Anda di halaman 1dari 13

TESIS, ANTITESIS DAN SINTESIS PAJAK, DHARIBAH SERTA ZAKAT

MAKALAH

Ditulis Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perpajakan

Dosen Pengampu : Muh. Robbul Jalil, M.E.I

Di Susun Oleh :

1. Baiq Nurmanita Irmayuni Anwar


2. Ismayanti
3. Julita Anggraeni
4. Jummu’ Athin
5. Luhi Ijatun Naim
6. M. husnul Muhiddin
7. M. Syamsul Fikri
8. Mariana Romdani
9. Matla’ul Rozi
10. Mauladihissyarifah
11. Zurriyatun Toyyibah
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM HAMZANWADI NW PANCOR
2021
Abstrak
Di banyak negara pajak merupakan salah satu devisa utama dalam menunjang
pembangunan nasional sehingga menjadi pemungutan yang memiliki konsekuensi
logis dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sebagai pencerminan
suatu keadilan dan kesejahteraan. Pajak dibebankan kepada setiap warga Negara yang
memiliki kewajiban membayar pajak. Dalam perspektif islam, istilah pajak yang
digunakan adalah ad-Dharibah. Dalam ajaran Islam, terdapat juga kelompok orang
yang berkewajiban mengeluarkan sebagian hartanya sebagai zakat. Makalah ini
berkenaan dengan studi kegiatan masyarakat kita yaitu pajak, pajak dalam perspektif
Islam (ad-Dharibah) dan zakat. Makalah ini bertujuan untuk membandingkan dan
mencari kesamaan antara pajak, ad-Dhariba serta zakat, bagaimana konsep pajak
baik syariah dan non-syariah, dan apakah pajak (tax), ad-Dharibah serta zakat bisa
disamakan menjadi satu kegiatan sosial. Hasil penelitian menyatakan bahwa istilah
pajak (tax) dan ad-Dharibah bisa melebur menjadi satu kegiatan dilihat dari situasi
dan kondisi yang semakin kompleks setiap tahunnya. Yakni pajak (tax) dan ad-
Dharibah adalah kegiatan wajib mengeluarkan pajak bagi wajib setiap individu pada
suatu negara. Sedangkan zakat memiliki konsep yang berbeda dan menjadi istilah
tersendiri dalam penggunakannya dimasyarakat.
Kata Kunci : Pajak (tax), ad-Dharibah dan Zakat.
A. Pendahuluan
Pajak adalah sumber utama pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dan
kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara. Pajak diwajibkan bagi setiap
individu suatu negara ataupun warga negara asing yang memiliki bisnis dinegara
tersebut. Kewajiban pajak bagi individu sesuai dengan ketentuan Undang-
Undang dan sifatnya memaksa. Dalam Islam juga terdapat pengeluaran wajib
bagi individu dalam suatu negara yang disebut dengan ad-Dharibah. Ad-
Dharabah adalah istilah pajak dalam perspektif Islam. Pada dasarnya pajak (tax)
memiliki tujuan yang sama dengan ad-Dharibah, namun ada beberapa hal yang
membedakan pajak (tax) dengan ad-dharibah. Selain pajak, muslim juga
berkewajiban mengeluarkan hartanya untuk negara demi memenuhi kebutuhan
masyarakat miskin, yaitu zakat. Antara pajak (tax), ad-Dharibah dan zakat
memiliki tujuan yang sama namun konsep dan prinsipnya berbeda. Sehingga
makalah ini akan membahas mengenai hubungan antara pajak (tax), ad-

2
Dharibah dan zakat , persamaan serta perbedaannya dalam proses pengeluaran
maupun pengertian, dan apakah pengertian pajak, ad-Dharibah maupun zakat
bisa melebur menjadi satu atau tidak?.

3
B. Pembahasan
1. Pajak (Tax)
a. Pengertian Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasakan undang-
undang (yang dapat dipaksa) dengan tidak mendapatkan jasa timbal
yang langsung dapat di tujukan dan digunakan untuk membiayai
pengeluaran umum dan yang digunakan sebagai alat pencegah dan
pendorong untuk mencapai tujuan yang ada diluar bidang keuangan.1
b. Fungsi Pajak
Ada dua fungsi pajak, yaitu :
1) Fungsi Penerimaan (Budgetair)
Fungsi ini disebut fungsi utama pajak, yaitu suatu fungsi
dimana pajak dipergunakan sebagai alat untuk memasukkan dana
secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang
perpajakan yang berlaku. Berdasarkan fungsi ini, pemerintah yang
membutuhkan dana untuk membiayai berbagai kepentingan negara
dapat memungut pajak dari penduduknya.2
2) Fungsi Pengaturan (Regulerend)
Fungsi ini disebut juga fungsi tambahan, yaitu suatu fungsi
dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk
mencapai tujuan tertentu. Fungsi ini hanya sebagai pelengkap dar
fungsi utama pajak. Untuk mecapai tujuan tersebut, maka pajak
dipakai sebagai alat kebijaksanaan, misalnya: pemerintah
menentukan tujuan untuk menghilangkan atau memberantas
mabuk-mabukan di kalangan generasi muda. Maka disini
pemerintah dapat menggunakan pajak untuk mencapai tujuan

1
Mustaqiem, Perpajakan dalam Konteks Teori dan Hukum Pajak di
Indonesia (Yogyakarta : Buku Litera Yogyakarta 2014), hlm. 30
2
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan (Jakarta : Granit 2005), hlm. 30

4
tersebut dengan cara memberlakukan pajak pada minuman keras
dengan sedemikian rupa. Sehingga tidak dapat terjangau lagi oleh
sebagian besar generasi muda.3
c. Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi tiga sistem, yaitu
sebagai berikut :
1) Official Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang
kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang
terutang oleh wajib pajak.
2) Self Assesment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberikan
wewenang sepenuhnya kepada wajib pajak untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya
pajak yang terutang.
3) With Hoding System
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang
bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh
wajib pajak.4
2. Ad-Dharibah
a. Pengertian ad-Dharibah
Dharaba adalah bentuk kata kerja (fi’il), sedangkan bentuk
kata bendanya (isim) adalah dharibah ‫ضريبة‬,yang dapat berarti beban.
Dharibah adalah isim mufrad (kata benda tunggal) dengan bentuk
jamaknya adalah dharaib .‫ضرائب‬Ia disebut beban, karena merupakan

3
Safri Nurmantu, Pengantar Perpajakan, hlm. 36
4
Indah Chairun Nisa, Skripsi Pengaruh Sistem Pemungutan Pajak
(Makassar : 2017), hlm.27-28

5
kewajiban tambahan atas harta setelah zakat, sehingga dalam
pelaksanaannya akan dirasa sebagai sebuah beban (pikulan yang
berat). Dalam contoh pemakaian, jawatan perpajakan disebut dengan
maslahah ad-Daraaib ‫الضرائب مسلحة‬.5
Secara bahasa maupun tradisi, dharibah dalam
penggunaannya memang mempunyai banyak arti, namun para ulama
memakai ungkapan dharibah untuk membayar harta yang dipungut
sebagai kewajiban. Hal ini tampak jelas dalam ungkapan bahwa
jizyah dan kharaj dipungut secara dharibah, yakni secara wajib.
Bahkan sebagaian ulama menyebut kharaj merupakan dharibah.
Dharibah lahir dengan landasan hukum bahwa Allah juga
telah mewajibkan negara dan umat untuk menghilangkan
kemudharatan yang menimpa kaum muslim, yaitu jika tidak ada harta
sama sekali, dan kaum muslim tidak ada yang mendermakan.

Allah Swt memberikan hak kepada negara untuk mendapatkan


harta dalam rangka menutupi berbagai kebutuhan dan kemaslahatan
tersebut dari kaum muslim. Namun, kewajiban membayar dharibah
tersebut hanya di bebankan kepada mereka yang mempunyai
kelebihan dalam memenuhi kebutuhan pokok dan pelengkap dengan
cara makruf.

Dharibah ini diutamakan diperuntukkan sebagai :


1) Pembiayaan jihad dan segala hal dan harus dipenuhi yang terkait
dengan jihad.
2) Pembiayaan Para Fuqara, Orang Miskin, Ibnu Sabil.

5
Maman Surahman dan Fadilah Ilahi, “Konsep Pajak dalam Hukum
Islam” Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 1 No.2 (Bandung, Juli, 2017),
Hlm. 168.

6
3) Pembiayaan yang harus dikeluarkan untuk kemaslahatan dan
kemamfaatan umat, yang keberadaannya sangat dibutuhkan dan
jika tidak di biayai maka bahaya nya akan menimpa umat.
4) Pembiayaan untuk keadaan darurat, seperti bencana alam, dan
mengusir musuh.6
b. Ketentuan Pajak (dharibah)
Sebagaimana kita ketahui ada beberapa ketentuan tentang pajak
(dharibah) menurut syariat Islam diantaranya:7
1) Pajak (dharibah) bersifat temporer, tidak bersifat kontinu,hanya
boleh di pungut ketika baitul mal tidak ada harta atau kurang.
Ketika Baitulmal tidak sudah terisi kembali, maka kewajiban
pajak bisa dihapuskan. Berbeda dengan zakat yang tetap
dipungut, sekalipun tidak ada lagi pihak yang membutuhkan
(mustahik). Sedangkan pajak menurut non Islam adalah abadi
(selamanya).8
2) Pajak (dharibah) hanya boleh dipungut untuk pembiayaan yang
merupakan kewajiban bagi kaum muslim dan sebatas jumlah
yang di perlukan untuk pembiayaan wajib tersebut, tidak boleh
lebih. Sedangkan pajak menurut non Islam ditujukan untuk
seluruh warga tanpa membedakan agama.
3) Pajak (dharibah) hanya dipungut dari kaum muslim yang kaya,
tidak di pungut dari selainnya. Orang kaya adalah orang yang
memiliki kelebihan harta dari pembiayaan kebutuhan pokok dan
kebutuhan lainnya bagi dirinya dan keluarganya menurut
kelayakan masyarakat sekitarnya.
6
Depi Rianita Sari, Skripsi: “Pemikiran Yusuf Qardhawi tentang Pajak
(dharibah)” (Riau: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim, 2010), hlm.
27.
7
Eka Sriwwahyuni, ”Peranan dan Fungsi pajak dalam Islam”, hlm. 10.
8
Sabah, “Ad-Dharibah dalam Perspektif Ekonomi Islam. Dalam”: Kuliah
Ekonomi, Universitas Solahuddin, 2011, hlm. 11.

7
4) Pajak (dharibah) hanya dipungut sesuai dengan jumlah
pembiayaan yang diperlukan, tidak boleh lebih.
5) Pajak (dharibah) dapat dihapus bila sudah tidak diperlukan.
Menurut teori pajak non Islam, tidak akan dihapus karena hanya
itulah sumber pendapatan negara.
Menurut Yusuf Qardhawi pajak ialah kewajiban yang
ditetapkan terhadap wajib pajak, yang harus disetorkan kepada
negara sesuai dengan ketentuan, tanpa mendapat prestasi kembali
dari negara, dan hasilnya untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran
umum disatu pihak dan untuk merealisir sebagian tujuan ekonomi.
3. Zakat
a. Pengertian Zakat
Zakat secara etimologi berarti berkah, tumbuh, bersih, dan
baik. Bahwa sesuatu itu dikatakan zakat, yang berarti tumbuh dan
berkembang, dan seorang itu dapat dikatakan zakat, yang berarti
bahwa orang tersebut baik. Sedangkan zakat secara terminologi
adalah kadar harta yang tertentu, yang diberikan kepada yang berhak
menerimanya, dengan beberapa syarat. Setiap muslim diwajibkan
mengeluarkan zakat apabila telah cukup memenuhi syarat wajib
zakat yang kemudian diserahkan kepada mustahiq.9
b. Hikmah zakat
Dari berbagai hikmah zakat menurut para ulama’, maka dapat
dibagi menjadi tiga aspek, yaitu diniyyah, khuluqiyyah, dan
ijtimaiyyah:
1) Faidah diniyyah (segi agama)
a) Berzakat menghantarkan seorang hamba kepada
kebahagiaan dan keselamatan dunia dan akhirat

9
Ali Ridlo, Zakat dalam Perspektif Ekonomi Islam (Jurnal Vol.7 No.
1, Januari 2014), hlm.120-121

8
b) Sarana bagi hamba untuk taqarrub (mendekatkan diri)
kepada Allah,akan menambah keimanan karena
keberadaanya yang memuat beberapa macam ketaatan.
c) Pembayar zakat akan mendapatkan pahala besar yang
berlipat ganda.
d) Zakat merupakan sarana penghapus dosa.
2) Faidah Khuluqiyyah (segi Akhlak)
Di antara hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek
khuluqiyyah adalah:
a) Menanamkan sifat kemuliaan, rasa toleran, dan kelapangan
dada kepada pribadi pembayar zakat.
b) Pembayar zakat biasanya identik dengan sifat rahmah (belas
kasih) dan lembut kepada saudaranya yang tidak punya.
c) Merupakan realita bahwa menyumbang sesuatu bagi kaum
muslimin akan melapangkan dada dan meluaskan jiwa,
sebab sudah pasti ia akan menjadi orang yang dicintai dan
dihormati sesuai tingkat pengorbanannya.
d) Di dalam zakat terdapat penyucian terhadap akhlak.
3) Faidah Ijtimaiyyah (segi Sosial Kemasyarakatan)
Adapun hikmah zakat apabila ditinjau dari aspek
ijtimaiyyah ini adalah:
a) Zakat merupakan sarana untuk membantu dalam memenuhi
hajat hidup para fakir miskin yang merupakan kelompok
mayoritas sebagian besar negara di dunia
b) Memberikan support kekuatan bagi kaum muslmin dan
mengangkat eksistensi mereka. Hal ini bisa dilihat dalam
kelompok penerima zakat, salah satunya adalah mujahidin fi
sabilillah.

9
c) Zakat bisa mengurangi kecemburuan sosial, dendam dan
rasa dengki yang ada dalam dada fakir miskin karena
masyarakat bawah akan mudah tersulut rasa benci dan
permusuhan jika mereka melihat kelompok masyarakat
ekonomi tinggi menghambur-hamburkan harta yang
demikian melimpah itu untuk mengentaskan kemiskinan
tentu akan terjalin keharmonisan dan cinta kasih antara si
kaya dan si miskin.
d) Zakat akan memacu pertumbuhan ekonomi pelakunya dan
yang jelas berkahnya akan melimpah.
e) Membayar zakat berarti memperluas peredaran harta benda
atau uang, karena ketika harta dibelanjakan maka
perputarannya akan meluas dan lebih banyak pihak yang
mengambil manfaat.10
4. Perbedaan Pajak, Zakat dan ad-Dharibah
Seiring dengan perkembangan zaman, semakin kompleksnya
kebutuhan suatu negara demi memenuhi kebutuhan masyarakat
mengakibatkan pengertian dari ad-dharibah meluas dan berkelanjutan
sebagaimana pajak atau tax. Pernyataan yang mengatakan bahwa
dharibah dikeluarkan hanya saat dibutuhkan tidak dapat digunakan lagi
karena semakin sulitnya beban yang ditanggung negara setiap tahunnya.
Semakin maraknya kemiskinan, pengangguran yang disebabkan oleh
bencana alam, dan lain-lain mengharuskan pemerintah untuk menarik
dana bantuan dari masyarakat baik itu dalam bentuk pajak, zakat dan
setiap kegiatan sosial lainnya. Dalam qawa’id fiqhiyyah terdapat qaidah
yang mengatakan bahwa ”mudharat harus dihilangkan”. Maka sudah
tentu pajak saat ini memang merupakan kewajiban yang harus dijalankan
oleh warga negara, dengan alasan dana pemerintah tidak mencukupi
10
Ali Ridlo, Zakat dalam Perspektif, hlm. 125-127

10
untuk membiayai berbagai pengeluaran, yang jika pengeluaran ini tidak
dibiayai, maka akan timbul suatu kemudharatan. Sedangkan mencegah
kemudaratan adalah juga kewajiban, sebagaimana kaidah usul fikih
mengatakan: “Segala sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan demi
terlaksananya kewajiban selain harus dengannya, maka sesuatu itu pun
wajib hukumnya. (Al-Amidi Abu Al-Hasan,1440H)
Oleh sebab itu, pengertian ad-dharibah meluas dan melebur dengan
pajak atau tax yaitu harus dibayar selama kebutuhan negara semakin
tinggi. Sedangkan zakat tetap memiliki pengertian dan konsep yang
berbeda dengan pajak. Dilihat dari fakta bahwasannya zakat adalah
kewajiban langsung dari Allah dan tidak bisa disamakan dengan pajak
yang pada dasarnya bersumber dari hukum Undang-Undang. Namun
antara zakat dan pajak memiliki tujuan yang sejalan dan sama, yaitu demi
memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan masyarakat.
5. Pajak, ad-Dharibah dan Zakat

Pernyataan yang mengatakan pajak dengan ad-dharibah adalah


suatu hal yang tidak sejalan, tidak lagi bisa digunakan. Melihat perubahan
zaman dan juga kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi,
menyebabkan ad-dharibah melebur dengan tax atau pajak pada umumnya
dan menjadi satu kesatuan yang memiliki tujuan untuk memenuhi
kebutuhan politik, sosial dan ekonomi suatu negara setiap tahunnya.
Sedangkan zakat masih tetap pada pengertian dan konsep awal
sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah dan Rasulnya. Sehingga konsep
zakat tidak bisa melebur dengan pajak sebagaimana ad-dharibah. Hal ini
terlihat dari sistem dan konsep zakat yang sudah kompleks dan tetap.
Namun manifestasi zakat dalam suatu negara berdampingan dengan pajak
yaitu memiliki kontribusi sosial yang tinggi demi memenuhi kebutuhan
masyarakat dan negara. Pajak dan zakat adalah hal yang tak terpisahkan

11
dalam pelaksanaan pemenuhan kewajiban baik dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat maupun beragama. Pajak dan zakat memiliki
persamaan dalam tujuan pelaksanaanya dan kemakmuran rakyat. Menurut
PP No. 60 Tahun 2010, zakat dapat mengurangi penghasilan kena pajak.
Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008, zakat yang bersifat wajib dapat
dikurangkan dari penghasilan bruto dengan syarat dibayar melalui
badan/lembaga penerima zakat yang dibentuk dan disahkan pemerintah.
Sehingga antara pajak dan zakat bersinergi dalam pelaksanaanya.

Simpulan

Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang undang dengan tidak mendapatkan
imbalan langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat. Ad-Dharibah adalah sumber keuangan utama yang menjadi
sandaran pemerintah dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Sifat dan tujuan ad-
Dharibah mengalami perkembangan seiring perkembangan politik, sosial dan
ekonomi suatu negara. Ad-Dharibah diwajibkan bagi setiap muslim kaya dan sifatnya
temporer atau tidak berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan suatu negara. Sedangkan
zakat adalah kewajiban bagi setiap individu mengeluarkan sebagian harta yang sudah
mencapai nisabnya. Zakat adalah kewajiban yang harus dilaksanakan berdasarkan
perintah Allah dan rasulNya. Antara pajak (tax) dan ad-Dharibah seiring
perkembangan zaman mengalami peleburan dalam pengertian, sehingga ad-Dharibah
tidak lagi dikeluarkan saat mendesak saja, melainkan tetap dikeluarkan terus menerus
jika negara dalam keadaan kesulitan tiap tahunnya. Sedangkan pengertian zakat tidak
bisa melebur dengan pajak ataupun ad-Dharibah melainkan hanya berdampingan
dalam kesamaannya untuk memenuhi kebutuhan publik dalam suatu negara.
DAFTAR PUSTAKA

12
Maman Surahman dan Fadilah Ilahi. “Konsep Pajak dalam Hukum Islam” Jurnal
Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol. 1 No.2 . Bandung. 2017.
Mustaqiem. Perpajakan dalam Konteks Teori dan Hukum Pajak di Indonesia.
Yogyakarta : Buku Litera Yogyakarta. 2014.
Nurmantu, Safri. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit. 2005.
Ridlo, Ali. 2014. “Zakat dalam Perspektif Ekonomi Islam“ (Jurnal Vol.7 No. 1)
Sabah. 2011. Ad-Dharibah dalam Perspektif Ekonomi Islam. Dalam: Kuliah
Ekonomi, Universitas Solahuddin.
Sari, Repi Rianita. 2010. Pemikiran Yusuf Qardawi Tentang Pajak (Ad-Dharibah).
Dalam: Skripsi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim.
Ridlo, Ali. 2014. “Zakat dalam Perspekt if Ekonomi Islam“ (Jurnal Vol.7 No. 1)

13

Anda mungkin juga menyukai