(MEA)
Edited by Cermati.com • 18 Januari 2017
Dengan terbentuknya kawasan ekonomi terintegrasi di wilayah Asia Tenggara yang dikenal
dengan istilah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC),
Indonesia dan sembilan anggota ASEAN lainnya memasuki persaingan yang sangat ketat di bidang
ekonomi. Pada dasarnya, MEA merupakan wadah yang sangat penting bagi kemajuan negara-negara
ASEAN dalam mewujudkan kesejahteraan sehingga keberadaannya harus disikapi dengan positif.
Dan diharapkan negara-negara di kawasan Asia Tenggara bisa berkompetisi dan bisa menempatkan
ASEAN masuk ke dalam pasar terbesar di dunia.
Sebagai masyarakat yang dinamis, sudah selayaknya kita harus bisa melihat lebih banyak dampak
positif dari adanya pasar bebas Asia Tenggara atau MEA. ASEAN Economic Community atau MEA
secara garis besar terfokus dalam empat hal, yaitu:
MEA sebagai pasar tunggal di kawasan Asia Tenggara yang difungsikan sebagai sebuah
kawasan kesatuan pasar dan basis produksi. Terciptanya kesatuan pasar dan basis produksi
tersebut akan menghilangkan batasan terhadap arus barang, investasi, modal, jasa, dan
tenaga profesional antarnegara di Asia Tenggara.
MEA berorientasi untuk membentuk kawasan ekonomi yang memiliki daya saing tinggi
dengan kebijakan-kebijakan, perlindungan konsumen, dan berbagai macam perjanjian untuk
saling menciptakan kondisi ekonomi yang adil.
Menumbuhkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang memiliki daya saing tinggi
serta ditunjang dengan kemudahan dalam mendapatkan modal.
MEA terintegrasi dengan perekonomian global sehingga jangkauan pasar yang diraih negara-
negara di kawasan Asia Tenggara jauh lebih optimal.
Dengan demikian, negara peserta ditantang untuk bersaing secara ketat satu sama lain. Pasar
bebas harus disadari betul kondisinya agar terus bisa mengembangkan kemampuan dalam
mengikuti persaingan di bidang apa pun. Banyak peluang yang bisa diambil dari MEA seperti yang
dijabarkan berikut ini.
Sebenarnya adanya MEA memberi peluang bagi Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki jumlah
penduduk yang terbesar di Asia Tenggara. Total jumlah penduduk Indonesia hampir 40% dari total
keseluruhan penduduk ASEAN. Fakta ini bisa dijadikan acuan untuk menguasai pasar ASEAN jika
didukung dengan produktivitas yang tinggi. Selain itu, Indonesia juga memiliki sumber daya alam
(SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang potensial.
Tentu saja hal tersebut sejalan dengan ASEAN Economic Community Blueprint yang intinya adalah
MEA sangat diperlukan dalam mengurangi kesenjangan antarnegara ASEAN. MEA juga dapat
digunakan sebagai jembatan dalam membangun rantai suplai makanan dan bisa menjadi perantara
untuk melakukan kegiatan ekspor-impor dengan negara-negara non-ASEAN.
Selain sektor jasa dan sumber daya alam, Pemerintah juga fokus dalam mengembangkan sektor
investasi dan SDM. Di sektor investasi, mengingat potensi yang dimiliki Indonesia cukup besar maka
diprediksi akan sangat mudah untuk meningkatkan masuknya Foreign Direct Investment (FDI).
Masuknya FDI ini bakal mampu memicu pertumbuhan ekonomi Indonesia melalui perkembangan
teknologi, penciptaan lapangan kerja, dan pengembangan SDM.
Indonesia sangat mungkin memposisikan diri sebagai negara tujuan investor karena tingkat
kebutuhan akan barang dan jasa yang tinggi serta jumlah populasinya yang tinggi juga. Di bidang ini
banyak sekali para pengusaha yang melirik investasi, termasuk properti. Sebagai lahan investasi yang
sangat potensial, masyarakat Indonesia bisa mengambil kesempatan emas tersebut untuk
memanfaatkan aliran modal asing.
Dilihat dari aspek ketenagakerjaan Indonesia juga memiliki kesempatan yang sangat besar karena
dengan jumlah populasi yang dimiliki akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja apalagi jika
mereka sudah memiliki kualitas SDM yang mumpuni. Dengan begitu, tenaga kerja Indonesia bisa
mengisi kekosongan-kekosongan posisi yang ada di luar negeri. Ini juga menjadi kabar baik bagi para
wirausaha karena mereka akan lebih mudah dalam mencari tenaga kerja yang lebih berkompeten
dari berbagai negara di wilayah Asia Tenggara.
Seiring dengan terciptanya peluang-peluang bisnis yang telah disebutkan di atas, ternyata setiap
peluang tersebut juga memiliki risikonya masing-masing. Risiko tersebut bukan menjadi titik akhir
yang tidak bisa diatasi. Akan tetapi, lebih menjadi tantangan bagi Indonesia untuk meminimalkan
berbagai kemungkinan yang terjadi setiap adanya peluang bisnis tersebut. Berikut ini adalah
beberapa tantangan yang harus dihadapi dengan adanya peluang-peluang yang telah disebutkan di
atas.
Arus perdagangan bebas entah itu barang maupun jasa akan memunculkan competition risk.
Artinya, selain menjadi negara pengekspor, Indonesia juga menjadi sasaran empuk eksportir dari
negara lain. Hal ini mengakibatkan munculnya produk-produk luar yang beragam dalam jumlah
banyak ke Indonesia. Hal ini perlu diwaspadai jika produk-produk yang datang dari luar negeri
memiliki kualitas yang lebih bagus. Industri lokal pun akan terancam akibat hal tersebut. Efek besar
yang ditimbulkan adalah adanya defisit neraca perdagangan.
Oleh karena itu, para pelaku usaha khususnya para produsen menciptakan produk yang memiliki
standar terbaik sehingga produk lokal tetap memiliki kualitas. Pada sektor ini, yang memiliki peluang
besar adalah para pelaku UMKM. Mulai dari diberlakukannya MEA sejak awal Januari 2016,
Pemerintah telah bekerja keras melalui Balai Riset dan Standarisasi Industri (Baristand) di bawah
komando Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dalam melakukan sosialiasi dan melakukan
peningkatan kualitas SDM.
Pada sektor ini, Indonesia terbilang memiliki risiko yang sangat tinggi karena adanya exploitation
risk. Sebabnya, Indonesia kurang memiliki aturan dan regulasi yang ketat sehingga sektor-sektor riil
semisal pertambangan mudah saja dikelola negara asing. Untuk yang satu ini, tentunya tidak banyak
yang bisa diperbuat masyarakat. Padahal, Pemerintah memiliki kekuasaan penuh untuk mencegah
adanya eksploitasi alam yang dilakukan perusahaan-perusahaan asing.
Masalah ketenagakerjaan Indonesia memiliki tantangan yang luar biasa. Kalau dilihat dari sisi
pendidikan dan produktivitas, Indonesia masih kalah jauh dari negara-negara tetangga, seperti
Singapura, Thailand, dan Malaysia. Seperti halnya yang dilansir Republika, pada 2013, Indonesia
masih berada di peringkat ke-4 dalam hal pendidikan dan produktivitas yang dimiliki. Meskipun
demikian, Indonesia masih memiliki posisi yang aman dalam hal ini. Mengingat standar upah yang
berlaku di Indonesia masih tergolong kecil sehingga tenaga kerja asing masih enggan untuk bekerja
di sini. Malah sebaliknya, tenaga kerja Indonesia lebih memiliki peluang untuk bekerja di luar negeri
untuk mendapatkan gaji yang lebih layak.
Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi salah satu sasaran dan fokus Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) dalam menciptakan stabilitas dan perkembangan ekonomi di wilayah
regional ASEAN. UMKM Indonesia memiliki banyak tantangan yang harus dihadapi, terutama
tentang kualitas barang yang dihasilkan. Kebanyakan kualitas produk UKM Indonesia belum
memenuhi standar. Hal itu disebabkan beberapa faktor. Pertama, biaya produksi dalam negeri yang
sangat mahal sehingga tidak mampu menciptakan efisiensi produksi. Kedua, kurangnya pengetahuan
para pelaku usaha kecil menengah (UKM) dalam menghasilkan barang ataupun jasa yang
berkualitas. Kedua hal tersebut sangat berkaitan dan perlu sesegera mungkin diupayakan solusinya,
baik oleh Pemerintah maupun pelaku usaha sendiri.
Dalam menghadapi MEA, kita harus bisa memanfaatkan peluang dan menghadapi tantangan yang
datang. Kreativitas dan inovasi dalam menghasilkan produk dan jasa bisa menunjang eksisnya
produk dan jasa dari dalam negeri untuk terus bersaing dengan produk luar negeri. Di luar itu,
peningkatan kualitas SDM dan pemanfaatan SDA harus terus dilakukan seoptimal mungkin agar tak
tersungkur jatuh di hadapan negara-negara lain dalam persaingan di pasar bebas ini.
Bacalah artikel tentang Masyarakat Ekonomi Asean!