Anda di halaman 1dari 18

BABAK MODUL

1. BABAK 1
KEBIJAKAN DASAR: PERATURAN PERUNDANGAN YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PENDIDIKAN TINGGI

1.1 PENDAHULUAN
Peserta pelatihan tim penilai proses akreditasi LAMPTKes, selamat
berjumpa pada kegiatan pelatihan modul 2 yang berjudul kebijakan
dasar dan operasional proses akreditasi pendidikan tinggi bidang
kesehatan.

Pada babak 1 ini, Kita akan mempelajari tentang berbagai kebijakan dasar
berupa peraturan perundangan yang berhubungan dengan pendidikan
tinggi bidang kesehatan. Sekurang-kurangnya ada sekitar 6 (enam)
peraturan perundangan yang akan Kita pelajari mulai dari Undang-
undang, Peraturan pemerintah, Peraturan Menteri dan surat Keputusan
Menteri yang terkait dengan pendidikan Tinggi.

Kita sebagai seorang dosen atau tenaga pendidik tentunya telah


mengenal sejumlah peraturan tersebut karena sangat berkaitan dengan
peran Kita sebagai seorang tenaga pendidik. Namun demikian, melalui
modul ini pemahaman Kita perlu ditingkatkan lagi karena Kita akan
menggunakan peraturan-peraturan tersebut saaat Kita berperan sebagai
tim penilai akreditasi program studi. Untuk itu pada akhir pembelajaran
babak ini, Kita sebagai peserta pelatihan diharapkan mampu
menjelaskan berbagai kebijakan dasar pendidikan tinggi yang
berhubungan dengan proses akreditasi program studi bidang kesehatan.

1.2 KONTEN MODUL


Beberapa peraturan perundangan atau kebijakan nasional pendidikan
tinggi yang berkaitan dengan proses akreditasi program studi dapat
dilihat pada tabel 2.1.

Tabel 2.1 Kebijakan Dasar terkait dengan Pendidikan Tinggi


No Nomor Kebijakan Tentang
1. Undang-Undang RI nomor 20 Sistem Pendidikan Nasional
tahun 2003

1
No Nomor Kebijakan Tentang
2. Undang-Undang RI nomor 12 Pendidikan Tinggi
tahun 2012
3. Peraturan Pemerintah RInomor 4 Penyelenggaraan Pendidikan
tahun 2014 Tinggi dan Pengelolaan
Perguruan Tinggi
4. Permenristek Dikti nomor 44 Standar Nasional Pendidikan
tahun 2015 Tinggi
5. Undang-Undang RI nomor 14 Guru dan Dosen
tahun 2005
6. Undang-Undang RI nomor 36 Tenaga Kesehatan
tahun 2014

1.2.1 Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem


Pendidikan Nasional
Undang-undang RI nomor 20 tahun 2003 ini menggantikan UU
nomor 2 tahun 1989 yang mengatur tentang Sistem Pendidikan
Nasional di Indonesia. Sistem pendidikan nasional harus mampu
menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu
serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk
menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan
kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan
berkesinambungan.


Undang-Undang ini menguraikan tentang fungsi dan tujuan dari


pendidikan nasional di Indonesia (lihat Bab II pasal 3) yang
berbunyi “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”

Lebih lanjut pada bab II pasal 4 diuraikan tentang prinsip


penyelenggaraan pendidikan, yang diantaranya menyatakan bahwa
pendidikan diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan

2
dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang
hayat (butir 3); Pendidikan diselenggarakan dengan memberi
keteladanan, membangun kemauan, 
dan mengembangkan
kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (butir 4).
Selain itu pada butir (6) dinyatakan bahwa Pendidikan
diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen

masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.

Pada bab VI dijelaskan tentang jalur, jenjang dan jenis pendidikan.


Pendidikan tingi termasuk ke dalam salah satu dari jenjang
pendidikan formal (pasal 14). Pada pasal 19 disebutkan bahwa (1)
Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang
diselenggarakan oleh pendidikan tinggi; (2) Pendidikan tinggi
diselenggarakan dengan sistem terbuka. 


Pada pasal 20 diuraikan bahwa:



1. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik, sekolah
tinggi, institut, atau universitas
2. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
3. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik,
profesi, dan/atau vokasi.
4. Ketentuan mengenai perguruan tinggi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah.

Pada Bab IX Pasal. 35 dimuat tentang Standar Nasional Pendidikan


yang menyatakan tentang:
(1) Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses,
kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian
pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan
berkala. 

(2) Standar nasional pendidikan digunakan sebagai acuan
pengembangan kurikulum, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, dan pembiayaan.

3
(3) Pengembangan standar nasional pendidikan serta
pemantauan dan pelaporan pencapaiannya secara nasional
dilaksanakan oleh suatu badan standardisasi, 
penjaminan,
dan pengendalian mutu pendidikan. 

(4) Ketentuan mengenai standar nasional pendidikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. 


Selanjutnya pada bab X memuat tentang kurikulum. Pada pasal 38


butir (3) Kurikulum pendidikan tinggi dikembangkan oleh
perguruan tinggi yang bersangkutan dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan untuk setiap program studi;
(4) Kerangka dasar dan struktur kurikulum pendidikan tinggi
dikembangkan oleh perguruan tinggi yang bersangkutan dengan
mengacu pada standar nasional pendidikan untuk setiap program
studi. 

Pada Undang-Undang ini juga dibahas tentang pendidik dan tenaga
kependidikan. Pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan
pelatihan, sertamelakukan penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Lebih lanjut tentang pendidik dan tenaga kependidikan dapat
dilihat pada pasal 40-44.

Dalam undang-undang ini juga telah memuat pengertian akreditasi


yang terdapat pada Bab I Ketentuan Umum pada pasal 1 butir 22
yang menyatakan bahwa “Akreditasi adalah kegiatan penilaian
kelayakan program dalam satuan pendidikan 
berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan”. Lebih lanjut tentang akreditasi
diuraikan pada pasal 60 yang menyatakan bahwa:
1. Akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program
dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan
nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan;
2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan
oleh Pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang
sebagai bentuk akuntabilitas publik.
3. Akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka.

4
4. Ketentuan mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), ayat (2), dan 
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan
peraturan pemerintah. 


Pada babak kedua dari modul daring ini akan dibahas peraturan
pemerintah yang mengatur tentang proses akreditasi tersebut.

Bila Kita ingin mempelajari lebih jauh tentang Undang-Undang


nomor 20 tahun 2003, Kita dapat melihatnya pada daftar
referensi bagian akhir babak ini

1.2.2 Undang-Undang RI nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan


Tinggi
Salah satu yang menjadi dasar pertimbangan ditetapkannya
Undang-Undang RI nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi adalah (b) bahwa pendidikan tinggi sebagai bagian dari
sistem pendidikan nasional memiliki peran strategis dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi dengan memperhatikan dan
menerapkan nilai humaniora serta pembudayaan dan
pemberdayaan bangsa Indonesia yang berkelanjutan; (c) bahwa
untuk meningkatkan daya saing bangsa dalam menghadapi
globalisasi di segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang
mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang
berbudaya dan kreatif, toleran, berkarakter tangguh, serta berani
kebenaran untuk kepentingan bangsa; (d) bahwa untuk
mewujudkan keterjangkauan dan pemerataan yang berkeadilan
dalam memperoleh pendidikan tinggi yang bermutu dan relevan
dengan kepentingan masyarakat bagi kemajuan, kemandirian, dan
kesejahteraan, diperlukan penataan pendidikan tinggi secara
terencana, terarah, dan berkelanjutan dengan memperhatikan
aspek demografis dan geografis.

Dalam UU ini, yang dimaksud dengan Pendidikan Tinggi adalah


jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup
program diploma, program sarjana, program magister, program
doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang
diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan

5
bangsa Indonesia. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan
yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi.

Perguruan Tinggi Negeri yang selanjutnya disingkat PTN adalah


Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh
Pemerintah. 
Perguruan Tinggi Swasta yang selanjutnya disingkat
PTS adalah Perguruan Tinggi yang didirikan dan/atau
diselenggarakan oleh masyarakat. Sedangkan Program Studi
adalah kesatuan kegiatan Pendidikan dan pembelajaran yang
memiliki kurikulum dan metode pembelajaran tertentu dalam satu
jenis pendidikan akademik, pendidikan profesi, dan/atau
pendidikan vokasi. 


Pada pasal 2 disebutkan bahwa Pendidikan Tinggi berdasarkan


Pancasila, Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka
Tunggal Ika. Pasal 3 menyebutkan Pendidikan Tinggi berasaskan
pada:
a. kebenaran ilmiah;
b. penalaran; 

c. kejujuran; 

d. keadilan; 

e. manfaat; 

f. kebajikan; 

g. tanggung jawab; 

h. kebhinnekaan; dan 

i. keterjangkauan. 


Fungsi dan tujuan Pendidikan Tinggi termuat dalam Pasal 4 dan


Pasal 5. (Lihat daftar referensi)

Pada pasal 6 berisi tentang prinsip penyelenggaraan pendidikan


tinggi yang mencakupi:
a. pencarian kebenaran ilmiah oleh Sivitas Akademika;
b. demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya,
kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa
c. pengembangan budaya akademik dan pembudayaan kegiatan
baca tulis bagi Sivitas Akademika;

6
d. pembudayaan dan pemberdayaan bangsa yang berlangsung
sepanjang hayat; 

e. keteladanan, kemauan, dan pengembangan kreativitas
Mahasiswa dalam pembelajaran;
f. pembelajaran yang berpusat pada Mahasiswa dengan
memperhatikan lingkungan secara selaras dan seimbang; 

g. kebebasan dalam memilih Program Studi berdasarkan minat,
bakat, dan kemampuan Mahasiswa; 

h. satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan
multimakna;
i. keberpihakan pada kelompok Masyarakat kurang mampu
secara ekonomi; dan 

j. pemberdayaan semua komponen Masyarakat melalui peran
serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan
Pendidikan Tinggi.

Pada pasal 8 memuat tentang:


(1) Dalam menyelenggaraan Pendidikan dan pengembangan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi berlaku kebebasan akademik,
kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan. 

(2) Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Sivitas Akademika
melalui pembelajaran dan/atau penelitian ilmiah dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa
untuk kemajuan peradaban dan kesejahteraan umat manusia.
(3) Pelaksanaan kebebasan akademik, kebebasan mimbar
akademik, dan otonomi keilmuan di Perguruan Tinggi
merupakan tanggung jawab pribadi Sivitas Akademika, yang
wajib dilindungi dan difasilitasi oleh pimpinan Perguruan
Tinggi.

Pada bagian ketiga UU ini memuat tentang Jenis Pendidikan Tinggi


yang terdiri atas pendidikan akademik, pendidikan vokasi,
pendidikan profesi. Lihat pasal 15 sampai dengan pasal 17.
Pendidikan akademik terdiri atas program sarjana, magister dan
doktor. (lihat pada pasal 18, 19 dan 20 pada Undang-Undang ini).

7
Lebih lanjut isi Undang-undang yang berkaitan dengan akreditasi
yang termuat dalam pada pasal 33 yang menyebutkan bahwa
(1) Program pendidikan dilaksanakan melalui program studi;
(2) Program studidiselenggarakan atas izin Menteri setelah
memenuhi persyaratan minimum akreditasi.
(3)`Program Studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mendapatkan akreditasi pada saat memperoleh izin
penyelenggaraan. 

(4) Program Studi wajib diakreditasi ulang pada saat jangka waktu
akreditasinya berakhir.
(5) Program Studi yang tidak diakreditasi ulang sebagaimana
dimaksud pada ayat (6) dapat dicabut izinnya oleh Menteri. 


Berdasarkan pasal 33 tersebut di atas, suatu program studi baru


akan memperoleh izin penyelenggaraan apabila telah memenuhi
persyaratan minimum akreditasi. Selanjutnya program studi
tersebut wajin melakukan re-akreditasi atau diakreditasi ulang
sebelum jangka waktu ijin penyelenggaraannya berakhir (dalam 2
tahun). Apabila tidak melakukan re-akreditasi, maka Program studi
terancam dicabut ijinnya oleh Menteri.

Pada Bagian KetigaPasal 55 UU ini juga membahas khusus tentang


Akreditasi 
yaitu:

(1) Akreditasi merupakan kegiatan penilaian sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan Standar Nasional
Pendidikan Tinggi.
(2) Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
untuk menentukan kelayakan Program Studi dan Perguruan
Tinggi atas dasar kriteria yang mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan Tinggi.
(3) Pemerintah membentuk Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi untuk mengembangkan sistem akreditasi.
(4) Akreditasi Perguruan Tinggi dilakukan oleh Badan Akreditasi
Nasional Perguruan Tinggi.
(5) Akreditasi Program Studi sebagai bentuk akuntabilitas publik
dilakukan oleh lembaga akreditasi mandiri.
(6) Lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud pada
ayat (5) merupakan lembaga Pmandiri bentukan Pemerintah
atau lembaga mandiri bentukan Masyarakat yang diakui oleh

8
Pemerintah atas rekomendasi Badan Akreditasi Nasional
Perguruan Tinggi. 

(7) Lembaga akreditasi mandiri sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) dibentuk berdasarkan rumpun ilmu dan/atau cabang
ilmu serta dapat berdasarkan kewilayahan. (8) Ketentuan
lebih lanjut mengenai akreditasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dan lembaga akreditasi
mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dalam
Peraturan Menteri.

Pasal 55 tersebut yang menjadi dasar pembentukan lembaga


akreditasi seperti Lembaga Akreditasi Mandiri Perguruan Tinggi
Kesehatan (LAM-PTKes) untuk program studi di bidang kesehatan.
Penjelan rinci mengenai hal ini dapat dilihat pada bagian 3 dari
modul ini.

Apabila Kita ingin lebih jauh mempelajari Undang-Undang ini, Kita


dapat mempelajari UU nomor 12 tahun 2012 ini pada daftar
referensi

1.2.3 Peraturan Pemerintah RI nomor 4 tahun 2014 tentang


Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan
Perguruan Tingi

Pada bagian ini Kita akan mempelajari tentang Peraturan


Pemerintah RI nomor 4 tahun 2014 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi. Dasar
pertimbangan disusunnya peraturan pemerintah ini adalah bahwa
dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (5), Pasal 24
ayat (6), Pasal 25 ayat (6), Pasal 26 ayat (8), Pasal 43 ayat (4), Pasal
60 ayat (7), Pasal 68 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
tentang Pendidikan Tinggi, perlu menetapkan Peraturan
Pemerintah tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan
Pengelolaan Perguruan Tinggi.

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan,
perencanaan, pengawasan, pemantauan, dan evaluasi serta

9
pembinaan dan koordinasi pelaksanaan jalur, jenjang, dan jenis
Pendidikan Tinggi oleh Menteri untuk mencapai tujuan
Pendidikan Tinggi.
2. Pengelolaan Perguruan Tinggi adalah kegiatan pelaksanaan
jalur, jenjang, dan jenis Pendidikan Tinggi melalui pendirian
Perguruan Tinggi oleh Pemerintah dan/atau Badan
Penyelenggara untuk mencapai tujuan Pendidikan Tinggi.
3. Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah
pendidikan menengah yang mencakup programdiploma,
program sarjana, program magister, program doktor, dan
program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan
oleh Perguruan Tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa
Indonesia.

Pada Pasal 2 dijelaskan tentang cakupan pengaturan


penyelengggaraan Pendidikan Tinggi yaitu meliputi:
a. tanggung jawab, tugas, dan wewenang Menteri dalam
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi; 

b. pendirian Perguruan Tinggi, Program Studi, dan program
Pendidikan Tinggi; dan 

c. gelar, ijazah, dan sertifikat profesi. 


Tanggung jawab Menteri atas Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi


termuat dalam pasal 3 yang mencakup:
a. pengaturan; 

b. perencanaan; 

c. pengawasan, pemantauan, dan evaluasi; dan 

d. pembinaan dan koordinasi. 


Hal yang berkaitan dengan akreditasi, termuat pada Pasal 6:



(1) Dalam melaksanakan tanggung jawab di bidang pengawasan,
pemantauan, dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf c, Menteri memiliki tugas dan wewenang meliputi:
a. menetapkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi; 

b. menyusun dan menetapkan sistem penjaminan mutu
Pendidikan Tinggi, yang terdiri atas:
1. sistem penjaminan mutu internal oleh setiap Perguruan
Tinggi; dan 


10
2. sistem penjaminan mutu eksternal yang dilakukan melalui
akreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan
Tinggi dan/atau lembaga akreditasi mandiri;

1.2.4 Permenristek Dikti nomor 44 tahun 2015 tentang Standar


Nasional Pendidikan Tinggi

Pada bagian ini Kita akan mempelajari tentang Standar Nasional


Pendidikan Tinggi yang diatur dalam Peraturan Menteri Riset
Teknologi dan Pendidikan Tinggi nomor 44 tahun 2015. Kita dapat
mengunggah peraturan menteri ini pada daftar referensi di bagian
akhir babak ini.

Dasar pertimbangan ditetapkannya Peraturan Menristekdikti ini


adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 52 ayat (3) dan Pasal
54 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi.

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:


1. Standar Nasional Pendidikan Tinggi adalah satuan standar
yang meliputi Standar Nasional Pendidikan, ditambah dengan
Standar Nasional Penelitian, dan Standar Nasional Pengabdian
kepada Masyarakat. 

2. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang
pembelajaran pada jenjang pendidikan tinggi di perguruan
tinggi di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3. Standar Nasional Penelitian adalah kriteria minimal tentang
sistem penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

4. Standar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat adalah
kriteria minimal tentang sistem pengabdian kepada masyarakat
pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

5. Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia, yang selanjutnya
disingkat KKNI adalah kerangka penjenjangan kualifikasi
kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan
mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang
pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka

11
pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur
pekerjaan di berbagai sektor. 

6. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai capaian pembelajaran lulusan, bahan kajian, proses,
dan penilaian yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan program studi. 

Dalam peraturan menteri ini, Standar Nasional Pendidikan Tinggi
terdiri atas (a) standar nasional pendidikan; (b) standar nasional
penelitian dan (c) standar nasional pengabdian kepada masyarakat.

Pada pasal 3 (2) Standar Nasional Pendidikan Tinggi wajib:


a. dipenuhi oleh setiap perguruan tinggi untuk 
mewujudkan
tujuan pendidikan nasional

b. dijadikan dasar untuk pemberian izin pendirian 
perguruan
tinggi dan izin pembukaan program studi; 

c. dijadikan dasar penyelenggaraan pembelajaran 
berdasarkan
kurikulum pada program studi; 

d. dijadikan dasar penyelenggaraan penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat; 

e. dijadikan dasar pengembangan dan penyelenggaraan sistem
penjaminan mutu internal; dan 

f. dijadikan dasar penetapan kriteria sistem penjaminan mutu
eksternal melalui akreditasi. 

Berdasarkan pasal 3 tersebut maka kriteria dalam akreditasi yang
merupakan bagian dalam sistem penjaminan mutu eksternal wajib
menggunakan Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang termuat
dalam Peraturan Menteri ini untuk penetapan kriterianya.
Peraturan Menristekdikti tentang Standar Nasional Pendidikan
Tinggi ini karenanya perlu dikuasai oleh Kita selaku tim penilai
dalam proses akreditasi. Isi Peraturan Menteri ini memuat standar
nasional pendidikan yang terdiri atas 8 standar yaitu a. standar
kompetensi lulusan;
b. standar isi pembelajaran;
c. standar
proses pembelajaran;
d. standar penilaian pembelajaran;
e.
standar dosen dan tenaga kependidikan;
f. standar sarana dan
prasarana pembelajaran; g. standar pengelolaan pembelajaran; dan

h. standar pembiayaan pembelajaran. Ke delapan standar
pendidikan nasional tersebut menjadi acuan dalam menyusun,
menyelenggarakan dan mengevaluasi kurikulum. Mohon Kita

12
untuk mempelajari isi pasal 5 sampai dengan pasal 42 untuk
menguasai isi dari standar nasional pendidikan tersebut.

Pada Bab III berisi Standar Nasional Penelitian yang terdiri atas 8
standar. Ruang lingkup Standar Nasional Penelitian termuat dalam
pasal 43 terdiri atas: a. standar hasil penelitian;
b. standar isi
penelitian;
c. standar proses penelitian;d. standar penilaian
penelitian; e. standar peneliti; f. standar sarana dan prasarana
penelitian;
g. standar pengelolaan penelitian; dan
h. standar
pendanaan dan pembiayaan penelitian. Untuk mengetahui isi dari
Standar Nasional Penelitian, silahkan Kita mempelajari isi dari
pasal 44 sampai dengan pasal 53 dari Permenristekdikti ini.

Pada Bab IV berisi uraian dari Standar Nasional Pengabdian


Masyarakat yang juga terdiri atas 8 standar. Pasal 54 memuat
ruang lingkuptandar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat
terdiri atas: a. standar hasil pengabdian kepada masyarakat; 
b.
standar isi pengabdian kepada masyarakat; 
c. standar proses
pengabdian kepada masyarakat; d. standar penilaian pengabdian
kepada masyarakat; 
e. standar pelaksana pengabdian kepada
masyarakat; 
f. standar sarana dan prasarana pengabdian kepada

masyarakat; 
g. standar pengelolaan pengabdian kepada
masyarakat; 
dan 
h. standar pendanaan dan pembiayaan
pengabdian kepada 
masyarakat. Uraian dari masing-masing
standar tersebut dapat Kita pelajari mulai dari pasal 55 sampai
dengan pasal 66.

Selain isi peraturan yang termuat dalam pasal-pasal (7 Bab dan 68


Pasal). Silahkan Kita juga mempelajari Lampiran dari
Permenristekdikti ini yang memuat tentang Capaian Pembelajaran
untuk aspek Sikap dan Keterampilan umum untuk jenjang
pendidikan vokasi, akademik dan profesi yang merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari peraturan Menteri Ristek dan Dikti
nomor 44 tahun 2015 ini. Sedangkan untuk capaian pembelajaran
rumusan Pengetahuan dan Keterampilan khususyang belum dikaji
dan ditetapkan oleh Menteri, perguruan tinggi dapat menggunakan
rumusan pengetahuan dan keterampilan khusus yang disusun
secara mandiri untuk proses penjaminan mutu internal di

13
perguruan tinggi dan proses penjaminan mutu eksternal melalui
akreditasi (pasal 66 a).

1.2.5 Undang-Undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan


Dosen
Peraturan perundangan yang penting lainnya yang perlu dikuasai
oleh tim penilai adalah Undang-Undang RI nomor 14 tahun 2005
tentang Guru dan Dosen. Salah satu dasar pertimbangan
disusunnya Undang-Undang ini adalah bahwa Guru dan dosen
mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis
dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan sehingga
perlu dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat.

Dalam Undang-undang ini pasal 1, yang dimaksud dengan Dosen
adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama
mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan,
penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Sedangkan Guru
besar atau profesor adalah jabatan fungsional tertinggi bagi dosen
yang masih mengajar di lingkungan satuan pendidikan tinggi.

Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang
memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi
standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan
profesi. 
Sertifikat pendidik adalah bukti formal sebagai
pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen sebagai tenaga
profesional. 

Beberapa pasal lainnya yang dapat Kita lihat dari tautan di atas
yang penting Kita ketahui diantaranya:
• Pasal 3 tentang kedudukan Dosen pada ayat (1) Dosen
mempunyai kedudukan sebagai tenaga profesional pada jenjang
pendidikan tinggi yang diangkat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. 
(2) Pengakuan kedudukan dosen
sebagai tenaga profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dibuktikan dengan sertifikat pendidik.
• Pada pasal 5 tentang fungsi dosen, disebutkan bahwa
Kedudukan dosen sebagai tenaga profesional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berfungsi untuk meningkatkan
martabat dan peran dosen sebagai agen pembelajaran,
pengembang ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, serta

14
pengabdi kepada masyarakat berfungsi untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional. Selanjutnya pada pasal 6 disebutkan
bahwa Kedudukan guru dan dosen sebagai tenaga profesional
bertujuan untuk melaksanakan sistem pendidikan nasional dan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara
yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pembahasan mengenai Dosen pada Undang-Undang ini secara rinci
diatur pada Bab V mulai dari pasal 45 sampai dengan pasal 76.
Pada pasal 45 memuat tentang kualifikasi dosen yang dinyatakan
bahwa Dosen wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, dan memenuhi
kualifikasi lain yang dipersyaratkan satuan pendidikan tinggi
tempat bertugas, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Selanjutnya pada pasal 46 disebutkan bahwa:
(1) Kualifikasi akademik dosen sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 45 diperoleh melalui pendidikan tinggi program
pascasarjana yang terakreditasi sesuai dengan bidang keahlian.

(2) Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum:
a. lulusan
program magister untuk program diploma atau 
program
sarjana; dan
b. lulusan program doktor untuk program
pascasarjana.
(3) Setiap orang yang memiliki keahlian dengan prestasi luar biasa
dapat diangkat menjadi dosen 

(4) Ketentuan lain mengenai kualifikasi akademik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan keahlian dengan
prestasi luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditentukan oleh masing-masing senat akademik satuan
pendidikan tinggi.

Kita dapat mempelajari secara lebih rinci dari pasal-pasal


mengenai dosen ini:
(1) Bagian kesatu tentang kualifikasi, kompetensi, sertifikasi dan
jabatan akademik dosen dapat dilihat pada pasal 45 sd pasal
50

15
(2) Bagian kedua tentang hak dan kewajiban dosen pada pasal 51
sd pasal 60
(3) Bagian ketiga tentang wajib kerja dan ikatan dinas termuat
dalam pasal 61-62
(4) Bagian keempat tentang pengangkatan, penempatan,
pemindahan dan pemberhentian dosen termuat dalam pasal 63
sd pasal 68
(5) Bagian kelima tentang Pembinaan dan Pengembangan Dosen
diatur dalam pasal 69 sd pasal 72
(6) Bagian keenam tentang penghargaan dosen diatur pada pasal
73-74
(7) Bagian ketujuah tentang perlindungan dosen diatur pada pasal
75
(8) Bagian kedelapan tentang cuti dosen diatur pada pasal 76.

1.2.6 Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga


Kesehatan
Salah satu Undang-undang yang penting bagi program studi bidang
kesehatan adalah Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan. Salah satu dasar pertimbangan disusunnya
Undang-Undang ini adalah (c) bahwa penyelenggaraan upaya
kesehatan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
bertanggung jawab, yang memiliki etik dan moral yang tinggi,
keahlian, dan kewenangan yang secara terus menerus harus
ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan
berkelanjutan, sertifikasi, registrasi, perizinan, serta pembinaan,
pengawasan, dan pemantauan agar penyelenggaraan upaya
kesehatan memenuhi rasa keadilan dan perikemanusiaan serta
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
kesehatan;

Berikut beberapa pasal yang penting diketahui oleh Kita


diantaranya:
1) Pasal 17 (2) Pengadaan tenaga kesehatan dilakukan melalui
pendidikan tinggi bidang kesehatan. Pendidikan tinggi bidang
kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diarahkan
untuk menghasilkan Tenaga Kesehatan yang bermutu sesuai
dengan Standar Profesi dan Standar Pelayanan Profesi.

16
2) Pasal 20 (1) menyatakan bahwa Penyelenggaraan pendidikan
tinggi bidang kesehatan harus memenuhi Standar Nasional
Pendidikan Tenaga Kesehatan, yang mengacu pada Standar
Nasional Pendidikan Tinggi (ayat 2). Selanjutnya pada ayat (3)
Standar Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun secara bersama oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang kesehatan, kementerian yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan, asosiasi institusi
pendidikan, dan Organisasi Profesi. Pada ayat (4) Standar
Nasional Pendidikan Tenaga Kesehatan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang pendidikan.
3) Pasal 21mengatur tentang uji kompetensi nasional: (1)
Mahasiswa bidang kesehatan pada akhir masa pendidikan
vokasi dan profesi harus mengikuti Uji Kompetensi secara
nasional; (2) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diselenggarakan oleh Perguruan Tinggi bekerja sama dengan
Organisasi Profesi, lembaga pelatihan, atau lembaga sertifikasi
yang terakreditasi; (3) Uji Kompetensi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) ditujukan untuk mencapai standar kompetensi
lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja; (4) Standar
kompetensi kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun
oleh Organisasi Profesi dan konsil masing-masing Tenaga
Kesehatan dan ditetapkan oleh Menteri; (5) Mahasiswa
pendidikan vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
lulus Uji Kompetensi memperoleh Sertifikat Kompetensi yang
diterbitkan oleh Perguruan Tinggi; (6) Mahasiswa pendidikan
profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang lulus Uji
Kompetensi memperoleh Sertifikat Profesi yang diterbitkan
oleh Perguruan Tinggi;
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pelaksanaan Uji Kompetensi diatur dengan Peraturan
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang pendidikan. 


Kita juga dapat menelaha Bab V tentang Konsil tenaga


Kesehatan Indonesia yang diatur pada pasal 34 sd pasal 40.
Selain itu juga Bab VII tentang Organisasi Profesi (pasal 50-51).

17
Secara lengkap silahkan Kita mengunduh Undang-Undang ini
dalam daftar referensi yang disediakan.
1.2.7 Daftar Referensi Kebijakan Dasar terkait dengan Pendidikan
Tinggi
1. Undang-Undang RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional
2. Undang-Undang RI nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan
Tinggi
3. Peraturan Pemerintah RI nomor 4 tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan
Tinggi
4. Permenristek Dikti nomor 44 tahun 2015 tentang Standar
Nasional Pendidikan Tinggi
5. Undang-Undang RI nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen
6. Undang-Undang RI nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan

18

Anda mungkin juga menyukai