Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH GAGAL GINJAL KRONIK

Disusun oleh :
1. Adi Vanda (108118048)
2. Via Wahyuningtyas (108118046)
3. Meisi Awandani (108118050)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

STIKES AL IRSYAD AL-ISLAMIYAH CILACAP TAHUN PELAJARAN 2020/2021

Patofisiologi
Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan metabolic
(Diabetes mellitus), pielonefritis, obstruksi traktus urinarius, gangguan imunologis, hipertensi,
gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan gangguan congenital yang menyebabkan Glomerular
filtration rate (GFR) menurun.
Gagal ginjal kronis selalu berkaitan dengan penurunan progresif GFR. Stadium gagal
ginjal kronis didasarkan pada tingkat GFR (Glomerular Filtration Rate) yang tersisa dan mencakup :
1. Penurunan cadangan ginjal Yang terjadi bila GFR turun 50% dari normal (penurunan fungsi ginjal),
tetapi tidak ada akumulasi sisa metabolic. Nefron yang sehat mengkompensasi nefron yang sudah
rusak, dan penurunan kemampuan mengkonsentrasi urin, menyebabkan nocturia dan poliuri.

2. Insufisiensi ginjal Terjadi apabila GFR turun menjadi 20 – 35% dari normal. Nefron-nefron yang
tersisa sangat rentan mengalami kerusakan sendiri karena beratnya beban yang diterima. Mulai
terjadi akumulasi sisa metabolik dalam darah karena nefron yang sehat tidak mampu lagi
mengkompensasi. Penurunan respon terhadap diuretic, menyebabkan oliguri, edema. Derajat
insufisiensi dibagi menjadi ringan, sedang dan berat, tergantung dari GFR, sehingga perlu
pengobatan medis
3. Gagal ginjal yang terjadi apabila GFR kurang dari 20% normal
4. Penyakit gagal ginjal stadium akhir Terjadi bila GFR menjadi kurang dari 5% dari normal. Hanya
sedikit nefron fungsional yang tersisa. Di seluruh ginjal ditemukan jaringan parut dan atrofi tubulus.
Akumulasi sisa metabolic dalam jumlah banyak seperti ureum dan kreatinin dalam darah. Ginjal
sudah tidak mampu mempertahankan homeostatis dan pengobatannya dengan dialisa atau
penggantian ginjal. (ILMI, 2016)
Kegawatdaruratan

1. Gagal Ginjal Akut Dekompesata


Keadaan dekompensasi jantung dengan sesak napas yang berat, edema paru,
peningkatan vena jugular, edem kaki, tungkai, pada PGK dapat berakibat menjadi kematian sehingga
merupakan keadaan darurat medik. Hal ini dapat terjadi akibat pemberian cairan secara berlebihan,
seperti transfusi darah, infus cairan, yang tidak memperhatikan kemampuan produksi urin dan
gangguan fungsi jantungnya.
Selain itu juga dapat diakibatkan tekanan darah yang meningkat secara mendadak oleh
karena putus obat, lupa, tidak pernah kontrol ke dokter, kehabisan persediaan obat dll.
2. Hiperkalemia
Konsentrasi kalium yang sangat tinggi dalam serum dapat terjadi oleh karena ekskresi
kalium yang berkurang dengan semakin menurunnya fungsi ginjal, atau oleh karena keadaan
asidosis metabolik yang mengakibatkan kalium keluar dari intra sel. Apabila terdapat gangguan pada
jantung atau kelainan EKG, maka kalium harus diturunkan segera mungkin. Pengelolahan hampir
sama dengan keadaan lain diluar PGK.

3. Hipokalemia
Keadaan ini sering terjadi pada pasien yang dilakukan hemo atau peritoneal dialisis.
Diduga keadaan inilah yang sering mengakibatkan kematian mendadak pada pasien dialisis.
Umumnya terdapat pada PGK tahap 5 yang sudah banyak mengalami gagal jantung, kardiomiopati,
penyakit jantung koroner, anemia, sehingga lebih rentan terhadap perubahan kadar kalium. Oleh
karena itu pemeriksaan kalium serum secara berkala dilakukan agar dengan segera dapat
mendeteksi dini gangguan kalium.
4. Kegawatan Uremik
Pada PGK atau gangguan ginjal akut akan dapat terjadi keadaan sindrom uremik suatu
keadaan kegawatan yang memerlukan penanganan segera. Komplikasi sindrom uremik yang berupa
hiperkalemia, edema paru, asidosis metabolik, ensefalopati, gangguan fungsi perdarahan, dan
perikarditis dapat mengancam jiwa sehingga memerlukan pengobatan di perawatan khusus atau
intensif. Umumnya untuk mengatasi keadaan ini diperlukan dialisis segera.

5. Ensefalopati Uremik

Manifestasi EU yang berat terutama terjadi pada pasien yang belum menjalani dialisis. Selain itu
keadaan depresi, rasa cemas, keinginan untuk bunuh diri sering tak terdiagnosis dan berkaitan
dengan keadaan metabolik, malnutrisi buruk, rasa takut untuk kematian.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dilakukan dua tahap yaitu dengan terapi
konservatif dan terapi pengganti ginjal. Tujuan dari terapi konservatif adalah mencegah
memburuknya faal ginjal secara progresif, meringankan keluhan-keluhan akibat akumulasi toksin
azotemia, memperbaiki metabolisme secara optimal, dan memelihara keseimbangan cairan
elektrolit. Beberapa tindakan konservatif yang dapat dilakukan dengan pengaturan diet pada pasien
gagal ginjal kronis
Terapi pengganti ginjal dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5 yaitu pada LFG
kurang dari 15 ml/menit. Terapi tersebut dapat berupa hemodialisis, Continuous Ambulatory
Peritoneal Dialysis (CAPD) dan transplantasi ginjal. (Haryanti & Nisa, 2015)

1. Hemodialisis adalah suatu cara untuk mengeluarkan produk sisa metabolisme melalui membran
semipermeabel atau yang disebut dialyzer. Sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia itu dapat berupa air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam
urat, dan zatzat lain.
2. CAPD dapat digunakan sebagai terapi alternatif dialisis untuk penderita ESRD dengan 3-4 kali
pertukaran cairan per hari. Pertukaran cairan terakhir dilakukan pada jam tidur sehingga cairan
peritoneal dibiarkan semalam.
3. Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk pasien gagal ginjal
stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi ginjal jauh melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang
ada dan biasanya ginjal yang cocok dengan pasien adalah yang memiliki kaitan keluarga dengan
pasien.

Pada pasien penyakit ginjal kronis yang tidak memilih untuk dilakukan hemodialisis atau
transplantasi, diperlukan terapi komprehensif, meliputi tata laksana simtomatik dan manajemen
nyeri, perawatan psikologis, spiritual dan kultural untuk pasien dan keluarganya. Pada pasien yang
menerima terapi penggantian ginjal juga disarankan untuk mendapatkan pelayanan menjelang
kematian (end-of-life care).
1. Upaya yang dapat dilakukan dalam bentuk kerjasama dalam tim perawatan paliatif dalam
menangani masalah fisik pasien untuk menunjang kerjasama antar tim yaitu melakukan
pemeriksaan fisik, mengkaji dan memonitor tanda-tanda vital, mengkaji dan memenuhi kebutuhan
dasar pasie, pemberian posisi, ambulasi dan lain sebagainya yang dapat mengurangi masalah fisik
klien.

2. Penanganan masalah psikologi Dalam melaksanakan tugas-tugas yang berkaitan dengan


pengobatan dan fungsi psikososial umum, awalnya tim paliatif melakukan assessment terlebih
dahulu terhadap pasien dan keluarga pasien yang akan menjalani perawatan paliatif.
3. Penanganan masalah spiritual Perawat berperan dalam proses keperawatan yaitu melakukan
pengkajian, merumuskan diagnosa keperawatan, menyusun rencana dan implementasi
keperawatan serta melakukan evaluasi kebutuhan spiritual pasien, perawat juga berperan dalam
komunikasi dengan pasien, tim kesehatan lainnya dan organisasi klinis/pendidikan, serta menjaga
masalah etik dalam keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai