Anda di halaman 1dari 12

NAMA:TRI WAHYUNI

NIM :156012012038
MK :KEWARGANEGARAAN

b. Sejarah kelahiran faham nasionalisme Indonesia

Nasionalisme muncul pada Revolusi Perancis abad ke-18 dalam klausul III Declaration of the
Right of Man yang menyatakan bahwa bangsa pada dasarnya merupakan sumber utama semua
kekuasaan, seorang individu atau sekelompok orang, tidak memiliki hak untuk memegang
kekuasaan secara jelas yang tidak berasal dari bangsa.

[1] Ian Adams menyebutkan jika Revolusi Prancis tersebut setidaknya menggabungkan semua
bangsa yang lebih tua dengan sebuah gagasan tentang bangsa sebagai sumber legitimasi dan
otoritas puncak. Nasionalisme muncul di Indonesia seiring dengan ekspansi kolonalisme negara-
negara barat ke kawasan Asia yang mempengaruhi masyarakat Indonesia untuk melawan
kolonialisme dan menciptakan sebuah tata kehidupan yang merdeka. Kolonialisme adalah induk
dari kapitalisme di Eropa, artinya tanpa ekspansi kolonial maka transisi menuju kapitalisme tidak
akan terjadi di Eropa. Kapitalisme sendiri adalah suatu bentuk organisasi sosial dan ekonomi
yang melalui modal memainkan peranan utama pada proses produksi ekonomi dan dengan
eksistensi pasar yang luas dalam produksi, distribusi dan konsumsi barang dan jasa (termasuk
buruh) yang diorganisir.

[2] Nasionalisme di Indonesia tidak hanya berakar dari kondisi penjajahan abad ke-20, akan
tetapi sebagian akar terpenting justru menjalar hingga ke dalam lapisan sejarah yang jauh lebih
tua.

[3] Nasionalisme tersebut muncul dari adanya solidaritas yang tinggi yaitu rasa bahwa bangsa
Indonesia tidak lebih rendah dari bangsa penjajah. Seperti keyakinan bahwa bangsa Indonesia
memiliki peradaban besar yang pernah terjadi di nusantara yaitu kerajaan Majapahit, Sriwijaya
dan kerajaan-kerajaan yang lainnya telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia dahulu mampu
bersaing dengan bangsa asing. Perlu diingat bahwa paham nasionalisme di Indonesia
berkembang pertama-tama di kalangan kaum terdidik Hindia Belanda yang jumlahnya sedikit.

[4] Golongan terpelajar itu menyadari akan nasib bangsanya sehingga terbentuk kepribadian,
pola pikir dan etos juang yang tinggi untuk membebaskan diri dari penjajahan yang mana mereka
juga sadar bahwa tujuan tersebut tidak hanya dicapai dalam perjuangan fisik akan tetapi juga
perjuangan politik. Memang nasionalisme di negeri jajahan berbeda dengan nasionalisme dan
proses terbentuknnya negara-bangsa di Eropa yang umumnya didasarkan pada kesamaan ras atau
bahasa. Bangsa menurut Ernest Renan adalah suatu azas-akal yang terjadi dari dua hal, pertama
rakyat itu dulunya harus bersama-sama menjalani suatu riwayat. Kedua, rakyat itu sekarang
harus mempunyai kemauan, keinginan hidup menjadi satu.

[5] Otto Bauer juga menjelaskan bahwa bangsa adalah suatu persatuan perangai yang terjadi dari
persatuan hal ikhwal yang telah dijalani oleh rakyat itu. Jadi nasionalisme adalah suatu iktikad,
suatu keinsyafan rakyat bahwa rakyat itu ada satu golongan dan satu bangsa.

[6] Dampak pemerintahan kolonial Belanda terhadap struktur sosial bangsa Indonesia dimulai
tidak lama setelah berdirinya VOC pada 1602. Tujuan utama VOC memang memperoleh
keuntungan yang sebanyak-banyaknya dalam perdagangan dan untuk merealisasikan tujuan
tersebut mereka merasa perlu memonopoli ekspor dan impor. Perhatian VOC yang pada mulanya
terpaku pada rempah-rempah dari Maluku, segera beralih kepada aktivitas dagang yang luas dan
mapan yang berpusat di Pulau Jawa. Di Pulau Jawa, VOC memperoleh hak-hak istimewa yang
awalnya terbatas oleh pemegang otoritas lokal. Awalnya VOC menggunakan sistem
pemerintahan tidak langsung yang tidak memerlukan banyak biaya dan intinya adalah
pendayagunaan struktur kekuasaan pribumi untuk kepentingan VOC itu sendiri. Lebih tepatnya
mempertahankan sekaligus memperkuat kedudukan maupun kekuasaan kaum ningrat Jawa yang
bersedia diatur. Kekuasaan kaum ningrat Jawa tersebut diperkokoh dengan kekuatan militer
Belanda yang siap mendukung mereka melawan rakyat Jawa selama mereka bersedia mengatur
kegiatan ekonomi sesuai kepentingan VOC.

[7] Akibatnya, masyarakat Jawa sungguh-sungguh kehilangan keseimbangan dan kaum tani yang
semula kuat tidak dapat lagi mengekang perilaku sewenang-wenang dari kaum elite ningrat.
Semenjak saat itu pemerintahan VOC semakin berkonsentrasi di Jawa dan bersifat otoriter. Hal
tersebut mengingat tipologi penjajahan Belanda di Indonesia yang bersifat kapitalisme setengah
kikir dan bercorak menindas, berbeda dengan imperialisme Inggris di India dan imperialisme
Amerika di Fillipina yang cenderung royal terhadap negara jajahannya.

[8] Adanya pembagian kedudukan antara pihak Belanda, golongan pedagang Asia Timur dan
kaum ningrat menjadikan golongan pribumi semakin tereksploitasi karena kaum ningrat telah
diberikan kekasaan yang luas dalam bidang ekonomi atas kaum petani. Keseluruhan sistem
pemerintahan seperti itu bekerja dalam rangka mengeksploitasi desa sebanyak mungkin.
Penduduk desa dipaksa untuk menyerahkan sebagian besar hasil panennya dan melakukan kerja
paksa pada bidang-bidang non-pertanian secara besar-besaran.

[9] Mohammad Hatta juga menambahkan bahwa, dimata perekonomian kapitalis, Indonesia
merupakan perkebunan besar. Eksploitasinya didasarkan kepada dua faktor yang
menguntungkan, yaitu tanah yang subur dan upah yang murah. Sedangkan produksinya tidak
dilakukan untuk memuaskan keperluan di dalam negeri, melainkan untuk pasar dunia yang
menjamin keuntungan yang sebesar-besarnya.

[10] Kondisi tersebut menimbulkan reaksi berupa penolakan dan perlawanan rakyat untuk
mengusir penjajah. Jadi kolonialisme dan imperialisme tersebut menimbulkan reaksi bangkitnya
semangat kebangsaan yang berupa perasaan senasib dan sepenanggungan serta menyatukan
kehendak dan tekad untuk lepas dari penjajahan sebagai inti dari nasionalisme di Indonesia. Titik
tolak kebangkitan nasionalisme di Indonesia diawali dengan kemenangan Jepang (Asia)
melawan Rusia (Eropa) pada tahun 1905 yang mematahkan pandangan bahwa orang Barat lebih
tinggi kedudukannya dari orang timur. Perang yang dimenangkan oleh Jepang ini membuat
bangsa-bangsa di Asia sadar bahwa sebenarnya mereka tidak kalah kehebatannya dari bangsa-
bangsa Eropa atau Barat. Standar akal budi dan kemajuan universal seolah-olah hanya ada pada
bangsa Barat, sedangkan untuk bangsa Timur dipaksakan untuk mengikuti Barat, dengan dalih
bahwa dominasi mereka di negara-negara Timur adalah baik untuk kemajuan orang Timur.
c. Identitas nasional sebagai karakter bangsa

dentitas nasional atau jati diri suatu bangsa (tanah tumpah darah mereka sendiri), pada
hakekatnnya merupakan penjelasan tentang nilai – nilai budaya yang tumbuh dan berkembang
di dalam aspek kehidupan suatu bangsa. Bagi saya, identitas berarti ciri – ciri, sifat khas yang
melekat pada suatu hal sehingga menunjukan suatu keunikan serta membedakan dengan hal – hal
lain. Sedangkan nasional berasal dari kata nation yang memiliki arti bangsa menunjukan
kesatuan komunitas sosio-kultural serta memiliki semangat, cita – cita, tujuan, dan ideologi
bersama. Untuk lebih memahami tentang identitas bangsa indonesia adalah selalu menjunjung
nilai – nilai bangsa indonesia sekaligus memunculkan rasa kebangsaan, dan semangat
kebangsaan yang sangat diperlukan untuk membangun serta memantapkan persatuan dan
kesatuan bangsa.
Sejarah Budaya Bangsa Sebagai Akar Identitas Nasional
Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang. Berdasarkan
kenyataan objektif tersebut maka untuk memahami jati diri bangsa Indonesia serta identitas
nasional tidak dapat dipisahkan dengan akar budaya yang mendasari identitas nasional Indonesia
yang dimulai sejak zaman Kutai, Sriwijaya, Majapahit, serta kerajaan lainnya.
Nilai – nilai esensial yang terkandung dalam pancasila yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan,
Persatuan, Kerakyatan dan keadilan dalam kenyataannya telah dimiliki bangsa Indonesia sejak
zaman dahulu kala sebelum terbentuk negara.
Proses terbentuknya bangsa dan negara Indonesia melalui suatu tahapan sejarah yang cukup
panjang yaitu sejak jaman kerajaan – kerajaan pada abad ke-IV kemudian dasar – dasar
kebangsaan mulai timbul pada abad ke-VII yaitu ketika timbulnya kerajaan Sriwijaya dibawah
wangsa syailendra di Palembang, kemudian kerajaan Majapahit di JawaTimur. Proses
terbentuknya nasionalisme yang berakar pada budaya ini menurut Yamin diistilahkan sebagai
faseter terbentuknya nasionalisme lama, dan oleh karena itu secara objektif sebagai dasar
identitas nasionalisme Indonesia adalah dasar pembentukan nasionalisme modern yang dirintis
oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia antara lain oleh angkatan 1908, kemudian angkatan
sumpah pemuda 1928, dan akhirnya pada 1945. Oleh karena itu, akar nasionalisme Indonesia
yang berkembang dalam prespektif sejarah sekaligus juga merupakan unsur dari identitas
nasional.
Menghadapi Identitas Nasional
Mengapa selama ini masyarakat indonesia masih bingung dengan identitas bangsannya. Menurut
analisis saya pertama – tama kita sebagai bangsa indonesia harus memahami moto nasional kita
sebagai bangsa indonesia “Bhineka Tunggal Ika” atau “kesatuan dalam keragaman”. Hal ini
dicptakan oleh para pemimpin publik yang baru diproklamasikan pada tahun 1945 dan tantangan
politik adalah sebagaimana benar mencerminkan hari iniseperti yang lebih dari 50 tahun yang
lalu, karena meskipun setengah abad menjadi bagian dari indonesia yang merdeka telah
menimbulkan perasaan yang kuat tentang identitas nasional di lebih dari 13.000 pulau – pulau
yang membentuk kepulauan, banyak kekuatan lain yang masih menarik negara terpisah.
Patriotisme adalah suatu tindakan rela berkorban dalam membela negara melalui profesinya
masing-masing. Sikap Patriotisme dapat diwujudkan dengan cara:
·         Menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.
·         Membina persatuan dan kesatuan bangsannya.
·         Menjaga nama baik bangsa dan negara di mata dunia.
·         Berani minta maaf  dan memaafkan.
·         Belajar dengan sungguh – sungguh.
Secara luas nasionalisme menyatakan patriotisme yang merupakan prinsip moral yang
mengandung kecintaan seseorang terhadap negaranya.
Faktor pendukung
Lahirnnya identitas nasional suatu bangsa tidak dapat di lepaskan dari dukungan faktor objektif ,
yaitu faktor – faktor yang berhubungan dengan geografis-ekologis dan demografis, dan faktor
subjektif  yaitu faktor – faktor histories, politik, sosial, dan kebudayaan yang dimiliki bangsa
tersebut.
Kondisi geografis-ekologis yang membentuk indonesia sebagai daerah kepulauan yang
beriklim tropis dan terletak di persimpangan jalan komunikasi antar wilayah dunia di Asia
Tenggara ikut mempengaruhi perkembangan kehidupan demografis, ekonomis, sosial, dan
kultural bangsa indonesia. Selain itu, faktor histories yang dimiliki indonesia ikut mempengaruhi
proses pembentukan masyarakat dan bangsa indonesia beserta identitasnnya, melalui interaksi
dari berbagai faktor yang ada di dalamnnya, hasil interaksi tersebut melahirkan proses
pembentukan masyarakat, bangsa, dan negara beserta identitas bangsa indonesia.
Pencarian identitas nasional bangsa indonesia pada dasarnya melekat erat dalam buah
pikiran masyarakat indonesia, dan sebagai atribut terbentuknnya masyarakat dan bangsa baru
atau indonesia modern, baik bercorak tradisional maupun colonial oleh karena itu pembentukan
persoalan lainnya yang berkaitan dengan dimensi sosial, kultural, ekonomi maupun politik.
Pancasila Sebagai Kepribadian Dan Identitas Nasional
Bangsa Indonesia sebagai salah satu bangsa dari masyarakat Internasional, memiliki sejarah dan
prinsip dalam hidupnya yang berbeda dengan bangsa – bangsa lain di dunia.
Prinsip – prinsip perumusan ditemukan oleh para pendiri bangsa diangkat dari pandangan bangsa
Indonesia yang kemudian di abstraksikan menjadi suatu prinsip dasar filsafat Negara yaitu
Pancasila.
Pancasila dikatakan bahwa sebagai dasar filsafat bangsa dan Negara pada hakikatnya bersumber
pada nilai – nilai budaya dan keagamaan yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai kepribadian
bangsa.
Bentuk – Bentuk Identitas Nasional
1.      Dasar – dasar falsafah negara yaitu pancasila.
2.      Semboyan negara ialah “Bhineka Tunggal Ika”.
3.      Lambang negara ialah Garuda Pancasila.
4.      Lagu kebangsaan yaitu Indonesia Raya.
5.      Bendera negara yaitu Sang Merah Putih.
Nilai – Nilai Yang Dapat Merusak Kepribadian Bangsa
Adapun beberapa nilai – nilai yang tidak sesuai atau berlebihan yang dapat merusak kepribadian
bangsa yang harus kita tolak, misalnya :
 Sekularisme, yaitu paham atau pandangan falsafah yang berpendirian bahwa moralitas
tidak perlu didasarkan pada ajaran agama.
 Individualisme, yaitu sikap yang mementingkan kepentingan sendiri
 Hedonisme, yaitu paham yang melihat bahwa kesenangan atau kenikmatan menjadi
tujuan hidup dan tindakan manusia
 Materialisme, yaitu sikap yang selalu mengutamakan dan mengukur segala sesuatu
berdasarkan materi. Hubungan batiniah tidak lagi menjadi bahan pertimbangan dalam
hubungan antar manusia
 Ekstremisme, yaitu pikiran atau tindakan seseorang yang melampaui batas kebiasaan atau
norma – norma yang ada dan berlaku di suatu tempat
 Chauvinisme, yaitu paham yang mengagung–agungkan bangsa sendiri dan merendahkan
bangsa lain
 Elitisme, yaitu sikap yang cenderung bergaya hidup berbeda dengan rakyat kebanyakan
 Konsumenisme, yaitu paham atau gaya hidup menganggap barang–barang sebagai
ukuran kebahagiaan dan kesenangan
 Diskriminatif, yaitu sifat seseorang yang suka membeda–bedakan antar yang satu dengan
lainnya
 Glamoristik, yaitu sikap atau gaya hidup suka menonjolkan kemewahan.

Hemat saya bagaimana kita bisa mengakui menjadi warganegara Indonesia jika kita tidak
mengetahui dan memahami mengenai Identitas Nasional dari bangsa kita. Setiap orang memiliki
Identitas pribadinya. Begitu juga dengan Negara kita agar negara kita tidak dicemooh oleh
bangsa lain. Identitas Nasional Indonesia dapat terbentuk dari masyarakatnya. Banyak keunikan-
keunikan yang bangsa kita miliki dan dapat memancarkan jati diri bangsa ini.
            Dengan keunikan inilah, Indonesia menjadi suatu bangsa yang tidak dapat disamakan
dengan bangsa lain dan itu semua tidak akan pernah lepas dari tanggung jawab dan perjuangan
dari warga Indonesia itu sendiri untuk tetap menjaga nama baik bangsanya. Tidak ada lagi sikap
dan rasa tidak bangga menjadi warganegara Indonesia. Oleh sebab itu, Identitas Nasional ini
perlu dibangkitkan dan dipertahankan kembali.
d. Proses berbangsa dan bernegara

Proses bangsa yang menegara memberikan gambaran tentang bagaimana terbentuknya bangsa, di
mana sekelompok manusia yang berada di dalamnya merasa sebagai bagian dari bangsa. Negara
merupakan organisasi yang rnewadahi bangsa. 

Bangsa tersebut merasakan pentingnya keberadaan negara, sehingga tumbuhlah kesadaran untuk
mempertahankan tetap tegak dan utuhnya negara melalui upaya bela negara. Upaya ini dapat
terlaksana dengan baik apabila tercipta pola pikir, sikap dan tindakan perilaku bangsa yang
berbudaya yang memotivasi keinginan untuk membela negara: bangsa yang berbudaya, artinya
bangsa yang mau melaksanakan hubungan dengan penciptanyar Tuhan disebut Agama; bangsa
yang mau berusaha, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya disebut Ekonomi; bangsa yang mau
ber hubungan dengan lingkungan, sesama, dan alam sekitarnya disebut Sosial; bangsa yang mau
berhubungan dengan kekuasaan disebut bangsa yang mau hidup aman tenteram dan sejahtera
dalam negara disebut Pertahanan dan Keamanan. 

Pada zaman modern adanya negara lazimnya dibenarkan oleh ang-gapan atau pandangan
kemanusiaan. Demikian pula halnya dengan bangsa Indonesia. Alinea Pertama Pembukaan UUD
1945 merumuskan bahwa adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah karena
kemerdekaan adalah hak segala bangsa sehingga penjajahan yang bertentangan dengan peri
kemanusiaan dan peri keadilan harus dihapuskan. 

Apabila “daiiin ini kita analisis secara teoritis, hidup berkelompok baik bermasyarakat,
berbangsa maupun bernegara seharusnya tidak mencerminkan eksploitasi sesama manusia
(penjajahan) melainkan harus berperikemanusiaan dan berperikeadilan. Inilah teori pembenaran
paling mendasar dari bangsa Indonesia tentang bernegara. Hal yang kedua yang memerlukan
suatu analisis ialah bahwa kemerdekaan merupakan hak segala bangsa. 
Tetapi dalam penerapannya sering timbul pelbagai ragam konsep bernegara yang sa ling
bertentangan. Perbedaan konsep tentang negara yang dilandasi oleh pemikiran ideologis adalah
penyebab utamanya. Karena itu, kita perlu memahami filosofi ketatanegaraan tentang makna
kebebasan atau kemerdekaan suatu bangsa dalam kaitannya clengan ideologinya. 

Namun di zaman modern, teori yang universal ini tidak diikuti orang. Kita mengenal banyak
bangsa yang menuntut wilayah yang sama dan banyak pemerintahan yang menuntut bangsa yang
sama. Orang kemudian beranggapan bahwa untuk memperoleh pengakuan dari bangsa lain,
suatu negara memerlukan mekanisme yang lazim disebut proklamasi kemerdekaan. 

Perkembangan pemikiran seperti ini mempengaruhi perdebatan di dalam PPKI, baik pada saat
pembahasan wilayah negara maupun perumusan Pembukaan UUD 1945 yang sebenarnya
direncanakan sebagai naskah Proklamasi. 

Karena itu, merupakan suatu kenyataan bahwa tidak satu pun warga negara Indonesia yang tidak
menganggap bahwa terjadinya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pada waktu
Proklantasi 17 Agustus 1945-sekalipun ada pihak-pihak (terutama luar negeriltang beranggapan
berbeda dari teori yang universal. 

Dengan demikian, sekalipun gemerintak belum terbentuk, Lahkan hukum dasarnya puit belum
bangsa Indonesia beranggapan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia shdah ada sejak
kemerdekaannya diproklamasikan.

Bahkan apabila kita kaji rumusan Alinea Kedua Pembukaan UUD 1945, bangsa Indonesia
berafiggapan bahwa terjadinya negara merupakan suatu proses atau rangkaian tahap-tahap yang
krkesinambungan. Secara. ringkas,. proses teriebut acialab, sebagai berikut:

 Perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia.


 Proldamasi atau pintu gerbang kemerdekaan.
 Keadaan bemegara yang dasarnya ialah merdeka, bersatu, bethaulat, adil, dan makmur.
Bangsa Indonesia menerjemahkan secara terperinci perkembangan teori kenegaraan tentang
terjadinya Negara Kesatuan Republik Indonesia sekagait berikut:
 
1. Pertama
Terjadinya. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan suatu proses yang tidak sekadar
dimulai dari proklamasi. Perjuangan kemerdekaan pun mempunyai peran khusul di dalam
membentukan ide-ide yang didasarkan yang di cita-citakan
 
2. Kedua
Proklamasi baru “mengantar bangsa Indonesia” sampai ke pintu gerbang kemerdekaan. Adanya
proldamasi tidak berarti bahwa kita telah “selesa” bernegara. . 

3. Ketiga
Keadaan bernegara yang kita cita-citakan belum tercapai hanya dengan adanya pemerintahan,
wilayah, dan bangsa, melainkan harus kita isi untuk menuju keadaan merdeka, berdaulat,
bersatu, adil dan makmur. 

4. Keempat 
Terjadinya negara adalah kehendak seluruh bangsa, bukan sekadar kanginan golongan yang kaya
dan yang pandai atau golongan ekonomi lemah yang menentang golongan ekonomi kuat seperti
dalam teori kelas. 

5. Kelima 
Religiositas yang tampak pada terjadinya negara me-nunjukkan kepercayaan bangsa Indonesia
terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Unsur kelima inilah yang kemudian diterjemahkan menjadi
pokok-pokok pikiran keempat yang terkandung di dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu bahwa
Indonesia bernegara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang (pelaksanaannya) didasarkan
pada kemanusiaan yang adil dan beradab. 

Karena itu, Undang-Undang Dasar harus mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan
penyelenggara negara untuk memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita
moral rakyat yang luhur. Demikianlah terjadinya negara menurut bangsa Indonesia dan dampak
yang diharapkan akan muncul dalarn. bernegara. 

Proses bangsa yang menegara di Indonesia diawali dengan adanya pengakuan yang sama atas
kebenaran hakiki dan kesejarahan yang merupakan gambaran kebenaran secara faktual dan
otentik. Kebenaran hakiki dan kesejarahan yang dimaksud adalah:

 Pertama,

Kebenaran yang berasal. dari Tuhan Pencipta Alam Semesta. Kebenaran tersebut adalah sebagai
berikut: Ke Esaan Tuhan; Manusia harus beradab; Manusia harus bersatu; Manusia harus
memiliki hubungan sosial dengan lainnya serta mempunyai nilai keadilan; Kekuasaan di dunia
adalah kekuasaan manusia. 

Kebenaran-kebenaran ini kemudian dijadikan sebagai falsafah hidup yang harus direalisasikan
sebagai sebuah cita-cita atau ideologi. Di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), rumusan
falsafah dan ideologi tersebut disebut Pancasila.

Lima kebenaran hakiki ini telah digali oleh Bung Karno (Presiden RI pertama) dan dikemukakan
oleh Badan Pekerja Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPK1) tanggal 1 Juni 1945
pada saat Sidang Lanjutan yang membicarakan dasar negara. Lima hal itu kemudian die
tuangkan dalarn Pembukaan UUD 1945. 

 Kedua

Kesejarahan. Sejarah adalah ssalah satu dasar yang tidak dapat ditinggalkan karena merupakan
bukti otentik. Berdasarkan sejarah pula bangsa kita akan mengetahui dan memahami proses
terbentuknya NKRI sebagai hasil perjuangan bangsa. 
Dengan demikian kita akan mengerti dan menyadari kewajiban individual terhadap bangsa dan
negara. NKRI dalam kesejarahan terbentuk karena bangsa Indonesia memerlukan wadah
organisasi untuk mewujudkan cita-cita memproldamasikan kebebasan bangsa dari penjajahan
Belanda. 

Dengan demikian, adalah logis apabila bangsa Indonesia memperoleh hak-haknya dan
mempertahankan utuhnya bangsa dan tetap tegaknya negara dari generasi ke generasi. Setiap
generasi harus mempunyai pandangan yang sama mengenai kepentingan ini. 

Kesamaan pandangan ini penting bagi landasan visional (Wawasan Nusantara) dan landasan
konsepstonal (Ketahanan Nasional) yang disampaikan melalui pendidikan, lingkungan
pekerjaan, dan lingkungan masyarakat disebut Pendidikan Pendahuluan Bela Negara. 

Pemahaman Hak dan Kewajiban. Warga Negara Dalam UUD 1945 Bab X, pasal tentang Warga
negara telah diamanatkan pada Pasal 26, 27, 28 dan 30, sebagai berikut:

 Pasal 26, Ayat (1) yang menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli
dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan Undang-Undang sebagai warga
negara. Pada ayat (2), Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan
undang-undang.
 Pasal 27, Ayat (1) Segala warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam
hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak
ada kecualinya. Pada ayat (2), Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
 Pasal 28, Kemerdekaan berserikat dan berkumpth, mengeluarkan pikiran dengan lisan,
dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.
 Pasal 30, ayat (1) Hak dan Kewajiban Warga Negara untuk ikut serta dalam pembelaan
negara dan ayat (2) menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang. 

Anda mungkin juga menyukai