Journal of Nutrition College, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015
Journal of Nutrition College, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015
ABSTRACT
Background: Obesity has emerged as an epidemic global problem and has been well established as an important
risk factor for many degenerative diseases. Many strategies have been conducted to reduce energy intake in weight
loss program, which one of those was hunger dan fullness control. High protein breakfast can increase satiety levels
because proteins have the most physiological and metabolism satiating effect.
Methods:Experimental study with control group pre-post test design was conducted. Subjects were 22 obesity
women with BMI between 25 kg/m2 – 32 kg/m2. Subjects were divided into two groups (treatment group and control
group) using simple random sampling method. During 5 days of intervention, the treatment group gets 362.5 kcal
breakfasts which contain 25% protein, while the control group gets 14% protein. Satiety level was measured every 3
hours each day after breakfast using 100 mm Satiety Labeled Intensity Magnitude (SLIM) Bipolar Scale. Shapiro-
Wilk was used to assess normality, while paired t-test and Mann-Whitney test were used as statistical analyzes.
Result: Breakfast with 25% protein content increased satiety level and there was significant difference between high
protein breakfastcompared to normal protein at 120, 150, and 180 minutes after meal (p= 0.002, p= 0.001, p=
0.000).
Conclusions: Consumption of high protein breakfast lead to increase in satiety level in order to control the hungry
feeling.
ABSTRAK
Latar Belakang: Masalah diet dan berat badan menjadi masalah epidemi global saat ini, di mana sebagian besar
penduduk dunia mengalami kelebihan berat badan dan obesitas. Obesitas jika tidak segera ditangani dapat menjadi
faktor risiko utama terjadinya penyakit degeneratif. Beberapa cara dilakukan untuk mengurangi asupan energy
dalam diet penurunan berat badan, salah satunya dengan pengaturan rasa lapar dan kenyang. Sarapan tinggi
protein dapat mempengaruhi rasa kenyang karena protein memiliki efek fisiologis dan metabolisme yang paling
mengenyangkan.
Metode : Jenis penelitian ini adalah true experimental dengan rancangan control group pre-post test. Subjek
sebanyak 22 orang wanita obesitas dengan IMT 25 kg/m 2 – 32 kg/m2. Subyek dibagi menjadi kelompok kontrol dan
perlakuan. Kelompok perlakuan mendapat sarapan dengan 25% protein, sedangkan kelompok control mendapat
sarapan 14% protein dan dilakukan selama 5 hari. Tingkat rasa kenyang diukur setiap hari selama 3 jam setelah
makan dengan 100mm Satiety Labeled Intensity Magnitude (SLIM) bipolarscale. Uji normalitas menggunakan
Shapiro-Wilk dan analisis statisitik menggunakan uji independent t-test dan Mann-Whitney.
Hasil :Pemberian sarapan dengan protein 25% dapat meningkatkan rasa kenyang setelah makan dan ada
perbedaan yang bermakna di 120 menit, 150 menit, dan 180 menit setelah makan (p=0.002, p=0,001, p=0,000)
dibandingkan dengan pemberian protein 14%.
Kesimpulan : Sarapan dengan 25% protein dapat meningkatkan rasa kenyang setelah makan dan membantu
pengendalian rasa lapar.
Kata Kunci : sarapan tinggi protein; rasa kenyang; obesitas
*)
Penulis Penanggungjawab
Journal of Nutrition College, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015 11
Obesitas jika tidak segera ditangani dapat menyebutkan bahwa makanan tinggi protein yang
menjadi faktor risiko utama terjadinya penyakit- diberikan ketika sarapan lebih berpengaruh dalam
penyakit kronik metabolik, seperti hipertensi, meningkatkan rasa kenyang dibandingkan waktu
penyakit kardiovaskuler, diabetes tipe 2, dan makan lainnya.11
kanker.4,5 Oleh karena itu, beberapa cara dilakukan Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti
untuk menurunkan berat badan, salah satunya melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
dengan mengasup kalori lebih sedikit dari pengaruh sarapan tinggi protein terhadap rasa
kebutuhan. Mengurangi asupan energi yang masuk kenyang pada wanita obesitas.
sulit dilakukan karena cenderung menimbulkan
rasa lapar disebabkan karena jumlah makanan METODE PENELITIAN
yang dikonsumsiberkurang dari biasanya. Salah Penelitian ini merupakan penelitian true
satu cara untuk mengurangi asupan energi adalah experimental dengan rancangan pre-post group
dengan mengatur komposisi makronutrien dalam design.20 Variabel bebas dalam penelitian ini
makanan yang dapat mempengaruhi rasa lapar dan adalah pemberian sarapan dengan protein normal
kenyang dengan memberikan makanan tinggi yaitu 14% dan protein tinggi yaitu 25%.Variabel
protein yang dikombinasikan dengan rasio terikatnya adalah rasa kenyang wanita obesitas.
karbohidrat yang lebih rendah.6 Pelaksanaan penelitian telah mendapat persetujuan
Protein disebut sebagai makronutrien yang dari Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas
paling mengenyangkan karena protein memiliki Diponegoro melalui terbitnya Ethical Clearance.
efek thermal yang lebih besar dibanding karbohidrat Subjek penelitian ini adalah pegawai
dan lemak sebab protein harus langsung dimetabolisme wanita Badan Pengkajian Teknologi Pertanian
dan tidak dapat disimpan dalam tubuh.7Faktor lain yaitu Jawa Tengah dan guru wanita SD Srondol Wetan,
dari efek fisiologis seperti faktor metabolisme, Semarang. Kriteria inklusi penelitian ini adalah
hormon-hormon pencernaan, dan fungsi wanita yang memiliki indeks massa tubuh (IMT)
gastrointestinal.Pencernaan protein memiliki pengaruh 25 – 32 kg/m2, berusia 30 – 60 tahun, dalam
yang berbeda terhadap hormon kolesistokinin, GLP-1, dan keadaan sehat dan tidak menderita penyakit infeksi
ghrelin dibandingkan karbohidrat dan lemak. 8-10 maupun metabolisme terkait gizi, tidak mengalami
Waktu pemberian makan berprotein tinggi penyakit ginjal atau yang perlu pembatasan
memberikan pengaruh yang berbeda pada protein, tidak mengalami penurunan BB atau
pengaturan berat badan.11,12 Sarapan yang disebut sedang mengikuti diet selama 6 bulan terakhir,
sebagai waktu makan paling penting menjadi tidak menjalani terapi obat yang dapat
pilihan paling tepat dalam memberikan diet tinggi mempengaruhi nafsu makan, tidak merokok, dan
protein, sebab apa yang dimakan ketika sarapan bersedia menjadi subjek penelitian dengan mengisi
memiliki pengaruh besar terhadap asupan total informed consent.
harian.11-14Melewatkan waktu sarapan dapat Penentuan subjek dilakukan dengan
memicu makan lebih banyak sepanjang hari, metode consecutive sampling. Sebanyak 56 orang
karena cenderung akan mengkonsumsi makanan bersedia ditimbang dan diwawancarai untuk proses
camilan yang tinggi karbohidrat dan rendah nilai skrining awal dan diperoleh sebanyak 22 orang
gizinya terutama di sore atau malam hari. Sarapan yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Subjek
yang sehat dapat membentuk pola makan sehat dibagi menjadi 2 kelompok dengan metode simple
dimana kadar glukosa darah dapat lebih random sampling sehingga diperoleh 11 sampel
terkontrol.12-14 pada kelompok perlakuan dan 11 sampel pada
Penelitian terhadap 9 laki-laki obesitas kelompok kontrol.
(IMT + 32,7 kg/m2) di Kansas, Amerika tentang Pemberian sarapan dalam bentuk makanan
pengaruh makanan tinggi protein terhadap rasa biasa padat berupa nasi, lauk, dan sayur.
kenyang responden yang diberikan pada waktu Kebutuhan energi harian dihitung dengan rumus
sarapan, makan siang, dan makan malam. Masing- BMR Harris-Benedict dikalikan faKtor aktifitas
masing subjek diberikan 5 jenis pemberian kemudian dikurangi 500 kkal.15 Energi untuk
makanan, yaitu makanan dengan protein normal sarapan sebanyak 25% dari kebutuhan energi
(0,8 g/hari), makanan tinggi protein (1,4 g/hari harian. Kelompok perlakuan mendapat 25%
atau 28 g setiap makan) ketika sarapan, makan protein (25 gram), sedangkan kelompok kontrol
siang, makan malam, dan di seluruh waktu makan 14% protein (13 gram). Makanan sumber protein
masing-masing selama 6 hari. Protein yang yang digunakan berasal dari lauk hewani rendah
diberikan 25% terdiri dari protein hewani seperti lemak yaitu ayam, ikan, dan daging sapi tanpa
telur dan daging babi. Hasil penelitian lemak, dengan perbandingan antara kelompok
12 Journal of Nutrition College, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015
perlakuan dan kontrol adalah 1 penukar dan 3 nilai tertentu, yaitu nilai 0 untuk titik tengah yang
penukar lauk hewani. Nasi diberikan sebanyak 100 berarti tidak lapar/kenyang, -18,6 untuk agak
gram untuk kelompok perlakuan dan 150 gram lapar, -38,2 untuk lumayan lapar, -56,2 untuk
untuk kelompok kontrol. Sayur yang digunakan sangat lapar, -67,4 untuk sangat sangat lapar, dan -
adalah sayur rendah serat seperti mentimun, jamur, 100 untuk batas tingkat kelaparan, sedangkan
kembang kol, dan brokoli dan diberikan sebanyak untuk rasa kenyang yaitu nilai 31,9 untuk agak
50 gram untuk seluruh kelompok. kenyang, 46,7 untuk lumayan kenyang, 74,3 untuk
Sebelum diberikan intervensi, kelompok sangat kenyang, 79,4 untuk sangat sangat kenyang,
tinggi protein diperiksa kadar ureum dan kreatinin dan 100 untuk batas tingkat kekenyangan.16
untuk memastikan kadarnya masih dalam batas Peneliti memberi arahan dan mengawasi
normal. Sarapan didistribusikan kepada subjek proses pengisian kuesioner. Pengukuran ini
selama 5 hari pukul 06.00 – 07.00. Rasa dilakukan 5 kali dan diambil rata-ratanya. Pada
kenyangdiukur setiap hari dengan rentang 30 hari kelima dilakukan penimbangan berat badan
menit sebelum makan serta 30 menit, 60 menit, 90 post-intervensi.
menit, 120 menit, dan 180 menit setelah makan. Uji normalitas menggunakan uji Shapiro
Selama intervensi subjek diharuskan untuk Wilk. Karakteristik subjek dianalisis dengan
menghabiskan makanan yang disediakan peneliti menggunakan analisis deskriptif. Perbedaan
dan dilarang makan dan minum apapun kecuali air pengaruh perlakuan kedua kelompok terhadap rasa
putih dari bangun tidur hingga 3 jam setelah kenyang dianalisis menggunakan uji independent
sarapan. t-testuntuk data berdistribusi normal dan uji Mann-
Pengukuran rasa kenyang menggunakan whitneyuntuk data berdistribusi tidak normal.
kuesioner skala bipolar 100 mm Satiety Labeled
Intensity Magnitude (SLIM) yang diisi sendiri oleh HASIL PENELITIAN
subjek dengan pelatihan sebelumnya.Subjek Gambaran UmumSubjek
diminta memberi tanda pada garis yang Gambaran umum subjek yang terdiri dari
menunjukkan skor rasa kenyangsubjek. Tingkatan usia, pendidikan, dan aktifitas fisik disajikan
rasa lapar dan kenyang ditandai di titik dengan dalam tabel 1.
Subjek pada kedua kelompok sebagian tidak ada perbedaan antara kedua kelompok
besar berumur 40 – 49 tahun (45,4%), dan (p>0,05).
memiliki pendidikan S1 (59,1%). Sedangkan Asupan Sarapan Sebelum Intervensi
aktifitas fisik terbanyak berada pada levellow Uji beda asupan sarapan antar kelompok
activeatau aktifitas ringan (81,8%). Hasil uji beda dilakukan untuk mengetahui homogenitas subjek
terhadap usia, pendidikan, dan aktifitas fisik sebelum intervensi.
kelompok perlakuan maupun kontrol menunjukkan
Journal of Nutrition College, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015 13
Tabel 4 menunjukkanrasa kenyang subjek masih berada di tingkat agak kenyang (63,6%).
setelah sarapan dengan interval 30 menit. Rasa Setelah 180 menit, subjek di kelompok kontrol
kenyang kedua kelompok di 30 menit dan 60 memiliki nilai minus di tingkat lumayan lapar
menit sebagian besar berada pada tingkat sangat (90,9%), sedangkan sebagian besar subjek di
kenyang (63,6% dan 50%). Setelah 90 menit, rasa kelompok perlakuan masih berada di tingkat
kenyang kedua kelompok menurun menjadi lumayan kenyang (27,3%).
lumayan kenyang (68,2%). Setelah 120 menit, rasa Pengaruh Pemberian Sarapan Tinggi Protein
kenyang kelompok perlakuan berada pada tingkat terhadap Rasa kenyang Kelompok Perlakuan
agak kenyang (45,4%), sedangkan kelompok dan Kontrol
kontrol berada di agak lapar (45,4%). Agak lapar Pengaruh pemberian sarapan tinggi protein
terjadi di kelompok kontrol pada menit ke-150 terhadap rasa kenyang disajikan dalam tabel
(72,7%), sedangkan rata-rata kelompok perlakuan berikut.
Hasil uji beda pada tabel 4 menunjukkan rasa kenyang di 120 menit, 150 menit, dan 180
bahwa tidak ada perbedaan rasa kenyang antara menit setelah makan antara kelompok perlakuan
kelompok perlakuan dan kontrol di 30 menit, 60 dan kontrol.
menit, dan 90 menit setelah makan. Ada perbedaan
Journal of Nutrition College, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015 15
70
60
50
40
30
Nilai Rasa20
Kenyang
10
0
30 menit 30 menit 60 menit 90 menit 120 menit 150 menit 180 menit
-10
sebelum setelah setelah setelah setelah setelah setelah
-20 Waktu Pengukuran Rasa Kenyang
-30
-40
rasa lapardipengaruhi oleh kontraksi dari lambung membuat proses denaturasi lebih sulit. Protein
yang kosong, usus yang kosong, hormon ghrelin, dapat menstimulasi sekresi hormon kolesistokinin
dan faktor eksternal seperti zat gizi dalam darah, dan glucagon like peptide (GLP-1) secara lebih
ukuran dan komposisi dari makanan, suhu efektif.25Kolesistokinin dan GLP-1 adalah hormon
makanan, olahraga, hormonal, penyakit fisik dan yang disekresikan oleh sel endokrin duodenum
mental serta pengobatannya.21 untuk meningkatkan rasa kenyang dan
Rasa kenyang yang diukur di penelitian ini memperlambat pengosongan lambung.7,8 Selain itu,
adalah rasa kenyang setelah makan (inter-meal peningkatan konsentrasi asam amino menstimulasi
satiety) yang muncul di akhir waktu makan terjadinya glukoneogenesis sehingga mencegah
sehingga dapat mencegah rasa lapar atau keinginan penurunan kadar glukosa darah. Protein juga
untuk makan dan merupakan faktor penting dalam memperlambat sekresi ghrelin postpandrial, yaitu
pengendalian makan yang dapat mempengaruhi hormon yang merangsang nafsu makan.9
asupan total serta pengaturan berat Penelitian terhadap 9 laki-laki obesitas
badan.21,22Pemberian sarapan pada kelompok (IMT + 32,7 kg/m2) di Kansas, Amerika tentang
perlakuan diberikan 25% protein dan 14% protein pengaruh makanan tinggi protein terhadap rasa
pada kelompok kontrol. Hasil ukur pada 30 menit kenyang responden yang diberikan pada waktu
dan 60 menitsetelah makan kedua kelompok sarapan, makan siang, dan makan malam. Masing-
menunjukkan bahwa sebagian besar subjek berada masing subjek diberikan 5 jenis pemberian
dalam tingkat sangat kenyang. Rasa kenyang ini makanan, yaitu makanan dengan protein normal
timbul karena lambung masih dalam keadaan (0,8 g/hari), makanan tinggi protein (1,4 g/hari
penuh setelah terisi makanan.Rasa kenyang mulai atau 28 g setiap makan) ketika sarapan, makan
menurun menjadi lumayan kenyang pada menit siang, makan malam, dan di seluruh waktu makan
ke-90 karena sebagian makanan sudah mulai masing-masing selama 6 hari. Protein yang
dicerna dan masuk ke duodenum. Rasa kenyang diberikan 25% terdiri dari protein hewani seperti
menurun secara bertahap di kedua kelompok, telur dan daging babi. Rasa kenyang diukur
dengan penurunan nilai yang lebih besar terjadi menggunakan 100 mm Visual Analogue Scale
pada kelompok kontrol. Pada 150 menit setelah (VAS) setiap 30 menit sebelum makan dan 30
makan, 10 dari 11 orang di kelompok kontrol menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, 150 menit,
memiliki nilai minus, dan di akhir pengukuran, dan 180 menit setelah makan.Hasil penelitian
seluruh subjek di kelompok kontrol berada dalam menyebutkan bahwa makanan tinggi protein yang
kondisi lapar. Sementara nilai minus pada diberikan ketika sarapan lebih berpengaruh dalam
kelompok perlakuan baru muncul pada menit ke- meningkatkan rasa kenyang dibandingkan waktu
180 sebanyak 27,3%. makan lainnya.11
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa Penelitian lain tentang pengaruh sarapan
perbedaan rasa kenyang yang signifikan antara tinggi protein terhadap rasa kenyang dilakukan di
kelompok perlakuan dan kontrol terjadi di menit Maastricht, Belanda dengan subjek sebanyak 25
ke-120, 150, dan 180 setelah makan. Hal ini orang dengan BMI 23 – 30 kg/m2.Pemberian
menunjukkan bahwakelompok yang diberikan sarapan dengan protein normal yaitu 10% dan
makanan berprotein tinggi mampu menahan rasa protein yaitu 25% dari total energi yang
laparnya dan tetap merasa cukup kenyang hingga 3 dibutuhkan. Protein yang diberikan bersumber dari
jam setelah makan. kedelai. Rasa kenyang diukur dengan 100 mm
Protein adalah senyawa organik kompleks Visual Analogue Scales (VAS)menunjukkan
berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer bahwa ada perbedaan rasa kenyang antara kedua
dari monomer-monomer asam alfa amino yang kelompok pada 20 menit setelah sarapan.26
dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida
dan merupakan penyusun terbesar struktur tubuh SIMPULAN
manusia dan hewan.23Kebutuhan protein harian Ada perbedaan rasa kenyang terhadap
untuk orang dewasa sehat adalah 0,8-1 g/kg BB pemberian sarapan dengan protein 25% di menit
atau 10-15% dari total kalori harian. Dalam ke-120, 150, dan 180 setelah makan.
kondisi tertentu, kebutuhan protein dapat
meningkat hingga 1,2-1,5 g/kgBB atau 18% - 25% SARAN
dari kebutuhan energi total.24Protein memiliki rasa 1. Sarapan dengan protein lebih tinggi dengan
kenyang lebih tinggi dibanding karbohidrat dan karbohidrat (nasi) lebih sedikit dapat
lemak karenaprotein memiliki waktu transit yang dijadikan alternatif untuk mengontrol rasa
lebih lama. Molekul protein yang kompleks
Journal of Nutrition College, Volume 4, Nomor 1, Tahun 2015 17
lapar dan mencegah ngemil berlebih di pagi Sustained Feelingof Fullness During Energi
hari dalam diit rendah kalori. Restriction Compared toOther Meal Times. Br J
2. Penelitian lebih lanjut dengan uji hormon dan Nutr. 2009;101:798–803.
uji dampak terhadap penurunan berat badan 12. de Castro JM. The Time of Day and the
Proportions of Macronutrients Eaten a re Related
perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh
to Total Daily Food Intake. Br J
protein terhadap rasa kenyang. Nutr.2007;98(5):1077-83.
13. Purslow LR, Sandhul MS, Forouhi N, Young EH,
UCAPAN TERIMA KASIH Luben RN, Welch AA, et al. Energi Intake at
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa Breakfast and Weight Change: Prospective Study
dan terima kasih kepada Ibu Tatik Mulyati, DCN., of 6,764 Middle-aged Men and Women. Am J
M.Kes. yang telah membimbing dalam kegiatan Epidemiol 2008;167:188–192.
penelitian ini dari awal hingga akhir serta kepada 14. Schusdziarra V, Hausmann M, Wittke C,
reviewer yang telah membimbing penelitian ini. Mittermeier J, Kellner M, Naumann A, et
Selain itu ucapan terima kasih disampaikan kepada al.Impact of Breakfast on Daily Energy Intake –
An Analysis of Absolute Versus Relative
orang tua dan teman-teman yang telah
Breakfast Calories. Nutrition Journal 2011;10:5.
memberikan motivasi dan dukungan bagi 15. U.S Department of Health and Human Services.
penelitian ini. National Institute of Health Obesity Education
Inisiative : The Practical Guide: Identification,
DAFTAR PUSTAKA Evaluation, and Treatment of Overweight and
1. World Health Organization. Obesity and Obesity in Adults. Washington DC; 2000. p. 27.
Overweight. Switzerland: World Health 16. Cardello A, Schutz HG, Lesher LL, and Merrill E.
Organization; 2012. The Creation and Testing of a Scale to Measure
2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. the Subjective Experiences of Hunger and Satiety.
Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian JAppetite 2005;44:1–13.
Kesehatan Republik Indonesia; 2013. 17. Sizer F, Whitney E. Nutrition: Concepts and
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Controversies. 11th ed. USA: Thomson
Riset Kesehatan Dasar 2010. Jakarta: Kementerian Wadsworth; 2007. p. 332.
Kesehatan Republik Indonesia; 2010. 18. Leidy HJ, Carnell NS, Mattes RD, and Campbell
4. Centers for Disease Control and Prevention. WW. Higher Protein Intake Preserves Lean Mass
OverweightandObesity.USA: and Satiety with Weight Loss in Pre-obese and
DepartmentofHealthandHuman Services; 2006. Obese Women. Obesity.2007;15(2):421-429.
Available 19. Mahan LK, Escott-Stump S.Krause’s Food and
from:www.cdc.gov/ncchphp/dnpa/obesity/ Nutrition Theraphy. 12th ed. USA: Elsevier; 2010.
5. Cummings DE, SchwartzMW. Genetics and p. 35.
Pathophysiology of Human Obesity. Annu Rev 20. Bender DA. Nutrition and Metabolism 4 th Ed.
Med. 2003;54:453–71. USA: CRC Press; 2010. p. 5.
6. Eisenstein J, Roberts SB, Dallal G, and Saltzman 21. Sizer F, Whitney E.Nutrition: Concepts and
E.High-protein weight-loss diets: are they safe and Controversies 11th Edition. USA: Thomson
do they work? A review of the experimental and Wadsworth; 2007. p. 323-331.
epidemiologic data. NutrRev.2002;60(7):189-200. 22. Karalus MB.The Creation and Testing of a Scale
7. Potier M, Darcel N, and Tome D.Protein, amino to Measure the Subjective Experiences of Hunger
acids and the control of food intake. Clin N Metab and Satiety. USA: University of Minnesota; 2011.
Care. 2009;12(1):54–58. 23. F.G. Winarno. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT
8. Yamada T. Textbook of Gastroenterology Vol 1. Gramedia Pustaka Utama; 2004.
5thed. London: Wiley-Black Well; 2011. p. 320- 24. World Health Organization. Protein and Amino
323. Acid Requirement in Human Nutrition : Report of
9. WrenAM, Seal LJ, Cohen MA, Brynes AE, Frost a Join WHO/FAO/UNU. Geneva: World Health
GS, Murphy KG, et al. Ghrelin Enhances Organization; 2002.
Appetiteand Increases Food Intake in Humans. J 25. Astrup A. The Satiating Power of Protein—A Key
Clin Endocrinol Metab. 2001;86:5992. yo Obesity Prevention?. Am J Clin Nutr
10. Blom WAM, Lluch A, Stafleu A, Vinoy S, Holst 2005;82:1–2.
JJ, Schaafsma G, et al. Effects of Gastric 26. Veldhorst MAB, Nieuwenhuizen AG,
Emptying on The Postprandial Ghrelin Response. Hochstenbach-Waelwn A, Westerterp KR,
Am J Physiol Endocrinol Metab. 2006;290: E389 Engelen M, Brummer RM, et al. Effect of High
–E395. and Normal Soyprotein Breakfasts on Satiety and
11. Leidy HJ, Bossingham MJ, Mattes RD, and Subsequent Energy Intake, Including Amino Acid
Campbell W. Increased Dietary P rotein and Satiety Hormone Response. Eur J Nutr.
Consumed at Breakfast Leadstoan Initial and 2009;48:92-100