NOVIANTI ARTIANI
E.0105.19.031
D3 KEPERAWATAN
A. Definisi
Apendiks adalah umbai kecil menyerupai jari yang menempel pada sekum tepat di
bawah katup ileosekal. Karena pengosongan isi apendiks kedalam kolom tidak efektif dan
ukuran lumennya kecul, apendiks mudah tersumbat dan rentan terinfeksi. Apendiks yang
tersumbat akan meradang dan edema dan pada akhirnya dipenuhi nanah (pus). Apendisitis
adalah penyebab utama inflamasi akut di kuadran kanan bawah abdomen dan penyebab
tersering pembedahan abdomen darurat. Meskipun dapat dialami oleh semua kelompok usia,
apendisitis paling sering terjadi antara 10 dan 30 tahun.
B. Etiologi
Apendiks merupakan organ yang belum diketahui fungsinya tetapi menghasilkan
lender 1-2ml perhari yang normalnya dicurahkan kedalam lumen dan selanjutnya mengalir
kesekum. Hambatan aliran lender dimuara apendiks tampaknya berperan dalam pathogenesis
apendiks (wim de jong).
D. Klasifikasi
1. Apendiksitis akut merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteria, dan factor
pencetusnya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. Selain itu hyperplasia
jaringan limfe, fikalit (tinja/batu), tumor apendiks, dan cacing askaris yang dapat
menyebabkan sumbatan dan juga erosi mukosa apendiks karena parasite (E.
histolytica)
2. Apendisitis rekurens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah yang
mendorong dilakukannya apendiktomi. Kelainan ini terjadi bila serangan apendisitis
akut pertama kali sembuh spontan. Namun apendisitis tidak pernah kembali kebentuk
aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.
3. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih dari
dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik (fibrosis
menyeluruh, didinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks, adanya
jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik), dan
keluhan menghilang setelah apendiktomi.
E. Patofisiologi/Pathway
Apendiks adalah kantong yang berbentuk seperti selang yangterikat pada sekum tepat
dibawah katup ileosekal. Biasanya terletak di region iliaka kanan, pada area yang disebut
sebagai titik McBurney. Fungsi apendiks tidak sepenuhnya dipahami meskipun mungkin
berfungsi sebagai sebuah reservoir untuk bakteri usus yang penting.
Obstruksi lumen proksimal apendiks jelas terlihat pada bagian besar apendiksyang
mengalami inflamasi akut. Obstruksi sering kali disebabkan oleh fecalith, atau infeksi.
Eksudat purulent terbentuk, semakin mendistensi apendiks. Dalam 24-36 jam, terjadi nekrosis
jaringan dan gangrene, menyebabkan perforasi jika terapi tidak dimulai. Perforasi
menyebabkan peritonitis bacterial.
Apendisitis dapat di klasifikasikan menjadi sederhana, gangrenus atau perforatif
bergantung pada tahap prosesnya. Pada apendisitis sederhana, bergantung pada tahap
prosesnya. Pada apendisitis sederhana, apendiks terinflamasi tetapi utuh. Ketika area jaringan
nekrosis dan perforasi mikroskopik terjadi di apendiks, gangguan ini disebut apendisitis
gangrenus. Apendiks perforatif menunjukkan temuan perforasi luas dan kontanaminasi
rongga peritoneal.
F. Komplikasi
Komplikasi utama adalah perforasi apendiks yang dapat menyebabkan peritonitis,
pembentukan abses (tertampungnya materi purulen), atau flebitis portal.
Perforasi biasanya terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala yang muncul antara lain
demam 37,7°C atau lebih, tampilan toksik, dan nyeri tekan atau nyeri abdomen yang
terus menerus.
G. Penatalaksanaan
Pembedahan (konvesional atau laparoskopi) diindikasikan apabila diagnosis
apendisitis telah ditegakkan dan harus segera dilakukan untuk mengurangi risiko
perforasi.
Berikan antibiotic dan cairan IV sampai pembedahan dilakukan.
Agens analgesic dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.
H. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan C-reactive protein (CRP).
Pada pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
18.000/mm3 (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%, sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat. CRP adalah salah satu komponen
protein fase akut yang akan meningkat 4-6 jam setelah terjadinya proses
inflamasi, dapat dilihat melalui proses elektroforesis serum protein. Angka
sensitivitas dan spesifisitas CRP yaitu 80% dan 90%.
Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi (USG) dan Computed
Tomography Scanning(CT-scan). Pada pemeriksaan USG ditemukan bagian
memanjang pada tempat yang terjadi inflamasi pada appendiks, sedangkan
pada pemeriksaan CT-scan ditemukan bagian yang menyilang dengan fekalith
dan perluasan dari appendiks yang mengalami inflamasi serta adanya
pelebaran sekum. Tingkat akurasi USG 90-94% dengan angka sensitivitas dan
spesifisitas yaitu 85% dan 92%, sedangkan CT-Scan mempunyai tingkat
akurasi 94-100% dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi yaitu 90-
100% dan 96-97%.
Analisa urin bertujuan untuk mendiagnosa batu ureter dan kemungkinan
infeksi saluran kemih sebagai akibat dari nyeri perut bawah.
Pengukuran enzim hati dan tingkatan amilase membantu mendiagnosa
peradangan hati, kandung empedu, dan pankreas.
Serum Beta Human Chorionic Gonadotrophin (B-HCG) untuk memeriksa
adanya kemungkinan kehamilan.
Pemeriksaan barium enema untuk menentukan lokasi sekum. Pemeriksaan
Barium enema dan Colonoscopy merupakan pemeriksaan awal untuk
kemungkinan karsinoma colon.
Pemeriksaan foto polos abdomen tidak menunjukkan tanda pasti Apendisitis,
tetapi mempunyai arti penting dalam membedakan Apendisitis dengan
obstruksi usus halus atau batu ureter kanan.
I. Pengkajian
1. Biodata
Identitas klien : nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/ bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
2. Lingkungan
Dengan adanya lingkungan yang bersih, maka daya tahan tubuh penderita akan lebih
baik daripada tinggal di lingkungan yang kotor.
3. Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah, nyeri sekitar umbilikus.
b) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat operasi sebelumnya pada kolon.
c) Riwayat kesehatan sekarang
Sejak kapan keluhan dirasakan, berapa lama keluhan terjadi,
bagaimana sifat dan hebatnya keluhan, dimana keluhan timbul,
keadaan apa yang memperberat dan memperingan.
4. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi
Pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling, sehingga
pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi abdomen.
b) Palpasi
Pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan bila
tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan bawah
merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan perut kiri
bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah, ini disebut tanda
Rovsing (Rovsing sign). Dan apabila tekanan pada perut kiri dilepas maka
juga akan terasa sakit di perut kanan bawah, ini disebut tanda Blumberg
(Blumberg sign).
c) Pemeriksaan colok dubur
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis untuk menentukkan letak
apendiks apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini
terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang di daerah pelvis.
Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis apendisitis pelvika.
d) Uji psoas dan uji obturator
Pemeriksaan ini dilakukan juga untuk mengetahui letak apendiks yang
meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas mayor lewat
hiperekstensi sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila
apendiks yang meradang menempel pada m.psoas mayor, maka tindakan
tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator
dilakukan gerakan fleksi dan andorotasi sendi panggul pada posisi
terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan
menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.
5. Perubahan pola fungsi
Data yang diperoleh dalam kasus apendisitis menurut Doenges (2000) adalah sebagai
berikut :
a) Aktivitas / istirahat
Gejala : Malaise
b) Sirkulasi
Tanda : Takikardi
c) Eliminasi
Gejala : Konstipasi pada awitan awal. Diare (kadang-kadang)
Tanda : Distensi abdomen, nyeri tekan/ nyeri lepas, kekakuan. Penurunan
atau tidak ada bising usus
d) Makanan / cairan
Gejala : Anoreksia, mual/muntah
e) Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen sekitar epigastrium dan umbilikus yang
meningkat berat dan terlokalisasi pada titik Mc.Burney (setengah
jarak antara umbilikus dan tulang ileum kanan), meningkat karena
berjalan, bersin, batuk, atau napas dalam (nyeri berhenti tiba-tiba diduga
perforasi atau infark pada apendiks). Keluhan berbagai rasa nyeri/ gejala
tak jelas (berhubungan dengan lokasi apendiks, contoh : retrosekal atau
sebelah ureter)
Tanda : Perilaku berhati-hati; berbaring ke samping atau telentang dengan
lutut ditekuk. Meningkatnya nyeri pada kuadran kanan bawah karena posisi
ekstensi kaki kanan/ posisi duduk tegak. Nyeri lepas pada sisi kiri diduga
inflamasi peritoneal
f) Pernapasan
Tanda : Takipnea, pernapasan dangkal
g) Keamanan
Tanda : Demam (biasanya rendah).
6. Pemeriksaan Diagnostik
a) Laboratorium
Terdiri dari pemeriksaan darah lengkap dan test protein reaktif (CRP). Pada
pemeriksaan darah lengkap ditemukan jumlah leukosit antara 10.000-
20.000/ml (leukositosis) dan neutrofil diatas 75%. Sedangkan pada CRP
ditemukan jumlah serum yang meningkat.
b) Radiologi
Terdiri dari pemeriksaan ultrasonografi dan CT-scan. Pada pemeriksaan
ultrasonografi ditemukan bagian memanjang pada tempat yang terjadi
inflamasi pada apendiks. Sedangkan pada pemeriksaan CT-scan ditemukan
bagian menyilang dengan apendikalit serta perluasan dari apendiks yang
mengalami inflamasi serta pelebaran sekum.
J. ANALISA DATA
Minor
Ujung saraf
DS : - terputus
DO:
Pelepasan
a. Tekanan darah meningkat
Prostaglandin
b. Pola napas berubah
c. Nafsu makan berubah
Stimulasi
d. Proses berfikir terganggu
dihantarkan
e. Menarik diri
f. Berfokus pada diri sendiri
g. Diaforesis
Spinal Cord
Cortex Cerebri
Nyeri Akut
Hipertermi
7. Mayor Invasi & Ketidak efektifan
DS : - multiplikasi bersihan jalan nafas
DO :
a. Batuk tidak efektif Apendicitis
b. Tidak mampu batuk
c. Sputum berlebih Operasi
d. Mengi, wheezing, dan/ ronkhi
kering Anestesi
e. Mekonium di jalan napas ( pada
neonates) Depresi sistem
respirasi
Minor
DS : Reflek batuk
a. Dispnea
b. Sulit bicara Akumulasi secret
c. Ortopnea
DO : Ketidak efektifan
a. Gelisah bersihan jalan
b. Sianosis nafas
c. Bunyi nafas menurun
d. Frekuensi nafas berubah
e. Pola nafas berubah
Minor Operasi
DS: -
DO: Luka incise
a. Nyeri
b. Perdarahan Kerusakan
c. Kemerahan jaringan
d. Hematoma
Ujung saraf
terputus
Kerusakan
integritas jaringan
K. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri pada daerah kuadran kanan bawah berhubungan dengan spasme dinding
apendik
2. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan distensi abdomen
3. Ansietas berhubungan dengan rencana pembedahan
4. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan mual muntah dan
pengeluaran cairan aktif.
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anorexia
6. Hipertermi berhubungan dengan febris
7. Ketidak efektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi secret
8. Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan luka.
Kolaborasi
- Kolaborasi
pemberian
antipiretik, jika
perlu
Yulianti, Devi.,& Kimin, Amelia (Alih Bahasa). (2015). Keperawatan MedikalBedah Brunner
dan Suddarth, Ed. 12. Jakarta: EGC
.LeMone, Priscilla., Burke, Karen. M., & Bauldoff, Gerene.(2016). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction
https://www.academia.edu/
https://www.lpkeperawatan.blogspot.com
https://www.scribd.com