Anda di halaman 1dari 5

5.4.

Neoclassical Location Theory (Teori Lokasi Neoklasik)

Setelah tahun 1950-an, teori lokasi berkembang dengan analogi-analogi

ilmu ekonomi umum, dan diperkaya oleh analisis-analisis kuantitatif standar ilmu

ekonomi, khususnya ekonometrika, dynamic model dan model-model optimasi

seiring berkembangnya cabang ilmu regional science (Santoso et al., 2012).

Teori lokasi neoklasik merupakan teori berbasis pada pendekatan

normatif. Teori normatif lebih berkenaan pada hal-hal yang diperkirakan mungkin

terjadi dengan banyak asumsi bukan didasarkan pada konisi riil (Smith, 1987

dalam Rustiadi et al., 2009).

Menurut Rustiadi et al. (2009), model sederhana dengan satu peubah

tunggal geographic distance (jarak geografis, jarak fisik) yang dikembangkan

berdasarkan mazhab neoklasik didasarkan pada asumsi-asumsi:

1) Permukaan lahan: datar dan homogeny dalam segala aspek, isotropic plain

a) Permukaan datar sempurna tanpa ada hambatan untuk setiap

pergerakan ke semua arah.

b) Biaya transportasi berbanding lurus dengan jarak dan hanya ada satu

system transportasi.

c) Kualitas fisik lahan homogen.

2) Penduduk

a) Pemukiman tersebar secara merata.

b) Tingkat pendapatan, tingkat permintaan dan selera terhadap barang dan

jasa homogen.

c) Produsen dan konsumen memiliki informasi yang sempurna dan

bersikap/bertindak rasional atas informasi/pengetahuan yang diperoleh.

Produsen diasumsikan berperilaku berusaha memaksimalkan keuntungan

(profit). Konsumen berlaku meminimalkan biaya/pengeluaran dalam

memenuhi konsumsinya.
5.5. Organisasi Spasial dari Produksi Industri

5.5.1. Asumsi Satu Produsen

Seorang ekonom cenderung memperhatikan dasar analisis pada suatu

titik/tempat sedangkan faktanya kajian mencangkup daerah pasar (market area).

Christaller dalam Suryani (2015), melalui central place theory mengembangkan

konsep range dan threshold. Diasumsikan suatu wilayah sebagai dataran yang

homogen dengan sebaran penduduk yang merata, di mana penduduknya

membutuhkan berbagai barang dan jasa. Kebutuhan-kebutuhan tadi memiliki

dua hal yang khas yaitu:

1. Range, jarak yang perlu ditempuh orang untuk mendapatkan barang

kebutuhannya. Contoh range mebeler lebih besar daripada range susu, karena

mebeler lebih mahal daripada susu.

2. Threshold, adalah minimum jumlah penduduk yang diperlukan untuk

kelancaran dan kesinambungan suplai barang. Contohnya, toko makanan tidak

memerlukan jumlah penduduk yang banyak, sedangkan toko emas

membutuhkan jumlah penduduk yang lebih banyak atau threshold yang lebih

besar.

Untuk keberlangsungan usaha maka threshold terletak pada range

tersebut atau paling tidak sama dengan batas terjauh dari range of good.

Adapaun faktor-faktor yang menentukan range of good dan threshold value

adalah harga di pasar dan biaya perjalanan ke dan dari pasar (Rustiadi et al.,

2009).

Menurut Rustiadi et al. (2009), model ini dikembangkan untuk kasus lebih

dari satu produsen pada komuditas yang sama. Asumsi dasarnya adalah:

1) konsumen hanya membeli dengan harga termurah, yang berarti membeli

pada produsen terdekat. Solusi logis untuk memenuhi kebutuhan


produsen dan konsumen adalah suatu jaringan heksagonal wilayah pasar

berukuran seragam.

2) “threshold” dan “range” berbeda untuk setiap komuditas.

5.5.2.Asumsi Lebih dari Satu Produsen untuk Barang yang Sama

Jika terdapat banyak produsen untuk barang yang sama, maka setiap

produsen berusaha untuk menghitung lokasi yang tersedia dan daerah pasar

yang sudah dikuasai oleh produsen lain. Berdasarkan hal tersebut akan terjadi

tiga kemungkinan range of good dari setiap daerah pasar produsen yaitu: (1)

Range dari setiap barang saling bersinggungan pada batas terluarnya sehingga

tidak tidak terdapat kompetisi antar produsen tetapi ada konsumen yang tidak

terlayani, (2) terjadi tumpang tindih pada range of good dari daerah pasar

sehingga terdapat kompetisi antar produsen, dan (3) Range of good yang ideal

yaitu apabila daerah pasar yang berbentuk lingkaran diubah menjadi bentuk

heksagonal; bentuk ini merupakan jawaban dimana produsen bisa

mengoptimalkan keuntungan dan semua konsumen terlayani dengan harga yang

paling murah dengan jarak yang paling dekat (Rustiadi et al., 2009).

Gambar . Bentuk Heksagon dapat Mengisi Ruang secara Efisien

Menurut Losch dalam Santoso et al. (2012), suatu metrópolis memiliki

fungsi yang berragam dan fungsi tersebut memiliki area pasar yang dibatasi oleh

range dan thresholdnya masing-masing. Jadi tidak perlu ditentukan sebuah

hirarki pasar karena akan muncul dengan sendirinya.


Gambar . Jaringan Kota yang Dibentuk oleh Ragam Fungsi (Aktivitas) yang

berbeda

Gambar di atas menunjukkan, bahwa masing-masing fungsi membentuk pangsa

pasarnya masing-masing, yang saling bertumpang tindih dengan pangsa pasar

yang lainnya yang akhirnya membentuk suatu jaringan (Losch dalam Santoso et

al., 2012).

Kesimpulan:

1. Teori lokasi neoklasik merupakan teori berbasis pada pendekatan normatif.

Teori normatif lebih berkenaan pada hal-hal yang diperkirakan mungkin

terjadi dengan banyak asumsi bukan didasarkan pada konisi riil

2. Organisasi Spasial dari Produksi Industri terdapat dua asumsi yaitu asumsi

satu produsen dan asumsi Lebih dari Satu Produsen untuk Barang yang

Sama. Dalam asumsi satu produsen, seorang ekonom cenderung

memperhatikan dasar analisis pada suatu titik/tempat sedangkan faktanya

kajian mencangkup daerah pasar (market area). Sedangkan dalam kasus

lebih dari satu produsen pada komuditas yang sama, asumsi dasarnya

adalah: konsumen hanya membeli dengan harga termurah, yang berarti


membeli pada produsen terdekat. Solusi logis untuk memenuhi kebutuhan

produsen dan konsumen adalah suatu jaringan heksagonal wilayah pasar

berukuran seragam. Serta “threshold” dan “range” berbeda untuk setiap

komuditas.

Rustiadi, E.,S. Saefulhakim, dan D. R. Panuju. 2009. Perencanaan dan

Pengembangan Wilayah Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta.

Santoso, E. B., E. U. Belinda dan U. Aulia. 2012. Diktat Analisis Lokasi Dan

Keruangan (Rp09-1209). Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Institut

Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Suryani, Y. 2015. Teori Lokasi Dalam Penentuan Pembangunan Lokasi Pasar

Tradisional (Telaah Studi Literatur). Seminar Nasional Ekonomi Manajemen Dan

Akuntansi (Snema) Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.

Anda mungkin juga menyukai