Anda di halaman 1dari 67

ABSTRACT

“RELATED FACTORS TO PARENTING STRESS IN MOTHERS OF


CHILDREN WITH MENTAL RETARDATION AT EXTRAORDINARY
SCHOOL C DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI”

BY

SEFIRA DWI RAMADHANY

Background : Parenting stress is defined as a set of processes that bring on


unwelcome psychological condition that arise in an attempt to adapt to the
guidance of parenthood. Then parenting of children with mental retardation is not
an easy thing because parents often have to deal with a stressful situation due to
the demands in the parenting process more heavier. The purpose of this study was
to determined the factors associated with parenting stress in mothers of children
with mental retardation. Method : This study use observational method with cross
sectional design in September and October 2015 at extraordinary school Dharma
Bhakti Dharma Pertiwi. Operational model of this study used the Parenting Stress
Index (short form) to describe parenting stress and Suportive Environment Scale
(SES) to describe mother’s social support. This study was held among 88 mothers
of children with mental retardation. Result : Factors that was no significant
correlation between parenting stres is child age and gender. Then there was
significant correlation between parenting stress is child level of mental
retardation, mother age, occupation, income, education and social support.
Conclution : Among these factors, child level of mental retardation is the most
influential to parenting stress.

Keywords : mental retardation, parenting stress, social support.


ABSTRAK

“FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT


STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK
TUNAGRAHITA DI SLB DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI”

Oleh

SEFIRA DWI RAMADHANY

Latar Belakang : Stress pengasuhan adalah proses yang membawa pada kondisi
psikologis yang tidak menyenangkan yang muncul dalam upaya beradaptasi
dengan tuntunan peran sebagai orang tua. Pengasuhan terhadap anak dengan
tunagrahita bukan merupakan hal yang mudah karena seringkali orangtua harus
berhadapan dengan situasi yang penuh stres akibat tuntutan dalam proses
pengasuhan yang lebih besar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang
memiliki anak tunagrahita. Metode : Penelitian ini menggunakan metode
observasional analitik dengan pendekatan cross sectional yang dilakukan pada
bulan September hingga Oktober 2015 di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.
Pada penelitian ini digunakan kuesioner Parenting Stress Index untuk menilai
tingkat stres ibu dan kuesioner Supportive Envirotment Scale untuk menilai
dukungan sosial yang diterima oleh ibu. Peneliltian ini menggunakan sampel
sebanyak 88 orang ibu yang memiliki anak tunagrahita. Hasil : Faktor-faktor yang
tidak berhubungan dengan stress pengasuhan ibu dengan usia anak dan jenis
kelamin anak. Sedangkan yang berhubungan dengan pengasuhan ibu dengan taraf
tunagrahita anak, usia ibu, pekerjaan, penghasilan, pendidikan dan dukungan
sosial. Kesimpulan : Diatara faktor-faktor tersebut didapatkan bahwa taraf
tunagrahita anak merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap stres
pengasuhan pada ibu.

Kata kunci : dukungan sosial, stress pengasuhan, tunagrahita.


FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT STRES
PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB
DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI

Oleh

SEFIRA DWI RAMADHANY

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar


SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung

2016
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TINGKAT STRES
PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK TUNAGRAHITA DI SLB
DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI

Oleh

SEFIRA DWI RAMADHANY

Program Studi Pendidikan Dokter

Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung

2016
vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori…………………………..………………… 30

2. Kerangka Konsep……...…………………………………… 31
i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI.................................................................................... i

DAFTAR TABEL............................................................................ iv

DAFTAR GAMBAR ....................................................................... vi

I . PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah .............................................................. 4

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................. 5

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................ 7

II . TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres Pengasuhan............................................................ 8

2.2 Tunagrahita .................................................................... 16

2.3 Sekolah Luar Biasa......................................................... 25

2.4 Kerangka Teori............................................................... 30


ii

2.5 Kerangka Konsep ........................................................... 32

2.6 Hipotesis ......................................................................... 32

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Desain Penelitian................................................ 33

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian............................................. 33

3.3 Populasi dan Sampel ........................................................... 34

3.3.1 Populasi ..................................................................... 34

3.3.2 Sampel....................................................................... 34

3.4 Identifikasi Variabel ........................................................... 36

3.5 Definisi Operasional ........................................................... 36

3.6 Instrumen Penelitian ........................................................... 37

3.7 Alur Penelitian .................................................................. 38

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas …………………………...... 40

3.9 Pengolahan dan Analisis Data ……………………………. 41

3.10 Ethical Clearance ………………………………………. 43

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Penelitian .......................................... 44

4.2. Hasil

4.2.1 Analisis Univariat ............................................... 45


iii

4.2.2 Analisis Bivariat ................................................. 51

4.2.3 Analisis Multivariat ............................................. 59

4.3 Pembahasan

4.3.1 Pembahasan Univariat .......................................... 61

4.3.2 Pembahasan Bivariat ............................................ 68

4.3.3 Pembahasan Multivariat ........................................ 80

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ....................................................................... 83

5.2 Saran ............................................................................. 85

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
iv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Definisi Operasional……………………………………….……. 36

2. Usia anak ……….……………………………………………… 45

3. Jenis kelamin ………………………………………………….... 46

4. Taraf tunagrahita ……………………………………………….. 46

5. Usia ibu ……………………………………………………...… 47

6. Pekerjaan ………………………………………………….…. 47

7. Tingkat pendidikan ……………………………………………. 48

8. Penghasilan keluarga ………………………………………….. 49

9. Dukungan sosial ………………………………………………… 49

10. Stress pengasuhan ……………………………………………… 50

11. Hubungan usia anak dengan tingkat stress pengasuhan…………. 51

12. Hubungan jenis kelamin dengan tingkat stress pengasuhan …….. 52

13. Hubungan taraf tunagrahita anak dengan tingkat stress pengasuhan 53

14. Hubungan usia ibu dengan tingkat stress pengasuhan …………. 54

15. Hubungan pekerjaan dengan tingkat stress pengasuhan ……….. 55

16. Hubungan tingkat pendidikan dengan tingkat stress pengasuhan ... 56

17. Hubungan penghasilan keluarga dengan tingkat stress pengasuhan 52

18. Hubungan dukungan sosial dengan tingkat stress pengasuhan …… 58


v

19. Seleksi multivariat ……………………………….……….…………. 59

20. Pemodelan awal analisis variabel …………………………………… 60

21. Model awal regresi logistik ………………………………………........ 60

22. Pemodelan akhir multivariat ………………………………………… 60


Persembahan untuk Ayah, Ibu, Abang
dan Adik Tercinta...
Kalian semua adalah orang yang selalu menjadi
inspirasi dan penyemangat bagiku, aku sangat
bersyukur memiliki keluarga seperti kalian.
I Love You all.
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung 12 Maret 1994, merupakan anak kedua

dari empat bersaudara, dari Ayahanda Dasril dan Ibunda Pinaria.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) diselesaikan di TK Islami Arafah Kota

Medan pada tahun 2000, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Swasta Taman

Asuhan pada tahun 2006, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di

SMPN 04 pada tahun 2009, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di

SMA Negeri 04 pada tahun 2012.

Tahun 2012, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum

Histologi sejak tahun 2014 dan aktif pada organisasi Gen-C dan LUNAR pada

tahun 2012.
SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam semoga

selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad S.A.W.

Skripsi Ini Berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


TINGKAT STRES PENGASUHAN PADA IBU YANG MEMILIKI ANAK
TUNAGRAHITA DI SLB DHARMA BHAKTI DHARMA PERTIWI” adalah
salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas
Lampung.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. dr. Muhartono, M.Kes, Sp.PA selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung yang bersedia meluangkan waktu dan kesediaannya

untuk memberikan bimbingan, kritik, saran serta nasihat yang bermanfaat

dalam proses penyelesaian skripsi ini;

2. dr. TA Larasati, M.Kes selaku Pembimbing Satu yang telah bersedia untuk

meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran, nasihat dalam

penelitian skripsi ini;

3. dr. Tri Umiana Soleha, M.Kes selaku Pembimbing kedua saya yang telah

bersedia untuk meluangkan waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran,

nasihat dalam penelitian skripsi ini;


4. dr. Jenny Maria Carolina Siagian, Sp.KJ selaku Pembahas saya yang telah

besedia meluangkan waktu, memberikan masukan, kritik,saran dan nasihat

bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini;

5. dr. Evi Kurniawaty, M.Sc selaku Pembimbing Akademik atas waktu dan

bimbingannya;

6. Ayahanda tercinta, Bapak Dasril, terima kasih atas doa, kasih sayang,

nasihat serta bimbingan yang telah diberikan untuku, serta selalu

mengingatkanku untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT

selalu melindungi dan menjadikan ladang pahala;

7. Ibunda, Ibu Pinaria, terima kasih atas doa, kasih sayang, nasihat serta

bimbingan yang telah diberikan untuku, serta selalu mengingatkanku

untuk selalu mengingat Allah SWT. Semoga Allah SWT selalu

melindungi dan menjadikan ladang pahala;

8. Abang saya, M. Fariz Khibran serta adik saya Shanaya Abkaharina dan

Diva Nabila yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih

sayangnya;

9. Seluruh Staf Dosen FK Unila atas ilmu yang telah diberikan kepada

penulis untuk menambah wawasan yang menjadi landasan untuk mencapai

cita-cita;

10. Seluruh staf pengajar program studi pendidikan dokter unila atas ilmu

yang telah diberikan kepada saya untuk menambah wawasan yang menjadi

landasan untuk mencapai cita-cita;

11. Seluruh Staf Tata Usaha, Administrasi, Akademik, pegawai dan karyawan

FK Unila;
12. Teman-teman penelitian saya (Asoly Giovano Imartha dan Devita Wulan)

atas kerjasamanya saling membantu dan memberikan semangat selama

penelitian ini;

13. Teman-teman Stupor (Abet, Amri, Duta, Eki, Galih, Hari, Nana, Sela,

Gemayang, Kautsar, Leon, Mbung, Rana, Ine, Rio, Tale) yang saling

membantu dan memberikan semangat atas kegiatan selama perkuliahan

ini;

14. Sahabat – sahabat saya (Beby, Kiki, Nezar, Nun, Rahma, Azhari) atas

dukungan, semangat, dan doa’ yang setiap saat diberikan;

15. Teman-teman sejawat angkatan 2012 yang tidak bisa disebutkan satu per

satu.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Akan tetapi, semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat dan berguna

bagi kita semua. Aamiin

Bandar Lampung, Januari 2016

Penulis

Sefira Dwi Ramadhany


1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan dari setiap orang yang telah

membina keluarga. Anak adalah anugerah tersebesar nan suci dan luhur yang

diberikan Allah SWT kepada manusia (Muzfikri, 2008). Keadaan akan mejadi

berubah ketika anak yang di lahirkan berbeda dengan anak lainnya, yaitu anak

yang memiliki perhatian atau kebutuhan khusus. (Geniofarm, 2010) .

Tunagrahita atau retardasi mental adalah keadaan dengan intelegensia kurang

(abnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanak-

kanak) atau keadaan kekurangan intelegensia sehingga daya guna sosial dan

dalam pekerjaaan seseorang menjadi terganggu (Sunaryo, 2004).

Tunagrahita merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama

bagi negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian tunagrahita sekitar


2

0,3% dari seluruh populasi, dan hampir 3% mempunyai IQ di bawah 70 (

Soetjiningsih, 2005 ). Di Indonesia penyandang tunagrahita cukup banyak.

Menurut Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tahun

2009 menunjukan 4.253 orang adalah anak dengan tunagrahita (Direktoral

Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2010). Insiden tertinggi pada masa anak

sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Tunagrahita mengenai 1,5

kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Judarwanto,

2009).

Cherry (Bauman,2004) berpendapat bahwa keluarga yang memiliki anak

dengan tunagrahita menghadapi banyak tantangan. Mulai dari isolasi sosial,

stigma masyarakat, kecemburuan anggota keluarga (saudara), disorientasi

ekspektasi, hingga harapan yang pupus. Menurut hasil penelitian yang

dilakukan oleh Kumar (2008) orang tua yang memiliki anak tunagrahita

dipastikan lebih mudah mengalami stress psikologis dibandingkan dengan

orang tua dari anak yang normal. Stres diakibatkan karena banyaknya beban

yang ditanggung oleh orang tua dari anak tunagrahita baik beban secara fisik,

psikis dan sosial.

Menurut Cummins (2001 dalam Small, 2010), pengasuhan terhadap anak

dengan tunagrahita bukan merupakan hal yang mudah karena seringkali

orangtua harus berhadapan dengan situasi yang penuh stres akibat tuntutan

dalam proses pengasuhan yang lebih besar. Menurut Perry (2004) bahwa salah
3

satu beban fisik penyebab stres pada orang tua dari anak tunagrahita berkaitan

dengan ketidakmampuan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari membuat

orang tua khususnya ibu harus selalu membantu dan mendampingi anaknya.

Hal itu tentu saja menyebabkan kelelahan fisik. Sedangkan beban psikis yang

dirasakan orang tua berkaitan dengan proses penerimaan mulai dari rasa kaget,

kecewa, rasa bersalah atas kondisi anak, serta ada tidaknya dukungan dari

keluarga. Ditambah lagi dengan beban sosial di mana respon yang negatif dari

masyarakat membuat orang tua menjadi malu dan menarik diri dari kehidupan

sosial.

Banyaknya beban yang dirasakan ibu sebagai figur terdekat anak tunagrahita

dalam mengasuh anak akan menimbulkan stres pengasuhan. Stres pengasuhan

akan menimbulkan beban bagi pengasuh. Stres pengasuhan dapat mengubah

sikap pengasuh terhadap anak, sehingga akan mempengaruhi perilaku

pengasuhannya, perilaku tersebut mulai dari pengasuhan yang baik,

pengabaian bahkan perilaku kasar (Gunarsa, 2004).

Hindangmayun (2010) menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi stress

pengasuhan terdiri dari karakteristik anak dan karakteristik orang, karakteristik

anak meliputi usia dan jenis kelamin anak sedangkan karakteristik orang tua

meliputi usia, pekerjaan, penghasilan keluarga, pendidikan dan dukungan

sosial.
4

Helkenn (2007) berpendapat bahwa anak yang berasal dari keluarga

berpenghasilan rendah memiliki resiko tinggi terhadap stress pengasuhan.

Selain itu pada penelitian Cooper (2007) juga menunjukkan hubungan yang

signifikan antara ibu dengan pendidikan rendah terhadap tingginya stres

pengasuhan. Untuk dapat mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya

dukungan sosial. Ibu yang merasa menerima tingkat dukungan lebih tinggi,

terutama dari pasangannya dan saudaranya, melaporkan rendahnya tingkat

depresi. (Dunn, Burbine, Bowers, & Tantleff-Dunn, 2001). Dukungan sosial itu

sendiri adalah suatu konstruksi multidimensi yang meliputi bantuan fisik dan

instrumental, berbagi informasi dan sumber daya, dan menyediakan dukungan

emosional dan psikologis ( Gousmett, 2006 ).

Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress

ibu yang memiliki anak tunagrahita.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam peneilian ini yaitu “apakah jenis kelamin

anak, usia anak, taraf tunagrahita anak, usia ibu, pekerjaan, penghasilan

keluarga, tingkat pendidikan dan dukungan sosial berhubungan dengan tingkat

stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita ?


5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress

pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di Sekolah

Luar Biasa (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran distribsi kejadian stres pengasuhan pada ibu

yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma

Pertiwi.

b. Mengidentifikasi gambaran data demografik anak termasuk jenis

kelamin anak, usia anak, dan taraf tunagrahita anak.

c. Mengidentifikasi gambaran data demografik ibu termasuk usia ibu,

pendapatan keluarga, pendidikan, dan pekerjaan ibu yang memiliki

anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

d. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin anak dengan tingkat

stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB

Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

e. Mengetahui hubungan antara usia anak dengan tingkat stress

pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB

Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.


6

f. Mengetahui hubungan antara taraf tunagrahita anak dengan tingkat

stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB

Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

g. Mengetahui hubungan antara usia ibu dengan tingkat stress

pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB

Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

h. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat

stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB

Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

i. Mengetahui hubungan antara pekerjaan dengan tingkat stress

pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB

Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

j. Mengetahui hubungan antara penghasilan keluarga dengan tingkat

stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB

Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

k. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat stress

pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB

Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

l. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh dengan tingkat stress

pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB

Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.


7

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1.4.1 Bagi peneliti

Untuk meningkatkan pengetahuan dan pengaplikasian teori

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress

pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di Sekolah

Luar Biasa (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

1.4.2 Bagi institusi pendidikan

Untuk menambah pengetahuan dan menambah bahan kepustakaan

dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

1.4.3 Bagi masyarakat

Untuk menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang

memiliki anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma

Bhakti Dharma Pertiwi.

1.4.4 Bagi ilmu pengetahuan

Diharapkan dapat memberikan informasi yang penting mengenai

stress pengasuhan. Sehingga berguna sebagai referensi penelitian

selanjutnya.
8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Stres Pengasuhan

2.1.1 Pengertian

Menurut Santrock (2005) mendefinisikan bahwa stres sebagai respon

individu terhadap keadaan-keadaan dan peristiwa-peristiwa (stressor)

yang mengancam individu dalam mengatasi stres tersebut.Kemudian

pengasuhan merupakan aktivitas yang berhubungan dengan pemenuhan

pangan, pemeliharaan fisik dan perhatian terhadap anak (Bahar, 2002).

Kemudian stres pengasuhan digambarkan sebagai kecemasan dan

ketegangan yang melampaui batas dan secara khusus berhubungan

dengan peran orangtua dan interaksi antar orangtua dengan anak ( Abidin

dalam Ahern, 2004).

Stress pengasuhan atau parenting stress diartikan sebagai serangkaian

proses yang membawa pada kondisi psikologis yang tidak disukai dan
9

reaksi psikologis yang muncul dalam upaya beradaptasi dengan tuntunan

peran sebagai orang tua (Deater & Deckard, 2004). (Abidin dalam Ahern

2004) mendefinisikan stres pengasuhan sebagai perasaan cemas dan

tegang yang melampaui batas dan secara khusus berhubungan dengan

peran orang tua dan interaksi orang tua dengan anak. Lebih lanjut, Yi

(2002) menjelaskan bahwa stres pengasuhan adalah seperangkat proses

yang menyebabkan reaksi psikologis berupa permusuhan yang timbul dari

upaya untuk beradaptasi dengan permintaan dari anak. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa stres pengasuhan merupakan ketegangan yang timbul

dalam proses pengasuhan akibat tuntutan peran sebagai orang tua.

Pianta & Egeland (2000) dalam Ahern (2004) menemukan bahwa

tingginya stress pada orang tua berhubungan dengan gaya pengasuhan

yang kurang kooperatif, kurang sensitif, dan lebih intrusif. Sedangkan

Supartini (2004) mengungkapkan bahwa stress yang dialami oleh orang

tua akan berpengaruh pada kemampuan orang tua dalam menjalankan

perannya sebagai orang tua.

Stres pengasuhan timbul akibat ketidaksesuaian antara tuntutan yang

dirasakan orang tua dan kemampuan orang tua dalam memenuhi tuntutan

tersebut dan dapat didefinisikan sebagai respon psikologis negatif yang

dikaitkan dengan diri sendiri dan anak yang dinilai oleh orang tua masing-

masing (Williford, 2006). Sesuai dengan model stres pengasuhan (Ahern,

2004) yang mengatakan bahwa stres pengasuhan mendorong kearah tidak


10

berfungsinya pengasuhan orangtua terhadap anak, serta menjelaskan

ketidaksesuaian respon orangtua dalam menghadapi konflik dengan anak –

anak mereka.

2.1.2 Aspek-aspek Stres Pengasuhan

Aspek-aspek stres pengasuhan menurut Abidin (dalam Ahern, 2004)

meliputi :

1.The Parent Distress

Pengalaman stres yang pernah dialami oleh orangtua dalam

menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pengasuhan

anak.Indikatornya meliputi: perasaan bersaing, isolasi sosial, pembatasan

peran orangtua, hubungan dengan pasangan, kesehatan orangtua, dan

depresi.

2.The difficult Child

Stres pengasuhan yang digambarkan dengan perilaku anak yang

terkadang dapat mempermudah pengasuhan atau mempersulit

pengasuhan. Indikatornya meliputi: kemampuan anak untuk beradaptasi,

tuntutan anak, mood anak.

3.The Parent Child Dysfunctional Interaction

Stres yang menunjukkan adanya interaksi antara orangtua dan anak yang

tidak berfungsi dengan baik dan berfokus pada tingkat penguatan dari

anak terhadap orangtua serta tingkat harapan orangtua terhadap anak.

Indikatornya meliputi : rasa penguatan anak dengan ibu, rasa

penerimaan, dan kelekatan.


11

2.1.3 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Stres Pengasuhan

Hidangmayun (2010) menjabarkan stres pengasuhan yang terdiri dari

karakteristik anak dan karakteristik orangtua sebagai berikut :

a.Karakteristik anak

1) Jenis kelamin

Terdapat perbedaan tingkat stres pengasuhan anatara ibu dengan yang

memiliki anak laki –laki dengan ibu yang memiliki anak perempuan.

Ibu yang memiliki anak laki –laki cenderung menunjukkan tingkat

stres pengasuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang

memiliki anak perempuan. Stres pengasuhan ini terkait dengan

masalah perilaku anak (Kwon, 2007 dalam Hidangmayun, 2010).

Namun, hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Wullfaert (2009) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang

signifikan antara jenis kelamin anak dengan stres pengasuhan.

2) Usia anak

Stres yang dialami oleh orangtua dihubungkan dengan usia anak

dapat dikaitkan dengan kemampuan anak untuk beradaptasi dengan

lingkungannya. Umumnya anak dengan usia muda cenderung lebih

sulit untuk menyesuaikan dirinya dibandingkan dengan anak yang

lebih tua. Namun, terdapat perbedaan pendapat mengenai pengaruh

usia anak terhadap kejadian stres pengasuhan pada orangtua. Mash

dan Johnston melaporkan bahwa anak dengan usia muda dianggap

lebih menegangkan bagi orangtua dibandingkan dengan anak yang


12

lebih tua. Namun, Wulffaert (2009) melaporkan bahwa tidak ada

hubungan yang signifikan antara usia anak dengan stres keluarga.

3) Tingkat Intelejensi

Pada penelitian yang dilakukan oleh Mines (1998 dalam hassal, et al,

2005 ) mengatakan bahwa stress pengasuhan berkaitan dengan tingkat

keparahan anak. Mean skor stres pengasuhan yang lebih tinggi

ditunjukan pada ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita dengan

tingkat keparahan sedang (moderate) dibandingkan dengan tingkat

keparahan ringan (mild). Plant dan sanders (2007) menyatakan bahwa

anak dengan gangguan perkembangan seringkali bergantung pada

orangtua untuk memenuhi kebutuhan mereka. Hal tersebut dapat

membuat orang tua merasa bahwa pengasuhan merupakan tugas yang

berat sehingga orang tua mengalami level stress (Astrimitha, 2012).

b. Karakteristik orang tua

Para peneliti menemukan bahwa stres pengasuhan berperan penting dalam

kekerasan dalam keluarga. Kekerasan fisik dalam keluarga lebih banyak

ditemukan pada orang tua dengan penghasilan rendah, ibu muda dengan

pendidikan rendah, dan juga sering ditemukan pada keluarga dengan

riwayat kekerasan saat anak –anak serta pada pengguna alcohol dan obat –

obatan.
13

Karakeristik orang tua tersebut antara lain :

1) Usia orangtua

Orang tua dengan usia yang masih muda dianggap belum matang atau

belum dewasa untuk melakukan pengasuhan, semtara usia orangtua yang

telah lanjut, dianggap akan mengalami kesulitan dalam perawatan anak

terkait dengan kondisi fisik yang melemah.

2) Pendidikan orangtua

Pada penelitian Cooper (2007) menunjukkan hubungan yang signifikan

antara ibu dengan pendidikan rendah terhadap tingginya stres pengasuhan.

3) Pekerjaan orangtua

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Forgays (2001) Ibu yang

bekerja menunjukkan level stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan

ibu yang tidak bekerja, namun dari jenis pekerjaan yang dilakukan ibu

tidak terdapat perbedaan stres pengasuhan yang signifikan antara

pekerjaan yang satu dengan pekerjaan lainnya.

4) Penghasilan

Hidangmayun (2010), megatakan kelemahan ekonomi juga mempengaruhi

sejauh mana orangtua mengalami stres pengasuhan. Merawat anak dalam

konteks kemiskinan atau kekurangan materi sangatlah sulit, yaitu dapat

meningkatkan stres jika orangtua tidak dapat memberikan makanan,

pakaian, pengobatan yang adekuat, serta tempat tinggal yang menetap dan

aman.
14

5) Dukungan sosial

Elemen yang umum dari semua hubungan akrab adalah saling

ketergantungan suatu hubungan interpersonal dimana dua orang secara

konsisten mempengaruhi kehidupan satu sama lain, memusatkan pikiran

dan emosi mereka terhadap satu sama lain, dan secara teratur terlibat

dalam aktivitas bersama sebisa mungkin (Baron & Byrne, 2005). Beberapa

penelitian menyebutkan tentang pentingnya melihat variabel dukungan

sosial terkait dengan pengalam stres pengasuhan yang dialami oleh

orangtua. Jika orang tua merasa dirinya sendirian dalam menyandang

tanggung jawab pengasuhan, maka ia akan merasakan stress yang

dialaminya semakin besar (Gunarsa, 2006).

Dukungan sosial merupakan dukungan yang berasal dari teman, anggoa

keluarga, bahkan pemberi pelayanan kesehatan yang membantu individu

ketika suatu masalah muncul (Videback, 2008). Dukungan sosial dapat

membuat individu merasa nyaman, tenteram, dan lega sehingga

mengurangi perasaan tertekan (Taylor, 2003).

Jenis dukungan sosial menurut Bunk (2000) dalam Taylor (2009),

dukungan sosial dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

a. Dukungan emosional, yaitu perhatian emosional yang diekspresikan

melalui rasa suka, cinta atau empati

b. Dukungan instrumental, yaitu dukungan yang diberikan dengan cara

menyediakan barang atau jasa selama masa stres


15

c. Dukungan informatif, yaitu dukungan yang diberikan berupa pemberian

informasi tentang situasi yang menekan

d. Dukungan penghargaan, yaitu dukungan yang diberikan berupa

persetujuan, atau pujian atas gagasan atau perilaku.

Sarafino (2006) juga mengatakan bahwa dukungan sosial dapat

mengurangi stres yang dialami oleh seseorang. Fleming (dalam Sarafino,

2006) mengatakan bahwa dukungan sosial juga berhubungan dengan

penurunan stress yang disebabkan oleh berbagai stresor. Lahey (2007)

mengatakan dukungan sosial berfungsi sebagai “buffer” untuk melawan

stres dan merupakan faktor penting yang menentukan reaksi seseorang

terhadap stress.

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur dukungan sosial adalah dengan

memodifikasi kuesioner Suportive Environment Scale (SES). Skala ini

terdiri dari 30 item. Skala dalam kuesioner ini menggunakan skala Likert

yang terdiri dari sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat

tidak setuju (STS).

2.1.4 Dampak Stres Pengasuhan

Pengasuhan mempengaruhi kemampuan sosial, emosional dan akademik

anak. Stres pengasuhan dikaitkan dengan aspek – aspek negatif dari fungsi

dan peran orangtua di dalam keluarga, baik keluarga yang memiliki anak

cacat maupun keluarga yang tidak memiliki anak cacat. Peningkatan

persepsi terhadap stres yang berhubungan dengan anak dan pengasuhan

mempunyai pengaruh negatif terhadap perkembangan anak (Walker, 2000).


16

2.1.5 Alat ukur tingkat stres

Dalam penelitian ini, untuk mengukur tingkat stress peneliti menggunakan

skala Stres pengasuhan Index short form (PSI) yang dikembangkan oleh

Abidin (1994). Dalam PSI yang digunakan untuk mengukur skala stress

pengasuhan terdapat tiga domain, yaitu parent distress, difficult child serta

the parent-child dysfunction interaction. Penilaian pada kuesioner ini

menggunakan kategorisasi jenjang (ordinal). Penilaian keusioner ini

membagi subjek ke dalam tiga kategori, yaitu tinggi, sedang dan rendah.

Skala yang digunakan adalah skala Likert, dimana setiap item pertanyaan

disediakan pilihan jawaban yaitu : Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju

(TS), Sutuju (S), Sangat Setuju (SS). Skor 4 digunakan untuk jawaban

Sangat Setuju (SS), 3 untuk jawaban Setuju (S), skor 2 untuk jawaban Tidak

Setuju (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Setuju (STS).

2.2 Tunagrahita

2.2.1.Pengertian Tunagrahita

Tunagrahita atau anak dengan hambatan perkembangan, dikenal juga

dengan berbagai istilah yang selalu berkembang sesuai dengan

kebutuhan layanan terhadapnya. Istilah yang berkaitan dengan

pemberian label terhadap tunagrahita antara lain: mentally retarded,

mental retardation, students with learning problem, intelectual

disability, feeblemindedness, mental subnormality, amentia, dan

oligophrenia. Istilah-istilah tersebut sering dipergunakan sebagai

“label” terhadap mereka yang mempunyai kesulitan dalam


17

memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan konsep-konsep

dan keterampilan akademik (membaca, menulis, dan menghitung

angka-angka) (Deplhie, 2005).

Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang

menjelaskan kondisi anak yang kecerdasannya jauh di bawah rata-rata

dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan ketidakcakapan dalam

interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah

terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan

dirinya sukar untuk mengikuti program pendidikan di sekolah biasa

secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang mental membutuhkan

layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan

kemampuan anak tersebut (Somantri, 2007).

Ada tiga hal pokok yang perlu mendapatkan perhatian sebagai kriteria

penentu. Pertama, fungsi inteligensi anak tunagrahita berada di bawah

rata-rata normal, yakni pada dua standar deviasi di bawah normal

dengan skor IQ sebesar tujuh puluh ke bawah.

Kedua, disebabkan atau bersamaan dengan dengan fungsi inteligensi di

bawah rata-rata normal, anak tunagrahita mempunyai kesulitan perilaku

non-adaptif. Kesulitan perilaku ini akan tampak dalam kehidupan

sehari-hari anak tunagrahita dimana yang bersangkutan akan

mempunyai hambatan tiga atau lebih terhadap kemampuan yang

berkaitan dengan bina diri; kemampuan berbahasa, belajar, mobilitas,


18

mengatur diri sendiri; kapasitas untuk dapat hidup mandiri, mampu

menghidupi diri sendiri secara ekonomi.

Ketiga, kesulitan pada faktor intelektual dan perilaku non adaptif terjadi

selama masa, yaitu sejak dilahirkan hingga berusia delapan belas tahun

(Deplhie, 2005).

Edgar Doll (dalam Efendi, 2008) berpendapat bahwa seseorang

dikatakan tunagrahita jika: (1) secara sosial tidak cakap, (2) secara

mental dibawah normal, (3) kecerdasannya terhambat sejak lahir atau

pada usia muda, dan (4) kematangannya terhambat. The New Zealan

Society for the Intellectually Handicappe (dalam Mahmudah, 2008)

menyatakan tentang anak tunagrahita adalah bahwa seseorang

dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah rata-

rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam

adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya

2.2.2. Karakteristik Tunagrahita

Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana

perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak

mencapai tahap perkembangan yang optimal. Ada beberapa

karakteristik umum tunagrahita (Somantri, 2007), yaitu:

a. Keterbatasan inteligensi

Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat diartikan

sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan keterampilan-


19

keterampilan menyesuaikan diri dengan masalah-masalah dan

situasi-situasi kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu,

berpikir abstrak, kreatif, dapat menilai secara kritis, menghindari

kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan, dan kemampuan

untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki

kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak

tunagrahita terutama yang bersifat abstrak seperti belajar dan

berhitung, menulis dan membaca juga terbatas. Kemampuan

belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar

dengan membeo (Somantri, 2007).

b. Keterbatasan sosial

Di samping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga

memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat,

oleh karena itu mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita

cenderung berteman dengan anak yang lebih muda usianya,

ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu

memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka

harus selalu dibimbing dan diawasi. Mereka juga musah

dipengaruhi dan cenderung melakukan sesuatu tanpa memikirkan

akibatnya (Somantri, 2007).

c. Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya

Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih lama untuk

menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka


20

memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin

dan secara konsisten dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita

tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan atau tugas dalam jangka

waktu yang lama. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam

penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan

artikulasi, akan tetapi pusat pengolahan (perbendaharaan kata)

yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena alasan itu

mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya.

Selain itu perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara

berulang-ulang. (Somantri, 2007).

2.2.3. Klasifikasi Anak Tunagrahita

Pengklasifikasian/penggolongan anak tunagrahita untuk keperluan

pembelajaran menurut American Association on Mental Retardation

(AAMR) (dalam Efendi, 2008), yaitu sebagai berikut:

a. Educable / mampu didik (IQ 50 – 75 dikategorikan debil)

Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang

tidak mampu mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih

memiliki kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pendidikan

walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat

dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain: (1)

membaca, menulis, mengeja, dan berhitung; (2) menyesuaikan diri dan

tidak menggantungkan diri pada orang lain; (3) keterampilan yang

sederhana untuk kepentingan kerja di kemudian hari. Kesimpulannya,


21

anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat

dididik secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan

pekerjaan. (Efendi, 2008)

b. Trainable / mampu latih (IQ 25 –50 dikategorikan imbecil)

Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak tunagrahita yang

memiliki kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin

untuk mengikuti program yang diperuntukkan bagi anak tunagrahita

mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak tunagrahita

mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu: (1) belajar mengurus diri

sendiri, misalnya: makan, mengganti pakaian, minum, tidur, atau mandi

sendiri, (2) belajar menyesuaikan di lingkungan rumah atau sekitarnya,

(3) mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja

(sheltered workshop), atau di lembaga khusus. Kesimpulannya, anak

tunagrahita mampu latih hanya dapat dilatih untuk mengurus diri

sendiri melalui aktivitas kehidupan sehari hari (activity daily living),

serta melakukan fungsi sosial kemasyarakatan menurut kemampuannya.

(Efendi, 2008: 90)

c. Custodial / mampu rawat (IQ 0 – 25 dikategorikan idiot)

Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang

memiliki kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus

diri sendiri atau sosialisasi. Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri

sangat membutuhkan orang lain. Anak tunagrahita mampu rawat adalah

anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang


22

hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain

(totally dependent). (Efendi, 2008)

Taraf tunagrahita berdasarkan Test Stanford Binet dan Skala Inteligensi

Weschler (WISC) (Somantri, 2007), yaitu:

a. Tunagrahita ringan

Tunagrahita ringan disebut juga moron atau debil. Kelompok ini

memiliki IQ antara 68 – 52 menurut Binet, sedangkan menurut skala

Weschler (WISC) memiliki IQ 69 – 55. Mereka masih dapat belajar

membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan

pendidikan yang baik, anak terbelakang mental ringan pada saatnya

akan memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri. Anak terbelakang

mental ringan dapat didik menjadi tenaga kerja semi-skilled seperti

pekerjaan laundry, pertanian, peternakan, pekerjaan rumah tangga,

bahkan jika dilatih dan dibimbing dengan baik anak tunagrahita ringan

dapat bekerja di pabrik-pabrik dengan sedikit pengawasan (Somantri,

2007).

b. Tunagrahita sedang

Anak tunagrahita sedang disebut juga dengan imbesil. Kelompok ini

memiliki IQ 51 – 36 pada skala Binet dan 54 – 40 menurut Skala

Weschler (WISC). Anak terbelakang mental sedang bisa mencapai

perkembangan MA sampai kurang lebih 7 tahun. Mereka dapat

mengurus diri sendiri, melindungi diri sendiri dari bahaya seperti


23

menghindari kebakaran, berjalan di jalan raya, berlindung dari hujan,

dan sebagainya. (Somantri, 2007)

Anak tunagrahita sedang sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara

akademik seperti belajar menulis, membaca dan berhitung walaupun

mereka masih dapat menulis secara sosial, misalnya menulis namanya

sendiri, alamat rumahnya, dan lain-lain. Masih dapat dididik mengurus

diri, seperti mandi, berpakaian, makan, minum, mengerjakan pekerjaan

rumah tangga, dan sebagainya. (Somantri, 2007)

c. Tunagrahita berat

Kelompok anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini

dapat dibedakan lagi antara anak tunagrahita berat dan sangat berat.

Tunagrahita berat (severe) memiliki IQ antara 35 – 20 menurut Skala

Binet dan antara 39 – 25 menurut Skala Weschler (WISC). Tunagrahita

sangat berat (profound) memiliki IQ di bawah 19 menurut Skala Binet

dan IQ di bawah 24 menurut Skala Weschler (WISC). Kemampuan

mental atau MA maksimal yang dapat dicapai kurang dari 3 tahun.

(Somantri, 2007) Anak tunagrahita berat memerlukan bantuan

perawatan secara total dalam hal berpakaian, mandi, makan, dan lain-

lain. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang

hidupnya (Somantri, 2007).

Menurut Kirk dan Johnson (Efendi, 2008), ketunagrahitaan dapat terjadi

karena:
24

a. Radang otak

Radang otak merupakan kerusakan pada area otak tertentu yang terjadi

saat kelahiran. Radang otak ini terjadi karena adanya pendarahan dalam

otak. Pada kasus yang ekstrem, peradangan akibat pendarahan

menyebabkan gangguan motorik dan mental. Sebab-sebab yang pasti

sekitar pendarahan yang terjadi dalam otak belum dapat diketahui.

Hidrocephalus misalnya, keadaan hydrocephalus diduga karena

peradangan pada otak. Gejala yang tampak pada hidrocephalus yaitu

membesarnya tengkorak kepala disebabkan makin meningkatnya cairan

cerebrospinal. Tekanan yang terjadi pada otak menyebabkan terjadinya

kemunduran fungsi otak. Demikian pula cerebral anoxia, yakni

kekurangan oksigen dalam otak dan menyebabkan otak tidak berfungsi

dengan baik tanpa adanya oksigen yang cukup.

b. Gangguan fisiologis

Gangguan fisiologis berasal dari virus yang dapat menyebabkan

ketunagrahitaan diantaranya rubella (campak jerman). Virus ini sangat

berbahaya dan berpengaruh sangat besar pada trimester pertama saat

ibu mengandung, sebab akan memberi peluang timbulnya keadaan

ketunagrahitaan terhadap bayi yang dikandung. Selain rubella, bentuk

gangguan fisiologis lain adalah rhesus faktor, mongoloid (penampakan

fisik mirip keturunan orang Mongol) sebagai akibat gangguan genetik,

dan cretinisme atau kerdil sebagai akibat gangguan kelenjar tiroid.


25

c. Faktor hereditas

Faktor hereditas atau keturunan diduga sebagai penyebab terjadinya

ketunagrahitaan masih sulit dipastikan kontribusinya sebab para ahli

sendiri mempunyai formulasi yang berbeda mengenai keturunan

sebagai penyebab ketunagrahitaan. Kirk (dalam Efendi,2008) misalnya,

memberikan estimasi bahwa 80-90% keturunan memberikan

sumbangan terhadap terjadinya tunagrahita.

d. Faktor kebudayaan

Faktor kebudayaan adalah faktor yang berkaitan dengan segenap

perikehidupan lingkungan psikososial. Dalam beberapa abad

kebudayaan sebagai penyebab ketunagrahitaan sempat menjadi masalah

yang kontroversial. Di satu sisi, faktor kebudayaan memang

mempunyai sumbangan positif dalam membangun kemampuan

psikofisik dan psikososial anak secara baik, namun apabila faktor-faktor

tersebut tidak berperan baik, tidak menutup kemungkinan berpengaruh

terhadap perkembangan psikofisik dan psikososial anak.

2.3 Sekolah Luar Biasa

2.3.1 Pengertian Sekolah Luar Biasa

Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan lembaga pendidikan yang

dipersiapkan untuk menangani dan memberikan pelayanan pendidikan

secara khusus bagi penyandang jenis kelainan tertentu .


26

Undang-undang Pendidikan Nasional (UUSPN) no. 2/1989, yang diatur

dengan Peraturan Pemerintah no.72 tahun 1991, maka bentuk pendidikan

terdapat cara untuk mendirikan dan membina sekolah-sekolah khusus

yang disebut Sekolah Luar Biasa (SLB).

Adapun Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah yang menampung beberapa

jenis kelainan, yaitu : tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa,

bahkan juga tunaganda yang ditampung dalam satu atap. Dalam

pelaksanaannya biasanya ruangan disekat-sekat sebagai pemisah sesuai

dengan jenis kelainannya.

2.4.2 Profil Sekolah

Sekolah luar biasa ( SLB) B dan C Dharma Bhakti Dharma Pertiwi

terletak di jalan Teuku Cikditiro, Kelurahan Beringin Raya, Kecamatan

Kemiling, Kota Bandar Lampung.

Kepala sekolah SLB ini bernama Tukiman, S.Pd. Sedangkan jumlah

guru yang mengajar sebanyak 28 orang yang terdiri dari 26 PNS, 2 orang

guru honorer. Jumlah karyawan sebanyak 11 orang honorer. Nomor ijin

oprasional SLB - C (Tunagrahita) No. A.11.3233/I.12/T/1988 tanggal

30 Maret 1988 No. Register/ NSS : 83412600701 terhitung tanggal 8

Agustus 1988.
27

2.4.3 Visi, Misi dan Tujuan Sekolah

a. Visi Sekolah

Mengembangkan kemampuan akademik dan non akademik peserta didik

secara optimal agar mandiri dan bertakwa dalam pembelajaran yang

nyaman.

b. Misi Sekolah

1. Meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, keperibadian, ahlaq

mulia, serta ketrampilan pada satuan pendidikan dasar.

2. Meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan, keperibadian, ahlaq

mulia, serta ketrampilan pada satuan pendidikan menengah.

3. Mengembangkan kemampuan peserta didik dibidang akademik, olah

raga, seni budaya, dan ketrampilan sesuai potensi , minat dan bakat.

4. Meningaktkan pengelolaan sekolah sesuai ketentuan, dalam rangka

kesejahteraan warga belajar.

5. Mewujudkan warga belajar yang memiliki kepedualian dalam

menciptakan lingakungan sekolah yang nyaman.

c. Tujuan Sekolah

1. Menyiapkan peserta didik agar memiliki dasar-dasar kecerdasan,

pengetahuan, keperibadian, ahlaq mulia, serta ketrampilan sesuai

potensinya.
28

2. Menyiapkan peserta didik agar memiliki ketrtampilan untuk bekal

hidup mandiri.

3. Membekali peserta didik bidang olah raga, ketrtampilan, dan seni

budaya untuk dapat berkopentensi.

4. Membekali peserta didik untuk melanjutkan jenjang pendidikan

yang lebih lanjut.

5. Menyiapkan peserta didik agar dapat bersosialisasi di masyarakat.

2.4.2 Jenis Sekolah Luar Biasa

Dalam pelaksanaannya SLB terbagi atas beberapa jenis sesuai dengan

kelainan peserta didik, yaitu:

1. SLB Bagian A, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan

pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang

menyandang kelainan pada penglihatan (Tunanetra).

2. SLB Bagian B, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan

pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang

menyandang kelainan pada pendengaran (Tunarungu).

3. SLB Bagian C, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan

pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunagrahita

ringan dan SLB Bagian C1, yaitu lembaga pendidikan yang

memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta

didik tunagrahita sedang.

4. SLB Bagian D, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan

pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang


29

mengalami cacat fisik (tunadaksa) tanpa adanya gangguan

kecerdasan dan SLB D1, yaitu lembaga pendidikan yang

memberikan pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta

didik tunadaksa yang disertai dengan gangguan kecerdasan.

5. SLB Bagian E, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan

pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik yang

memiliki kelainan tingkah laku (tunalaras).

6. SLB Bagian G, yaitu lembaga pendidikan yang memberikan

pelayanan pendidikan secara khusus untuk peserta didik tunaganda.

2.4 Kerangka Teori

Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana

perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak

mencapai tahap perkembangan yang optimal (Somantri, 2007).

Abidin (Ahern 2004) mendefinisikan stres pengasuhan sebagai perasaan

cemas dan tegang yang melampaui batas dan secara khusus berhubungan

dengan peran orang tua dan interaksi orang tua dengan anak. Stres

pengasuhan terdiri dari karakteristik anak dan karakteristik orangtua. Yang

termasuk karakteristik anak yaitu jenis kelamin anak dan usia anak.

Karakteristik orang tua termasuk usia ibu, pekerjaan, penghasilan

keluarga, tingkat pendidikan dan faktor yang mempengaruhi ibu dari luar

yaitu dukungan sosial (Hidangmayun, 2010). Pada penelitian yang


30

dilakukan oleh Mines (1998 dalam hassal, et al, 2005 ) juga mengatakan

bahwa stres pengasuhan berkaitan dengan tingkat intelegensi anak.

Kerangka teori ini disusun dengan modifikasi konsep-konsep yang

diuraikan diatas, yakni mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita. Adapun

kerangka teori penelitian ini sebagai berikut:

Tunagrahita Sekolah
Berkebutuhan
berkebutuhan
khusus
khusus (SLB)

Pola asuh Ibu Stress


pengasuhan

Dukungan Faktor ibu Faktor anak


sosial

Karakteristik ibu Karakteristik anak

• Usia • Usia
• Pendidikan • Jenis kelamin
• Pekerjaan • Taraf
• Penghasilan tunagrahita
keluarga
j
j
j
d
f
Gambar 1. Kerangka teori mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan
j
tingkat stress pengasuhan.
31

2.5 Kerangka Konsep

Variable independen

Usia Anak

Jenis Kelamin Anak

Taraf Tunagrahita anak Variable dependen

Usia Ibu Tingkat Stres


Pengasuhan
Pekerjaan

Tingkat Pendidikan

Penghasilan Keluarga

Dukungan Sosial

Gambar 2. Kerangka konsep

Pekerjaan

2.6 Hipotesis

Dari konsep penelitian di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian yaitu:

a. Terdapat hubungan antara jenis kelamin anak dengan tingkat stress ibu

yang memiliki anak tunagrahita.

b. Terdapat hubungan antara usia anak dengan tingkat stress ibu yang

memiliki anak tunagrahita.

c. Terdapat hubungan antara taraf tunagrahita dengan tingkat stress ibu

yang memiliki anak tunagrahita..

d. Terdapat hubungan antara usia ibu dengan tingkat stress ibu yang

memiliki anak tunagrahita.


32

e. Terdapat hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan tingkat stress

ibu yang memiliki anak tunagrahita.

f. Terdapat hubungan antara pekerjaan ibu dengan tingkat stress ibu yang

memiliki anak tunagrahita.

g. Terdapat hubungan antara penghasilan keluarga dengan tingkat stress ibu

yang memiliki anak tunagrahita.

h. Terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat stress ibu

yang memiliki anak tunagrahita.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Dan Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan yaitu analitik observasional dengan

pendekatan cross sectional (Dahlan,2010) yaitu suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi dengan cara pendekatan observasi atau

pegumpulan data sekaligus pada suatu saat (point, time,and approach).

3.2 Waktu Dan Tempat Penelitian

3.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada bulan September-

Oktober 2015.

3.2.2 Tempat Penelian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Sekolah Luar Biasa ( SLB) B

dan C Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.


✁✂

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari suatu variabel yang

diamati mengenai masalah penelitian, terdiri dari subyek atau

obyek penelitian yang memiliki karakteristik serta kualitas tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan (Notoatmodjo, 2010).

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ibu dari siswa

di Sekolah Luar Biasa ( SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi yang

mengalami tunagrahita sebanyak 112 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah

simple random sampling. Dengan menggunakan ibu dari siswa di

Sekolah Luar Biasa ( SLB) B dan C Dharma Bhakti Dharma

Pertiwi yang mengalami tunagrahita sebagai sampel. Besar sampel

yang dipakai pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan

rumus Slovin, yaitu rumus penelitian untuk menghitung minimum

besarnya sampel yang dibutuhkan bagi ketepatan (accurancy)

penelititan ini menggunakan rumus untuk populasi kecil atau lebih

kecil dari 10.000 (Notoatmodjo, 2010). Rumus yang dipakai

sebagai berikut:

n= N
1 + Ne2
✄☎

Dimana
n : Jumlah sampel
N : jumlah populasi
e : batas toleransi kesalahan biasanya 0,05

sehingga ,

n= 112
1 + ( 112 x 0,05) 2

= 87,5 dibulatkan menjadi 88

A. Kriteria inklusi

1. Ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita yang besekolah

di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi

B. Kriteria eksklusi

1. Ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita yang tidak

mengembalikan atau mengisi dengan lengkap kuesioner.

2. Ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita yang menderita

penyakit kronis.

3. Ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita merupakan

single parent / tulang punggung keluarga.

4. Ibu yang memiliki anak dengan tunagrahita dan memiliki

konflik internal keluarga.

5. Ibu yang berusia di atas 56 tahun.


✆6

3.4 Identifikasi Variabel

3.4.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah usia anak, jenis kelamin

anak, taraf tunagrahita anak, usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan

ibu, penghasilan keluarga dan dukungan sosial.

3.4.2 Variabel Terikat

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah stres pengasuhan.

3.5 Defenisi Operasional

Tabel 1 . Defenisi Operasional Variabel

Variable Definisi Alat ukur Hasil ukur Skala


Stres Merupakan respon Kuisioner 0 = Rendah <72 Ordinal
pengasuhan individu terhadap Parenting 1= Sedang 72 <
tuntutan yang stress index x< 102
dihadapinya selama 2= Tinggi >102
proses pengasuhan

Dukungan Hubungan atau Kuesioner 0 = dukungan Nominal


sosial interaksi Suportive lingkungan
interpersonal yang Environment kurang jika skor
dapat dipercaya, Scale (SES) ≤87
berupa pemberian 1 = dukungan
informasi, lingkungan baik
penghargaan, jika skor >87
perasaan kasih
sayang.

Jenis Kondisi anak dari Kuesioner 0 : laki-laki Nominal


kelamin responden data pribadi 1 : perempuan
anak berdasarkan gender

Usia anak Lama waktu Kuesioner 0 : 5 - <12 tahun Ordinal


responden hidup data pribadi 1: 12-16 tahun
yaitu sejak
dilahirkan sampai
ulang tahun terakhir
37

Taraf Taraf tunagrahita Data 0 = berat Ordinal


tunagrahita yang dialami anak sekunder 1 = sedang
berdasarkan Test sekolah 2 = ringan
Stanford Binet
Pendapatan Jumlah penghasilan Kuesioner 0= rendah ≤ Ordinal
keluarga yang diperoleh data pribadi Rp1.581.000
keluarga setiap 1 = cukup > Rp
bulan yang 1.581.000
disesuaikan dengan
UMR Provinsi
Lampung
Tingkat Jenis pendidikan Kuesioner 0 = pendidikan Ordinal
pendidikan formal yang terakhir data pribadi dasar (SD, SMP,
ibu kali diselesaikan Sederajat)
oleh responden 1 = pendidikan
menengah
(SMA,sederajat)
2= pendidikan
tinggi (lulus S1)

Pekerjaan Usaha yang Kuesioner 0 = bekerja Nominal


ibu dilakukan responden data pribadi 1 = tidak bekerja
untuk mendapatkan
penghasilan/imbalan
yang sesuai dengan
usahanya
Usia ibu Lama waktu Kuesioner 0 : 26- <36 tahun Ordinal
responden hidup data pribadi 1 : 36- <46 tahun
yaitu sejak 2 : 46-56 tahun
dilahirkan sampai
ulang tahun terakhir
saat menjadi
responden

3.6 Instrumen Penelitian


3.6.1 Alat Penelitian
a. Alat Tulis

Adalah alat yang digunakan untuk mencatat, melaporkan hasil

penelitian. Alat tersebut adalah pulpen, kertas, pensil dan

komputer.
38

b. Kuesioner penelitian

Adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian

(data primer dan sekunder). Kuesioner yang digunakan adalah:

• Kuesioner Parenting Stress Index short form (PSI)

• Kuesioner Suportive Environment Scale (SES)

• Kuesioner Data Demografi

Lembar informed consent

Adalah lembar persetujuan untuk menjadi responden penelitian.

3.7 Alur Penelitian

3.7.1 Tahap persiapan

Adapun tahap-tahap persiapan dalam penelitian ini meliputi :

a) Membuat surat izin survei penelitian di Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung yang digunakan untuk izin di

pengambilan data di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

b) Kunjungan survei ke SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

c) Menentukan sampel penelitian dengan memakai teknik

sampling.

d) Mempersiapkan kuisioner yang digunakan untuk mengisi data

demografik, mengukur tingkat stress ibu dan kuisioner yang

digunakan untuk mengukur dukungan sosial kepada ibu.


39

3.7.2 Tahap Pelaksanaan

Adapun tahap pelaksanaan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a) Memberitahukan kepada pihak SLB Dharma Bhakti Dharma

Pertiwi bahwa akan dilakukan penyebaran kuisioner kepada ibu

yang memiliki anak tunagrahita.

b) Penyebaran kuisioner, dilakukan secara bertahap melalui guru

di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.

c) Menjelaskan kepada guru yang bertindak sebagai perantara

mengenai bagaimana cara mengisi kuisioner tersebut.

d) Waktu pengisian kuisioner diberikan waktu selama 3 hari dan

telah terkumpul dan dipastikan telah diisi seluruhnya.

3.7.3 Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan setelah 3 hari pasca pemberian

kuisioner dan dipastikan telah terisi seluruhnya.

3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas

Alat ukur yang baik digunakan diharapkan dapat memberikan informasi

yang dapat dipercaya. Untuk itu alat ukur dipastikan sudah valid dan

reliabel. Untuk itu kuisioner sebelum digunakan terlebih dahulu

dilakukan uji validitas dan reliabilitas (Sugiyono, 2008).


40

3.8.1 Hasil uji validitas

Kuesioner Parenting Stress Index terdiri dari 30 item pertanyaan.

Setelah dilakukan uji validitas oleh Chairani (2013) diperoleh hasil

29 item pertanyaan valid. Nilai item yang valid berkisar dari 0,364

sampai 0,762.

Kuesioner dukungan sosial menggunakan kuesioner Suportive

Environment Scale terdiri dari 30 item pertanyaan. Setelah

dilakukan uji validitas dukungan sosial berkisar 0,483-0,934

(Surdana, 2011).

3.8.2 Hasil uji reliabilitas

Uji reliabilitas terhadap kuesioner Parenting Stress Index

menunjukan bahwa hasil kuesioner stress pengasuhan sangat

reliable, karena alpha cronbach (a) berada pada rentan 0,81-1,00.

Uji realibilitas terhadap kuesioner Suportive Environment Scale

0,978 (r tabel=0,361). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa,

kuisioner yang digunakan dalam penelitian ini reliabel. (Surdana,

2011).
41

3.9 Pengolahan dan Analisis Data

3.9.1 Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan secara manual dengan langkah-langkah

sebagai berikut:

a. Editing

Peneliti pada tahap ini akan memeriksa daftar pertanyaan yang

telah diserahkan oleh responden, apakah terdapat kekeliruan atau

tidak dalam pengisiannya.

b. Coding

Peneliti akan mengklasifikasikan kategori-kategori dari data yang

didapat dan dilakukan dengan cara memberi tanda atau kode

berbentuk angka pada masing-masing kategori

c. Tabulating

Data yang telah diberi kode kemudian dikelompokkan, lalu

dihitung dan dijumlahkan dan kemudian dituliskan dalam bentuk

table.

3.9.2 Analisis Data

a. Analisis Univariat

Tujuan analisis univariat adalah untuk menerangkan karakteristik

masing–masing variabel, baik variabel bebas maupun terikat.

Dengan melihat distribusi masing-masing variabel.


42

b. Analisis Bivariat

Tujuan analisis bivariat adalah untuk melihat ada tidaknya

hubungan antara dua variabel, yaitu variabel terikat dengan

variabel bebas. Uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini

adalah uji chi-square. Uji chi-square merupakan uji komparatif

yang digunakan dalam data di penelitian ini. Uji signifikan antara

data yang diobservasi dengan data yang diharapkan dilakukan

dengan batas kemaknaan (α<0,05) yang artinya apabila diperoleh

<α, berarti ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas

dengan variabel terikat dan bila nilai p>α, berarti tidak ada

hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel

terikat.

Bila uji Chi-Square tidak memenuhi syarat (nilai expected count

>20 persen) maka digunakan uji alternative Fisher. Untuk tabel

lebih dari 2x2, misalnya 3x2, dan lain-lain, maka digunakan uji

Pearson Chi-Square.

c. Analisis multivariat

Analisis multivariat dilakukan untuk melihat variabel independen

yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen. Analisis

multivariat yang digunakan adalah regresi logistic.


43

3.10 Ethical Clearance

Penelitian ini diajukan kepada tim etik Fakultas Kedokteran Universitas

Lampung,adapun ketentuan yang telah ditetapkan sebagai berikut :

a. Persetujuan riset (informed concent)


Informed concent merupakan pemberian informasi yang cukup dan

dapat dimengerti oleh responden mengenai keikutsertaan dalam

suatu penelitian. Hal ini meliputi pemberian informasi kepada

responden mengenai hak dan kewajiban dalam suatu penelitian, serta

mendokumentasikan sifat kesepakatan dengan cara menandatangani

lembar persetujuan bila responden bersedia diteliti.

b. Tanpa nama ( Anonymity)

Tidak mencantumkan nama responden dan hanya menuliskan inisial

atau pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan

disajikan.

c. Kerahasiaan ( Confidentiality)

Tanggung jawab peneliti untuk melindungi semua informasi ataupun

data yan dikumpulkan selama dilakukannya penelitian.


83

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

1. Tingkat kejadian stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita

di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi mayoritas dalam kategori rendah.

2. Usia anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi lebih banyak

pada rentan usia 5 sampai 11 tahun.

3. Jenis kelamin anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi lebih

dominan laki-laki.

4. Taraf tunagrahita anak di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi mayoritas

dalam rentan tunagrahita taraf sedang.

5. Usia ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma

Pertiwi mayoritas dalam rentan usia lansia awal.

6. Pekerjaan ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti

Dharma Pertiwi mayoritas adalah ibu rumah tangga.

7. Pendidikan ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti

Dharma Pertiwi mayoritas adalah tamatan sekolah dasar.


84

8. Penghasilan keluarga yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma

Bhakti Dharma Pertiwi mayoritas berpenghasilan tinggi.

9. Dukungan sosial pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma

Bhakti Dharma Pertiwi mayoritas mendapatkan dukungan sosial yang baik.

10. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia anak dengan tingkat

stress pengasuhan.

11. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin anak dengan

tingkat stress pengasuhan.

12. Terdapat hubungan yang bermakna antara taraf tunagrahita anak dengan

tingkat stress pengasuhan.

13. Terdapat hubungan yang bermakna antara usia ibu dengan tingkat stress

pengasuhan.

14. Terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan tingkat

stress pengasuhan.

15. Terdapat hubungan yang bermakna antara pendidikan dengan tingkat stress

pengasuhan.

16. Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan dengan

tingkat stress pengasuhan.

17. Terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan sosial dengan tingkat

stress pengasuhan.

18. Faktor yang paling mempengaruhi stress pengasuhan pada ibu yang

memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi adalah

taraf tunagrahita anak


85

5.2 Saran

5.2.1 Bagi peneliti selanjutnya, diharapkan dapat melanjutkan penelitian untuk

menilai tingkat stress selain pada ibu yang memiliki anak tunagrahita

tetapi pada anggota keluarga yang lain seperti ayah, kakak ataupun

adik.

5.2.2 Bagi ibu, diharapkan dapat mengatasi kesulitan dalam pengasuhan anak

dan untuk mengurangi stres.

5.2.3 Bagi masyarakat, diharapkan dapat memberikan dukungan, kepedulian

dan respon yang positif kepada anak tunagrahita dan kelurganya.

Sehingga stressor-stresor yang menyebabkan stress pengasuhan dapat

berkurang.

5.3.4 Bagi institusi pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber

kepustakaan bagi peneliti selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Ahern, L.(2004). Psychometric properties of the parenting stress index. Journal of


clinical child psychology, 29, 615-625.

American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and statistical manual of


mental disorder. Washington, DC: American Psychiatric Association.
Brooks, Jane R. 2008. The Process of parenting 7th edition. USA New York : Mc
Graw Hill.
Burngin M, Burhan. 2008. Metodologi Penelitian Kuntitatif. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.

Cooper C, McLanahan S, Meadow S O, Brooks-Gunn J.2009. Family structure


transition and maternal parenting stress. Journal of Marriage and Family

Dahlan Sopiyudin, M. (2010). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel dalam
Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 3. Jakarta : Salemba Medika.

Deater-Deckard, K., 2004. Parenting stress. USA: Yale University Press.

Deplhie, Bandi (2005). Bimbingan Konseling Untuk Perilaku Non-Adaptif.


Bandung : Pustaka Bani Quraisy.

Direktoral Jenderal Bina Kesehatan Anak.2010. Pedoman pelayanan kesehatan


anak di sekolah luar biasa bagi petugas kesehatan.

Dunn M, Burbine, T, Bowers, A and Tantleff-Dunn, S (2001). Moderators of stress


in parents of children with autism. Journal of Community Mentalth Health,
37 (1), 39-51.

Geniofarm. 2010. Mengasuh dan mensukseskan anak berkebutuhan khusus.


Jogjakarta:Garailmu
Gunarsa, Singgih D. 2004. Bunga Rampai Psikologi Perkembangan : Dari Anak
Hingga Usia Lanjut Jakarta : BPK
Gunarsa, S & Gunarsa, Y. (2006). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Jakarta: PT BPK Gunung Mulia.

Hassall R, Rose J & McDonald J. 2005. Parenting stress in mother of children with
intellectual disability. The effect of parental cognition in relation to child
characteristic and family support. Journal of intellectual disability
research.

Hidangmayun, narmada. 2010. Parenting Stress of Normal Children and Mentally


Challenged Children. Naskah Publikasi Thesis University of Agricultur
Science.

Helkenn, Jenifer. 2007. Correlates of Parenting Stress : Child, parent &


environmental Characteristics in A Low Income Sample of Parents
Preschool Children. Proquest Dissertation and Theses

Judarwanto, Widodo. (2009). Faktor Resiko Gangguan Perkembangan Bicara Dan


Bahasa Pada Anak.

K. Yin, Robert. 2002. Studi Kasus (Desain dan Metode). Jakarta. PT.
RajaGrafindoPersada.

Lahey, B. (2007). Psychology: An Introduction, Ninth Edition. New York: The


McGraw-Hill Companies.

MacLean W, Miller M, & Batrsch, K. (2001). Mental retardation. In. C.E. Walker
& M.C. Roberts, Handbook of clinical child psychology (3rd ed.). New
York: John Willey & Sons

Merz E, Huxhold O.2010. Wellbeing depends on social relationship characteristics:


Comparing different types and providers of support to older adults. Ageing
& Society:30 :843–857.

Muzfikri. 2008. Anak adalah Anugrah Illahi. (on-line) diunduh dari http://
myrazano.com

Notoatmodjo S. 2010. Metodologi penelitia kesehatan. Jakarta: PT Rineka


Cipta.hlm.91.

Plant K & Sanders R. 2007. Reducing problem behavior during care-giving in


families of preschool-age children with developmental disability. Research
in Delelopmental Disabilitie.

Santrock, J. W. (2005). Life-span Development. USA : McGraw-Hill Humanities


Social.
Schanlock, et al. (2007). The renaming of mental retardation. Understanding the
change to the term intellectual disability. Intellectual and developmental
disabilities.

Sarafino, E. (2006). Health Psychology : Biopsychosocial Interactions. Fifth


Edition. USA: John Wiley & Sons.

Small R. 2010. A comparison of parental self-efficacy, parenting satisfaction, and


other factor between single mother with and without children with
developmental disabilities. Disertation. Wayne state university

Somantri, Irman , 2007. Asuhan keperawatan pada pasien dengan


gangguanpernafasan, Salemba medika

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta:EGC.

Supartini, Y. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Taylor, Shelley E. (2003). Health Psychology (5th ed.). Ney York : McGraw-Hill

Taylor S, Peplau L dan Sears D O. 2009. Psikologi Sosial Edisi 12. Jakarta : Kencana
Media Group

Umberson D, Montez JK. Social relationship and health: A flashpoint for health
policy. Journal of Health and Social Behavior. 2010; 51 :S54–S66.

Videbeck, Sheila L. 2008. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC.

Walker A .2000. Parenting stress: A comparison of mother and father of disable and
non-disable children. Dissertation University of North Texas.

Williford, Amanada ; Susan D Calkins ; Susan P Keane. 2007. Predicting Change in


Parenting Stress Index Across Esrly Childhood : Child and Maternal
Factors. Journal of Abnormal Child Psychology. Vol 35, issue 2, pp 251-
263.
Willinger, U, et.al. (2011). Mothers estimates of their preschool children and parenting
stress. Psychological Test and Assessment Modeling, 53 (2), 228-240
Wulffaert J, Scholte E, Dijkxhoorn Y, Bergman J, Ravenswaaij C, Berckelaer-
Onnes. 2009. Parenting Stress in Charge Syndrome and the Relationship
with Child Characteristics

Yi, Tse Pik. 2007. Perceived Social Support and Marital Satisfaction : A Moderator
Effect on Parental Stress in Hongkong. (naskah publikasi Thesis)

Anda mungkin juga menyukai