Anda di halaman 1dari 2

NAMA: ARYA MANDALA

KELAS: XII MMA

NO : 03

TUGAS 1

1. C 6. B

2. D 7. A

3. B 8. C

4. A 9. A

5. C 10. E

TUGAS 2

CONTOH ESAI

Mengenal Zine, Media untuk Mencurahkan Pikiran

Pada 9 Desember 2019, ada pameran Zine Fest di Museum Huruf Jember. Saya baru pertama kali
mendengar istilah zine. Ketika saya dan teman-teman berkunjung ke pameran, rupanya zine berisi
kumpulan tulisan dan gambar yang dijadikan satu menyerupai buletin atau majalah.

ZINE merupakan wujud yang lebih sederhana dari magazine (majalah). Zine lebih sederhana karena
bebas, dan tidak terikat pada kaidah penyusunan suatu media. Perbedaannya jelas terlihat dari gaya
bahasa, tema yang dibahas, bahkan format zine.

Terdapat sekitar 500 zine yang dipamerkan. Zine yang dipamerkan, dikirim oleh pegiat zine berbagai
kota. Kota tersebut antara lain Jakarta, Bekasi, Bandung, Sidaoarjo, Surabaya, Malang, Banyuwangi,
Ngawi, Mojokerto, Yogyakarta, Semarang, Pati dan Solo. Dengan mengganti biaya fotokopi seharga
Rp. 3.500,00, kita bisa membawa pulang zine yang menurut kita menarik. Selain pameran, beberapa
kegiatan juga digelar dalam Zine Fest. Kegiatan tersebut antara lain workshop dan diskusi zine,
workshop fermentasi apel, dan workshop tato.Saya mengikuti diskusi tentang zine. Pematerinya Didi
Painsugar dan Yudo. Keduanya adalah pegiat zine. Masing-masing memberi pandangan tentang zine,
pengalaman membuat zine, juga cerita tentang komunitasnya.Melalui serangkaian acara Zine Fest,
saya mengenal sebuah media alternatif. Media di mana semua orang dapat menyampaikan
pemikirannya, tanpa ada batasan. Di tengah krisis kebebasan berpendapat, saya bersyukur masih
ada ruang-ruang alternatif semacam ini.
CONTOH KRITIK

Mengupas Tuntas Siberut

Siberut, beserta orang-orang di dalamnya menyimpan sejarah perlawanan yang panjang terhadap
kekuasaan dan politik ekologi di Indonesia. Ia merupakan salah satu pulau paling besar di Kepulauan
Mentawai. Dari sanalah Darmanto dan Abidah Billah Setyowati bertemu dalam satu pembahasan.
Darmanto merupakan peneliti perladangan tradisional Mentawai, yang juga bekerja sama dengan
UNESCO (United Nation Educational Scientific and Cultrural Organization). Darmanto pertama kali
menjejakan kaki di Siberut tahun 2003. Sedangkan Abidah menyelesaikan tesis untuk Universitas
Hawaii. Pada awal pembuatan buku ini, sekitar tahun 2007, mereka menghabiskan tiga tahun untuk
menjabarkan perebutan kekuasaan yang kompleks di Hutan Siberut.

Mereka pun menyusun Berebut Hutan Siberut: Orang Mentawai, Kekuasaaan, dan Politik Ekologi
(2012). Buku ini terdiri dari sepuluh bab. Masing-masing bab memiliki satu pembahasan yang utuh
dan dapat dibaca secara terpisah. Namun penempatan urutan bab memudahkan pembaca mengenal
Siberut beserta kompleksitasnya secara sistematik dan lebih mendalam.

Pembaca akan mengenal sejarah panjang Siberut pada lima bab awal. Sedangkan pada lima bab
setelahnya, lebih banyak menceritakan Orang Siberut serta interaksinya terhadap kekuasaan lain.

Darmanto dan Abidah menjabarkan kondisi alam Siberut dengan proporsional. Sehingga pembaca
yang buta mengenai pulau ini bisa meraba suasana hutan lewat penjelasannya. Meski tidak terfokus
pada penelitian berbasis geologi maupun biologi, tetapi tidak serta merta melepaskan aspek
tersebut pada pembentukan keunikan Pulau Siberut. Ini menjadi nilai lebih karena tak banyak buku
yang menjelaskan sejarah Sisberut secara tuntas.

Di sisi lain, Orang Siberut digambarkan secara polos dan apa adanya. Penulis tidak melebih-lebihkan
atau menutupi kenyataan, bahwa Orang Siberut tidak memiliki tujuan mulia untuk melestarikan
hutan. Mereka hidup dengan adat dan roh-roh yang selama ini mereka percayai. Mereka memiliki
penguasaan hutan yang dikelola secara tradisional.

Anda mungkin juga menyukai