPU Manusia (UU HAM), “Setiap
tersebut dianggap bertentangan dengan warga negara berhak untuk dipilih
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 dan memilih dalam pemilihan
tentang Pemilihan Umum. umum berdasarkan persamaan hak
Pemerintah pada awalnya menolak melalui pemungutan suara yang
untuk mengesahkan peraturan tersebut, langsung, umum, bebas, rahasia,
akan tetapi pada akhirnya, untuk tidak jujur, dan adil sesuai dengan
menimbulkan perdebatan yang terjadi di ketentuan peraturan perundang-
masyarakat akhirnya pemerintah undangan”.
mengesahkan PKPU tersebut dan 3. Mahkamah Agung juga
menyerahkan kepada para pihak yang berpandangan bahwa pembatasan
keberatan untuk mengajukan judisial terhadap hak politik seseorang harus
review ke Mahkamah Agung RI, berdasarkan putusan pengadilan
Salah satu badan yang keberatan yang berkekuatan hukum tetap.
dengan PKPU tersebut adalah Badan Keputusan Mahkamah Agung sudah
Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, bacaleg tepat dan benar, pencabutan hak politik
yang tidak dapat mendaftarkan diri untuk terpidana korupsi haruslah dalam koridor
menjadi Caleg mengajukan gugatan ke hukum dan tidak boleh bertentangan
Bawaslu dan dikabulkan dan dinyatakan dengan peraturan perundang-undangan
dapat menjadi Caleg dalam Pemilu 2019. lainnya, dalam membuat peraturan KPU
Jumanto yang merupakan terpidana telah melampaui batas kewenangan dengan
korupsi mengajukan gugatan uji materi mencabut hak politik, KPU sebagai
Pasal 4 ayat 3 PKPU Nomor 20 Tahun penyelenggaran Pemilu di Indonesia harus
2018 Ke Mahkamah Agung dan terdaftar fokus pada tugasnya yaitu penyelenggaraan
dalam perkara Nomor 46 P/HUM/2018 dan pemilu yang profesionalitas, independen,
Luciantri mengajukan uji materi Pasal 60 integritas, dan adil, bukan menjadi
huruf (j) PKPU Nomor 26 Tahun 2018 ke wewenang KPU untuk membuat peraturan
Mahkamah Agung yang terdaftar dalam melarang siapapun untuk maju sebagai
perkara Nomor 30 P/HUM/2018, caleg. pencabutan hak politik seorang
berdasarkan permohonan pengujian materi warga negara hanya bisa dilakukan
yang diajukan oleh Pemohon, Mahkamah pengadilan melalui putusan majelis hakim
Agung mengabulkan uji materi tersebut dan

159 KEADILAN PROGRESIF Volume 9 Nomor 2 September 2018


yang mempunyai kekuatan hukum tetap dan mudah dapat dimengerti
dan harus ada batas waktunya. oleh khalayak ramai. Apabila
kesengajaan ini ada pada suatu
Pertanggungjawaban pidana tambahan tindak pidana, si pelaku pantas
berupa pencabutan hak Politik pada dikenakan hukuman pidana.
terpidana tindak pidana korupsi dalam Karena dengan adanya
putusan hakim kesengajaan yang bersifat tujuan
Pertanggung jawaban menurut Barda ini, berarti si pelaku benar benar
Nawawi Arief mengandung asas kesalahan menghendaki mencapai suatu
(asas culpabilitas) yang didasarkan pada akibat yang menjadi pokok
keseimbangan monodualistik bahwa asas alasan diadakannya ancaman
kesalahan yang didasarkan pada nilai hukuman ini.
keadilan harus disejajarkan berpasangan b. Kesengajaan secara keinsafan
dengan asas legalitas yang diadasarkan Kepastian,
pada nilai kepastian. Walaupun konsep Kesengajaan ini ada apabila si
berprinsip bahwa pertanggung jawaban pelaku, dengan perbuatannya
pidana berdasarkan kesalahan, namun tidak bertujuan untuk mencapai
dalam beberapa hal tidak menutup akibat yang menjadi dasar dari
kemungkinan adanya pertangung jawaban delik, tetapi ia tahu benar bahwa
pengganti (vicorius hability) dan akibat iru pasti akan mengikuti
pertanggung jawaban ketat (stric liability). perbuatan itu.
Masalah kesesatan (error) baik kesesatan c. Kesengajaan secara keinsafan
mengenai keadaan (error fact) maupun kemungkinan,
kesesatan mengenai hukumnya sesuai Kesengajaan ini yang terang-
dengan konsep merupakan salah satu alasan terang tidak disertai bayangan
pemaaf sehingga pelaku tidak dipidana suatu kepastian akan terjadi
kecuali kesesatannya itu patut akibat yang bersangkutan,
dipersalahkan kepadanya. (Barda Nawawi melainkan hanya dibayangkan
Arief, 2001: 86) suatu kemungkinan belaka akan
Untukdapatdipertanggungjawabkan akibat itu. Selanjutnya mengenai
secara pidana, maka suatu perbuatan harus kealpaan karena merupakan
mengandung kesalahan. Kesalahan tersebut bentuk dari kesalahan yang
terdiri dari 2 jenis yaitu kesengajaan (opzet) menghasilkan dapat dimintai
dan kelalaian (culpa). pertanggung jawaban atas
1. Kesengajaan (opzet) pernbuatan seseorang yang
Menurut Moelyatno, sesuai dengan dilakukan- nya.
teori hukum pidana Indonesia, 2. Kelalaian (culpa)
kesengajaan terdiri dari 3 macam Kelalaian (culpa) terletak antara
yaitu : sengaja dan kebetulan,
a. Kesengajaan yang bersifat bagaimanpun juga culpa dipandang
tujuan, lebih ringan dibanding dengan
Bahwa dengan kesengajaan sengaja, oleh karena itu delik culpa
yang bersifat tujuan, si pelaku itu merupakan delik semu
dapat dipertangung jawabkan (quasidelief) sehingga diadakan

Analisis Yuridis Pencabutan Hak Politik Terhadap Terpidana Tindak Pidana…(Faisal) 160
pengurangan pidana. Delik culpa dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang
mengandung dua macam, yaitu Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo
delik kelalaian yang menimbulkan Pasal 55 Ayat 1 ke 1. Pasal tersebut
akibat dan yang tidak menimbulkan mengatur tentang tindak pidana korupsi
akibat, tapi yang diancam dengan dengan menyalahgunakan wewenang.
pidana ialah perbuatan ketidak hati- Atas putusan tersebut Majelis Hakim
hatian itu sendiri, perbedaan antar menjatuhkan putusan yaitu 1.
keduanya sangat mudah dipahami "Menjatuhkan pidana 15 tahun penjara dan
yaitu kelalaian yang menimbulkan denda Rp 500 juta," 2. membayar uang
akibat dengan terjadinya akibat itu pengganti US$ 7,3 juta, dikurangi Rp 5
maka diciptalah delik kelalaian, miliar yang sudah dibayarkannya
bagi yang tidak perlu menimbulkan ke rekening tampungan KPK 3. mencabut
akibat dengan kelalaian itu sendiri hak politik mantan Ketua DPR itu selama 5
sudah diancam dengan pidana tahun. Pencabutan hak politik ini akan
(Moelyatno, 1993: 59). berlaku setelah ia selesai menjalani masa
Pencabutan hak politik yang tahanan.
merupakan hukuman tambahan, merupakan Pencabutan hak politik oleh Majelis
konsekwensi logis dari dari seorang yang Hakim merupakan konsekuensi logis dari
memiliki jabatan politik atau kekuasaan Setya Novanto yang memiliki jabatan
politik, dapat dijatuhkan pidana tambahan politik atau kekuatan politik, perbuatan
berupa pencabutan hak politik, terpidana terpidana menjadi suatu ironi demokrasi
korupsi yang memiliki jabatan atau posisi karena secara bersama-sama dengan
politik yang dimana terpidana tersebut tersangka lainnya mengatur dan merugikan
melakukan tindak pidana korupsi dengan negara dalam kasus e-KTP,hubungan
menyalahgunakan kewenangan atau antara Setya Novanto degan dua eks
kekuasaan yang ia miliki, ini dapat pejabat Kementerian Dalam Negeri, yaitu
dikatatan sebagai korupsi politik, Dampak Irman dan Sugiharto.Pengusaha Andi
Korupsi politik mempunyai yang Narogong merupakan korupsi politik
luasdibanding dengan korupsi biasa. sehingga merupakan kejahatan yang serius
Korupsi politik pada dasarnya untuk (serious crime).
mempertahankan dan memperluas
kekuasaan. Untuk memimalisir penyalah- Penerapan Pidana Pencabutan Hak
gunaaan kekuasaan dan kebutuhan Politik Bagi Terpidana TindakPidana
ketertiban sosio-politik, dibutuhkan adanya Korupsi dalam Perspektif Hak Asasi
kontrol yang seimbang terhadap Manusia
pelaksanaan kekuasaan. Kesejahteraan rakyat merupkan tujuan
Sebagai contoh untuk penjatuhan utama negara, tujuan untuk
hukuman tambahan berupa pencabutan hak mensejahterakan rakyat sulit tercapai akibat
politik adalah kasus Setya Novanto adanya korupsi yang dilakukan oleh
(mantan Ketua DPR RI) dalam kasus penyelenggara negara, korupsi dilakukan
korupsi pengadaan proyek e-KTP, pada secara sistematis, masif dan terstruktur,
kasus ini Setya Novanto dinyatakan sudah hampir 100 kepada daerah baik itu
melanggar Pasal 3 UU Tipikor Nomor 31 gubernur, bupati, walikota maupun anggota
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah DPR dan DPRD melakukan korupsi,

161 KEADILAN PROGRESIF Volume 9 Nomor 2 September 2018


bahkan penegak hukum baik itu hakim, negara, serta dalam rangka
polisi, jaksa maupun Advokat turut menjaminterlaksananya HAM orang lain.
melakukan korupsi. Pencabutan Hak politik yang
Hak politik pada hakikatnya dimaksud merupakan hukuman tambahan pada
untuk melindungi individu dari dasarnya memang adalah pelanggaran
penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak HAM, tetapi pelanggarannya
penguasa (Budiardjo, 2009: 74). Menurut diperbolehkan, sepanjang berdasarkan
John Lockeseperti dikutip dalam Undang-undang. Misalnya dalam proses
(Budiardjo, 2009: 74), hak politik penyelesaian tindak pidana yang dilakukan
mencakup hak atas hidup; hak atas oleh Penyidik yang melakukan
kebebasan; dan hak untuk mempunyai penangkapan, penahanan, dan perampasan
milik (live, liberty,dan property). Dengan harta benda yang berhubungan dengan
demikian hak politik yang di dalamnya perbuatan pidana yang digunakan sebagai
tercakup hak untuk memilih dan dipilih bukti untuk mengungkap suatu kasus
dalam jabatan publik merupakan bagian adalah melanggar HAM, dengan alasan
dari HAM yang bersifat natural rights, dan tertentu yang dibenarkan berdasarkan
merupakan bagian dari demokrasi yang KUHAP, maka hal itu bukan lagi
harus ditegakkan. Oleh karena itu merupakan pelanggaran HAM.
pencabutan hak dipilih dan memilih Pencabutan hak politik bagi koruptor
merupakan pelanggaran dari demokrasi jika tidak melanggar HAM karena termasuk
straf soort (tujuan pidana) tidak dalam kategori derogable rights atau hak
dipertimbangkan dan straf maart (cara yang bisa dilanggar penegak hukum, dalam
penjatuhan pidana) tidak dibatasi. hal ini hakim yang memutuskan, dalam
Dalam menerapkan pidana pencabutan rangka penegakan hukum dan rasa keadilan
hak politik bagi tindak pidana korupsi masyarakat.
merupakan kewenangan dari hakim. Dalam
memutus perkara hakim harus III. PENUTUP
mempertimbangkan yuridis normatif dan Berdasarkan analisis yang
juga secara sosiologis, serta penuliskemukakan di atas, maka dapat
mempertimbangkan pelaku, korban, disimpulkansebagai berikut:
masyarakat, bangsa, dan negara. Hakim 1. Dalam menerapkan pidana tambahan
harus profesional dalam menjalankan berupa pencabutan hak politikbagi
tugasnya. Hakim juga harusberperilaku terpidana Tindak Pidana Korupsi
adil, jujur,arif, dan bijaksana, bersikap menjadi penting karena :
mandiri, berintegritastinggi a. Penjatuhan pidana berupa pencabutan
dalammenjatuhkanpidana pencabutan hak hak politik merupakan salah satu cara
politik terhadap terpidana. untuk menanggulangi tindakpidana
Penjatuhan pidana pencabutan korupsi, sehingga diharapkan
hakpolitik terhadap terpidana perkara memilikiefek jera bagi terpidana
korupsi, tidak melanggar HAM karena danpolitikus lainnya.
HAM (khususnya hakpolitik) dapat dibatasi b. Penjatuhkan pidana tambahan yaitu
sepanjang tindak pidanayang dilakukan pencabutan hak politik diharapkan
mengganggu kepentinganumum dan sistem politik kita tidak menciptakan
politikus atau pejabat yang korup.

Analisis Yuridis Pencabutan Hak Politik Terhadap Terpidana Tindak Pidana…(Faisal) 162
c. Korupsi yang terjadi di Indonesua DAFTAR PUSTAKA
sudah merupakan extra A. BUKU
ordinarycrime dan serious crime, Andi Hamzah, Catatan Tentang
sehingga perlu upaya yang sistematis, Perbandingan Hukum Pidana, Sinar
masif dan terencana dalam Grafika, Jakarta, 1991.
pemberantasan korupsi. Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan
2.Untuk dapat dijatuhkan atau dikenakan Hukum dan Kebijakan
pidana tambahan berupa pencabutan hak Penangulangan Kejahatan, PT. Citra
politik hanya dapat dilakukan oleh Aditya Bakti, Bandung, 2001.
Pengadilan berupa putusan hakim yang Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu
berkekuatan hukum tetap dan ada jangka Politik, Gramedia Pustaka Utama,
pencabutan hak politik, sehingga tidak Jakarta, 2009.
melanggar HAM Nasional maupun Moelyatno, Perbuatan Pidana Dan
Internasional, tidak ada lembaga atau Pertanggung Jawaban Dalam Hukum
badan manapun yang memiliki Pidana, Bina Aksara, Jakarta, 1993.
kewenangan untuk mencabut Hak B. PERATURAN PERUNDANG-
Politik seseoarang kecuali atas putusan UNDANGAN
Hakim. Undang-Undang Dasar Negara Republik
3. Koruptor yang memiliki kekuasaan Indonesia Tahun 1945
mengelola negara, baik di eksekutif Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
maupun legislatif mempunyai jaringan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
politik yang sangat luas, sehingga perlu tentang Hak Asasi Manusia
dijatuhkan pidana tambahan berupa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo.
pencabutan hak politik, sehingga Undang-Undang Nomor 20 Tahun
diharapkan terciptanya lembaga negara 2001 tentang Pemberantasan Tindak
dipimpin oleh koruptor dimasa yang Pidana Korupsi
akan datang. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017
4. Pencabutan Hak politik adalah bagian tentang Pemilihan Umum
dari HAM, penerapan pidana Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018
pencabutan hakpolitik bagi terpidana tentang Pencalonan Anggota Dewan
tindak pidana korupsidalam perspektif Perwakilan Rakyat, Dewan
hak asasi manusia, harus Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi,
mempertimbangkan dampaknya dan Dewan Perwakilan Rakyat
terhadap terpidana danmasyarakat. Daerah Kabupaten/Kota,
Penerapannya tetap berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor
peraturan perundang-undangan yang 26 tahun 2018 tentang Pencalonan
berlakuyaitu dilakukan oleh putusan Anggota DPD
Hakim dan adanya pembatasan C. SUMBER LAIN
pelaksanaan pencabutan hak politik. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14-
17/PUU-V/2007
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor :
4/PUUVII/ 2009

163 KEADILAN PROGRESIF Volume 9 Nomor 2 September 2018


PEDOMAN PENULISAN

1. Naskah bersifat orisinil, baik berupa hasil riset atau tinjauan atas suatu
permasalahan hukum yang berkembang di masyarakat (artikel lepas),
dimungkinkan juga tulisan lain yang dipandang memberikan kontribusi bagi
pengembangan ilmu hukum.
2. Penulisan terdiri atas beberapa bab penulisan hasil penelitian terdiri dari 3
BAB, yaitu ; BAB I. PENDAHULUAN (Latar Belakang dan Rumusan
Masalah) BAB II. PEMBAHASAN (Kerangka Teori dan Analisis), dan
BAB III. PENUTUP (Kesimpulan dan Saran).
3. Tulisan menggunakan bahasa indonesia maupun bahasa inggris yang
memenuhi kaidah bahasa yang baik dan benar,tulisan menggunakan bahasa
indonesia disertai abstrak dalam bahasa inggris (200 kata) dan Kata kunci,
ketentuan ini berlaku sebaliknya.
4. Setiap kutipan harus menyebutkan sumbernya, dan ditulis pada akhir
kutipan dengan memberi tanda kurung (bodynote). Sumber kutipan harus
memuat nama pengaran, tahun penerbitan dan halaman .Contoh : satu
penulis (Bagir Manan, 1994: 20), Dua Penulis (Jimly Asshidiqqie dan M.Ali
Syafa'at, 2005: 11), Tiga atau lebih penulis menggunakan ketentuan et.al
(dkk). Untuk artikel dari internet dengan susunan: nama penulis, judul
tulisan digaris bawah, alamat website, waktu download/unduh.
5. Naskah harus disertai dengan daftar pustaka atau referensi ,terutama yang
digunakan sebagai bahan acuan langsung . Daftar pustaka dan referensi
bersifat alfabetis dengan format; nama pengarang, judul buku, nama
penerbit, kota terbit, dan tahun penerbitan. Contoh: Bagir Manan,
Hubungan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945,
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994.
6. Panjang tulisan antara 15-25 halaman, font times new roman dengan 1,15
spasi. Dalam hal hal tertentu berlaku pengecualian panjang tulisan.
7. Naskah disertai nama lengkap penulis, alamat e-mail dan lembaga tempat
berafiliasi saat ini, dan hal lain yang dianggap penting.
Jurnal KEADILAN PROGRESIF diterbitkan oleh Program
Studi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung.
Jurnal ini dimaksudkan sebagai media komunikasi, edukasi dan
informasi ilmiah bidang ilmu hukum. Dengan Keadilan
Progresif diharapkan terjadi proses pembangunan
ilmu hukum sebagai bagian dari mewujudkan
cita-cita luhur bangsa dan negara.

Redaksi KEADILAN PROGRESIF menerima naskah ilmiah


berupa laporan hasil penelitian, artikel lepas yang orisinil dari
seluruh elemen, baik akademisi, praktisi, lembaga masyarakat
yang berminat dalam pengembangan ilmu hukum.

Alamat Redaksi:
JURNAL KEADILAN PROGRESIF
Gedung B Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung
Jalan Zainal Abidin Pagar Alam No. 26, Labuhan Ratu
Bandar Lampung 35142
Telp: 0721-701979/ 0721-701463 Fax: 0721-701467
Email: keadilan_progresif@yahoo.com dan
tamirusli963@gmail.com

Anda mungkin juga menyukai