Anda di halaman 1dari 40

PELAKSANAAN GENERAL AUDIT

LAPORAN KEUANGAN PT BPR MM TAHUN 2020


OLEH KAP Drs. HENRY & SUGENG YOGYAKARTA

LAPORAN TUGAS AKHIR

DISUSUN OLEH :
EKA FATAH SETIANI
5170111122

FAKULTAS BISNIS & HUMANIORA


UNIVERSITAS TEKNOLOGI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2021
Daftar Isi
BAB II...........................................................................................................................2
A. Bank Perkreditan Rakyat (BPR).........................................................................2
B. Pengauditan........................................................................................................5
C. Jenis-jenis audit..................................................................................................9
D. Jenis-jenis auditor.............................................................................................11
E. Standar Audit....................................................................................................12
F. Bukti Audit dan Dokumentasi Audit................................................................14
G. Tahap – Tahap Audit........................................................................................23
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)

1. Pengertian Bank Perkreditan Rakyat

Menurut Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 20/POJK.03/2014

tentang Bank Perkreditan Rakyat, bahwa Bank Perkreditan Rakyat yang

selanjutnya disebut BPR yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha

secara konvensional yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam

lalu lintas pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

mengenai perbankan. Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat didirikan dan

melakukan kegiatan usaha dengan izin Otoritas Jasa Keuangan.

2. Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat (PA-BPR)

Pedoman Akuntansi BPR (PA-BPR) merupakan petunjuk pelaksanaan

dari SAK-ETAP yang memuat penjelasan dan contoh yang diharapkan dapat

mempermudah pemahaman terhadap SAK-ETAP bagi BPR. Dalam rangka

penyusunan laporan keuangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang relevan,

komprehensif, andal dan dapat diperbandingkan, BPR wajib menyusun dan

menyajikan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan

Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) sejak 1 Januari 2010.

Penggunaan SAK-ETAP dalam penyusunan laporan keuangan BPR


mempertimbangkan bahwa BPR memiliki kegiatan usaha yang terbatas dan

transaksi yang sederhana berdasarkan Undang-Undang Perbankan, sehingga

penggunaan standar Akuntansi keuangan umum yang hanya berlaku bagi

bank umum dipandang tidak sesuai dengan karakteristik operasional BPR dan

mengakibatkan timbulnya biaya yang besar bagi BPR dibandingkan manfaat

apabila diterapkan oleh BPR. (PA-BPR,2010)

3. Tujuan dan Ruang Ringkup

Tujuan dari penyusunan Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat (untuk

selanjutnya disebut Pedoman) diantaranya adalah:

a. Untuk membantu pengguna dalam menyusun laporan keuangan agar

sesuai dengan tujuan laporan keuangan, yaitu:

1) Pengambilan Keputusan Ekonomi

Laporan keuangan bertujuan untuk menyediakan informasi yang

bermanfaat dalam pengambilan keputusan yang rasional. Oleh

karena itu, informasi yang disajikan harus dapat dipahami oleh

pelaku bisnis dan ekonomi serta pihak-pihak yang berkepentingan

antara lain meliputi:

a) Deposito

b) Kreditur

c) Pemegang Saham

d) Bank Indonesia

e) Otoritas Pengawasan;
f) Pemerintah;

g) Lembaga Penjamin Simpanan;

h) Masyarakat.

2) Menilai Prospek Arus Kas

Laporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi yang dapat

mendukung deposan, investor, kreditur dan pihakpihak lain dalam

memperkirakan jumlah, saat, dan kepastian dalam penerimaan kas di

masa depan. Prospek penerimaan kas sangat bergantung pada

kemampuan BPR untuk menghasilkan kas guna memenuhi kewajiban

yang telah jatuh tempo, kebutuhan operasional, penanaman modal

kembali (reinvestasi) dalam operasi, dan pembayaran dividen.

Persepsi

dari pihak-pihak yang berkepentingan atas kemampuan BPR tersebut

akan mempengaruhi tingkat kepercayaan terhadap BPR yang

bersangkutan. Deposan, investor, dan kreditur akan memaksimalkan

pengembalian dana yang telah mereka tanamkan dan akan melakukan

penyesuaian terhadap risiko yang mereka perkirakan akan terjadi pada

BPR yang bersangkutan.

3) Memberikan Informasi Atas Sumber Daya Ekonomi

Laporan keuangan bertujuan memberikan informasi tentang sumber

daya ekonomi BPR, kewajiban BPR untuk mengalihkan sumber daya

tersebut kepada entitas lain atau pemilik saham, serta kemungkinan


terjadinya transaksi dan peristiwa yang dapat mempengaruhi

perubahan sumber daya tersebut.

b. Menciptakan keseragaman dalam penerapan perlakuan akuntansi dan

penyajian laporan keuangan sehingga meningkatkan daya banding di

antara laporan keuangan BPR.

c. Menjadi acuan minimum yang harus dipenuhi oleh BPR dalam menyusun

laporan keuangan. Namun, keseragaman penyajian sebagaimana diatur

dalam Pedoman ini tidak menghalangi BPR untuk memberikan informasi

yang relevan bagi pengguna laporan keuangan sesuai kondisi masing-

masing BPR.

B. Pengauditan

1. Definisi Audit

Menurut Jusup (2014:10) menyatakan bahwa Pengauditan adalah suatu

proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti yang

berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian

ekonomi secara obyektif untuk menentukan tingkat kepatuhan antara asersi

tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan

hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Menurut definisi jusup ada 5 elemen yang harus diperhatikan dalam

melaksanakan audit yaitu:

a. Proses yang sistemtis


Kata “sistematis” dalam hal ini mengandung beberapa implikasi,

diantaranya adalah perencanaan dan penugasan strategi audit.

Perencanaan audit dan perumusan strategi audit merupakan bagian

penting dari proses audit, bahwa perencanaan audit dan strategi audit

harus berhubungan dengan pemilihan dan penilaian bukti untuk mencapai

tujuan-tujuan audit tersebut saling berkaitan, dalam upaya menuntut

auditor untuk membuat banyak keputusan di dalam perencanaan dan

pelaksanaan audit.

b. Memperoleh dan Mengevaluasi bukti secara objektif

Objektif berarti mengungkapkan fakta sesuai dengan kenyataan yang ada.

Pengertian objektif dalam proses mendapatkan dan mengevaluasi bukti

harus dibedakan dari pengertian objektif pada bukti itu sendiri.

Keobjektifan bukti adalah salah satu dari berbagai faktor yang

berhubungan dengan kegunaan bukti dalam mencapai tujuan

pengumpulan bukti yang bersangkutan, sedangkan keobjektifan dalam

proses berkaitan dengan kemampuan auditor untuk melaksanakan sifat

tidak memihak didalam memilih dan mengevaluasi bukti. Sifat yang tidak

memihak merupakan bagian penting dari konsep independensi auditor.

c. Asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi

Asersi atau pernyataan yang dibuat manajemen perusahaan yang melekat

pada seperangkat laporan keuangan merupakan subyek dari audit atas

laporan tersebut. Kata melekat memiliki arti bahwa asersi ditulis secara
implisit dan tersirat tetapi pemakai dianggap mengerti. Asersi-asersi juga

harus bisa dinyatakan secara kuantitatif dan harus dapat diaudit. Informasi

yang bisa dinyatakan dalam kuantitas biasanya juga dapat diverifikasi,

informasi yang tidak bisa diverifikasi per definisi tidak bisa diaudit.

d. Tingkat kepatuhan antara asersi dengan kriteria yang telah ditetapkan

Tujuan utama dilaksanakan audit adalah untuk merumuskan suatu

pendapat auditor mengenai asersi-asersi tentang Tindakan-tindakan dan

kejadian-kejadian ekonomi yang telah diaudit. Pendapat auditor

menunjukkan seberapa jauh asersi-asersi tersebut sesuai dengan standar

atau kriteria yang telah ditetapkan.

e. Mengkomunikasikan hasil-hasil kepada pihak berkepentingan

Hasil audit dalam pelaksanaan audit laporan keuangan yang dilakukan

oleh auditor independen adalah pengkomunikasian. Pengkomunikasian

disebut laporan auditor yang berisi kesimpulan yang dicapai auditor

mengenai sesuai tidaknya laporan keuangan dengan Standar Keuangan di

Indonesia. Audit jenis lainnya juga mengharuskan auditor untuk

menyampaikan laporan hasil temuannya kepada pihak-pihak yang

berkepentingan.

2. Tujuan Audit

Menurut Mulyadi (2014) tujuan audit dibagi menjadi 2 (dua), yaitu audit

umum dan audit khusus.

a. Tujuan Umum
Tujuan umum audit atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan

pendapat apakah laporan keuangan klien disajikan secara wajar,

dalam semua hal yang material, sesuai dengan prinsip akuntansi

berterima umum di Indonesia. Kewajaran laporan keuangan dinilai

berdasarkan asersi yang terkandung dalam setiap unsur yang disajikan

dalam laporan keuangan. Asersi manajemen yang disajikan dalam

laporan keuangan dapat diklasifikasikan berdasarkan penggolongan

sebagai berikut:

1. Keberadaan atau keterjadian (Existence or Occurence)

Asersi tentang keberadaan atau keterjadian berhubungan dengan

apakah aset atau utang entitas ada pada tanggal tertentu dan

apakah transaksi yang dicatat telah terjadi selama periode

tertentu.

2. Kelengkapan (Complience)

Asersi tentang kelengkapan berhubungan dengan semua

transaksi dan akun yang seharusnya telah disajikan dalam

laporan keuangan.

3. Hak dan Kewajiban (Right and Obligation)

Asersi tentang penilaian hak dan kewajiban berhubungan dengan

apakah aset merupakan hak perusahaan dan utang merupakan

kewajiban perusahaan pada tanggal tertentu.

4. Penilaian dan Alokasi (Valuation and Allocation)


Asersi tentang penilaian atau alokasi berhubungan dengan

apakah komponen-komponen aset, kewajiban, pendapatan, dan

biaya sudah dicantumkan dalam laporan keuangan pada jumlah

yang semestinya.

5. Penyajian dan Pengungkapan (Presentation and Disclosure)

Asersi tentang penyajian dan pengungkapan berhubungan

dengan apakah komponen-komponan tertentu laporan keuangan

diklasifikasikan, dijelaskan dan diungkapkan.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus audit untuk pengujian terhadap pos-pos yang terdapat

dalam laporan keuangan yang merupakan asersi manajemen. Asersi

sangat penting karena membantu auditor dalam memahami bagaimana

laporan keuangan mungkin disalahsajikan dan menuntut auditor

dalam mengumpulkan bukti.

C. Jenis-jenis audit

(Menurut Jusup:14-16) audit dikelompokan menjadi tiga golongan,

yaitu: audit laporan keuangan, audit kepatuhan, dan audit operasional.

Pengertian ketiga jenis audit tersebut adalah sebagai berikut :

1) Audit laporan Keuangan


Audit laporan keuangan dilakukan untuk menentukan apakah ada

laporan keuangan sebagai keseluruhan yaitu informasi kuantitatif yang

akan diperiksa. Kriteria yang digunakan adalah kerangka pelaporan

keuangan yang berlaku, meskipun lazim juga melakukan audit atas

laporan keuangan yang disusun berdasarkan dasar tunai (cash basis) atau

dasar akuntansi lain yang cocok untuk organisasi yang diaudit.

Asumsi yang mendasari suatu audit laporan keuangan adalah bahwa

laporan-laporan tersebut akan digunakan oleh berbagai pihak untuk

berbagai tujuan. Oleh karena itu akan lebih efisien untuk menggunakan

satu auditor yang melakukan suatu audit untuk menarik kesimpulan yang

bisa diandalakan untuk berbagai pihak daripada mengharuskan tiap

pemakai laporan keuangan melakukan audit secara sendiri-sendiri.

2) Audit kepatuhan

Tujuan audit kepatuhan adalah untuk menentukan apakah pihak

yang diaudit telah mengikuti prosedur atau aturan tertentu yang

diterapkan oleh pihak yang berwenang. Audit kepatuhan untuk suatu

perusahaan dapat berupa penentuan apakah karyawan-karyawan di bidang

akuntansi telah mengikuti prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh

kontroler perusahaan, mengkaji ulang tarip upah untuk disesuaikan

dengan tarip upah minimum yang ditetapkan pemerintah (UMR), atau

memeriksa perjanjian yang dibuat dengan banker atau pemberi pinjaman


lainnya untuk memastikan bahwa perusahaan telah mematuhi semua

persyaratan yang ditetapkan dalam perjanjian.

Hasil dari audit kepatuhan biasanya dilaporkan seseorang atau

pihak tertentu yang lebih tinggi dalam organisasi yang diaudit dan tidak

diberikan kepada pihak-pihak diluar perusahaan.

3) Audit operasional

Audit operasional adalah pengkajian (review) atas setiap bagian dari

prosedur dan metode yang diterapkan suatu entitas dengan tujuan untuk

mengevaluasi efisiensi dan efektivitas. Hasil akhir dari suatu audit

operasional biasanya berupa rekomendasi kepada anajemen untuk

perbaikan operasi.

D. Jenis-jenis auditor

Menurut (Jusup 2014:17) auditor dapat dibedakan menjadi tiga jenis,

yaitu : auditor pemerintah, auditor internal, dan auditor independent (akuntan

publik). Dari beberapa jenis auditor tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1) Auditor pemerintahan

Auditor pemerintahan adalah auditor yang bertugas melakukan

audit atas laporan keuangan negara pada instasi-instasi pemerintah. Di

Indonesia audit ini dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)

yang dibentuk sebagai perwujudan dari pasal 23 ayat 5 Undang-undang

Dasar 1945 yang berbunyi: Untuk memeriksa tanggung jawab tentang


keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan yang

pengaturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu

diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

2) Auditor Internal

Auditor Internal adalah auditor yang bekerja pada suatu entitas

(perusahaan) dan oleh karenanya bersetatus sebagai pegawai pada entitas

tersebut. Auditor internal berkewajiban memberi informasi kepada

manajemen yang berguna untuk pengambilan keputusan yang berkaitan

dengan efektifitas perusahaan.

3) Auditor Independen

Auditor Independen adalah auditor eksternal yang pada umumnya

merupakan anggota kantor akuntan public yang memberikan jasa audit

professional untuk masing-masing klien. Tanggung jawab utama auditor

independent atau kebih umum disebut akuntan public adalah melakukan

fungsi pengauditan atas laporan keuangan yang diterbitkan entitas

(perusahaan atau organisasi lainnya).

E. Standar Audit

Standar audit adalah pedoman untuk membantu para auditor dalam

memenuhi tanggung jawab profesional mereka dalam pengauditan laporan

keuangan historis. Standar tersebut mencakup pertimbangan kualitas


profesional antara lain persyaratan kompetensi dan independensi, pelaporan,

dan bukti. (Haryono Jusup, 2014: 58)

Ada sepuluh standar audit yang telah ditetapkan oleh Institut Akuntan

Publik Indonesia (IAPI) yang terdiri atas:

1. Standar Umum

a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki

keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.

b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan,

independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.

c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib

menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan

seksama.

2. Standar Pekerjaan Lapangan

a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan

asisten harus disupervisi dengan semestinya.

b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh

untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup

pengujian yang akan dilakukan.

c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi,

pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar

memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang

diaudit.
3. Standar Pelaporan

a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah

disusun sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di

Indonesia.

b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada,

ketidakkonsistenan penerapan standar akuntansi dalam penyusunan

laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan

standar akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.

c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang

memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.

d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai

laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa

pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara

keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus

dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan

keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas

mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan

tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor. (IAPI,2011:150.1

& 150.2)
F. Bukti Audit dan Dokumentasi Audit

1) Bukti Audit

(Jusup, 2014: 218) Bukti audit adalah semua informasi yang

digunakan auditor untuk mencapai kesimpulan yang menjadi dasar opini

audit. Sebagian besar pekerjaan auditor independen dalam rangka

memberikan opini atas laporan keuangan terdiri dari usaha untuk

mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit. Bukti audit sangat

bervariasi pengaruhya terhadap kesimpulan yang ditarik oleh auditor

independen dalam rangka memberikan opini atas laporan keuangan

auditan. Relevansi, obyektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti

audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh

terhadap kompetensi bukti. Keputusan penting yang dihadapi para

auditor adalah menentukan jenis dan jumlah bukti audit yang tepat yang

diperlukan untuk memastikan bahwa laporan keuangan telah disajikan

secara wajar. Terdapat empat keputusan mengenai bukti apa yang harus

dikumpulkan dan berapa banyak bukti harus dikumpulkan (Arens et al.

2015:2016)

a) Prosedur audit yang digunakan

Prosedur audit adalah rincian instruksi yang menjelaskan bukti

audit yang harus diperoleh selama audit. Prosedur sering


dinyatakan dengan instruksi yang cukup spesifik sehingga auditor

dapat mengikuti instruksi tersebut selama audit berlangsung.

b) Berapa ukuran sampel yang akan dipilih untuk prosedur tersebut

Keputusan tentang berapa banyak unsur yang akan diuji harus

dibuat auditor untuk setiap prosedur audit yang akan digunakan.

Ukuran sampel yang dipilih bisa berbeda-beda antara audit yang

satu dengan audit lainnya.

c) Item-item mana yang akan dipilih dari populasi

Auditor harus memutuskan unsur-unsur mana dalam populasi

yang akan diuji. Alternatif pemilihan unsur-unsur yang dapat

dilakukan auditor adalah (1) memilih suatu periode tertentu dan

memeriksa unsur pertama dalam periode tersebut. (2) memilih

unsur-unsur dengan nilai rupiah tinggi. (3) memilih unsur-unsur

secara acak, atau (4) memilih unsur-unsur yang menurut dengan

auditor mengandung kekeliruan. Auditor juga bisa memilih

dengan menggunakan kombinasi dari metode-metode tersebut.

d) Kapan melaksanakan prosedur tersebut

Kadang-kadang penentuan saat pelaksanaan prosedur audit

dipengaruhi oleh kapan klien membutuhkan laporan audit. Selain

itu, saat pelaksanaan audit dipengaruhi pula oleh pertimbangan

auditor tentang kapan prosedur diperkirakan akan paling efektif

atau kapan staf audit tersedia.


Daftar prosedur audit untuk bidang audit tertentu atau untuk

keseluruhan audit disebut sebagai program audit. Program audit selalu

memuat daftar prosedur audit, dan biasanya mencakup ukuran sampel,

item-item yang dipilih, dan penetapan waktu pengujian. Pada umumnya,

auditor membuat program audit (yang berisi prosedur audit) untuk setiap

komponen audit, misalnya program audit untuk piutang usaha, dan

sebagainya.

Standar Audit (SA) seksi 500 par. 6 menyebutkan bahwa auditor

harus merancang dan melaksanakan prosedur audit yang tepat sesuai

dengan kondisi untuk memperoleh bukti audit yang cukup dan tepat.

Bukti audit yang cukup dan tepat dapat sebagai dasar untuk mendukung

opini yang diberikan. Ketepatan bukti adalah ukuran kualitas bukti,

yakni relevansi dan reliabilitasnya dalam memenuhi tujuan audit atas

golongan transaksi, saldo-saldo akun, dan pengungkapan yang

bersangkutan. Apabila bukti audit dipandang sangat tepat, maka hal itu

akan sangat membantu auditor dalam mendapatkan keyakinan bahwa

laporan keuangan disajikan secara wajar. Sedangkan kecukupan bukti

adalah ukuran kuantitas bukti audit. Kuantitas bukti audit yang

diperlukan dipengaruhi oleh penilaian auditor tentang risiko kesalahan

penyajian material dan juga oleh kualitas bukti audit itu sendiri.

Kecukupan bukti terutama diukur dengan ukuran sampel yang dipilih

auditor (Jusup, 2014:222).


2) Prosedur untuk memperoleh Bukti Audit

Jusup (2014:229) menyatakan bahwa dalam memutuskan prosedur

audit mana yang akan digunakan, auditor dapat memilih dari delapan

kategori bukti yang disebut tipe bukti. Dalam SA 500 prosedur yang

digunakan sebagai prosedur penilaian risiko, pengujian pengendalian,

atau prosedur substantif, bergantung pada konteks yang diterapkan

auditor meliputi:

a) Inspeksi

Inspeksi mencakup pemeriksaan atas catatan atau dokumen, baik

internal maupun eksternal dalam bentuk kertas, elektronik, atau

media lain atau pemeriksaan fisik atau suatu aset. Jenis bukti ini

sering berkaitan dengan persediaan dan kas, namun dapat diterapkan

pula untuk verifikasi akun lainnya. Pengujian fisik merupakan salah

satu bukti audit yang terpercaya dan berguna. Tujuan dari pengujian

fisik ini adalah verifikasi apakah aset perusahaan benar-benar ada

(existence objective).

b) Observasi

Observasi terdiri dari melihat langsung suatu proses atau prosedur

yang dilakukan oleh orang lain, sebagai contoh, observasi oleh

auditor atas perhitungan persediaan yang dilakukan oleh personel

entitas, atau melihat langsung pelaksanaan aktivitas pengendalian.

Observasi memberikan bukti audit tentang pelaksanaan suatu proses


atau prosedur, namun hanya terbatas pada titik waktu tertentu pada

saat observasi dilaksanakan, dan fakta bahwa adanya observasi atas

aktivitas tersebut dapat mempengaruhi bagaimana proses atau

prosedur tersebut dilaksanakan.

c) Konfirmasi Ekternal

Konfirmasi eksternal merupakan bukti audit yang diperoleh auditor

sebagai respon langsung tertulis dari pihak ketiga (pihak yang

mengkonfirmasi) dalam bentuk kertas, atau secara elektronik, atau

media lain. Prosedur konfirmasi eksternal sering kali relevan untuk

mencapai asersi yang berhubungan dengan saldo akun tertentu dan

unsur-unsurnya. Bukti konfirmasi juga merupakan bukti audit yang

paling sering digunakan dan merupakan bukti yang diprioritaskan

karena mengingat penyedia informasi yang merupakan pihal

independen terhadap perusahaan klien.

d) Penghitungan Ulang

Penghitungan ulang terdiri dari pengecekan akurasi penghitungan

matematis dalam dokumen atau catatan. Penghitungan ulang dapat

dilakukan secara manual atau secara elektronik.

e) Pelaksanaan Kembali

Pelaksanaan kembali adalah pelaksanaan prosedur atau

pengendalian secara independen oleh auditor yang semula

merupakan bagian pengendalian intern entitas.


f) Prosedur Analitis

Prosedur analitis terdiri dari pengevaluasian atas informasi

keuangan yang dilakukan dengan menelaah hubungan yang dapat

diterima antara data keuangan dengan data nonkeuangan. Prosedur

analitis juga meliputi investigasi atas fluktuasi yang telah

diidentifikasi, hubungan yang tidak konsisten antara satu informasi

dengan informasi lainnya, atau data keuangan yang menyimpang

secara signifikan dari jumlah yang telah diprediksi sebelumnya.

Auditor biasanya membandingkan data tahun berjalan dengan data

tahun lalu, bisa juga dengan data indutri atau data perusahaan lain

yang sejenis. Prosedur analitis ini harus selalu dijalankan dalam tiap

tahap, dari perencanaan hingga penyelesaian audit.

g) Permintaan Keterangan

Permintaan keterangan terdiri dari pencairan informasi atas orang

yang memiliki pengetahuan, baik keuangan maupun nonkeuangan,

di dalam atau di luar entitas. Permintaan keterangan digunakan

secara luas sepanjang audit sebagai tambahan untuk prosedur audit

lainnya. Permintaan keterangan dapat berupa permintaan

keterangan resmi secara tertulis maupun permintaan keterangan

secara lisan.

2) Dokumentasi Audit
Menurut SA 230, dokumentasi audit adalah dokumentasi atas

prosedur audit yang telah dilakukan, bukti audit yang relevan yang

diperoleh, dan kesimpulan yang ditarik. Dokumentasi audit harus

mencakup semua informasi yang dipandang perlu oleh auditor untuk

memenuhi pelaksanaan audit dan menjadi pendukung atas laporan audit.

Menurut Arens et al. (2015:221) tujuan dokumentasi audit secara

keseluruhan adalah untuk membantu auditor dalam memberikan

kepastian yang layak bahwa audit yang memadai telah dilakukan sesuai

dengan standar audit. Dokumentasi audit yang dibuat auditor selama audit

berlangsung, termasuk daftar-daftar yang dibuat klien untuk keperluan

auditor adalah milik auditor. Kertas Kerja (pendokumentasian) memiliki

beberapa tipe, antara lain:

a) Program Audit

Program audit merupakan daftar prosedur audit untuk seluruh audit

tertentu, sedangkan prosedur audit adalah instruksi rinci untuk

mengumpulkan tipe bukti audit tertentu yang harus diperoleh pada

saat tertentu dalam audit. Dalam program ini, auditor menyebutkan

prosedur audit yang harus diikuti dalam melakukan verifikasi setiap

unsur tercantum dalam laporan keuangan, tanggal dan paraf

pelaksanaan prosedur audit tersebut, serta penunjukkan indeks kertas

kerja yang dihasilkan.

b) Working Trial Balance


Working trial balance adalah suatu daftar yang berisi saldosaldo akun

buku pada akhir tahun yang diaudit dan saldo akhir auditan pada

tahun sebelumnya. Kolom-kolom untuk adjustment dan penggolongan

kembali yang diusulkan oleh auditor serta saldo-saldo setelah koreksi

auditor yang akan tampak dalam laporan keuangan auditan.

c) Ringkasan Jurnal Adjustment

Pada saat proses audit, auditor mungkin menemukan kesalahan dalam

laporan keuangan dan catatan akuntansi klien. Untuk memperbaiki

kesalahan tersebut auditor membuat kolom jurnal adjustment yang

nantinya akan dibicarakan dengan klien. Di samping itu auditor juga

membuat jurnal reclassification entries untuk suatu unsur tertentu

meskipun klien tidak salah dalam pencatatannya, namun untuk

penyajian laporan keuangan yang wajar harus digolongkan kembali.

d) Skedul Utama

Skedul utama adalah kertas kerja yang digunakan untuk meringkas

informasi yang dicatat dalam skedul pendukung untuk akun-akun

yang berhubungan. Skedul utama ini digunakan untuk

menggabungkan akun-akun buku besar sejenis yang jumlah saldonya

akan dicantumkan dalam laporan keuangan.

e) Skedul Pendukung

Verifikasi terhadap unsur-unsur yang tercantum dalam laporan

keuangan klien tersusun dalam kertas kerja pendukung yang dapat


menguatkan informasi keuangan dan operasional yang dikumpulkan.

Setiap skedul pendukung harus dicantumkan pekerjaan yang telah

dilakukan oleh auditor dalam menverifikasi dan menganalisis unsur-

unsur yang dicantumkan dalam daftar tersebut, metode verifikasi yang

digunakan, pertanyaan yang timbul dalam audit, serta jawaban atas

pertanyaan tersebut. Skedul pendukung harus memuat juga berbagai

simpulan yang dibuat oleh auditor.

G. Tahap – Tahap Audit

Tahap-tahap audit ditempuh untuk memenuhi tujuan audit yaitu untuk

mencapai perbaikan atas berbagai program atau aktivitas dalam pengelolaan

perusahaan yang masih memerlukan perbaikan. Langkah-langkah atau proses

audit atas laporan keuangan dibagi menjadi empat tahap yaitu:

1) Penerimaan Perikatan Audit

Di dalam memutuskan apakah suatu perikatan audit dapat diterima atau

tidak, auditor menempuh suatu proses. Menurut Mulyadi (2014) proses

tersebut terdiri dari enam tahap sebagai berikut:

a) Mengevaluasi Integritas Manajemen

Audit atas laporan keuangan bertujuan untuk memberikan pendapat

atas laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen. Oleh karena itu,

untuk dapat menerima perikatan audit, auditor berkepentingan untuk

mengevaluasi integritas manajemen, agar auditor mendapatkan


keyakinan bahwa manajemen perusahaan klien dapat dipercaya,

sehingga laporan keuangan yang diaudit bebas dari salah saji material

sebagai akibat dari adanya integritas manajemen. Berbagai cara yang

dapat ditempuh oleh auditor dalam mengevaluasi integritas manajemen

adalah:

a. Melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu.

b. Meminta keterangan pada pihak ketiga.

c. Melakukan review terhadap pengalaman auditor di masa lalu dalam

berhubungan dengan klien yang bersangkutan.

b) Mengidentifikasi Keadaan Khusus dan Risiko Luar Biasa

Berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan oleh auditor tentang

kondisi khusus dan risiko luar biasa yang mungkin berdampak

terhadap penerimaan perikatan audit dari calon klien dapat diketahui

dengan cara:

a. Mengidentifikasi pemakai laporan audit.

b. Mendapatkan informasi tentang stabilitas keuangan dan legal

calon klien di masa depan.

b. Mengevaluasi kemungkinan dapat atau tidaknya laporan keuangan

calon klien diaudit.

c) Menentukan Kompetensi untuk Melaksanakan Audit

Sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus

mempertimbangkan apakah ia dan anggota tim auditnya memiliki


kompetensi memadai untuk menyelesaikan perikatan tersebut, sesuai

dengan standar auditing yang telah ditetapkan oleh IAI. Pertimbangan

tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi anggota kunci tim audit

dan mempertimbangkan perlunya mencari bantuan dari spesialis

dalam pelaksanaan audit.

d) Evaluasi terhadap Independensi Auditor

Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik mengatur tentang

independensi auditor dan stafnya sebagai berikut:

a. Independensi

Anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental

independen di dalam memberikan jasa profesional

sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik

yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut

harus meliputiindependen dalam fakta (in fact) maupun dalam

penampilan (in appearance)

b. Integritas dan Objektivitas

Anggota KAP harus mempertahankan integritas dan

objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of

interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material

(material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan

(mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain.

Sebelum auditor menerima suatu perikatan audit, ia harus


memastikan bahwa setiap profesional yang menjadi anggota

tim auditnya tidak terlibat atau memiliki kondisi yang

menjadikan independensi tim auditnya diragukan oleh pihak

lain.

e) Menentukan Kemampuan Auditor dalam Menggunakan Kemahiran

Profesionalnya dengan Cermat dan Seksama

Dalam mempertimbangkan penerimaan atau penolakan suatu

perikatan audit, auditor harus mempertimbangkan apakah ia dapat

melaksanakan audit dan menyusun laporan auditnya secara cermat

dan seksama. Kecermatan dan keseksamaan penggunaan kemahiran

profesional auditor ditentukan oleh ketersediaan waktu yang

memadai untuk merencanakan dan melaksanakan audit.

f) Pembuatan Surat Perikatan Audit

Surat perikatan audit dibuat oleh auditor untuk kliennya yang

berfungsi untuk mendokumentasikan dan menegaskan penerimaan

auditor atas penunjukan oleh klien, tujuan dan lingkup audit, lingkup

tanggungjawab yang dipikul oleh auditor bagi kliennya, kesepakatan

tentang reproduksi laporan keuangan auditan, serta bentuk laporan

yang akan diterbitkan oleh auditor. Baik auditor maupun kliennya

berkepentingan terhadap surat perikatan audit, karena dalam surat

tersebut berbagai kesepakatan penting tentang perikatan audit

didokumentasikan, sehingga dapat dicegah terjadinya


kesalahpahaman yang mungkin timbul antara auditor dengan

kliennya.

2) Perencanaan Audit

Setelah auditor memutuskan untuk menerima perikatan audit dengan

kliennya, langkah berikutnya yang perlu ditempuh adalah merencanakan

audit. Menurut Mulyadi (2014) ada tujuh tahap yang harus ditempuh oleh

auditor dalam merencanakan auditnya:

a) Memahami Bisnis dan Industri Klien

Sebelum auditor melakukan verifikasi dan analisis transaksi atas

akun-akun tertentu, ia perlu mengenal lebih baik industri tempat klien

berusaha serta kekhususan bisnis klien. SA Seksi 318 Pemahaman

atas Bisnis Klien memberikan panduan tentang sumber informasi

bagi auditor untuk memahami bisnis dan industri klien:

a. Pengalaman sebelumnya tentang entitas dan industrinya.

b. Diskusi dengan orang dalam entitas.

c. Diskusi dengan personel dari fungsi audit intern dan review

terhadap laporan auditor intern.

d. Diskusi dengan auditor lain dengan penasihat hukum atau

penasihat lain yang telah memberikan jasa kepada entitas atau

dalam industri.

e. Diskusi dengan orang yang berpengetahuan di luar entitas.

f. Publikasi yang berkaitan dengan industri.


g. Perundangan dan peraturan yang secara signifikan berdampak

terhadap entitas.

h. Kunjungan ke tempat atau fasilitas pabrik entitas.

i. Dokumen yang dihasilkan oleh entitas.

b) Melaksanakan Prosedur Analitik.

Prosedur analitik meliputi perbandingan jumlah-jumlah yang

tercatat atau ratio yang dihitung dari jumlah-jumlah yang tercatat,

dibandingkan dengan harapan yang dikembangkan oleh auditor.

Tujuan prosedur analitik dalam perencanaan audit adalah untuk

membantu perencanaan sifat, saat, dan luas prosedur audit yang

akan digunakan untuk memperoleh bukti tentang saldo akun atau

jenis transaksi tertentu.

Tahap-tahap prosedur analitik adalah sebagai berikut:

a. Mengidentifikasi perhitungan/perbandingan yang harus

dibuat.

b. Mengembangkan harapan.

c. Melaksanakan perhitungan/perbandingan.

d. Menganalisis data dan mengidentifikasi perbedaan

signifikan.

e. Menyelidiki perbedaan signifikan yang tidak terduga dan

mengevaluasi perbedaan tersebut.


f. Menentukan dampak hasil prosedur analitik terhadap

perencanaan audit.

Tabel pengujian analitik neraca

c) Mempertimbangkan Tingkat Materialitas Awal.

Pada tahap perencanaan audit, auditor perlu

mempertimbangkan materialitas awal pada dua tingkat berikut

ini: (1) tingkat laporan keuangan, dan (2) tingkat saldo akun.

Materialitas awal pada tingkat laporan keuangan perlu

ditetapkan oleh auditor karena pendapat auditor atas kewajaran

laporan keuangan sebagai keseluruhan. Materialitas awal pada

tingkat saldo akun ditentukan auditor pada tahap perencanaan

audit karena untuk mencapai simpulan tentang kewajaran

laporan keuangan sebagai keseluruhan, auditor perlu

melakukan verifikasi saldo akun.

d) Mempertimbangkan Risiko Bawaan.

Sejak perencanaan audit sampai dengan penerbitan laporan

audit, auditor harus mempertimbangkan berbagai macam

risiko. Pada tahap perencanaan audit, auditor harus

mempertimbangkan risiko bawaan (inherent risk) suatu risiko

salah saji yang melekat dalam saldo akun atau asersi tentang

suatu saldo akun. Pada tahap pemahaman dan pengujian


pengendalian intern, auditor harus mempertimbangkan risiko

pengendalian (control risk) suatu risiko tidak dapat dicegahnya

salah saji material dalam suatu saldo akun atau asersi tentang

suatu saldo akun oleh pengendalian intern.

Pada tahap pelaksanaan pengujian substantif, auditor harus

mempertimbangkan risiko deteksi (detecting risk) suatu risiko

tidak terdeteksinya salah saji material dalam suatu saldo akun

atau asersi tentang suatu saldo akun oleh prosedur audit yang

dilaksanakan oleh auditor. Pada tahap akhir proses audit,

penerbitan laporan audit, auditor harus mempertimbangan

risiko audit, suatu risiko kegagalan auditor dalam memodifikasi

pendapatnya atas laporan keuangan yang secara material telah

disajikan salah.

e) Mempertimbangkan Berbagai Faktor yang Berpengaruh

terhadap Saldo Awal, Jika Perikatan dengan Klien merupakan

Audit Tahun Pertama.

Bila laporan keuangan diaudit untuk pertama kalinya atau bila

laporan keuangan tahun sebelumnya diaudit oleh auditor

independen lain. Auditor harus menyadari mengenai hal-hal

bersyarat (contingencies) dan komitmen yang ada pada awal

tahun. Sifat dan lingkup bukti audit yang harus diperoleh

berkenaan dengan saldo awal tergantung pada:


a. Kebijakan akuntansi yang dipakai oleh entitas yang

bersangkutan.

b. Apakah laporan keuangan entitas tahun sebelumnya telah

diaudit, dan jika demikian, apakah pendapat auditor atas

laporan keuangan tersebut berupa pendapat selain wajar

tanpa pengecualian.

c. Sifat akun dan risiko salah saji dalam laporan keuangan

tahun berjalan.

f) Mengembangkan Strategi Audit Awal terhadap Asersi

Signifikan.

Tujuan akhir perencanaan dan pelaksanaan audit yang

dilakukan oleh auditor adalah untuk mengurangi risiko audit ke

tingkat yang rendah, untuk mendukung pendapat apakah, dalam

semua hal yang material, laporan keuangan disajikan secara

wajar. Tujuan ini diwujudkan melalui pengumpulan dan

evaluasi bukti tentang asersi yang terkandung dalam laporan

keuangan yang disajikan oleh manajemen. Karena keterkaitan

antara bukti audit, materialitas, dan komponen risiko audit

(risiko bawaan, risiko pengendalian, risiko deteksi), auditor

dapat memilih strategi audit awal dalam perencanaan audit

terhadap asersi individual atau golongan transaksi. Ada dua

strategi audit awal yang dapat dipilih oleh auditor:


a. Pendekatan Terutama Substantif (Primary Substantive

Approach)

Auditor mengumpulkan semua atau hampir semua bukti

audit dengan menggunakan pengujian substantif dan

auditor sedikit meletakkan kepercayaan atau tidak

mempercayai pengendalian intern. Pendekatan ini biasanya

mengakibatkan penaksiran risiko pengendalian pada tingkat

atau mendekati maksimum. Pada dasarnya ada tiga alasan

mengapa auditor menggunakan pendekatan ini:

1) Hanya terdapat sedikit (jika ada) kebijakan dan

prosedur pengendalian intern yang relevan dengan

perikatan audit atas laporan keuangan.

2) Kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang

berkaitan dengan asersi untuk akun dan golongan

transaksi signifikan tidak efektif.

3) Peletakan kepercayaan besar terhadap pengujian

substantif lebih efisien untuk asersi tertentu.

b. Pendekatan Risiko Pengendalian Rendah (Lower Assessed

Level of Control Risk Approach)

Dalam pendekatan ini, auditor meletakkan kepercayaan

moderat atau pada tingkat kepercayaan penuh terhadap


pengendalian dan sebagai akibatnya auditor hanya

melaksanakan sedikit pengujian substantif

g. Memahami Pengendalian Intern Klien.

Jika auditor yakin bahwa klien telah memiliki pengendalian

intern yang baik, yang meliputi pengendalian terhadap

penyedia data yang dapat dipercaya dan penjagaan kekayaan

serta catatan akuntansi, jumlah bukti audit yang harus

dikumpulkan oleh auditor akan jauh lebih sedikit bila

dibandingkan dengan jika keadaan pengendalian internnya

buruk. Jika auditor telah mengetahui bahwa pengendalian

intern klien di bidang tertentu adalah kuat, maka ia akan

mempercayai informasi keuangan yang dihasilkan. Oleh karena

itu, auditor akan mengurangi jumlah bukti yang dikumpulkan

dalam bidang tersebut.

h. Menyusun Program Audit

Program audit

3) Pelaksanaan Pengujian Audit (Audit Test).

Menurut Mulyadi (2014) menyatakan bahwa, tahap pelaksanaan

pengujian audit sering disebut juga sebagai pelaksanaan pekerjaan

lapangan. Tujuan utama tahap audit ini adalah mendapatkan bukti audit

mengenai aktivitas pengendalian intern klien dan kewajaran laporan


keuangan. Auditor melakukan berbagai macam pengujian yang secara

garis besar dapat dibagi menjadi tiga golongan sebagai berikut:

a) Pengujian Analitik.

Pengujian analitik dilakukan oleh auditor pada tahap awal proses

auditnya dan pada tahap review menyeluruh terhadap hasil audit.

Pengujian ini dilakukan oleh auditor dengan cara mempelajari

perbandingan dan hubungan antara data yang satu dengan data yang

lain.

Pada tahap awal proses audit, pengujian analitik dimaksudkan

untuk membantu auditor dalam memahami bisnis klien dan dalam

menemukan bidang yang memerlukan audit lebih intensif. Sebelum

seorang auditor melaksanakan audit secara rinci dan mendalam

terhadap objek audit, ia harus memperoleh gambaran yang

menyeluruh mengenai perusahaan yang diaudit. Untuk itu, analisis

ratio, analisis laba bruto, analisis terhadap laporan keuangan

perbandingan (comparative financial statements) merupakan cara

yang umumnya ditempuh oleh auditor untuk mendapatkan gambaran

menyeluruh dan secara garis besar mengenai keadaan keuangan dan

hasil usaha klien.

b) Pengujian Pengendalian (Test of Control).


Pengujian pengendalian dirancang untuk memverifikasi

efektivitas pengendalian intern klien. Pengujian pengendalian

terutama ditujukan untuk mendapatkan informasi:

a. Frekuensi pelaksanaan aktivitas pengendalian.

b. Mutu pelaksanaan aktivitas pengendalian.

c. Karyawan yang melaksanakan aktivitas pengendalian

c) Pengujian Substantif.

Pengujian substantif merupakan prosedur audit yang dirancang

untuk menemukan kemungkinan kesalahan moneter yang secara

langsung mempengaruhi kewajaran penyajian laporan keuangan.

Kesalahan moneter yang terdapat dalam informasi yang disajikan

dalam laporan keuangan kemunginan terjadi karena kesalahan dalam:

a. Penerapan prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia.

b. Tidak diterapkannya prinsip akuntansi berterima umum di

Indonesia.

c. Ketidakkonsistensian dalam penerapan prinsip akuntansi

berterima umum di Indonesia.

d. Ketidaktepatan pisah batas (cut off) pencatatan transaksi.

e. Perhitungan (penambahan, pengurangan, pengalian, dan

pembagian

f. Pekerjaan penyalinan, penggolongan dan peringkasan informasi.


g. Pencantuman pengungkapan (disclosure) unsur tertentu dalam

laporan keuangan.

4) Pelaporan Audit

Laporan audit merupakan media yang dipakai auditor dalam

berkomunikasi dengan masyarakat lingkungannya. Dalam laporan

tersebut auditor menyatakan pendapatnya mengenai kewajaran laporan

keuangan auditan. Pendapat auditor tersebut disajikan dalam suatu

laporan tertulis yang umumnya berupa laporan audit baku (Mulyadi,

2014). Laporan audit baku terdiri dari tiga paragraf:

a) Paragraf Pengantar.

Paragraf pertama laporan audit baku tersebut merupakan paragraph

pengantar. Dalam paragraf ini terdapat tiga kalimat: kalimat pertama

menjelaskan objek yang menjadi sasaran auditing, sedangkan kalimat

kedua dan ketiga menjelaskan tanggungjawab manajemen dan

tanggungjawab auditor.

b) Paragraf Lingkup.

Paragraf lingkup berisi pernyataan auditor bahwa auditnya

dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan oleh

organisasi profesi akuntan publik dan beberapa penjelasan tambahan

tentang standar auditing tersebut, serta suatu pernyataan keyakinan

bahwa audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing tersebut


memberikan dasar yang memadai bagi auditor untuk memberikan

pendapat atas laporan keuangan auditan.

c) Paragraf Pendapat (Opinion Paragraph).

Pemeriksaan audit atas laporan keuangan serta evaluasi atas

buktibukti yang diperoleh, auditor akan membuat kesimpulan atas

temuan dalam kegiatan audit tersebut. Kesimpulan tersebut berupa

opini ataupun pendapat atas kewajaran laporan keuangan pada

laporan audit. Menurut Standar Profesional Akuntan Publik (PSA 29

SA Seksi 508), ada empat jenis pendapat akuntan yaitu:

a. Pendapat Wajar Tanpa Pengecualian (unqualified opinion report).

Pendapat wajar tanpa pengecualian menyatakan bahwa Laporan

Keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang

material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu

sesuai dengan SAK/ETAP/IFRS

b. Pendapat Wajar dengan Pengecualian (qualified opinion report).

Pendapat wajar dengan pengecualian menyatakan bahwa Laporan

Keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang

material, posisi keuangan, hasil usaha, dan arus kas entitas tertentu

sesuai dengan SAK/ETAP/IFRS, kecuali untuk hal-hal yang

berhubungan dengan yang dikecualikan. Pendapat ini dinyatakan

apabila:
1. Ketiadaan bukti kompeten yang cukup atau adanya

pembatasan terhadap lingkup audit yang mengakibatkan

auditor berkesimpulan bahwa ia tidak dapat menyatakan

pendapat wajar tanpa pengecualian dan ia berkesimpulan

tidak menyatakan tidak memberikan pendapat.

2. Auditor yakin, atas dasar auditnya, bahwa laporan keuangan

berisi penyimpangan dari SAK/ETAP/IFRS, yang berdampak

material, dan ia berkesimpulan untuk tidak menyatakan

pendapat tidak wajar

c. Pendapat Tidak Wajar (adverse opinion report).

Pendapat tidak wajar menyatakan bahwa laporan keuangan tidak

menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, dan arus

kas entitas tertentu sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan di

Indonesia. Pendapat ini dinyatakan bila, menurut pertimbangan

auditor, laporan keuangan secara keseluruhan tidak disajikan

secara wajar sesuai dengan SAK/ETAP/IFRS.

d. Pernyataan Tidak Memberikan Pendapat (disclaimer of opinion

report).

Pernyataan tidak memberikan pendapat menyatakan bahwa

auditor tidak menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Auditor

dapat tidak menyatakan suatu pendapat bilamana ia tidak dapat

merumuskan atau tidak merumuskan suatu pendapat tentang


kewajaran laporan keuangan sesuai dengan SAK/ETAP/IFRS.

Jika auditor menyatakan tidak memberikan pendapat, laporan

auditor harus meberikan semua alasan

substantif yang mendukung pernyataannya tersebut.

Anda mungkin juga menyukai