Perumusan keadaan
Tempat yang diteliti pada Praktikum PEPPP ini yaitu kelompok Tani
Ngupoyorejo di Dusun Gebluk 01/7, Desa Dukuh, Kecamatan Mojolaban,
Kabupaten Sukoharjo. Adapun jenis tanaman yang di tanam di desa ini yaitu
padi sebesar 80%, selebihnya 20% untuk tanaman palawija seperti kacang,
cabe, ceme, pare dan tomat dimana ditanam secara tumpangsari. Teknik
pengolahan tanah yang dilakukan oleh petani pada tanaman pangan
yaitudengan cara membajak dengan alat traktor. Sistem irigasi yang ada di
lahan desa ini yaitu dengan membuat pompa yang airnya berasal dari
bengawan solo. Pupuk yang digunakan petani berupa pupuk kandang, SP36,
ZA dan Phonska. Benih yang digunakan oleh petani sudah bersertifikat
diantaranya benih mikongga, lokulo, inpori 1, inpori 8 dan situ bagendit.
Sebagian besar lahan yang ada di desa ini terserang hama berupa
wereng,dimana jumlah wereng sudah diambang batas karena cuaca yang tidak
baik. Petani masih belum mampu menanggulangi sendiri masalah tersebut
dikarenakan belum ditemukan obat yang tepat. Pengolahan pasca panen yang
dilakukan oleh petani yaitu dengan membajak dengan cara dibalik, dimana
hasil panen 100% dijual kepada tengkulak semuanya.
Petani di desa ini tidak melakukan penentuan harga jual produk pertanian
karena harga ditentukan oleh tengkulak. Petani sudah menyeimbangkan dan
meminimalisir biaya produksi pertanian yang digunakan dengan
menggunakan bantuan dari pemerintah berupa pemakaian urin sapid an
kotorannya, sehingga menghemat biaya karena penggunaan pupuk kimia yang
berkurang sebesar 80%. Sarana produksi pertanian sudah menunjang
usahatani, tetapi masih kekurangan tenaga kerja. Kesinambungan antara
sarana produksi dan permodalan yang dimiliki oleh petani sudah cukup baik
karena adanya bantuan dari pemerintah berupa sapi 8 ekor, traktor 2, motor
sprayer 4, dan semprotan 5. Dalam pengelolaan pendapatan, petani belum
secar rinci mengelola pendapatannya. Adapun besar input yang digunakan
petani dalam kegiatan usahatani yaitu sebesar ± 2,5 juta, diantaranya untuk
pengolahan tanah sebesar 350rb, biaya pengolahan tanam sebesar 250rb, biaya
pupuk I sebesar 350rb, pupuk II sebesar 300rb, biaya pestisida 300rb, biaya
panen sebesar 450rb dan biaya penyiangan sebesar 200rb. Petani di desa ini
tidak melakukan analisis biaya usahatani, hanya ketua GAPOKTAN yang
melakukannya. Pendapatan yang dihasilkan oleh petani dari 1 pato sebesar 8
juta(untuk keadaan normal). Hasil dari usaha tani digunakan oleh pertain
untuk membeli pestisida untuk pengendalian hama berupa wereng.
Sebagian besar petani sudah berpartisipasi aktif dalam kelompok tani
dimana sebesar 50% petani antusias mendengarkan penyuluh dalam
memberikan informasi terkait cara peningkatan usahatani dan pengendalian
hama dan penyakit. Tingkat keeratan hubungan antar anggota Kelompok Tani
sudah cukup baik, tetapi karena kesibukan yang berbeda dari masing-masing
petani maka intensitas pertemuan hanya dilakukan 2x dalam seminggu.
Kemampuan petani dalam menyerap teknologi baru masih rendah, dimana
yang pertama kali mencoba adalah ketua GAPOKTAN, setelah berhasil maka
selanjutnya diikuti oleh anggotanya.