Anda di halaman 1dari 29

RESUME

ETIK KEPERAWATAN PELAYANAN KESEHATAN DI PUSKESMAS


MATA KULIAH ETIKA KEPERAWATAN DAN HUKUM KESEHATAN

Nama : Ereza Monicha


NIM. : PO7120120033

Kelas. : 1A

DOSEN PENGAMPUH :
Maliha Amin, SKM., M.Kes.

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN PALEMBANG


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
TAHUN AJARAN 2020/2021
 Konsep Pelayanan Keperawatan di Puskesmas
A. Pengertian Pelayanan

Pelayanan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah


sebagai suatu usaha untuk membantu menyiapkan atau mengurus apa yang
diperlukan orang lain. Sedangkan Menurut Moenir (2010 :26) Pelayanan
adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan landasan faktor materi melalui sistem, prosedur, dan metode
tertentu dalam rangka usaha memenuhi kepentingan orang lain sesuai
dengan haknya. Sedangkan menurut groonros (1990:27) dalam Ratminto
dan Atik (2005:2)

Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang


bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat
adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang
disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk
memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan. Berbeda dengan
Supranto (2006:227) mengatakan bahwa pelayanan atau jasa merupakan
suatu kinerja penampilan,tidak terwujud dan cepat hilang, lebih dapat
dirasakan dari pada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat berpartisipasi
aktif dalam proses mengonsumsi jasa tersebut Sedangkan menurut
Sampara dalam Sinambela (2010:5) Pelayanan adalah suatu kegiatan atau
urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antar seseorang
dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasan
pelanggan.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas maka peneliti mengambil


kesimpulan bahwa pelayanan adalah kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang maupun sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan orang
lain sesuai dengan prosedur dan sistem yang telah ditetapkan sebelumnya.

B. Pengertian Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat di samping
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat
di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.

Departemen Kesehatan RI (2014) mengemukakan bahwa Pusat


Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan bagian dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai unit pelaksana teknis yang
bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerjanya. Puskesmas dan jaringannya berperan sebagai institusi
penyelenggara pelayanan kesehatan dijenjang pertama yang terlibat
langsung dengan masyarakat. Tanggung jawab Puskesmas dalam
menyelenggarakan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya
diantaranya adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang yangbertempat tinggal di wilayah kerjanya
agar terwujudnya derajat kesehatan yang setinggi tingginya.

Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas merupakan pelayanan


yang menyeluruh yang meliputi pelayanan kuratif (pengobatan), preventif
(pencegahan), promotif (peningkatan kesehatan) dan rehabilitatif
(pemulihan kesehatan). Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua
penduduk dengan tidak membedakan jenis kelamin dan golongan umur,
sejak dari pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia (Effendi, 2009).
Ada dua Macam Puskesmas yaitu :

1) Puskesmas Pembantu
Pengertian puskesmas pembantu yaitu Unit pelayanan kesehatan yang
sederhana dan berfungsi menunjang dan membantu melaksanakan
kegiatan-kegiatan yang dilakukan puskesmas dalam ruang lingkup wilayah
yang lebih kecil
2) Puskesmas Keliling
Pengertian puskesmas Keliling yaitu Unit pelayanan kesehatan keliling
yang dilengkapi dengan kendaraan bermotor dan peralatan kesehatan,
peralatan komunikasiserta sejumlah tenaga yang berasal
dari puskesmas.dengan funsi dan tugas yaitu Memberi pelayanan
kesehatan daerah terpencil ,Melakukan penyelidikan KLB,Transport
rujukan pasien, penyuluhan kesehatan dengan audiovisual.

C. Pelayanan Keperawatan di puskesmas
Pelayanan adalah suatu bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
olehinstansi pemerintah baik dipusat, maupun daerah dalam bentuk barang
maupun jasa dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat sesuai perat
uran UU yangberlaku (kepmenpan 81/93). Menurut Azwar (2009) kualitas
pelayanan kesehatan adalah yang menunjukkan tingkat kesempurnaan
pelayanan kesehatan dalam menimbulkan rasa puas pada diri pasien.
Menurut Ilyas (2001) dalam Sabarguna (2004) Pelayanan
keperawatan adalahkinerja pelayanan keperawatan dengan penampilan
dari hasil karya atau jasa yangtelah diberikan kepada individu atau
kelompok. Penampilan adalah proses, cara,perbuatan, tindakan dan
gambaran dari sesuatu atau individu, selain itu pengertian penampilan
meliputi banyak hal .tidak hanya masalah busana, kebersihan,
kerapian,ekspresi : senyum, cemberut, ramah, dan terampil.
Departemen kesehatan (2008) mendefinisikan perawat adalah
seseorang yangmemberikan pelayanan kesehatan secara profesional
dimana pelayanan tersebutberbentuk pelayanan biologis, psikologis social,
spiritual yang ditunjukan kepadaindividu, keluarga dan masyarakat.
Pelayanan keperawatan diberikan karena adanyakelemahan fisik dan
mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya pengertianpasien akan
kemampuan melaksanakan kegiatan secara mandiri. Kegiatan itudilakukan
dalam usaha mencapai peningkatan kesehatan dengan penekanan
padaupaya pelayanan kesehatan yang memungkinkan setiap individu
mencapaikemampuan hidup sehat dan produktif, Aditama (2002).
Menurut Nikmatur R & Saipul W (2012) proses keperawatan adalah
serangkaian tindakan sistematik berkesinambungan, yang meliputi
tindakanuntuk mengidentifikasi masalah kesehatan individu atau
kelompok, baik yang actualmaupun potensial kemudian merencanakan
tindakan untuk menyelesaikan,mengurangi, atau mencegah terjadinya
masalah baru dan melaksanakan tindakan ataumenugaskan orang lain
untuk melaksanakan tindakan keperawatan sertamengevaluasi
keberhasilan dari tindakan yang dikerjakan, Dengan tahap-tahap
proseskeperawatan seperti:
 Pengkajian,
 Diagnosis keperawatan,
 Perencanaan, pelaksanaan
 Evaluasi.
Dari batasan-batasan mengenai pengertian tersebut diatas, maka
dapat disimpulkan pengertian kualitas pelayanan keperawatan adalah sikap
profesional perawat yang memberikan perasaan nyaman, terlindung pada
diri setiap pasien yangsedang menjalani proses penyembuhan dimana
sikap itu merupakan kompensasi sebagai pemberi pelayanan dan
diharapkan menimbulkan perasaan puas pada diri pasien.

 Peran dan Fungsi Perawat di Puskesmas


Peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktivitas perawat dalam
praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan formalnya yang diakui dan
diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan tugas dan tanggung
jawab keperawatan secara profesianal sesuai dengan kode etik profesi,
dimana setiap peran yang dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk
kejelasan. (Mubarak & Chayatin, 2009). Peran perawat terintegrasi dan
melekat pada tanggung jawabnya dalam memberikan layanan asuhan
keperawatan baik di tatanan pelayanan rumah sakit maupun di puskesmas.
Secara prinsip peran perawat sama dalam memberikan layanan asuhan
keperawatan walaupun dalam pelaksanaan teknisnya harus disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat, termasuk di puskesmas.
Peran perawat puskesmas disusun secara spesifik untuk memberikan
asuhan keperawatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
baik yang sehat maupun sakit atau yang mempunyai masalah
kesehatan/keperawatan apakah itu dirumah, sekolah, panti dan sebagainya
sesuai kebutuhannya (Depkes, 2014) . Kementerian Kesehatan menjelaskan
bahwa perawat puskesmas profesional yang ideal adalah perawat komunitas
yang memiliki latar belakang pendidikan serta kompetensi di bidang
keperawatan komunitas sehingga dapat menerapkan 12 peran dan fungsinya
(Kepmenkes, 2006).
Peran dan fungsi perawat melekat secara bersamaan dalam tugas
perawat antara lain peran sebagai pemberi pelayanan kesehatan/asuhan
keperawatan, penemu kasus, peran sebagai pendidik/penyuluh kesehatan,
kordinator pelayanan kesehatan, konselor keperawatan, panutan (role model),
pemodifikasi lingkungan, konsultan, advokat, peneliti, dan pembaharu
(inovator). Peran dan fungsi yang harus dilakukan oleh perawat, hanya 6 saja
yang menjadi prioritas (Kepmenkes, 2006). Keenam peran tersebut adalah:
1. Pemberi Asuhan Keperawatan Perawat berperan untuk memberikan
pelayanan berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada klien
(individu, keluarga, komunitas) sesuai dengan kewenangannya. Asuhan
keperawatan diberikan kepada klien di semua tatanan layanan kesehatan
dengan menggunakan proses keperawatan mulai dari pengkajian,
penegakan diagnosis, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
2. Penemu Kasus Perawat puskesmas berperan dalam mendeteksi serta dalam
menemukan kasus serta melakukan penelusuran terjadinya
penyakit.Penemuan kasus dapat dilakukan dengan jalan mencari langsung
ke masyarakat (active case finding) dan dapat pula didapat secara tidak
langsung yaitu pada kunjungan pasien ke puskesmas (pasif case finding).
3. Pendidik Kesehatan Peran sebagai pendidik kesehatan (educator) menuntut
perawat untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat, baik setting di rumah, di puskesmas,
dan di masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku
sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan dalam
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Proses pengajaran mempunyai
empat komponen, yaitu: pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi.
4. Kordinator dan Kolaborator Peran kordinator perawat dapat dilaksanakan
dengan cara bekerja sama dengan tim kesehatan yang lain, baik perawat
dengan dokter, perawat dengan ahli gizi, perawat dengan ahli radiologi dan
lain-lain dalam kaitannya mempercepat proses penyembuhan klien. Peran
kolaborator, perawat dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan,
dan mengorganisasikan pelayanan dari semua anggota tim kesehatan,
karena klien menerima pelayanan dari banyak profesi (Mubarak &
Chayatin, 2009). Perawat melakukan koordinasi terhadap semua pelayanan
kesehatan yang diterima oleh keluarga di berbagai program, dan bekerja
sama (kolaborasi) dengan tenaga kesehatan lain atau keluarga dalam
perencanaan pelayanan keperwatan serta sebagai penghubung dengan
institusi pelayanan kesehatan dan sektor terkait lainnya (Depkes, 2014).
5. Konselor Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan
mengatasi tekanan psikologis dan masalah sosial, untuk membangun
hubungan interpersonal yang baik, dan meningkatkan perkembangan
seseorang, didalamnya diberikan dukungan emosional dan intelektual
(Mubarak & Chayatin, 2009). Perawat sebagai konselor melakukan
konseling keperawatan sebagai usaha memecahkan masalah secara
efektif.Pemberian konseling dapat dilakukan pada klinik, puskesmas,
puskesmas pembantu, rumah klien, posyandu dan tatanan pelayanan
kesehatan lainnya dengan melibatkan individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Kegiatan yang dapat dilakukan perawat puskesmas antara lain
adalah menyediakan informasi, mendengar secara objektif, memberi
dukungan, memberi asuhan dan meyakinkan klien, menolong klien
mengidentifikasi masalah dan faktor-faktor terkait, memandu klien
menggali permasalahan dan memilih pemecahan masalah yang dikerjakan
(Depkes, 2014).
6. Panutan (Role Model) Perawat puskesmas harus dapat memberikan contoh
yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok
dan masyarakat tentang bagaimana cara tata hidup sehat yang dapat ditiru
dan dicontoh oleh masyarakat (Fetaria, 2005). Perawat puskesmas sebagai
role model diharapkan berperilaku hidup yang sehat, baik dalam tingkat
pencegahan yang pertama, kedua maupun yang ketiga yang dalam
kehidupan sehari-hari dapat menjadi contoh masyarakat. Kegiatan yang
dapat dilakukan antara lain memberi contoh praktik menjaga tubuh yang
sehat baik fisik maupun mental seperti makanan bergizi, olahraga secara
teratur, menjaga berat badan, tidak merokok, menyediakan waktu untuk
istirahat setiap hari, komunikasi efektif dan lain - lain (Kepmenkes, 2006).

Fungsi merupakan suatu pekerjaan yang harus dilakukan sesuai dengan


perannya. Fungsi dapat berubah dari suatu keadaan ke keadaan lain
(Mubarak, 2005). Dalam menjalankan perannya perawat dibagi menjadi 3
fungsi yaitu:
1. Fungsi Independent
Fungsi dimana perawat melaksanakan perannya secara mandiri,
tidak tergantung pada orang lain atau tim kesehatan lain. Perawat harus
dapat memberikan bantuan terhadap adanya penyimpangan atau tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia baik biologis, psikologis,
sosiokultural dan spiritual, mulai dari tingkat individu yang utuh,
mencakup seluruh siklus kehidupan sampai pada tingkat masyarakat,
yang juga mencerminkan pada tidak terpenuhinya kebutuhan dasar pada
tingkat sistem organ fungsional sampai molekular. Kegiatan ini
dilakukan dengan diprakarsai oleh perawat, dan perawat bertanggung
jawab serta bertanggung gugat atas rencana keputusan dan tindakannya.
2. Fungsi Dependent Individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat tidak
hanya mendapatkan pelayanan kesehatan dari perawat saja, juga
melibatkan tim kesehatan lain. Kegiatan ini dilakukan dan dilaksanakan
oleh seorang perawat atas instruksi dari tim kesehatan lainnya (dokter,
ahli gizi, radiologi dan lainnya). Agar pelayanan kesehatan yang
diberikan dapat efektif.
3. Fungsi Interdependent
Fungsi ini berupa kerja tim yang sifatnya saling ketergantungan
baik dalam keperawatan maupun kesehatan. Fungsi ini dapat terjadi
apabila bentuk pelayanan mebutuhkan kerja sama tim dalam pemberian
Universitas Sumatera Utara 23 pelayanan seperti dalam memberikan
asuhan keperawatan kepada penderita yang mempunyai penyakit
kompleks. Keadaan tersebut tidak dapat diatasi hanya oleh perawat,
tetapi juga membutuhkan kerjasama dengantim kesehatan lain

 Standar Layanan Keperawatan Di Puskesmas

Standar pelayanan minimal (SPM) merupakan suatu standar dengan batas-


batas tertentu untuk mengukur kinerja pengelenggaraan kewenangan wajib
daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang
mencakup : Jenis pelayanan, indikator dan nilai (benchmark). Pada
permenkes no 43 tahun 2016 menyatakan bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Standar
Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan;

PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG STANDAR


PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN.

Pasal 1

Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan, yang selanjutnya disingkat


SPM Bidang Kesehatan merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang berhak
diperoleh setiap warga secara minimal.

Pasal 2

1. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota menyelenggarakan pelayanan


dasar kesehatan sesuai SPM Bidang Kesehatan.
2. SPM Bidang Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
a) Setiap ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal sesuai standar;
b) Setiap ibu bersalin mendapatkan pelayanan persalinan sesuai
standar;
c) Setiap bayi baru lahir mendapatkan pelayanankesehatan sesuai
standar;
d) Setiap balita mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai standar;
e) Setiap anak pada usia pendidikan dasar mendapatkan skrining
kesehatan sesuai standar;
f) Setiap warga negara Indonesia usia 15 s.d. 59 tahun mendapatkan
skrining kesehatan sesuai standar;
g) Setiap warga negara Indonesia usia 60 tahun ke atas mendapatkan
skrining kesehatan sesuai standar;
h) Setiap penderita hipertensi mendapatkan pelayanan kesehatan
sesuai standar;
i) Setiap penderita Diabetes Melitus mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai standar;
j) Setiap orang dengan gangguan jiwa (ODGJ) mendapatkan
pelayanan kesehatan sesuai standar;
k) Setiap orang dengan TB mendapatkan pelayanan TB sesuai
standar; dan
l) Setiap orang berisiko terinfeksi HIV (ibu hamil, pasien TB, pasien
IMS, waria/transgender, pengguna napza, dan warga binaan
lembaga pemasyarakatan) mendapatkan pemeriksaan HIV sesuai
standar.
 Pengertian Etik dan Macam-Macam Kode Etik Keperawatan
menurut

PPNI dan ANA

A. Etik Keperawatan
Etik Keperawatan merupakan bagian dari etika kesehatan yang
menerapkan nilai etika terhadap bidang pemeliharaan atau pelayanan
kesehatan masyarakat. Kode etik merupakan salah satu ciri/persyaratan
profesi, yang memberikan arti penting dalam penentuan, mempertahankan
dan meningkatkan standar profesi. Kode etik menunjukan bahwa tanggung
jawab dan kepercayaan pada masyarakat telah diterima oleh profesi
( Kelly, 1987 ). Apabila seorang anggota melanggar kode etik profesi,
organisasi profesi dapat memberi sanksi atau mengeluarkan anggota
tersebut. Adapun secara umum tujuan kode etik keperawatan ( Kozier,
Erb, 1990 ) adalah :
1. Sebagai aturan dasar terhadap hubungan antara perawat, klien,
tenaga kesehatan, masyarakat, dan profesi.
2. Sebagai standar untuk mengeluarkan perawat yang tidak menaati
peraturan dan untuk melindungi perawat yang menjadi pihak
tertuduh secara tidak adil.
3. Sebagai dasar pengembangan kurikulum pendidikan keperawatan
dan untuk mengorientasikan lulusan baru pendidikan keperawatan
dalam memasuki jajaran praktik keperawatan.
4. Membantu masyarakat dalam memahami perilaku keperawatan
professional.

Kode Etik Keperawatan Menurut PPNI

Kode etik keperawatan di Indonesia telah disusun oleh Dewan


Pimpinan Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia PPNI di Jakarta pada
tanggal 29 November 1989. Kode etik keperawatan Indonesia tersebut terdiri
dari 4 bab dan 16 pasal yaitu:
 Bab 1: terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab
perawat terhadap individu,keluarga, dan masyarakat.
 Bab 2: terdiri dari lima pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab
perawat terhadap tugasnya.
 Bab 3: terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab
perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lain.
 Bab 4: terdiri dari empat pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab
perawat terhadap profesi keperawatan.
 Bab 5: terdiri dari dua pasal, menjelaskan tentang tanggung jawab
perawat terhadap pemerintah,bangsa,dan tanah air.

1. Tanggung Jawab Perawat terhadap Klien

Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada individu, keluarga,


atau komunitas, perawat sangat memerlukan etika keperawatan yang
merupakan filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasar
terhadap pelaksanaan praktik keperawatan, dimana inti dari filsafat tersebut
adalah hak dan martabat manusia. Karena itu, fokus dari etika keperawatan
ditujukan terhadap sifat manusia yang unik. Untuk memelihara dan
meningkatkan kepercayaan masyarakat, di perlukan peraturan tentang
hubungan dengan perawat dengan masyarakat, yaitu sebagai berikut.

a) Perawat, dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa berpedoman


pada tanggung jawab yang bersumber dari adanya kebutuhan terhadap
keperawatan individu,keluarga,dan masyarakat.
b) Perawat, dalam melaksanakan pengabdian di bidang keperawatan,
memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai-nilai
budaya,adat istiadat, dan kelangsungan hidup beragama dari
individu,keluarga, dan masyarakat.
c) Perawat, dalam melaksanakan kewajibannya terhadap
individu,keluarga, dan masyarakat, senantiasa dilandasi rasa tulus
ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur keperawatan.
d) Perawat menjalin hubungan kerja sama dengan individu,keluarga, dan
masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan
upaya kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai
bagian dari tugas dan kewajiban bagi kepentingan masyarakat.

2. Tangung Jawab Perawat terhadap Tugas


a) Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan keperawatan yang
tinggi disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan
serta ketrampilan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu,
keluarga dan masyarakat.
b) Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui
sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya kecuali jika
diperlukan oleh yang berwenang sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku.
c) Perawat tidak akan menggunakan pengetahuan dan keterampilan
keperawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma-norma
kemanusiaan.
d) Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa
berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh
pertimbangan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis
kelamin, aliran politik dan agama yang dianut, dan kedudukan sosial.
e) Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan
klien dalam melaksanakan tugas keperawatan serta matang dalam
mempertimbangkan kemampuan jika menerima atau
mengalihtugaskan tanggungjawab yang ada hubungannya dengan
keperawatan.

3. Tanggung Jawab Perawat terhadap Sejawat

Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan


lainnya adalah sebagai berikut :
a) Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat
dan dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara
kerahasiaan suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh.
b) Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan
pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan
dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan
kemampuan dalam bidang keperawatan.

4. Tanggung Jawab Perawat terhadap Profesi Keperawatan


a) Perawat senantiasa berupaya meningkatkan kemampuan
profesionalnya secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama dengan
jalan menambah ilmu pengetahuan, keterampilan dan pengalaman
yang bermanfaat bagi perkembangan keperawatan.
b) Perawat senantiasa menjunjung tinggi nama baik profesi keperawatan
dengan menunjukkan perilaku dan sifat pribadi yang luhur.
c) Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan
pendidikan dan pelayanan keperawatan serta menerapkan dalam
kegiatan dan pendidikan keperawatan.
d) Perawat secara bersama-sama membina dan memelihara mutu
organisasi profesi keperawatan sebagai sarana pengabdiannya.

5. Tanggung Jawab Perawat terhadap Negara


a) Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan-ketentuan sebagai
kebijaksanaan yang diharuskan oleh pemerintah dalam bidang
kesehatan dan keperawatan.
b) Perawat senantiasa berperan secara aktif dalam menyumbangkan
pikiran kepada pemerintah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
dan keperawatan kepada masyarakat.
B. Tujuan Kode Etik Keperawatan
Pada dasarnya, tujuan kode etik keperawatan adalah upaya agar
perawat dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya dapat menghargai
dan menghormati marabat manusia. Tujuan kode etik keperawatan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Sebagai dasar dalam mengatur hubungan antar-perawat, klien/pasien,
teman sebaya, masyarakat dan unsur profesi, baik dalam profesi
keperawatan sendiri maupun hubungannya dengan profesi lain di luar
profesi keperawatan.
2. Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang dilakukan oleh
praktisi keperawatan yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam
pelaksanaan tugasnya.
3. Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan
tugasnya diperlakukan secara tidak adil oleh institusi maupun
masyarkat.
4. Merupakan dalam menyusun kurikulum pendidikan keperawatan agar
dapat menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap profesional
keperawatan.
5. Memberikan pemahaman kepada masyarakat pemakai/pengguna
tenaga keperawatan akan pentingnya skap professional dalam
melaksanakan tugas praktik keperawatan.

Kode Etik Keperawatan Menurut ANA

Kode etik keperawatan menurut American Nurses Association


(ANA), terdapat 11 butir, diantaranya :

1. Perawat memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi martabat


kemanusiaan dan keunikan klien yang tidak dibatasi oleh
pertimbangan status sosial atau ekonomi, atribut personal atau corak
masalah kesehatannya.
2. Perawat melindungi hak klien akan privasi dengan memegang teguh
informasi yang bersifat rahasia.
3. Perawat melindungi klien dan publik bila kesehatan dan
keselamatannya terancam oleh praktek seseorang yang tidak
berkompoten, tidak etis atau illegal.
4. Perawat memikul tanggung jawab atas pertimbangan dan tindakan
perawatan yang dijalankan masing-masing individu.
5. Perawat memelihara kompetensi keperawatan.
6. Perawat melaksanakan pertimbangan yang beralasan dan
menggunakan kompetensi dan kualifikasi individu sebagai kriteria
dalam mengusahakan konsultasi, menerima tanggung jawab dan
melimpahkan kegiatan keperawatan kepada orang lain.
7. Perawat turut serta beraktivitas dalam membantu pengembangan
pengetahuan profesi.
8. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melaksanakan
dan meningkatkan standar keperawatan.
9. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk membentuk dan
membina kondisi kerja yang mendukung pelayanan keperawatan yang
berkualitas.
10. Perawat turut serta dalam upaya-upaya profesi untuk melindungi
publik terhadap informasi dan gambaran yang salah serta
mempertahankan integritas perawat.
11. Perawat bekerja sama dengan anggota profesi kesehatan atau warga
masyarakat lainnya dalam meningkatkan upaya-upaya masyarakat dan
nasional untuk memenuhi kebutuhan kesehatan public.

 Aspek-Aspek Kualitas Pelayanan Keperawatan di Puskesmas

Pelayanan keperawatan dapat diamati dari praktik keperawatan yang


dilakukan oleh perawat saat memberikan asuhan keperawatan pada pasien.
Asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien harus memenuhi standar
dan kriteria profesi keperawatan, serta mampu memberikan pelayanan
keperawatan yang berkualitas sesuai harapan instansi pelayanan kesehatan
untuk mencapai tingkat kepuasan dan memenuhi harapan pasien (Yani,
2007).

Beberapa aspek yang dapat menjadi indikator penerapan sebuah layanan


keperawatan pada pasien, diantaranya adalah:

1. Aspek perhatian
Aspek perhatian merupakan sikap seorang perawat dalam
memberikan pelayanan keperawatan harus sabar, bersedia
memberikan pertolongan kepada pasien, perawat harus peka terhadap
setiap perubahan pasien dan keluhan pasien, memahami dan mengerti
terhadap kecemasan dan ketakutan pasien. Perawat memperlakukan
pasien dengan baik dan tulus dalam pemenuhan kebutuhannya
(Wahyuni, 2012). Perhatian yang tulus seorang perawat pada pasien
harus selalu dipertahankan, seperti bersikap jujur dan terbuka serta
menunjukkan perilaku yang sesuai (Videbeck, 2008).
2. Aspek penerimaan
Aspek penerimaan merupakan sikap perawat yang selalu ramah
dan ceria saat bersama pasien, selalu tersenyum dan menyapa semua
pasien. Perawat harus menunjukkan rasa penerimaan yang baik
terhadap pasien dan keluarga pasien, menerima pasien tanpa
membedakan agama, status sosial ekonomi dan budaya, golongan dan
pangkat, serta suku sehingga perawat menerima pasien sebagai pribadi
yang utuh. Penerimaan ialah sikap yang tidak menghakimi individu,
bagaimanapun dan apapun perilaku individu tersebut. Perawat
menunjukkan sikap tegas dan jelas, tetapi tanpa amarah atau
menghakimi, sehingga perawat membuat pasien merasa utuh. Perawat
tidak kecewa atau tidak berespon negatif terhadap amarah yang
meluap-luap, atau perilaku buruk pasien menunjukkan penerimaan
terhadap pasien (Videbeck, 2008).
3. Aspek komunikasi
Aspek komunikasi merupakan sikap perawat yang harus mampu
melakukan komunikasi sebaik mungkin dengan pasien, dan keluarga
pasien. Interaksi antara perawat dengan pasien atau interaksi antara
perawat dengan keluarga pasien akan terjalin melalui komunikasi
yang baik. Perawat menggunakan komunikasi dari awal penerimaan
pasien untuk menyatu dengan pasien dan keluarga pasien. Komunikasi
digunakan untuk menentukan apa yang pasien inginkan berkaitan
dengan cara melakukan tindakan keperawatan. Perawat juga
melakukan komunikasi dengan pasien pada akhir pelayanan
keperawatan untuk menilai kemajuan dan hasil akhir dari pelayanan
keperawatan yang telah diberikan. Kesimpulannya bahwa selama
melakukan layanan keperawatan, perawat menggunakan keterampilan
komunikasi pada pasien, keluarga pasien dan tim kesehatan lain
(Arwani, 2002).
4. Aspek kerjasama
Aspek ini meliputi sikap perawat yang harus mampu melakukan
kerjasama yang baik dengan pasien dan keluarga pasien. Perawat
harus mampu mengupayakan agar pasien mampu bersikap kooperatif.
Perawat bekerja sama secara kolaborasi dengan pasien dan keluarga
dalam menganalisis situasi yang kemudian bersama-sama mengenali,
memperjelas dan menentukan masalah yang ada. Setelah masalah
telah diketahui, diambil keputusan bersama untuk menentukan jenis
bantuan apa yang dibutuhkan oleh pasien. Perawat juga bekerja sama
secara kolaborasi dengan ahli kesehatan lain sesuai kebutuhan pasien.
5. Aspek tanggung jawab
Aspek ini meliputi sikap perawat yang jujur, tekun dalam tugas,
mampu mencurahkan waktu dan perhatian, sportif dalam tugas,
konsisten serta tepat dalam memberikan pelayanan keperawatan.
Perawat mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan
keperawatan pada pasien selama 24 jam sehari, dari penerimaan
sampai pemulangan pasien (Swanburg, 2000).

Menurut Parasuraman (Nursalam, 2011), kualitas pelayanan perawat


memiliki beberapa aspek, yaitu:
 Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan
pelayanan yang tepat dan terpercaya. Pelayanan yang terpercaya
artinya adalah konsisten. Sehingga reliability mempunyai dua
aspek penting yaitu kemampuan memberikan pelayanan seperti
yang dijanjikan dan seberapa jauh mampu memberikan pelayanan
yang tepat atau akurat.
 Daya tanggap (Responsiveness), yaitu kesediaan atau kemauan
untuk membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat.
 Jaminan kepastian (Assurance), yaitu mencakup pengetahuan,
kompetensi, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki staf
(bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan).
 Empati (Emphaty), yaitu membina hubungan yang baik,
pemahaman atas kebutuhan individual para pelanggan, dan
memberikan pelayanan serta perhatian secara individual pada
pelanggannya.
 Bukti langsung (Tangible), yang meliputi fasilitas fisik, peralatan,
pegawai, dan media komunikasi yang dapat dirasakan langsung
oleh pelanggan.

Menurut Christine (Pohan, 2007), aspek kualitas pelayanan perawat


meliputi:
 Ketepatan waktu, meliputi akses dan waktu tindakan
 Informasi, meliputi penjelasan dari jawaban apa, mengapa, bagaimana,
kapan, dan siapa
 Kompetensi teknis, meliputi pengetahuan perawat, keterampilan, dan
pengalaman.
 Hubungan antarmanusia, meliputi rasa hormat, sopan santun, perilaku,
dan empati.
 Lingkungan, meliputi kebersihan, kenyamanan, keamanan dan
penampilan perawat. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa aspek yang dipakai untuk mengetahui tingkat
kualitas pelayanan perawat adalah keandalan, daya tanggap, jaminan
kepastian, empati, dan bukti langsung.

 Hubungan Etika Keperawatan Dengan Masalah Etik yang terjadi di


Pelayanan Puskesmas

Pada dasarnya Penyelesaian masalah etika keperawatan menjadi


tanggung jawab perawat. Berarti perawat melaksanakan norma yang
diwajibkan dalam perilaku keperawatan, sedangkan tanggung gugat adalah
mempertanggungjawabkan kepada diri sendiri, kepada klien/masyarakat,
kepada profesi atas segala tindakan yang diambil dalam melaksanakan proses
keperawatan dengan menggunakan dasar etika dan standar keperawatan.
Dalam pertanggunggugatan tindakannya, perawat akan menampilkan
pemikiran etiknya dan perkembangan personal dalam profesi keperawatan.
Adapun masalah etik yang sering dihadapi perawat ketika melakukan
pelayanan puskesmas dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Konflik etik antara teman sejawat, Keperawatan pada dasarnya ditujukan
untuk membantu pencapaian kesejahteraan pasien yang mengharuskan
perawat untuk mampu mengenal bila ada asuhan keperawatan yang buruk
dan tidak bijak serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi
inilah yang seringkali memicu konflik antara perawat sebagai pelaku
asuhan keperawatan dan juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak,
perawat harus menjaga nama baik antara teman sejawat, namun apabila
teman sejawat melakukan pelanggaran maka kasus yang muncul harus
diselesaikan dengan bijak.
2. Menghadapi penolakan pasien terhadap tindakan keperawatan atau
pengobatan seperti Penolakan pasien untuk menerima pengobatan
dipengaruhi beberapa faktor seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat
sembuh secara cepat, keuangan, sosial, dll. Penolakan atas pengobatan dan
tindakan asuhan keperawatan merupakan hak pasien dan hak otonomi
pasien, artinya pasien berhak memilih dan menolak segala bentuk tindakan
yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinya, yang perlu dilakukan
perawat adalah memfasilitasi kondisi yang ada agar tidak terjadi konflik
yang berpotensi menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih berat.
3. Masalah antara peran merawat dan mengobati Secara formal, peran
perawat adalah memberikan asuhan keperawatan, tetapi kurangnya aturan-
aturan yang jelas yang salah satunya terjadi di puskesmas seringkali
mengubah peran perawat menjadi mengobati.
4. Berkata jujur dan tidak jujur Di dalam memberikan asuhan keperawatan
langsung seringkali perawat tidak merasa bahwa perawat sedang berkata
tidak jujur walaupun yang dilakukan perawat adalah benar sesuai kaidah
asuhan keperawatan. Sebagai contoh sering terjadi pada pasien yang
terminal, saat perawat ditanya oleh pasien berkaitan dengan kondisinya
perawat sering menjawab “tidak apa-apa Ibu, Ibu akan baik suntikan ini
tidak sakit” dengan bermaksud untuk menyenangkan pasien tetapi didalam
kondisi tersebut perawat telah melanggar etik.
5. Tanggung jawab terhadap peralatan dan barang Dalam hal ini dapat
dicontohkan sebagai berikut: perawat yang dengan seenaknya
membereskan obat-obatan pasien yang telah meninggalkan tempat dan
memasukkan dalam inventarisasi ruangan tanpa seizin keluarga pasien
6. Tanggung jawab terhadap mereka yang membutuhkan asuhan
Keperawatan. Seringkali seorang perawat dihadapkan pada kondisi kerja
lembur yang mengharuskannya untuk bekerja 1x24 jam. Kasus kelalaian
dan mangkir telah banyak ditemui yang dilakukan oleh perawat atas
alasan-alasan yang ringan namun memberikan efek yang besar.
 Penerapan etik keperawatan di puskesmas
1. Penerapan kode etik terhadap teman sejawat
Dari penelitian ini menunjukkan ada sebanyak 61,2 % responden
yang menilai cukup dalam menerapkan kode etik terhadap teman sejawat.
Secara sederhana teman sejawat merupakan teman seprofesi yang
memiliki tugas sama dalam memberikan pelayanan keperawatan. Dalam
suatu organisasi sebesar rumah sakit, perawat dengan sesama profesinya
sebagai rekan kerja teman sejawat akan saling memiliki kepentingan
bersama, saling ketergantungan dan saling bekerjasama dengan baik
sehingga kepentingan bersama dapat terpenuhi (Kusjarwati, 2001).
Tanggung jawab perawat kepada sesama perawat pernah dilakukan dalam
penelitian Safitri pada tahun 2009. Hasil penelitiannya terdapat 56 %
perawat memiliki tanggung jawab sedang terhadap sesama perawat dan 44
% perawat memiliki tanggung jawab yang baik terhadap sesama perawat.

2. Penerapan Kode Etik Terhadap Organisasi Profesi.


Responden yang menunjukkan kriteria cukup terhadap penerapan
kode etik pada organisasi profesinya ada sebanyak 62,7 %. Bahwa
organisasi profesi memiliki tanggung jawab yang besar dalam memberikan
informasi dan memperkuat kemampuan perawat untuk mengadvokasi
tugas keprofesiannya. Di dalam Undang-Undang tenaga kesehatan Nomor
36 Tahun 2014 pasal 1 point (16) menyebutkan bahwa organisasi profesi
adalah wadah untuk berhimpun tenaga kesehatan yang seprofesi. Serta
pasal 50 ayat (1) menyebutkan bahwa organisasi profesi sebagai wadah
untuk meningkatkan dan/atau mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan, martabat dan etika profesi tenaga kesehatan.

3. Penerapan Kode Etik Terhadap Pelayanan Keperawatan


Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sebanyak 59,7 %
responden yang menyatakan kategori cukup penerapan kode etik terhadap
pelayanan keperawatan. Menurut UndangUndang Keperawatan Nomor 38
Tahun 2014 pelayanan keperawatan merupakan bentuk pelayanan
profesional yang merupakan baigian integral dari pelayanan kesehatan
yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan pada individu,
keluarga dan masyarakat.
 Penerapan standar proses keperawatan pada tahap diagnosis hanya
sebesar 11,90% yang termasuk kategori tidak baik. Hal ini
disebabkan pada tahap pembuatan diagnosis ini, sebagian besar
puskesmas tidak ada format/kolom diagnosis, sehingga tidak ditulis
sama sekali. Sebagian puskesmas sudah ada formatnya, tetapi tidak
ditulis dengan benar dan terkadang hanya satu diagnosis
keperawatan yang ditegakkan sampai pasien pulang. Lebih jauh
terkadang perumusan yang dibuat kurang benar antara masalah dan
etiologinya (tidak menyangkut masalah yang spesifik).
 Hasil observasi penerapan standar proses keperawatan tahap
perencanaan adalah sebesar 16,67%, yang berarti termasuk
kategori tidak baik. Pada tahap perencanaan ini ada beberapa
kekurangan yang cukup menonjol yaitu perencanaan tidak disusun
sebelumnya, tetapi lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya
mendadak ketika respon pasien muncul. Hal ini berarti suatu
masalah potensial dibiarkan menjadi aktual baru kemudian
ditangani. Perencanaan tersebut tidak ditulis sebelumnya dan
sebagian besar tidak didasarkan pada urutan prioritas.
 Penerapan standar proses keperawatan pada tahap implementasi
sebesar 51,98%. Pada tahap ini perawat puskesmas sedikit banyak
telah memenuhi beberapa standar yang sudah ada, tetapi masih
banyak standar yang kurang diperhatikan misalnya perawat kurang
dalam memperhatikan respon pasien, terkadang tidak melakukan
follow up dan pengawasan pasca pemberian tindakan. Pemberian
tindakan yang bersifat invasif, perawat cukup memperhatikan
teknik septik dan aseptik menggunakan peralatan yang seadanya
karena keterbatasan alat. Tindakan yang dilakukan kadang sering
tidak dicatat dengan ringkas dan jelas.
 Hasil observasi penerapan standar proses keperawatan pada tahap
evaluasi adalah sebesar 20,127% yang termasuk kategori tidak
baik. Data yang diperoleh selama observasi adalah kebanyakan
perawat tidak melakukan pencatatan hasil evaluasi dan bila
menuliskan evaluasi tidak mengacu pada tujuan yang ditetapkan.
Pada tahap dokumentasi pencatatan tidak dilakukan secara lengkap
sesuai dengan tindakan yang dilaksanakan. Pencatatan dilakukan
kurang jelas dan sangat ringkas, sehingga kadang kurang mampu
untuk mendukung merumuskan masalah. Selain itu, setiap
melakukan tindakan tidak selalu ditulis nama jelas, paraf dan
tanggal serta jam dilaksanakannya tindakan.

Rerata penerapan standar proses keperawatan di puskesmas dengan rawat


inap di Kabupaten Cilacap termasuk kategori yang tidak baik menurut
rentang nilai Arikunto (1996) yaitu berkisar pada rentang nilai kurang dari
40%. Adapun keterbatasan/kelemahan penelitian yang dilakukan ini adalah
hanya mencoba melihat satu aspek dari standar asuhan keperawatan yang
dikeluarkan oleh Depkes 1996/1997 yaitu standar proses keperawatan saja
tidak meneliti aspek yang lain yaitu standar kepuasan pasien dan standar
prosedur keperawatan.

A. Pemecahan Dilema Etik Keperawatan


Kerangka pemecahan dilema etik, menurut Kozier and Erb (1989)
1. Mengembangkan Data Dasar
a. Siapa saja orang-orang yang terlibat dalam dilema etik tersebut
seperti klien, suami, anak, perawat, rohaniawan.
b. Tindakan yang diusulkan. Sebagai klien dia mempunyai otonomi
untuk membiarkan penyakit menggerogoti tubuhnya walaupun
sebenarnya bukan hal itu yang di inginkannya. Dalam hal ini,
perawat mempunyai peran dalam pemberi asuhan keperawatan,
peran advocad (pendidik) serta sebagai konselor yaitu membela
dan melindungi klien tersebut untuk hidup dan menyelamatkan
jiwa klien dari ancaman kematian.
c. Maksud dari tindakan. Dengan memberikan pendidikan, konselor,
advokasi diharapkan klien dapat menerima serta dapat membuat
keputusan yang tepat terhadap masalah yang saat ini dihadapi.
d. Konsekuensi tindakan yang diusulkan Misalnya pada kasus wanita
yang mengidap kanker payudara dan harus dilakukan
pengangkatan payudara.
Bila operasi dilaksanakan :
 Biaya Membutuhkan biaya yang cukup besar.
 Psikososial : Pasien merasa bersyukur diberi umur yang
panjang (bila operasi itulancar dan baik) namun klien juga
dihadapkan pada kecemasan akan kelanjutan hidupnya bila
ternyata operasi itu gagal .
 Fisik : Klien akan kehilangan salah satu payudaranya.,Begitu
juga sebaliknya jika operasi tidak dilaksanakan.
2. Identifikasi Konflik Akibat Situasi Tersebut.
a. Untuk memutuskan apakah tindakan dilakukan pada klien,perawat
dihadapkan pada konflik tidak menghormati otonomi klien.
b. Apabila tindakan tidak di lakukan perawat dihadapkan pada konflik
seperti tidak melaksanakan sumpah profesi, tidak melaksanakan kode
etik profesi dan prinsip moral serta tidak melaksanakan perannya
sebagai pemberi asuhan keperawatan.
3. Tindakan Alternatif Terhadap Tindakan Yang Diusulkan
a. Mengusulkan dalam tim yang terlibat dalam masalah yang dihadapi
klien untuk dilakukannya tindakan atau tidak.
b. Mengangkat dilema etik kepada komisi etik keperawatan yang lebih
tinggi untuk mempertimbangkan apakah dilakukan atau tidak suatu
tindakan.
4. Menetapkan Siapa Pembuat Keputusan.
Pihak- pihak yang terlibat dalam pembuat keputusan antara lain tim
kesehatan itu sendiri, klien dan juga keluarga.
5. Mengidentifikasi Kewajiban Perawat
a. Menghindarkan klien dari ancaman kematian.
b. Melaksanakan prinsip-prinsip kode etik keperawatan.
c. Menghargai otonomi klien
6. Membuat Keputusan
Keputusan yang diambil sesuai dengan hak otonomi klien dan juga dari
pertimbangan
 Mengkaji situasi
 Mendiagnosa masalah etik moral
 Membuat tujuan dan rencana pemecahan
 Melaksanakan rencana
 Mengevaluasi hasil

B. Model Pemecahan Masalah Etik


1. Model Pemecahan Masalah (Megan,1989)
Ada lima langkah-langkah dalam pemecahan masalah dalam dilema etik.
 Mengkaji situasi
 Mendiagnosa masalah etik moral
 Membuat tujuan dan rencana pemecahan
 Melaksanakan rencana
 Mengevaluasi hasil

2. Kerangka Pemecahan Dilema Etik (Kozier & Erb, 1989)


 Mengembangkan data dasar. Untuk melakukan ini perawat
memerlukan pengumpulan informasi sebanyak mungkin
meliputi :
 Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan keterlibatannya
 Apa tindakan yang diusulkan
 Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
 Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan
yang diusulkan.
 Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
 Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang
direncanakan dan mempertimbangkan hasil akhir atau
konsekuensi tindakan tersebut
 Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut.
 Mengidentifikasi kewajiban perawat
 Membuat keputusan

3. Model Murphy Dan Murphy


 Mengidentifikasi masalah kesehatan
 Mengidentifikasi masalah etik
 Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
 Mengidentifikasi peran perawat
 Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin
dilaksanakan
 Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap
alternatif keputusan
 Memberi keputusan
 Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai
dengan falsafah umum untuk perawatan klien
 Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak
dan menggunakan informasi tersebut untuk membantu membuat
keputusan berikutnya.

4. Model Curtin
 Mengumpulkan berbagai latar belakang informasi yang
menyebabkan masalah
 Identifikasi bagian-bagian etik dari masalah pengambilan
keputusan
 Identifikasi orang-orang yang terlibat dalam pengambilan
keputusan
 Identifikasi semua kemungkinan pilihan dan hasil dari npilihan
itu
 Aplikasi teori, prinsip dan peran etik yang relevan
 Memecahkan dilema
 Melaksanakan keputusan

5. Model Levine – Ariff dan Gron


 Mendefinisikan dilema
 Identifikasi faktor-faktor pemberi pelayanan
 Identifikasi faktor-faktor bukan pemberi pelayanan
 Pasien dan keluarga
 Faktor-faktor eksternal
 Pikirkan faktor-faktor tersebut satu persatu
 Identifikasi item-item kebutuhan sesuai klasifikasi
 Identifikasi pengambil keputusan
 Kaji ulang pokok-pokok dari prinsip-prinsip etik
 Tentukan alternatif-alternatif
 Menindaklanjuti
6. Purtillo dan Cassel (1981) Purtillo dan Cassel
menyarankan 4 langkah dalam membuat keputusan etik
 Mengumpulkan data yang relevan
 Mengidentifikasi dilema
 Memutuskan apa yang harus dilakukan
 Melengkapi tindakan

7. Thompson & Thompson (1981)


mengusulkan 10 langkah model keputusan biotis
 Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan,
keputusan yang diperlukan, komponen etis dan petunjuk
individual
 Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
 Mengidentifikasi issue etik
 Menentukan posisi moral
 Menentukan posisi moral pribadi dan profesional
 Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang
terkait
 Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

Anda mungkin juga menyukai