Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori

1. Kelenjar Tiroid

Kelenjar tiroid (glandula tiroidea) adalah salah satu kelenjar endokrin besar
di tubuh. Kelenjar ini memiliki dua fungsi utama yaitu menyekresi hormon tiroid
yang mempertahankan tingkat metabolisme di berbagai jaringan agar fungsi
normalnya dapat optimal dan menyekresi kalsitonin suatu hormon yang mengatur
kadar kalsium darah (Barret: et all, 2014). Kelenjar tiroid terletak di atas trakea
tepat di bawah laring dan terdiri dari dua lobus yang dihubungkan oleh sebuah
berkas tipis yang dinamai ismus (Sherwood, 2011). Tiroid menyekresikan dua
macam hormon utama, yakni tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Kedua hormon
ini sangat meningkatkan kecepatan metabolisme tubuh ( Hall, 2014).

Sumber : Sherwood, 2011

Gambar 2.1. Kelenjar Tiroid

Hormon tiroid mempunyai dua efek utama pada tubuh yaitu meningkatkan
kecepatan metabolisme secara keseluruhan dan pada anak-anak merangsang
pertumbuhan (Guyton, 2002). Hormon tiroid dari sel kelenjar memerlukan
bantuan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) untuk endositosis koloid oleh

5
6

mikrovili (Barret; et all, 2014). Hampir setiap tahap dalam sintesis dan pelepasan
hormon tiroid dirangsang oleh TSH. Hormon TSH meningkatkan sekresi hormon
tiroid dan mempertahankan integritas struktural kelenjar tiroid. Tiroid mengalami
atrofi ( ukurannya berkurang) dan mengeluarkan hormon tiroid dalam jumlah
sangat rendah apabila tidak ada TSH, sebaliknya kelenjar tiroid mengalami
hipertrofi (peningkatan ukuran setiap sel folikel) dan hiperplasia (peningkatan
jumlah sel folikel) sebagai respon terhadap TSH yang berlebih (Sherwood, 2011).

Kelainan fungsi tiroid adalah salah satu gangguan endokrin yang paling
sering ditemukan. Kelainan ini tergolong ke dalam dua kategori utama
Hipertiroid dan Hipotiroid yang masing-masing mencerminkan kelebihan dan
defisiensi sekresi hormon tiroid (Sherwood, 2011).

2. Hipertiroid

a. Definisi Hipertiroid

Hipertiroid atau tirotoksikosis merupakan suatu ketidakseimbangan


metabolisme yang terjadi karena produksi berlebihan hormon tiroid (Kowalak,
2011). Faktor risiko gangguan tiroid diantaranya, umur, jenis kelamin (perempuan
lebih beresiko terjadi gangguan tiroid), genetik, merokok, stress, riwayat penyakit
keluarga, zat kontras yang mengandung iodium, dan obat-obatan tertentu
(Kemenkes RI, 2015).

b. Penyebab Hipertiroid

Ada banyak penyebab munculnya penyakit hipertiroid, yang dapat dibedakan


menjadi dua yaitu penyebab utama dan penyebab lainnya (Naga,2012).

1) Penyebab Utama Hipertiroid

Penyebab utama munculnya hipertiroid ada tiga , yaitu penyakit graves, toxic
multinodular goiter, dan hipertiroid sekunder.

a) Penyakit Graves
Lebih dari 95% kasus hipertiroid disebabkan oleh penyakit Grave, suatu
penyakit tiroid autoimun yang antibodinya merangsang sel-sel untuk
menghasilkan hormon berlebihan (Chandrasoma dan Taylor, 2005). Insidensi
penyakit Graves paling tinggi pada wanita berusia antara 30 dan 60 tahun,
khususnya wanita dengan riwayat kelainan tiroid dalam keluarga ; hanya 5%
pasien berusia dibawah 15 tahun (Ganong, 2002).

Sumber : Sherwood, 2011


Gambar 2.2. Pasien dengan eksoftalmos.

Penderita penyakit graves memiliki tiga gejala-gejala khas, yaitu seluruh


kelenjar terangsang, sehingga akan membesar menyebabkan suatu benjolan di
leher (gondok/goiter), terjadinya eksoftalmus (mata menonjol) sebagai akibat dari
penimbunan zat di dalam orbit mata, dan adanya penonjolan kulit di atas tulang
kering (Naga, 2015). Bola mata dapat menonjol sedemikian jauh sehingga
kelopak mata tidak dapat menutup sempurna kemudian dapat menyebabkan mata
kering, teriritasi, dan rentan mengalami ulkus kornea (Sherwood,2011).

b) Toxic Multinodular Goiter

Toxic multinodular goiter , satu atau beberapa nodul di dalam tiroid


menghasilkan terlalu banyak hormone tiroid dan berada di luar kendali TSH
(thyroid stimulating hormone ). Nodul tersebut benar-benar merupakan tumor
tiroid jinak dan tidak berhubungan dengan penonjolan mata serta gangguan kulit
pada penyakit graves.

c) Hipertiroid Sekunder
Hipertiroid sekunder bisa disebabkan oleh tumor hipofisa yang menghasilkan
terlalu banyak TSH, sehingga merangsang tiroid untuk menghasilkan hormone
tiroid berlebihan. Penyebab lainnya adalah adanya perlawanan hipofisa terhadap
hormon tiroid, sehingga kelenjar hipofisa menghasilkan terlalu banyak TSH.

2) Penyebab Lain Hipertiroid

a) Tiroiditis

Tiroiditis merupakan inflamasi kelenjar tiroid, yang ditandai oleh inflamasi,


fibrosis, infiltrasi limfositik pada kelenjar tiroid, pembengkakan pada leher bagian
anterior, rasa panas disfagia, dan munculnya faringitis. Hal tersebut disebabkan
oleh infeksi bakteri, jamur, dan mikrobakteri.

b) Pemakaian Yodium secara Berlebihan

Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon-hormon tiroid.


Hipertiroid yang dipengaruhi/diinduksi oleh yodium biasanya terlihat pada pasien-
pasien yang sebelumnya telah mempunyai kelenjar tiroid abnormal.

c) Pengaruh Obat-obatan

Obat-obatan tertentu, seperti amiodarone (cordarone), yang digunakan dalam


perawatan jantung, mengandung suatu jumlah yodium yang besar, sehingga dapat
menyebabkan hipertiroid. Dosis hormon tiroid yang berlebihan pada pasien yang
meminum obat tiroid sebagai usaha untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya
menurunkan berat badan.

d) Ambilan Hormon Tiroid secara Berlebih

Dosis hormon tiroid yang berlebihan pada pasien yang meminum obat tiroid
sebagai usaha untuk mencapai tujuan tertentu juga menjadi penyebab munculnya
hipertiroid. Pasien dengan kasus seperti ini dapat diidentifikasi dengan thyroid
scan.

e) Abnormalitas Pengeluaran TSH


Sebuah tumor di dalam kelenjar pituitari mungkin akan menghasilkan suatu
TSH yang tingginya abnormal, sehingga kelenjar tiroid juga akan menghasilkan
hormon-hormon tiroid berlebihan, sehingga kelenjar tiroid juga akan
menghasilkan hormon-hormon tiroid berlebihan. Kondisi ini sangat jarang terjadi
dan dapat dikaitkan dengan kelainan-kelainan lain dari kelenjar pituitari. Untuk
mengidentifikasi pasien dapat dilakukan tes terperinci untuk menilai pelepasan
dari TSH (Naga,2012).

c. Gejala Hipertiroid

Gejala-gejala hipertiroid berupa manifestasi hipermetabolisme dan aktivitas


simpatis yang berlebihan (Price dan Wilson, 2005). Pada umumnya, gejala
hipertiroid dapat dibedakan menjadi dua yaitu gejala mayor dan minor. Gejala-
gejala mayor, antara lain strauma, takikardi, tekanan nadi melebar, eksoftalmus,
dan nervositas. Sedangkan gejala-gejala minor, antara lain tremor, intoleransi
aktivitas, dan berat badan menurun.

Gejala-gejala lain dari hipertiroid seperti nafsu makan meningkat, banyak


berkeringat, kulit panas, emosi labil, dan sering buang air besar (diare) (Naga,
2012). Perempuan pramenopause yang menderita hipertiroid cenderung
mengalami oligomenore dan amenore. Secara umum, gejala neurologic
mendominasi gambaran klinis pada individu yang lebih muda, sementara gejala
kardiovaskuler dan miopati menonjol pada pasien yang lebih tua (Isselbacher dkk,
2012).

d. Komplikasi Hipertiroid

Komplikasi hipertiroid yang dapat mengancam nyawa terjadinya krisis


tirotoksis (thyroid storm). Hal ini dapat berkembang spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi
pada pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibat adanya pelepasan hormone
tiroid dalam jumlah yang sangat besar dan menyebabkan takikardia, tremor,
hipertermia (sampai 106°F). Komplikasi lain yang mungkin terjadi meliputi :
musle wasting (pelisutan otot), atrofi otot, dan paralisis, kehilangan penglihatan
atau diplopia, gagal jantung, (aritmia), hipoparatiroidisme sesudah operasi
pengangkatan tiroid, hipotiroid sesudah terapi radioidin (Kowalak, 2011).

e. Diagnosis Hipertiroid

Penegakan diagnosis hipertiroid biasanya dilakukan secara langsung.


Penegakan diagnosis ini bergantung pada hasil anamnesis riwayat klinis dan
pemeriksaan fisik yang harus dilakukan dengan cermat, tingkat kecurigaan yang
tinggi serta pengukuran hormon secara rutin.

Tes yang dapat memastikan adanya gangguan hipertiroid anatara lain :


radioimmunoassay yang memperlihatkan peningkatan kadar 𝑇3 dan 𝑇4 serum,
kadar TSH yang rendah, pemeriksaan scan tiroid menunjukkan peningkatan
ambilan radioaktif yodium pada penyakit graves dan biasanya pada penyakit
goiter multinoduler yang toksik serta adenoma toksik, dan ultrasonografi (USG)
yang memastikan oftalmopati subklinis (Kowalak, 2011).

f. Penatalaksaan Hipertiroid

Pengobatan hipertiroidime harus diarahkan pada penurunan sekresi hormon


tiroid dan jika memungkinkan mengumpulkan efek toksis yang dihasilkan oleh
kadar yang tinggi dalam sirkulasi.

1) Pengobatan jangka panjang dengan obat-obatan antitiroid seperti


propiltiourasil atau metimazol. Obat-obatan ini menyekat sintesis dan
pelepasan tiroksi (Hall, 2014). Gejala klinis biasanya berkurang setelah 1-2
minggu dan kelainan laboratatorium menjadi normal setelah 4-6 minggu.
Perlu pemantauan 𝑇3, 𝑇4, TSH dan BMR. Bila 𝑇4 rendah, perlu diperiksa TSH
untuk menilai adanya pengobatan yang (over treatment). Dosis PTU
diturunkan sesuai dengan hasil pemantauan klinis dan laboratorium. Pada
30%-40% penderita, terjadi remisi setelah 2-3 tahun. Bila pengobatan
dihentikan, tidak terjadi hipertiroid (Naga, 2012).
2) Penyekatan beta seperti propanolol diberikan bersamaan dengan obat-obatan
antitiroid. Manifestasi klinis hipertiroid adalah akibat dari pengaktifan
simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis tersebut
akan berkurang dengan pemberian penyekat beta. Penyekat beta menurunkan
takikardia, kegelisahan, dan keringat yang berlebihan. Propanolol juga
menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triyodotironin (Chandrasoma
dan Clive, 2005).
3) Pembedahan tiroidektomi subtotal sesudah terapi.
4) Pengobatan dengan yodium radioaktif (RAI). Pengobatan dengan RAI
dilakukan pada kebanyakan pasien dewasa dengan penyakit Graves tapi
biasanya merupakan kontraindikasi pembedahan, maka harus
dipertimbangkan untuk anak-anak dan wanita hamil( Price dan Wilson, 2005).

3. Hipotiroid

a. Definisi Hipotiroid

Hipotiroid pada dewasa terjadi karena insufisiensi hipotalamus, hipofisis, atau


resistensi terhadap hormon tiroid. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi koma
miksedema yang mengancam nyawa. Hipotiroid lebih prevalen pada wanita
dibandingkan laki-laki. Insidensi keadaan Hipotiroid di Amerika Serikat
meningkat secara signifikan pada individu usia 40 hingga 50 tahun. Hipotiroid
terjadi terutama setelah usia 40 tahun. Sesudah usia 65 tahun, prevalensinya
meningkat sebesar 10% pada wanita dan 3% pada pria.

Hipotiroid pada anak : defisiensi sekresi hormone tiroid selama


perkembangan janin dan pada awal usia bayi akan mengakibatkan kretinisme
infantilis (hipotiroid kongenital). Kretinisme ditemukan tiga kali lebih sering pada
anak perempuan dibandingkan pada anak laki-laki (Kowalak, 2011).

b. Penyebab Hipotiroid

Hipotiroid dapat terjadi karena kegagalan primer kelenjar tiroid itu sendiri,
sekunder karena defisiensi TRH,TSH, atau keduanya, atau karena kurangnya
asupan iodium dari makanan (Sherwood, 2011).

1) Penyebab Hipotiroid Pada Dewasa


Penyebab hipotiroid pada dewasa meliputi produksi hormon tiroid yang tidak
adekuat, biasanya sesudah tirodektomi atau terapi radiasi atau akibat inflamasi,
tiroiditis autoimun yang kronis penyakit Hashimoto atau keadaan seperti
amiloidosis serta sarkoidosis (jarang) dan kegagalan hipofisi memproduksi TSH,
kegagalan hipotalamus memproduksi TRH (thyrotropin-releasing hormone ),
kelainan bawaan sintetis hormone tiroid, defisiensi yodium, atau pemakaian obat-
obatan antitiroid.

2) Penyebab Hipotiroid Pada Anak

Penyebab hipotiroid pada anak meliputi perkembangan embrionik mengalami


defek (penyebab paling sering) sehingga timbul kelainan kongenital, yakni
kelenjar tiroid tidak terdapat atau tidak berkembang pada bayi (kreatinisme),
defek resesif autosom yang diturunkan pada sintesis tirotoksin, obat-obatan
antitiroid yang digunakan selama kehamilan dan menyebabkan kretinisme pada
bayi, tiroiditis autoimun yang kronis,dan defisiensi yodium selama kehamilan
(Kowalak, 2011).

c. Gejala Hipotiroid

1) Tanda dan gejala hipotiroid pada dewasa meliputi :

Kelemahan, rasa cepat lelah, keluhan mudah lupa, sensitivitas terhadap


hawa dingin, kenaikan berat badan yang tidak jelas penyebabnya, konstipasi dan
tanda dan gejala miksedema yang khas berupa penurunan stabilitas mental; kulit
kasar, kering, mengelupas dan tidak elastis; muka,tangan dan kaki yang sembab;
suara parau; edema periorbital (kelopak mata yang turun) ; rambut yang kering
dan distribusinya tipis ; dan kuku yang tebal serta rapuh (ketika penyakit
berlanjut).

2) Tanda dan gejala hipotiroid pada anak meliputi :

Bayi dengan kretinisme infantilis akan memiliki berat badan dan panjang
badan yang normal pada saat lahir dan tanda-tanda khas timbul dalam tiga hingga
enam bulan, secara khas bayi dengan kretinisme tidur secara berlebihan, jarang
menangis, dan terlihat tidak aktif, kesulitan dalam pemberian makan/ASI, lidah
yang besar dan menonjol keluar sehingga dapat menyumbat jalan napas, napas
yang keras dan berisik lewat mulut yang terbuka, kulit yang dingin dan bintik-
bintik akibat sirkulasi darah yang buruk, dan erupsi gigi yang terlambat dan gigi
yang mudah keropos (Kowalak, 2011).

d. Komplikasi Hipotiroid

Komplikasi yang mungkin terjadi pada hipertiroid pada dewasa meliputi


gagal jantung, koma miksedema, infeksi, megakolon, dan psikosis organik.
Komplikasi hipotiroid pada anak meliputi malformasi skeletal dan retardasi
mental yang ireversibel (bagi bayi hipotiroid yang tidak ditangani hingga usia tiga
bulan, penanganan yang dini membantu mencegah retardasi), kesulitan belajar,
maturasi seksual yang cepat atau lambat.

e. Diagnosis Hipotiroid

Diagnosis hipotiroid didasarkan pada pemeriksaan radioimmunoassay yang


memperlihatkan kadar T3 dan T4 yang rendah, peningkatan kadar TSH bila
penyebabnya gangguan tiroid, pemeriksaan faal tiroid yang membedakan antara
hipotiroid primer, hipotiroid sekunder, hipotiroid tertier dan euthyroid sick
syndrome, kenaikan kadar kolesterol, trigliserida, dan alkali fosfatase dalam
serum darah, anemia normositik normokromik, dan kadar natrium serum yang
rendah, penurunan pH, dan peningkatan tekanan parsial karbon dioksida yang
menunjukkan asidosis respiratorik (koma miksedema).

f. Penatalaksaan Hipotiroid

1) Penatalaksaan hipotiroid pada dewasa

Penatalaksanaan hipotiroid pada dewasa dapat dilakukan dengan cara yaitu,


terapi sulih hormon tiroid secara bertahap dengan preparat sintetik 𝑇4 dan kadang-
kadang dengan 𝑇3 dan pembedahan eksisi, kemoterapi, atau radiasi jika terdapat
tumor kelenjar tiroid.

2) Penatalaksanaan Hipotiroid pada anak


Deteksi dini harus dilakukan untuk mencegah retardasi mental yang
ireversibel dan memungkinkan perkembangan fisik yang normal. Penanganan
meliputi pemberian levotiroksin oral (Synthroid), yang dimulai dengan dosis
sedang dan secara bertahap dinaikkan hingga mencapai dosis yang cukup untuk
rumatan seumur hidup (peningkatan dosis yang cepat dapat menimbulkan
tirotoksisitas), pasien anak memerlukan dosis yang lebih tinggi menurut proporsi
tubuhnya jika dibandingkan dengan pasien dewasa karena anak-anak
memetabolisasi hormon tiroid lebih cepat (bayi yang berusia kurang dari satu
tahun) (Kowalak, 2011)

C. Kerangka Konsep

1. Jenis disfungsi tiroid :

a) Hipertiroid
Penderita disfungsi tiroid berdasarkan
b) Hipotiroid jenis kelamin.

2. Kadar T3, T4 dan TSH

Anda mungkin juga menyukai