Anda di halaman 1dari 10

PENELITIAN

HUBUNGAN SANITASI LINGKUNGAN DENGAN KEJADIAN DIARE


PADA BALITA
Penelitian disusun untuk mempengaruhi tugas mata kuliah metopel penelitian

Dosen pengampun:
- Ns.Friska Ernita Sitorus , M.Kep
- Ns. Megawati Sinambela, M.Kes

Disusun oleh:
Nila Tania GULTOM
NPM: 18.11.096

INSTITUT KESEHATAN DELI HUSADA DELI TUA


FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
T.A 2021-2022
ABSTRAK

Latar belakang: Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan dan penyebab
kematian pada balita. Sanitasi lingkungan yang kurang mendukung dapat menyebabkan
tingginya angka kejadian diare.Tujuan: Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara sanitasi lingkungan dengan kejadian diare pada balita di puskesmas Metode:
Penelitian ini menggunakan Cross Sectional. Subjek penelitian ini adalah ibu rumah tangga
yang mempunyai balita dan pernah menderita penyakit diare dalam waktu 6 bulan terakhir
Pemilihan sampel dengan simple random sampling menghasilkan sampel sebanyak 81 Ibu.
Uji statistic menggunakan Chi Square dengan bantuan software komputer. Tempat
penelitian di Puskesmas Sugi Waras dilaksanakan pada mbulan Mei Tahun 2019. Hasil:
penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas fisik air (p=0,000),
kepemilikan jamban (p=0,000), jenis lantai rumah (p=0,004) dengan kejadian diare pada
balita. Saran: Diharapkan bagi instansi kesehatan (Puskesmas) untuk dapat melakukan
peningkatan perbaikan sarana air bersih, fasilitas jamban sehat serta mengupayakan
peningkatan program penyehatan lingkungan pemukiman dengan sasaran plesterisasi lantai
rumah dan penanganan kualitas air bersih secara fisik. Kata kunci : Sanitasi Lingkungan,
Kejadian diare

BAB I
PENDAHULUAN

Pada musim penghujan angka kejadian diare akan lebih meningkat dari musim biasa
hal ini di karenakan, saat musim hujan dan banjir mengakibatkan virus atau bakteri
pembawa diare tersebar. Kebiasaan masyarakat yang kurang menjaga kebersihan,
khususnya mencuci tangan setelah membuang air dan sebelum makan. Hal ini membuat
masyarakat lebih besar terserang diare (Redaksi Surabaya Kita, 2016).

Angka kejadian diare sampai saat ini masih merupakan salah satu merupakan penyebab
utama kesakitan dan kematian. Hampir seluruh daerah geografis dunia dan semua
kelompok di serang diare, tetapi penyakit berat dengan kematian tinggi terutama
didapatkan pada bayi dan anak balita. Di negara Amerika Utara anak-anak menderita diare
lebih dari 12 kali pertahun (Pitono, 2016) sementara menurut Zubir 2016 diare penyebab
kematian sebesar 15- 34% dari semua kematian, kurang lebih 300 kematian pertahun.
Berdasarkan hasil penelitian Ratna wati 2017 menunjukan bahwa 35% dari seluruh
kematian balita di sebabkan oleh diare akut (Zubir, 2017).

DiIndonesia angka kejadian diare pada tahun 2015 sebesar 6,7/ 1000 Penduduk
sedangkan 2016 meningkat menjadi 10,6/ 1000 Penduduk. Tingkat kematian akibat diare.
Survei Kesehatan Nasional menunjukan bahwa diare merupakan penyebab kematian no 2
yaitu sebesar 23,0% pada balita dan no 3 yaitu sebesar 11,4% pada bayi (Zubir, 2017) .
Dinas Kesehatan Sumatra Selatan mencatat kasus kejadian diare di Provinsi telah
mencapai 11.940 kasus sepanjang tahun dan berpotensi meningkat saat musim penghujan
tiba. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumatra Selatan mengatakan, pada saat musim
penghujan biasa nya kejadian diare meningkat. Di daerah-daerah banjir atau rawan banjir
jumlah penderita diare pasti meningkat (Dinda, 2015).

Di wilayah Ogan Ilir angka kejadian diare pada tahun 2017 berjumlah 416 penderita,
sebagian besar penderita adalah balita berjumlah 250 jiwa, bahkan ada penderita diare yang
harus di rujuk ke RSMH Palembang (Satuan Kerja Sementara Kegiatan Hulu Migas, 2017).

Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung menjadi pendorong
terjadinya diare yaitu faktor agent, penjamu, lingkungan dan prilaku. Faktor sanitasi
lingkungan merupakan faktor yang paling dominan penyebab diare yaitu sumber air
minum, kualitas fisik air, kepemilikan jamban, dan jenis lantai, kedua faktor berinteraksi
bersama dengan prilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar
kuman diare serta terakumulasi dengan prilaku manusia yang tidak sehat, maka
penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Zubir, 2015).

Semakin baik kualitas fisik air, angka kejadian diare menjadi semakin rendah. Sebab
pada kualitas fisik air yang jelek separti berbau, berasa, berwarna, keruh dan Ph dibawah
6,5 atau diatas 8,5. Sehingga semakin jelek kualitas fisik air banyak terdapat kuman
penyebab penyakit terutama diare infeksi. bakteri penyebab diare seperti salmonella,
shigella, E. Coli dan yersina. Kualitas fisik air memang sangat mempengaruhi kejadian
diare pada balita.

Kepemilikan Jamban merupakan sarana yang digunakan masyarakat sebagai tempat


buang air besar. Sehingga sebagai tempat pembuangan tinja, jamban sangat potensial untuk
menyebabkan timbulnya berbagai gangguan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya.
Gangguan tersebut dapat berupa gangguan estetika, kenyamanan dan kesehatan. Dengan
kepemilikan jamban yang baik maka potensi terjadinya penyakit akan berkurang. (Zubir,
2015)

Syarat rumah yang sehat, jenis lantai rumahnya yang penting tidak berdebu pada musim
kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai rumah dari tanah agar tidak berdebu
maka dilakukan penyiraman air kemudian dipadatkan. Dari segi kesehatan, lantai ubin atau
semen merupakan lantai yang baik sedangkan lantai rumah dipedesaan cukuplah tanah
biasa yang dipadatkan. Apabila perilaku penghuni rumah tidak sesuai dengan norma-norma
kesehatan seperti tidak membersihkan lantai dengan baik, maka akan menyebabkan
terjadinya penularan penyakit termasuk diare (Notoatmodjo, 2017).

Menurut Juariah penelitian tentang Hubungan Perilaku Kesehatan dengan Kejadian


Diare di Puskesmas Wandarsono Ngawi Tahun 2015 “mengatakan bahwa ada hubungan
antara kesakitan diare dengan kondisi fisik air kepemilikan jamban p-value 0,001, jenis
lantai p-value 0, 004, pencahayaan rumah p-value 0,034 dan ventilasi rumah p-value 0,044
(Juaniariah, 2015).

Menurut penelitian Wibowo (2016), tentang Hubungan Faktor-faktor Perilaku Kesehatan


dengan Kejadian Diare di Puskesmas Tanjung Sari Tahun 2016 “mengatakan bahwa ada
hubungan antara kepemilikan jamban dengan diare p-value 0,031”. Menurut penelitian
Sudarwo, (2016) tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Sukajadi Magetan “mengatakan bahwa ada hubungan antara
jenis lantai dengan diare p-value 0,022”.

Menurut Ambarah penelitian tentang Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian


Diare di Wilayah kerja Puskesmas Ariodillah Tahun 2014 “mengatakan bahwa ada
hubungan kualitas fisik air dengan kejadian diare p-value 0,012” (Ambarah, 2014).
Menurut Yani penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan Diare di
Puskesmas Sanosa 2014 “mengatakan bahwa ada hubungan kualitas fisik air dengan
kejadian diare p-value 0,002” (Yani, 2014).

Penderita diare di Puskesmas Sugih Waras pada tahun 2016 berjumlah 514 orang 20,1
% balita, pada tahun 2017 berjumlah 581 orang 19,5% balita dan pada tahun 2018
berjumlah 449 orang 23,78% balita (Puskesmas Sugih Waras, 2019).

Berdasarkan data tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul
“Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan Kejadian Diare Pada Balita”.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah metode cross sectional. Metode
cross sectional merupakan metode penelitian dimanapengukuran variabel independen dan
dependen hanya satu kali pada satu saattanpa harus mengikuti secara terusmenerus (follow
up) variabel-variabel yang diteliti, karena penelitian ini akan membuktikan ada atau
tidaknya hubungan antar variabel (Wasis, 2018).

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni tahun 2019, pengambilan data pada Tanggal
Maret tahun 2019. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu-ibu yang membawa balita
berobat/ datang kepuskesmas baik yang mempunyai balita ataupun tidak membawa balita
dan yang pernah menderita diare (6 bulan terakhir) maupun sedang menderita diare. Ibu
yang berkunjung berobat ke puskesmas pada bulan Januari-Maret berjumlah 81 ibu. Teknik
pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu total sampling yaitu metode dimana semua
populasi dijadikan sampel (Sugiyono, 2016). Jadi sampel pada penelitian ini adalah ibu-ibu
yang membawa balita berobat/ berkunjung ke puskesmas pada saat dilakukan penelitian.
Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner, Pengumpulan data ini
diperoleh melalui data primer dan sekunder.

Masalah etika penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian,
mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi etika
penelitian harus diperhatikan. Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah
sebagai berikut: informed consent, anominity, dan confidentially. (Hidayat, 2011). Adapun
analisa yang dilakukan terhadap penelitian ini yaitu dengan menggunakan analisa data
secara univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi, kemudian analisa bivariat untuk
mengetahui hubungan antar variable, Analisi bivariat dilakukan dengan cara Uji Chi-
Square.
HASIL PENELITIAN

Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian diare pada balita (kualitas fisik air,
kepemilikan jamban dan jenis lantai rumah) dapat dilihat pada table dibawah ini.

Tabel 1.
Distribusi frekuensi responden berdasarkan kejadian diare

No Variabel frekuensi %
1 Kejadian diare Diare 30 37
tidak diare 51 63
2 Kualitas fisik air Memenuhi syarat 36 44,4
tidak memenuhi 45 55,6
syarat
3 Kepemilikan Memiliki jamban 31 58,3
jamban tidak memiliki 50 41,7
jamban
4 Jenis lantai rumah Memiliki kedap air 32 39,5

tidak memiliki 49 60,5


kedap air

Pada tabel Berdasarkan tabel 1 diketahui bahwa dari 81 responden yang mengalami
diare lebih kecil berjumlah sebanyak 30 responden (37,0%) dan yang tidak mengalami
diare berjumlah 51 . kualitas fisik air yang memenuhi syarat lebih kecil berjumlah 36
responden (44,4%) dan kualitas fisik air tidak memenuhi syarat berjumlah 45 responden
(55,6%). Memiliki jamban lebih kecil berjumlah 31 responden (58,3%) tidak memiliki
jamban berjumlah 50 responden (41,7%). Jenis lantai rumah yang memiliki kedap air
berjumlah 49 responden (60,5%)

Analisa Bivariat

Hubungan Kualitas Fisik Air dengan Kejadian Diare

Hasil analisa bivariate antara Hubungan Kualitas Fisik Air dengan Kejadian
Diare, dapat dilihat pada tabel sebagi berikut.
Tabel 2
Hubungan kualitas fisik air dengan kejadian diare
Kejadian Diare
p
NO kualitas tidak jumlah OR
value
. fisik air diare diare
n % N % N %
38, 10
1 22 61,1 14 36
memenuhi 9 0 7,268(2,630-
0,000
tidak 82, 10 20,082)
2 8 17,8 37 45
memenuhi 2 0
10
30 51
total 81 0
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa dari 81 responden didapat 36 responden
kualitas fisik air memenuhi syarat dengan kejadian diare lebih besar berjumlah 22
responden (61,1%) dibandingkan dengan tidak terjadi diare berjumlah 14 responden
(38,9%). Hasil statistik menunjukkan nilai p-value = 0,000 ≥ 0,05 berarti kesimpulan
yang diambil adalah ada hubungan antara kualitas fisik air bersih dengan kejadian
diare pada balita. Hasil analisa nilai OR di dapatkan 7,268 ( CI 95% 2,630-20,082)
artinya bahwa responden kualitas fisik air yang memenuhi syarat berpeluang 7,268
kali untuk melakukan usaha pencegahan diare dibandingkan dengan kualitas fisik air
tidak memenuhi syarat.

Tabel 3.
Hubungan Kepemilikan Jamban dengan Kejadian Diare
Kejadian Diare
Kepemilikian jumlah
NO. diare tidak diare p value OR
jamban
n % n % N %
1 Memiliki 19 61,3 12 38,7 31 100
5,614(297-
2 tidak memiliki 11 22 39 78,0 50 100 0
15,031)
Total 30 51 81 100

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa dari 81 responden didapat 31 responden yang


memiliki jamban dan terjadi diare lebih besar berjumlah 19 responden (61,3%) dibandingkan
dengan tidak diare berjumlah 12 responden (38,7%) Hasil pengujian dengan Chi Square
menunjukkan nilai p-value = 0,000 ≤ 0,05 berarti kesimpulannya adalah ada hubungan
antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare pada balita.
Hasil analisa nilai OR di dapatkan 5,614 ( CI 95% 297-15,031) artinya bahwa responden
kepemilikan jamban berpeluang 5,614 kali untuk melakukan usaha pencegahan diare
dibandingkan dengan tidak memiliki jamban di Puskesmas OKI Tahun 2019.

Tabel 4.
Hubungan Kepemilikan Jamban dengan Kejadian Diare

Kejadian Diare
Jenis lantai jumlah p
NO. diare tidak diare OR
rumah value
n % n % N %
1 Kedap air 22 61,1 14 38,9 36 100
2 tidak kedap air 8 17,8 37 82,2 45 100 0 5,614(297-15,031)
Total 30 51 81 100

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa dari 81 responden didapat 32 responden yang jenis
lantai rumah kedap air dan terjadi diare lebih besar berjumlah 18 responden (56,2%)
dibandingkan dengan tidak terjadi diare berjumlah 14 responden (43,8%). Hasil statistik
menunjukkan nilai p-value = 0,004 ≤ 0,05 berarti kesimpulannya adalah ada hubungan
antara jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada balita. Hasil analisa nilai OR di
dapatkan 5,614 ( CI 95% 297-15,031) artinya bahwa responden kepemilikan jamban
berpeluang 5,614 kali untuk melakukan usaha pencegahan diare dibandingkan dengan tidak
memiliki jamban di Puskesmas OKI Tahun 2019.

BAB II
PEMBAHASAN

Hubungan Antara Kualitas Fisik Air Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa dari 81 responden didapat 36 responden


kualitas fisik air memenuhi syarat dengan kejadian diare lebih besar berjumlah 22
responden (61,1%) dibandingkan dengan tidak terjadi diare berjumlah 14 responden
(38,9%). Hasil statistik menunjukkan nilai p-value = 0,000 ≥ 0,05 berarti kesimpulan
yang diambil adalah ada hubungan antara kualitas fisik air bersih dengan kejadian
diare pada balita. Hasil analisa nilai OR di dapatkan 7,268 ( CI 95% 2,630-20,082)
artinya bahwa responden kualitas fisik air yang memenuhi syarat berpeluang 7,268
kali untuk melakukan usaha pencegahan diare dibandingkan dengan kualitas fisik air
tidak memenuhi syarat .
Sehingga semakin jelek kualitas fisik air banyak terdapat kuman penyebab penyakit
terutama diare infeksi. bakteri penyebab diare seperti salmonella, shigella, E. Coli
dan yersina. Kualitas fisik air memang sangat mempengaruhi kejadian diare pada
balita. (Sasmita, 2014)
Menurut Juariah (2015) penelitian tentang Hubungan Perilaku Kesehatan dengan
Kejadian Diare di Puskesmas Wandarsono Ngawi Tahun 2015 “mengatakan bahwa
ada hubungan antara kesakitan diare dengan kondisi fisik air kepemilikan jamban p-
value 0,001, jenis lantai p-value 0, 004, pencahayaan rumah p-value 0,034 dan
ventilasi rumah p-value 0,044.
Menurut Ambarah penelitian tentang Hubungan Sanitasi Lingkungan dengan
Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Ariodillah Tahun 2014 “mengatakan
bahwa ada hubungan kualitas fisik air dengan kejadian diare p-value 0,012”
(Ambarah, 2014).

Hubungan Antara Kepemilikan Jamban Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa dari 81 responden didapat 31 responden yang


memiliki jamban dan terjadi diare lebih besar berjumlah 19 responden (61,3%)
dibandingkan dengan tidak diare berjumlah 12 responden (38,7%) Hasil pengujian
dengan Chi Square menunjukkan nilai p-value = 0,000 ≤ 0,05 berarti kesimpulannya
adalah ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan kejadian diare pada balita.
Hasil analisa nilai OR di dapatkan 5,614 ( CI 95% 297-15,031) artinya bahwa
responden kepemilikan jamban berpeluang 5,614 kali untuk melakukan usaha
pencegahan diare dibandingkan dengan tidak memiliki jamban.
Menurut Notoatmodjo (2015) bahwa pembuangan tinja yang di sungai dapat
menularkan penyakit. Tinja yang dibuang dalam keadaan terbuka dapat digunakan
lalat untuk bertelur. Lalat berperan penting dalam penularan penyakit salah satunya
penyakit diare melalui tinja yang hinngap di kotoran manusia dan makanan manusia.
Menurut penelitian Wibowo, (2016). tentang Hubungan Faktor-faktor Perilaku
Kesehatan dengan Kejadian Diare di Puskesmas Tanjung Sari Tahun 2016
“mengatakan bahwa ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan diare p-value
0,031”.
Menurut Sandrina penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan
Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Merah Mata Tahun 2014 “mengatakan
bahwa ada hubungan antara kepemilikan jamban dengan diare p-value 0,000”
(Sandrina, 2014).
Menurut penelitian Ahmad (2014) tentang Hubungan Perilaku Kesehatan dengan
Kejadian Diare di Puskesmas Sukajadi 2014 “mengatakan bahwa ada hubungan
kepemilikan jamban dengan kejadian diare p-value 0,042.

Hubungan Antara Jenis Lantai Dengan Kejadian Diare Pada Balita

Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa dari 81 responden didapat 32 responden yang


jenis lantai rumah kedap air dan terjadi diare lebih besar berjumlah 18 responden
(56,2%) dibandingkan dengan tidak terjadi diare berjumlah 14 responden (43,8%).
Hasil statistik menunjukkan nilai p-value = 0,004 ≤ 0,05 berarti kesimpulannya
adalah ada hubungan antara jenis lantai rumah dengan kejadian diare pada balita.
Hasil analisa nilai OR di dapatkan 5,614 ( CI 95% 297-15,031) artinya bahwa
responden kepemilikan jamban berpeluang 5,614 kali untuk melakukan usaha
pencegahan diare dibandingkan dengan tidak memiliki jamban di Puskesmas OKI
Tahun 2019.
Syarat rumah yang sehat, jenis lantai rumahnya yang penting tidak berdebu pada
musim kemarau dan tidak basah pada musim hujan. Lantai rumah dari tanah agar
tidak berdebu maka dilakukan penyiraman air kemudian dipadatkan. Dari segi
kesehatan, lantai ubin atau semen merupakan lantai yang baik sedangkan lantai
rumah dipedesaan cukuplah tanah biasa yang dipadatkan. Apabila perilaku penghuni
rumah tidak sesuai dengan norma-norma kesehatan seperti tidak membersihkan
lantai dengan baik, maka akan menyebabkan terjadinya penularan penyakit termasuk
diare (Notoatmodjo, 2017).
Menurut Sudarwo penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan
Kejadian Diare di Wilayah Kerja Puskesmas Sukajadi Magetan Tahun 2016
“mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis lantai dengan diare p-value 0,022”
(Sudarwo, 2016). Menurut Ahmad penelitian tentang Hubungan Sanitasi Lingkungan
dengan Kejadian Diare di Puskesmas Sukojadi Tahun 2014 “mengatakan bahwa ada
hubungan jenis lantai dengan kejadian diare p-value 0,000” (Ahmad, 2014).
Menurut Apriani penelitian tentang Faktor-faktor yang berhubungan dengan
Kejadian Diare di Puskesmas Talang Jawi Tahun 2015 “mengatakan bahwa ada
hubungan jenis lantai dengan kejadian diare p-value 0,000” (Apriani, 2015).
BAB III
PENUTUP

1. KESIMPULAN DAN SARAN


A. KESIMPULAN
1). Berdasarkan kejadian diare dari 81 responden yang mengalami diare berjumlah
30 responden (37,0%) Berdasarkan kejadian kualitas fisik air yang tidak memenuhi
syarat berjumlah 45 responden (55,6%). Berdasarkan Memiliki jamban yang tidak
memiliki jamban berjumlah 50 responden (41,7%). Sedangkan Jenis lantai rumah
yang memiliki tidak memiliki kedap air berjumlah 49 responden (60,5%)
2). Ada hubungan kualitas fisik air secara parsial dengan kejadian diare pada balita
dengan nilai p-value 0,000.
3). Ada hubungan kepemilikan jamban minum secara parsial dengan kejadian
diare pada balita dengan nilai p-value 0,000.
4). Ada hubungan jenis lantai rumah secara parsial dengan kejadian diare pada
balita dengan nilai p-value 0,004.
B. SARAN
Puskesmas dapat melakukan peningkatan perbaikan sarana air bersih, fasilitas
jamban sehat serta mengupayakan peningkatan program penyehatan lingkungan
pemukiman dengan sasaran plesterisasi lantai rumah dan penanganan kualitas air
bersih secara fisik.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto E. 2015. Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


EGC. Depkes RI. 2014. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta:
Depkes RI. . 2015. Buku Pedoman Pelaksanaan Program P2 Diare. Jakarta: Depkes
RI.. Dinda. 2015. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Citra Aditya Bakti.
Dian,2015. Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Irianto J. 2014.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Diare Pada Anak Balita. Buletin
Penelitian Kesehatan. Vol. 24 No. 2 & 3. 1996: 77-96. Hidayat,2011. Metodologi
Penelitian Bidang Kesehatan, Keperawatan, dan Kebidanan. Yogyakarta:
Fitramaya. Murti, B. 2006. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif
dan Kualitatif. Jogjakarta: Gajah Mada University press. Notoatmodjo S. 2017.
Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Redaksi Surabya, 2016 Current Issue Kematian Anak karena Penyakit Diare
(Skripsi). Universitas Hasanuddin Makasar. Diakses: 23 Mei 2019.
http://ridwanamiruddin.wordpress. com/2007/10/17/current-issue-matian- anak-
karena-penyakit-diare/. Juananriah,2015. Hubungan perilaku kesehatan dengan
kejadian diare di puskesmas wandarsnono ngawi tahun 2015 Medika. Vol. 2. No.2.
file:///C:/Users/Yazika/Downloads/2962-11871-2- PB.pdf diakses 21 Maret 2019
Slamet JS. 2012. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University
Press. Suraatmaja S. 2017. Kapita Selekta Gastroentrologi. Jakarta: CV. Sagung
Seto. Sutomo S. 1987. Supply and Diarrheal Disease in Rural Areas of Indonesia.
Sudarwo, 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Diare di
Wilayah Kerja Puskesmas Sukajadi Magetan Tahun 2016
file:///C:/Users/Yazika/Downloads/3413- 5867-1-PB.pdf 13 Maret 2019 Wibowo
T, Soenarto S & Pramono D. 2016. Hubungan Faktor-faktor Perilaku Kesehatan
dengan Kejadian Diare di Puskesmas Tanjung Sari Tahun 2016. Berita Kedokteran
Masyarakat. Vol. 20. No.1. file:///C:/Users/Yazika/Downloads/13867-Article
%20Text-36522-1-10- 20171027.pdf 13 Maret 2019 Widoyono. 2008. Penyakit
Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pemberantasannya. Surabaya:
Erlangga. Zubir, 2017. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta:
Kawan Pustaka

Anda mungkin juga menyukai