Anda di halaman 1dari 40

STASE KEPERAWATAN ANAK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK. F DENGAN LEUKIMIA


DI RUANGAN ESTELA RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO

CT : Ns. Sefty S. J. Rompas, M.Kes

Disusun Oleh :
Cindy Putriyani Mogopa, S.Kep
20014104001

UNIVERSITAS SAM RATULANGI FAKULTAS KEDOKTERAN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
MANADO 2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Leukemia adalah keganasan organ pembuat darah, sehingga sumsum
tulang didominasi oleh limfoblas yang abnormal. Leukemia limfoblastik
akut adalah keganasan yang sering ditemukan pada masa anak-anak (25-
30% dari seluruh keganasan pada anak), anak laki lebih sering ditemukan
dari pada anak perempuan, dan terbanyak pada anak usia 3-4 tahun. Faktor
risiko terjadi leukimia adalah faktor kelainan kromosom, bahan kimia,
radiasi faktor hormonal,infeksi virus (Ribera, 2009).
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-
sel prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi
menjadi limfosit T dan limfosit B. LLA ini banyak terjadi pada anak-anak
yakni 75%, sedangkan sisanya terjadi pada orang dewasa. Lebih dari 80%
dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T, dan sisanya
adalah keganasan pada sel B. Insidennya 1 : 60.000 orang/tahun dan
didominasi oleh anak-anak usia < 15 tahun, dengan insiden tertinggi pada
usia 3-5 tahun (Landier dkk, 2004)

B. KLASIFIKASI
1. Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi
sel dan tipe sel asal yaitu :
a) Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang
berakibat terdesaknya komponen darah normal oleh komponen
darah abnormal (blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke
organ-organ lain. Leukemia akut memiliki perjalanan klinis
yang cepat, tanpa pengobatan penderita akan meninggal rata-
rata dalam 4-6 bulan.
1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik
adanya proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari
sistem limfopoetik yang mengakibatkan organomegali
(pembesaran alat-alat dalam) dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%)
daripada umur dewasa (18%). Insiden LLA akan
mencapai puncaknya pada umur 3-7 tahun. Tanpa
pengobatan sebagian anak-anak akan hidup 2-3 bulan
setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan
dari sumsum tulang. (gambar 1. hapusan sumsum tulang
dengan pewarnaan giemsa perbesaran 1000x).

Gambar 1. Leukemia Limfositik Akut

2) Leukemia Mielositik Akut (LMA)


LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem
hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel
mieloid. LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang
paling sering terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik
Akut (LNLA) lebih sering ditemukan pada orang dewasa
(85%) dibandingkan anak-anak (15%). Permulaannya
mendadak dan progresif dalam masa 1 sampai 3 bulan
dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak diobati,
LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan. (gambar 2. hapusan
sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa perbesaran
1000x).
Gambar 2. Leukemia Mielositik Akut

b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai
proliferasi neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau
terjadi karena keganasan hematologi.
1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang
pada limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya
perlahan, dengan akumulasi progresif yang berjalan
lambat dari limfosit kecil yang berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang
menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun
dengan perbandingan 2:1 untuk laki-laki. (gambar 3. a dan
b. hapusan sumsum tulang dengan pewarnaan giemsa
perbesaran 1000x).

a                                              b
Gambar 3. Leukemia Limfositik Kronik
2) Leukemia Granulositik / Mielositik Kronik
LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang
ditandai dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri
granulosit) yang relatif matang. LGK/LMK mencakup
20% leukemia dan paling sering dijumpai pada orang
dewasa usia pertengahan (40-50 tahun). Abnormalitas
genetik yang dinamakan kromosom philadelphia
ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal
setelah memasuki fase akhir yang disebut fase krisis
blastik yaitu produksi berlebihan sel muda leukosit,
biasanya berupa mieloblas/promielosit, disertai produksi
neutrofil, trombosit dan sel darah merah yang amat
kurang. (gambar 4. hapusan sumsum tulang dengan
pewarnaan giemsa a. perbesaran 200x, b. perbesaran
1000x).

a                                                  b
Gambar 4. Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik

3) Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)


FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA
berdasarkan morfologik untuk lebih memudahkan
pemakaiannya dalam klinik, antara lain sebagai berikut:
 L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa
dengan kromatin homogen, nucleus umumnya
tidak tampak dan sitoplasma sempit.
  L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi
ukurannya bervariasi, kromatin lebih besar dengan
satu atau lebih anak inti.
  L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny
dengan kromatin berbecak, banyak ditemukan anak
inti serta sitoplasma yang basofilik dan
bervakuolisasi

C. ETIOLOGI
Penyebab yang pasti belum diketahui, akan tetapi terdapat faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya leukemia yaitu :
1. Genetik
a. Keturunan
1. Adanya Penyimpangan Kromosom
Insidensi leukemia meningkat pada penderita
kelainan kongenital, diantaranya pada sindroma
Down, sindroma Bloom, Fanconi’s Anemia,
sindroma Wiskott-Aldrich, sindroma Ellis van
Creveld, sindroma Kleinfelter, D-Trisomy
sindrome, sindroma von Reckinghausen, dan
neurofibromatosis. Kelainan-kelainan kongenital
ini dikaitkan erat dengan adanya perubahan
informasi gen, misal pada kromosom 21 atau C-
group Trisomy, atau pola kromosom yang tidak
stabil, seperti pada aneuploidy.
2. Saudara kandung
Dilaporkan adanya resiko leukemia akut yang
tinggi pada kembar identik dimana kasus-kasus
leukemia akut terjadi pada tahun pertama
kelahiran. Hal ini berlaku juga pada keluarga
dengan insidensi leukemia yang sangat tinggi
b. Faktor Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan di ketahui dapat menyebabkan
kerusakan kromosom dapatan, misal : radiasi, bahan kimia,
dan obat-obatan yang dihubungkan dengan insiden yang
meningkat pada leukemia akut, khususnya ALL ,
2. Virus
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus
menyebabkan leukemia pada hewan termasuk primata. Penelitian
pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA
polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel
normal dan enzim ini berasal dari virus tipe C yang merupakan
virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. (Wiernik,
1985). Salah satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia
pada manusia adalah Human T-Cell Leukemia . Jenis leukemia
yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia.
3. Bahan Kimia dan Obat-obatan
a) Bahan Kimia
Paparan kromis dari bahan kimia (misal : benzen) dihubungkan
dengan peningkatan insidensi leukemia akut, misal pada tukang
sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen beberapa
bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara
lain : produk – produk minyak, cat , ethylene oxide, herbisida,
pestisida, dan ladang elektromagnetik.
b) Obat-obatan
Obat-obatan anti neoplastik (misal : alkilator dan inhibitor
topoisomere II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom
yang menyebabkan AML. Kloramfenikol, fenilbutazon,
dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan
sumsum tulang yang lambat laun menjadi AML.
4. Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia (ANLL)
ditemukan pada pasien-pasien anxylosing spondilitis yang
mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain seperti peningkatan
insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari
ledakan bom atom. Peningkatan resiko leukemia ditemui juga pada
pasien yang mendapat terapi radiasi misal : pembesaran thymic,
para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
5. Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi
lain disebut Secondary Acute Leukemia ( SAL ) atau treatment
related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin,
limphoma, myeloma, dan kanker payudara. Hal ini disebabkan
karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan
imunosupresif selain menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan
DNA .

D. MORFOLOGI DAN FUNGSI NORMAL SEL DARAH PUTIH


Leukosit merupakan unit yang aktif dari sistem pertahanan tubuh23, yaitu
berfungsi melawan infeksi dan penyakit lainnya. Batas normal jumlah sel
darah putih berkisar dari 4.000 sampai 10.000/mm. Berdasarkan jenis
granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah putih digolongkan
menjadi 2 yaitu : granulosit (leukosit polimorfonuklear) dan agranulosit
(leukosit mononuklear).
1. Granulosit
Granulosit merupakan leukosit yang memiliki granula sitoplasma.
Berdasarkan warna granula sitoplasma saat dilakukan pewarnaan
terdapat 3 jenis granulosit yaitu neutrofil, eosinofil, dan basofil.
a. Neutrofil
Neutrofil adalah garis pertahanan pertama tubuh terhadap
invasi oleh bakteri, sangat fagositik dan sangat aktif. Sel-sel
ini sampai di jaringan terinfeksi untuk menyerang dan
menghancurkan bakteri, virus atau agen penyebab infeksi
lainnya.
Neutrofil mempunyai inti sel yang berangkai dan kadang-
kadang seperti terpisah- pisah, protoplasmanya banyak
bintik-bintik halus (granula). Granula neutrofil mempunyai
afinitas sedikit terhadap zat warna basa dan memberi warna
biru atau merah muda pucat yang dikelilingi oleh
sitoplasma yang berwarna merah muda. Neutrofil
merupakan leukosit granular yang paling banyak, mencapai
60% dari jumlah sel darah putih. Neutrofil merupakan sel
berumur pendek dengan waktu paruh dalam darah 6-7 jam
dan jangka hidup antara 1-4 hari dalam jaringan ikat,
setelah itu neutrofil mati.
b. Eosinofil
Eosinofil merupakan fagositik yang lemah. Jumlahnya akan
meningkat saat terjadi alergi atau penyakit parasit. Eosinofil
memiliki granula sitoplasma yang kasar dan besar. Sel
granulanya berwarna merah sampai merah jingga. Eosinofil
memasuki darah dari sumsum tulang dan beredar hanya 6-
10 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan ikat, tempat
eosinofil menghabiskan sisa 8-12 hari dari jangka
hidupnya. Dalam darah normal, eosinofil jauh lebih sedikit
dari neutrofil, hanya 2-4% dari jumlah sel darah putih.
c. Basofil
Basofil adalah jenis leukosit yang paling sedikit jumlahnya
yaitu kurang dari 1% dari jumlah sel darah putih. Basofil
memiliki sejumlah granula sitoplasma yang bentuknya
tidak beraturan dan berwarna keunguan sampai hitam.
Basofil memiliki fungsi menyerupai sel mast, mengandung
histamin untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan yang
cedera dan heparin untuk membantu mencegah pembekuan
darah intravaskular.
2. Agranulosit
Agranulosit merupakan leukosit tanpa granula sitoplasma.
Agranulosit terdiri dari limfosit dan monosit.
a. Limfosit
Limfosit adalah golongan leukosit kedua terbanyak setelah
neutrofil, berkisar 20-35% dari sel darah putih, memiliki
fungsi dalam reaksi imunitas. Limfosit memiliki inti yang
bulat atau oval yang dikelilingi oleh pinggiran sitoplasma
yang sempit berwarna biru. Terdapat dua jenis limfosit
yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit T bergantung
timus, berumur panjang, dibentuk dalam timus. Limfosit B
tidak bergantung timus, tersebar dalam folikel-folikel
kelenjar getah bening. Limfosit T bertanggung jawab atas
respons kekebalan selular melalui pembentukan sel yang
reaktif antigen sedangkan limfosit B, jika dirangsang
dengan semestinya, berdiferesiansi menjadi sel-sel plasma
yang menghasilkan imunoglobulin, sel-sel ini bertanggung
jawab atas respons kekebalan hormonal.
b. Monosit
Monosit merupakan leukosit terbesar. Monosit mencapai 3-
8% dari sel darah putih, memiliki waktu paruh 12-100 jam
di dalam darah. Intinya terlipat atau berlekuk dan terlihat
berlobus, protoplasmanya melebar, warna biru keabuan
yang mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Monosit
memiliki fungsi fagositik dan sangat aktif, membuang sel-
sel cedera dan mati, fragmen-fragmen sel, dan
mikroorganisme.
\

E. PATOFISIOLOGI
Komponen sel darah terdiri atas eritrosit atau sel darah merah (RBC)
dan leukosit atau sel darah putih (WBC) serta trombosit atau platelet.
Seluruh sel darah normal diperoleh dari sel batang tunggal yang terdapat
pada seluruh sumsum tulang. Sel batang dapat dibagi ke dalam lymphpoid
dan sel batang darah (myeloid), dimana pada kebalikannya menjadi cikal
bakal sel yang terbagi sepanjang jalur tunggal khusus. Proses ini dikenal
sebagai hematopoiesis dan terjadi di dalam sumsum tulang tengkorak,
tulang belakang., panggul, tulang dada, dan pada proximal epifisis pada
tulang-tulang yang panjang.
ALL meningkat dari sel batang lymphoid tungal dengan kematangan
lemah dan pengumpulan sel-sel penyebab kerusakan di dalam sumsum
tulang. Biasanya dijumpai tingkat pengembangan lymphoid yang berbeda
dalam sumsum tulang mulai dari yang sangat mentah hingga  hampir
menjadi sel normal. Derajat kementahannya merupakan petunjuk untuk
menentukan/meramalkan kelanjutannya. Pada pemeriksaan darah tepi
ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya ada leukositosis, kadang-
kadang leukopenia (25%).
Jumlah leukosit neutrofil seringkali rendah, demikian pula kadar
hemoglobin dan trombosit. Hasil pemeriksaan sumsum tulang biasanya
menunjukkan sel-sel blas yang dominan. Pematangan limfosit B dimulai
dari sel stem pluripoten, kemudian sel stem limfoid, pre pre-B, early B, sel
B intermedia, sel B matang, sel plasmasitoid dan sel plasma. Limfosit T
juga berasal dari sel stem pluripoten, berkembang menjadi sel stem
limfoid, sel timosit imatur, cimmom thymosit, timosit matur, dan menjadi
sel limfosit T helper dan limfosit T supresor.
Peningkatan prosuksi leukosit juga melibatkan tempat-tempat
ekstramedular sehingga anak-anak menderita pembesaran kelenjar limfe
dan hepatosplenomegali. Sakit tulang juga sering dijumpai. Juga timbul
serangan pada susunan saraf pusat, yaitu sakit kepala, muntah-muntah,
“seizures” dan gangguan penglihatan.
Sel kanker menghasilkan leukosit yang imatur / abnormal dalam
jumlah yang berlebihan. Leukosit imatur ini menyusup ke berbagai organ,
termasuk sumsum tulang dan menggantikan unsur-unsur sel yang normal.
Limfosit imatur berproliferasi dalam sumsum tulang dan jaringan perifer
sehingga mengganggu perkembangan sel normal. Hal ini menyebabkan
haemopoesis normal terhambat, akibatnya terjadi penurunan jumlah
leucosit, sel darah merah dan trombosit.
Infiltrasi sel kanker ke berbagai organ menyebabkan pembersaran
hati, limpa, limfodenopati, sakit kepala, muntah, dan nyeri tulang serta
persendian. Penurunan jumlah eritrosit menimbulkan anemia, penurunan
jumlah trombosit mempermudah terjadinya perdarahan (echimosis,
perdarahan gusi, epistaksis dll.). Adanya sel kanker juga mempengaruhi
sistem retikuloendotelial yang dapat menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh, sehingga mudah mengalami infeksi. Adanya sel kaker
juga mengganggu metabolisme sehingga sel kekurangan makanan.
(Ngastiyah, 1997; Smeltzer & Bare, 2002; Suriadi dan Rita Yuliani, 2001,
Betz & Sowden, 2002).
PATHWAY
F. MANIFESTASI KLINIS
Leukemia limfositik akut menyerupai leukemia granulositik akut dengan tanda dan
gejala dikaitkan dengan penekanan unsur sumsum tulang normal (kegagalan sumsum
tulang) atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel limfoblas
ganas di sumsumtulang menyebabkan berkurangnya sel-sel normal di darah perifer
dengan manifestasi utama berupa infeksi, perdarahan, dan anemia. Gejala lain yang
dapat ditemukan yaitu:
1. Anemia: mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada.
2. Anoreksia, kehilangan berat badan, malaise.
3. Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel leukemia),
biasanya terjadi pada anak.
4. Demam, banyak berkeringat pada malam hari(hipermetabolisme).
5. Infeksi mulut, saluran napas, selulitis, atau sepsis. Penyebab tersering adalah
gramnegatif usus.
6. Stafilokokus, streptokokus, serta jamur.
7. Perdarahan kulit, gusi, otak, saluran cerna, hematuria.
8. Hepatomegali, splenomegali, limfadenopati.
9. Massa di mediastinum (T-ALL).
10. Leukemia SSP (Leukemia cerebral); nyeri kepala, tekanan intrakranial naik,
muntah,kelumpuhan saraf otak (VI dan VII), kelainan neurologik fokal, dan
perubahan statusmental.

G. PEMERIKSAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang mengenai leukemia adalah :
1. Hitung darah lengkap menunjukkan normositik, anemia normositik.
2. Hemoglobin : dapat kurang dari 10 g/100 ml.
3. Retikulosit : jumlah biasanya rendah.
4. Jumlah trombosit : mungkin sangat rendah (<50.000/mm).
5. SDP : mungkin lebih dari 50.000/cm dengan peningkatan SDP yang imatur
(mungkin menyimpang ke kiri). Mungkin ada sel blast leukemia.
6. PT/PTT : memanjang.
7. LDH : mungkin meningkat.
8. Asam urat serum/urine : mungkin meningkat.
9. Muramidase serum (lisozim) : penigkatabn pada leukimia monositik akut dan
mielomonositik.
10. Copper serum : meningkat.
11. Zinc serum : meningkat/ menurun.
12. Biopsi sumsum tulang : SDM abnormal biasanya lebih dari 50 % atau lebih
dari SDP pada sumsum tulang. Sering 60% - 90% dari blast, dengan prekusor
eritroid, sel matur, dan megakariositis menurun.
13. Foto dada dan biopsi nodus limfe : dapat mengindikasikan derajat keterlibatan.

H. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
Akibat defisiensi trombosit (trombositopenia). Angka trombosit yang rendah
ditandai  dengan:
a. Memar (ekimosis)
b. Petekia (bintik perdarahan kemerahan atau keabuan sebesar ujung
jarum dipermukaan kulit) Perdarahan berat jika angka trombosit <
20.000 mm3 darah. Demam dan infeksi dapat memperberat perdarahan.
2. Infeksi
Akibat kekurangan granulosit matur dan normal. Meningkat sesuai derajat
netropenia dan disfungsi imun.
3. Pembentukan batu ginjal dan kolik ginjal.
Akibat penghancuran sel besar-besaran saat kemoterapi meningkatkan kadar
asam urat sehingga perlu asupan cairan yang tinggi.

4. Anemia
5. Masalah gastrointestinal.
a. Mual
b. Muntah
c. Anoreksia
d. Diare
e. Lesi mukosa mulut
Terjadi akibat infiltrasi lekosit abnormal ke organ abdominal, selain akibat
kemoterapi.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel noramal bisa tumbuh kembali di
dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu dirawat di
rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu, tergantung kepada
respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.
Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin
transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi trombosit untuk
mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi. Beberapa kombinasi
dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya diulang selama beberapa
hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri dari prednison per-oral
(ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan antrasiklin atau
asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di otak, biasanya
diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan spinal dan terapi
penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan setelah pengobatan
awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik, diberikan pengobatan
tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk menghancurkan sisa-sisa sel
leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama 2-3 tahun. Sel-sel leukemik
bisa kembali muncul, seringkali di sumsum tulang, otak atau buah zakar.
Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum tulang merupakan masalah yang
sangat serius.
Penderita harus kembali menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum
tulang menjanjikan kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel
leukemik kembali muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke
dalam cairan spinal sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel
leukemik di buah zakar, biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi
penyinaran.

2. Pengobatan Leukeumia Limfositik Kronik


Leukemia limfositik kronik berkembang dengan lambat, sehingga
banyak penderita yang tidak memerlukan pengobatan selama bertahun-tahun
sampai jumlah limfosit sangat banyak, kelenjar getah bening membesar atau
terjadi penurunan jumlah eritrosit atau trombosit. Anemia diatasi dengan
transfusi darah dan suntikan eritropoietin (obat yang merangsang
pembentukan sel-sel darah merah). Jika jumlah trombosit sangat menurun,
diberikan transfusi trombosit. Infeksi diatasi dengan antibiotik.
Terapi penyinaran digunakan untuk memperkecil ukuran kelenjar getah
bening, hati atau limpa. Obat antikanker saja atau ditambah kortikosteroid
diberikan jika jumlah limfositnya sangat banyak. Prednison dan kortikosteroid
lainnya bisa menyebabkan perbaikan pada penderita leukemia yang sudah
menyebar. Tetapi respon ini biasanya berlangsung singkat dan setelah
pemakaian jangka panjang, kortikosteroid menyebabkan beberapa efek
samping. Leukemia sel B diobati dengan alkylating agent, yang membunuh sel
kanker dengan mempengaruhi DNAnya. Leukemia sel berambut diobati
dengan interferon alfa dan pentostatin.
Penatalaksanaan lain:
1. Pelaksanaan kemoterapi
Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis pengobatan
kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-sel leukemia.
Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan satu jenis obat atau
kombinasi dari dua obat atau lebih.
Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:
 Melalui mulut
 Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
 Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di
dalam pembuluh darah   balik besar, seringkali di dada bagian atas -
perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk menghindari
suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi rasa tidak
nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
 Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli patologi
menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi ruang di otak
dan sumsum tulang belakang, dokter bisa memerintahkan kemoterapi
intratekal. Dokter akan menyuntikkan obat langsung ke dalam cairan
cerebrospinal. Metode ini digunakan karena obat yang diberikan
melalui suntikan IV atau diminum seringkali tidak mencapai sel-sel di
otak dan sumsum tulang belakang.
Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak semua fase yang
digunakan untuk semua orang.
a. Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh
sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.
Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah
sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah
normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan
memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin,
prednison dan asparaginase.
b. Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi
yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk
mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat.
Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
c. Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis
yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi yang
berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi, untuk
mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat
d. Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.
Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup
yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak hanya 95%
anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh.
Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya
mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai dengan
kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan SSP.
2. Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi biologi untuk
meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker. Terapi ini diberikan
melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik. Bagi pasien dengan leukemia
limfositik kronis, jenis terapi biologi yang digunakan adalah antibodi
monoklonal yang akan mengikatkan diri pada sel-sel leukemia. Terapi ini
memungkinkan sistem kekebalan untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam
darah dan sumsum tulang. Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis,
terapi biologi yang digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk
memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.
3. Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar berenergi
tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian besar pasien, sebuah
mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada limpa, otak, atau bagian lain
dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel leukemia ini. Beberapa pasien
mendapatkan radiasi yang diarahkan ke seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh
biasanya diberikan sebelum transplantasi sumsum tulang.)
4. Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)
Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem cell).
Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan dosis obat yang
tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan menghancurkan sel-sel
leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam sumsum tulang. Kemudian,
pasien akan mendapatkan sel-sel induk (stem cell) yang sehat melalui tabung
fleksibel yang dipasang di pembuluh darah balik besar di daerah dada atau
leher. Sel-sel darah yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya
harus menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan
melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah yang
memadai.
5. Transfusi darah
Transfusi darah biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%. Pada
trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan transfusi
trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan heparin.
6. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya)
Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
7. Sitostatika
Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau
MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih poten seperti vinkristin
(oncovin), rubidomisin (daunorubycine), sitosin, arabinosid, L-asparaginase,
siklofosfamid atau CPA, adriamisin dan sebagainya. Umumnya sitostatika
diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian
obat-obatan ini sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis,
leukopenia, infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati
bila jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.
8. Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam kamar
yang suci hama).
9. Imunoterapi
Imunoterapi merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi
dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi mulai
diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan pemberian imunisasi
BCG atau dengan Corynae bacterium dan dimaksudkan agar terbentuk
antibodi yang dapat memperkuat daya tahan tubuh. Pengobatan spesifik
dikerjakan dengan penyuntikan sel leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara
ini diharapkan akan terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia,
sehingga semua sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita
leukemia dapat sembuh sempurna.
10. Cara pengobatan.
Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalamannya.
Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh dan
mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai keadaan tersebut,
pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian berba-
gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun intratekal sampai
sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian sitostatika
separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pada induksi se-
lama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi untuk
mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial sebanyak 2.400-
2.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal dan leukemia serebral.
Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama sekali
dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh sempurna.
(Sutarni Nani, 2003)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK. F
DENGAN LLA (LEUKIMIA LIMFOBLASTIK AKUT)

I. PENGKAJIAN

Nama Mahasiswa : Cindy Putriyani Mogopa, S.Kep


NIM : 20014104001
Ruang : Estela
Tanggal Pengkajian : 8 Juni 2021
Tanggal Praktek : 8 Juni 2021
Paraf :

A. IDENTITAS PASIEN
No. Rekam Medis : 737099
Nama Klien : An. F
Tempat/tanggal lahir : Palu, 11-03-2015
Umur : 6 Tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Bahasa yang dimengerti : Bahasa Indonesia.

Orang tua/wali
Nama Ibu : Ny. Z
Pekerjaan Ibu : IRT
Pendidikan : SMA
Alamat Ibu : Besusu Timur, Palu.

B. KELUHAN UTAMA
Keluarga mengatakan Anak. F badannya panas.

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


An. F menderita penyakit Leukemia Limfositik akut sejak Akhir november 2020.
Ibu An.F mengatakan awal mula penyakitnya saat itu pasien sempat terjatuh saat
bermain, dari situlah mulai muncul tanda seperti demam yang suhu tubuhnya
mencapai 40 0C, memar kebiruan di seluruh tubuh, wajah pasien tampak pucat,
terdapat benjolan dikelenjar getah bening, muncul bintik-bintik merah danpasien
terlihat lemas. Akibat dari gejala yang timbul keluarga membawa pasien ke RS
untuk diperiksa dan hasilnya pasien didiagnosa Leukimia. Pasien dan keluarga
berdomisili di palu, akan tetapi disana belum ada kemoterapi maka disarankan untuk
ke rumah sakit kandou manado. An. F sekarang dalam fase konsolidasi kemoterapi.
Saat di lakukan pengkajian ibu klien mengatakan badan pasien terasa panas. Suhu
badan 38,20C.

D. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


1. Prenatal
a. Keluhan saat hamil
Ibu pasien mengatakan saat kehamilannya ibu mengalami masalah mual dan
muntah tidak bisa makan.
b. Tempat ANC
Ibu pasien mengatakan biasanya ibu memeriksakan kehamilannya di
puskesmas dan rajin mengikuti posyandu.
c. Kebutuhan nutrisi saat hamil
Ibu pasien mengatakan saat hamil ibu tidak bisa makan, merasa mual dan
muntah. Jadi hanya makan bubur itupun karena dipkasakan dan minum susu
hamil.
d. Usia kehamilan (preterm, aterm & post term)
Ibu pasien mengatakan usia kehamilannya saat itu cukup bulan 38-39
minggu.
e. Kesehatan saat hamil & obat yang diminum.
Ibu pasien mengatakan keadaan ibu saat hamil sakit sedang, akibat lemah
badan karena tidak mampu untuk makan pengaruh mual dan muntah selama
kehamilan trimester 1. Dan pasien minum obat vitamin yang diberikan oleh
dokter.

2. Perinatal
a. Tindakan persalinan
Ibu pasien mengatakan ibu melahirkan secara Sectio Sesarea.
b. Tempat bersalin
Ibu pasien mengatakan ibu melahirkan di Rumah Sakit Palu.
c. Obat-obatan
Ibu pasien mengatakan saat itu hanya minum obat antibiotik dari dokter di
rumah sakit saat itu.
3. Postnatal
a. Kondisi kesehatan
Ibu pasien mengatakan kondisi kesehatan ibu dan bayi keduanya dalam
keadaan sehat. Ibu pasien mengatakan BBL : 3.500 gr PB : 50 cm. Ibu
pasien mengatakan pernah mendapatkan imunisasi TT dan pada An. R.A
imunisasi sudah lengkap diberikan dari 0 bulan sampai 1 tahun.

E. RIWAYAT KELUARGA
Ibu pasien mengatakan hanya memiliki riwayat penyakit Maag, Ayah pasien tidak
memiliki riwayat penyakit apapun. Kalau pada Orang tua dari ibu memiliki riwayat
hipertensi. Ibu pasien mengatakan dari riwayat penyakit keluarga tidak ada yang
memiliki penyakit yang sama dengan anaknya.

Genogram

Keterangan :
: Laki-laki

: Perempuan

: Pasien

F. RIWAYAT SOSIAL
Saat dilakukan pengkajian yang mengasuh pasien saat di RS adalah ibunya dan
ayahnya. Keduanya saling bergantian untuk menjaga pasien. Hubungan mereka dan
anaknya sangat baik, saling menyayangi. Ibunya mengatakan sangat menyayangi
anaknya begitupun juga ayahnya. Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien
bermain dilingkungan sekitar rumahnya dengan teman-teman sebayanya. Bahkan
sebelum pasien didiagnosa penyakit ALL orang tua sudah mendaftarkan anaknya
untuk masuk TK.
G. KEADAAN KESEHATAN SAAT INI
Diagnosa medis pasien saat ini adalah ALL Fase Konsolidasi dan sementara
menjalani proses kemoterapi dan menjalani proses perawatan diruangan estela sejak
1 hari yang lalu. Keluarga mengatakan belum pernah ada tindakan operasi apapun
pada anaknya.

H. PENGKAJIAN POLA KESEHATAN KLIEN SAAT INI


1. Pemeliharaan dan persepsi terhadap kesehatan
Ibu pasien mengatakan sangat memperhatikan kondisi kesehatan anaknya saat
ini, saat berada dirumah sakit ibu pasien sangat mengontrol kondisi anaknya dan
merespon saat pasien mengeluhkan sesuatu dan segera memberitahukan kepada
petugas kesehatan yang ada diruangan.
2. Nutrisi
Keluarga pasien mengatakan saat ini pasien tidak mengalami penurunan nafsu
makan, dimana pasien makan 3x/hari dan belum dapat menghabiskan porsi
makannya biasanya hanya 3 sendok paling banyak 6 sendok untuk makan.
Pasien makan makanan dari rumah sakit. Makanan yang disukai pasien saat
dikaji pasien ingin makan bubur ayam. Pasien juga suka minum susu yang
disediakan oleh rumah sakit bagian gizi.
3. Cairan
Ibu pasien mengatakan pasien minum sekitar 2 botol air mineral sedang dalam
sehari dan pasien juga masih minum susu yang disediakan oleh rumah sakit
dengan menggunakan dot susunya.
4. Aktivitas
Keluarga pasien mengatakan pasien masih nampak lemah, aktivitas masih
terbatas. Pasien dapat duduk sendiri diatas tempat tidur akan tetapi tetap dalam
pendampingan keluarga.
5. Tidur dan istirahat
Keluarga pasien mengatakan sebelumnya tidak memiliki gangguan tidur dimana
pasien tidur sekitar 8-9 jam / hari. Akan tetapi saat kemarin pasien mengalami
demam pasien susah untuk beristirahat dengan baik dan pasien rewel karena
suhu badannya yang meningkat.
6. Eliminasi
Keluarga mengatakan BAK normal tidak ada nyeri saat BAK, warna kencing
kuning keruh. Untuk BAB kemarin sempat mencret hanya berupa air yang
keluar dan sudah diberikan obat oleh dokter. Saat dikaji BAB sudah kembali
normal dengan konsistensi lembek warna kecoklatan dan frekuensi 1 kali dalam
sehari.
7. Pola hubungan
Keluarga mengatakan pasien anak yang periang dan cerewet memiliki banyak
teman-temannya. Pasien cepat akrab dan bermain dengan perawat-perawat yang
ada di ruangan.
8. Kognitif dan persepsi
Pasien nampak kooperatif untuk berespon saat proses interaksi, dan cepat akrab
dengan perawat serta bermain bersama perawat. Pasien sesekali bermain hp
untuk bermain game, dan kadang menggambar, dan pasien masih dapat
mendengar, melihat dan berbicara dengan baik.
9. Nilai
a. Perkembangan moral anak dan perilaku anak
Keluarga mengatakan keseharian pasien anak yang baik, dan cepat akrab
dengan orang lain. Keluarga mengatakan pasien belum sekolah. Akan tetapi
pasien sudah dapat menggambar hewan, buah-buahan, meskipun belum
sesempurna gambar aslinya. Keluarga pasien mengatakan beragama islam.
Dan sebelum sakit pasien sudah tahu sholat dan sembayang dan sampai saat
di rumah sakit keluarga terus mengajarkan untuk selalu sholat.

I. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan umum
a. Tingkat kesadaran : Pasien sadar penuh (composmentis) GCS :
15
b. TTV :
 TD : 100/60 mmHg
 N : 92 x/m
 RR : 26 x/m
 SB : 38,2 0C
c. Respon nyeri
Pasien berespon terhadap nyeri
d. BB : 14,3 Kg TB : 101 cm
Ahli gizi mengatakan pasien mengalami penurunan berat badan sebesar 3 ons.
Dari awalnya 14,6 turun menjadi 14,3 Kg.
2. Kulit
Kulit sawo matang, Klien tidak hidrasi, tidak adanya edema ataupun alergi pada
kulit. Pasien juga tidak ikterik.
3. Kepala
Rambut botak, kepala simetris tidak adanya benjolan ataupun luka maupun
edema dan nyeri tekan.
4. Mata
Tampak simetris kedua mata, Sklera putih, konjungtiva anemis, palpebra tidak
ada edema, refleks cahaya , pupil isokor. Penglihatan jelas, tidak menggunakan
kacamata. Wajah terlihat pucat.
5. Telinga
Tidak ada luka pada telinga, tidak nampak adanya serumen, pendengaran baik.
6. Hidung
Lubang hidung simetris, tidak tampak secret, penciuman baik, tidak ada polip.
7. Mulut
Mukosa bibir tidak pucat, bibir kering, tidak pecah-pecah, kelenjar air liur tidak
ada masalah, tidak ada pembengkakan, maupun rasa nyeri.
8. Leher
Sudah tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening. Tidak ada nyeri pada
leher.
9. Dada
Pergerakan dada simetris, tidak ada lesi dan pembengkakan. RR : 26 x/m, tidak
menggunakan otot bantu pernapasan dan tidak menggunakan oksigen.
10. Paru-paru
Tidak ada masalah pada paru-paru, tidak ada suara napas tambahan.
11. Jantung
Cor : Kesan normal, aorta normal. Tulang-tulang intak. Bunyi jantung terdengar
regular tidak ada bunyi tambahan.
12. Abdomen
Tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada luka, peristaltic usus 6 x/m
13. Genetalia
Keluarga mengatakan tidak ada kelainan apapun pada genitalia pasien, genitalia
normal tidak ada nyeri maupun edema ataupun luka.
14. Anus dan rektum
Keluarga mengatakan pasien tidak merasa nyeri saat BAB, dan BAB sudah
lancar. Tidak ada luka disekitar daerah anus/rektum.
15. Muskuloskeletal
Tidak terdapat nyeri otot atau sendi, tidak ada gangguan pada ekstremitas atas
dan bawah dimana dapat digerakan secara normal. Akan tetapi pasien masih
tirah baring karena proses penyakit sehingga pasien masih mengalami
kelemahan.
16. Neurologi
Pasien tidak memiliki masalah persarafan dimana pasien dapat mencium,
mendengar, melihat, merasakan, serta dapat mengubah ekspresi sesuai dengan
keadaan pasien.

J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK PENUNJANG


 Laboratorium
Tanggal Parameter hasil Nilai rujukan Satuan
07-06-2021 Hematologi
 Leukosit 0,8 5,0-15,0 10*3/uL
 Eritrosit 3,26 4,00-5,20 10*6/uL

 Hemoglobin 9,6 11,0-14,0 g/dL

 Hematokrit 27,3 34,0-40,0 %


65 200-490 10*3/Ul
 Trombosit
29,4 24,0-30,0 pg
 MCH
35,2 31,0-37,0 g/dL
 MCHC
83,7 75,0-87,0
 MCV
KIMIA KLINIK
 SGOT 43 <33 U/L
 SGPT 146 <43 U/L

 Bilirubin Total 0,77 0,10-1,20 mg/dL

 Bilirubin Direct 0,29 <0,30 mg/dL


8 10-40 mg/dL
 Ureum Darah
0,3 0,5-1,5 mg/dL
 Creatinin Darah
 Fosfor 4,9 2,7-4,5 mg/dL
 Magnesium 2,06 1,70-2,50 mg/dL

 Chlorida Darah 95,0 98,0-109,0 mEq/L

 Kalium Darah 3,44 3,50-5,30 mEq/L


133 135-153 mEq/L
 Natrium Darah
8,72 8,10-10,40 mg/dL
 Calsium
IMUNOLOGI
 CRP <6 <6,00 mg/L

 TERAPI
1. G.MP 1 x ¼ tab
2. Curliv 3 x 10 ml
3. Ceterizine 1 x 5 mg
4. Zink 1 x 20 mg
5. PCT + Nacetilsistein 3 x 150 mg
6. Oralit
7. Fluconazole 1 x 1 tab
8. Ceftriaxone 2 x 250 mg
9. Gentamisin 1x
K. ANALISA DATA

DATA ETIOLOGI MASALAH


DS : Proses penyakit kanker D.0130
 Ibu pasien mengatakan Hipertermia
badan anaknya masih
panas.
DO :
 Kulit pasien terasa hangat
 Keadaan umum lemah
 SB : 38,2 0C
 Leukosit 0,8 10*3/uL

Faktor risiko : - D.0032


Keengganan untuk makan Risiko Defisit Nutrisi
(Penurunan nafsu makan).

Kondisi klinis terkait :


Penyakit yang diderita pasien
kanker darah.

Faktor risiko : - D.0142


 Penyakit kronis Resiko Infeksi
 Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh sekunder:
penurunan hemoglobin dan
leukopenia.

Kondisi klinis terkait :


Penyakit yang diderita pasien
kanker darah.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN (SDKI)
1. Hipertermia berhubungan dengan proses penyakit kanker.
2. Risiko Defisit Nutrisi yang ditandai dengan faktor risiko : Keengganan untuk makan (Penurunan nafsu makan).
3. Resiko Infeksi yang ditandai dengan faktor risiko : Penyakit kronis, Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: penurunan
hemoglobin dan leukopenia.

III. RENCANA KEPERAWATAN (SIKI)


N DIAGNOSA KEPERAWATAN SLKI SIKI
O
1. Hipertermia berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Hipertermia (I.15506)
proses penyakit kanker. 3x8 jam, diharapkan hipertermia Observasi
menurun.  Identifikasi penyebab hipertermia.
Dengan kriteria hasil :  Monitor suhu tubuh.
Termoregulasi (L.14134) Terapeutik
 Suhu kulit membaik (tidak  Longgarkan atau lepaskan pakaian.
teraba hangat)  Berikan cairan oral.
 Suhu tubuh membaik  Lakukan pendinginan eksternal
(36,50C) (kompres dingin pada dahi).
Edukasi
 Anjurkan tirah baring.
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan
elektrolit intravena.
2. Risiko Defisit Nutrisi yang Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen Nutrisi (I.03119)
ditandai dengan faktor risiko : 3x8 jam, diharapkan status nutrisi Observasi
Keengganan untuk makan membaik.  Identifikasi status nutrisi.
(Penurunan nafsu makan). Dengan kriteria hasil :  Identifikasi makanan yang disukai
Status Nutrisi (L.03030)  Monitor asupan makanan.
 Porsi makanan yang dihabiskan  Monitor berat badan.
meningkat. Terapeutik
 Frekuensi makan membaik.  Lakukan oral hygiene sebelum makan.
 Nafsu makan membaik.  Berikan makanan yang tinggi serat
 Berat badan membaik. untuk mencegah konstipasi.
 Berikan makanan yang tinggi kalori dan
protein.
 Berikan suplemen makanan.
Edukasi
 Anjurkan posisi duduk, jika mampu.
 Ajarkan diet yang diprogramkan.
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi
sebelum makan.
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan.

3. Resiko Infeksi yang ditandai Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi (I.14539)
dengan faktor risiko : Penyakit 3x8 jam, diharapkan, resiko infeksi Observasi
kronis, Ketidakadekuatan menurun.  Monitor tanda dan gejala infeksi lokal
pertahanan tubuh sekunder: Dengan kriteria hasil : atau sistemik.
penurunan hemoglobin dan Status Imun (L.14133) Terapeutik
leukopenia.  Suhu tubuh membaik  Cuci tangan sebelum dan sesudah
 Sel darah putih membaik kontak dengan pasien dan lingkungan
sekitar pasien.
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala infeksi.
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar.
 Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
dan cairan.
Kolaborasi
 Kolaborasi dalam pemberian obat
antibiotik.
IV. TINDAKAN KEPERAWATAN

No Hari/Tanggal Diagnosa Keperawatan Jam Implementasi Evaluasi


1. Selasa, 08 Juni Hipertermia berhubungan 10.00  Mengidentifikasi penyebab 12.30
2021 dengan proses penyakit hipertermia. S:
aa kanker. Hasil :  Keluarga mengatakan
DS : Berdasarkan diagnosa medis pasien demamnya mulai
 Ibu pasien yaitu Leukimia Limfoblastik Akut menurun.
mengatakan badan sejenis kanker darah yang O:
anaknya masih panas. mempengaruhi sel-sel darah putih  Kulit pasien masih terasa
DO : yang masih muda yang berasal dari hangat.
 Kulit pasien terasa sum-sum tulang.  SB : 37,6 0C
hangat 10.10  Memonitor suhu tubuh. A : Hipertermia belum teratasi,
 Keadaan umum lemah Hasil : sesuai kriteria hasil Suhu badan
 SB : 38,2 0C Suhu tubuh pasien yaitu 38,2 0C menjadi 36,5 0C
 ]Leukosit 0,8 10*3/uL 10.15  Melonggarkan pakaian. P : Lanjutkan Intervensi
Hasil :  Memonitor suhu tubuh.
Perawat membantu keluarga  Memberikan cairan oral.
melonggarkan pakaian pasien  Melakukan pendinginan
jangan sampai membungkus badan eksternal (kompres dingin
pasien. pada dahi).
10.25  Memberikan cairan oral.  Mengkolaborasi dalam
Hasil : pemberian obat
Memberikan minum air putih antipiuretik.
hangat kepada pasien. dan
mengedukasikan kepada keluarga
untuk memperbanyak asupan
cairan atau air putih hangat kepada
pasien.
10.35  Melakukan pendinginan eksternal
(kompres dingin pada dahi, dan
aksila)
Hasil :
Pasien diberikan kompres dingin
pada daerah dahi dan aksila, untuk
menurunkan suhu badan pasien
yang tinggi.
13.00  Mengkolaborasi pemberian
antipiuretik.
Hasil :
Pasien diberikan obat PCT +
Nacetilsistein 3 x
150 mg.

Risiko Defisit Nutrisi yang 10.55  Mengidentifikasi status nutrisi 13.00


ditandai dengan faktor Hasil : S:
risiko: Keengganan untuk Keluarga pasien mengatakan  Keluarga mengatakan
makan (Penurunan nafsu pasien tidak ada nafsu makan, pasien masih meilih-
makan). biasanya sekali makan hanya 3 milih makanan, keluarga
sendok makan. Terjadi penurunan mengatakan sedikit sulit
berat badan sebanyak 3 ons. untuk dipaksakan makan.
11.00  Mengidentifikasi makanan yang  Keluarga mengatakan
disukai hanya mau minum susu.
Hasil :  O:
Saat pengkajian Klien mengatakan  Terlihat makanan belum
ingin makan bubur ayam. di makan oleh pasien.
11.05  Memonitor asupan makanan.  Nafsu makan menurun
Hasil : A:
Keluarga mengatakan pasien Resiko defisit nutrisi belum
makan sedikit hanya 3 sendok teratasi, sesuai dengan kriteria
makan, satu porsi tidak di hasil Porsi makanan yang
habiskan. dihabiskan, Frekuensi makan
11.10  Memonitor berat badan. membaik, Nafsu makan
Hasil : membaik, Berat badan membaik.
Klien mengalami penurunan berat P : Intervensi dilanjutkan.
badan dari 14,6 kg sekarang  Identifikasi makanan yang
menjadi 14,3 kg. disukai
11.15  Melakukan oral hygiene sebelum  Monitor asupan makanan
makan.  Monitor berat badan
Hasil :  Melakukan oral hygiene
Pasien dibantu dalam oral hygiene sebelum makan.
sebelum makan untuk memperbaiki  Memberikan makanan yang
fungsi mulut dalam meningkatkan tinggi serat, kalori dan
nafsu makan. nutrisi.
11.25  Menganjurkan makanan yang
tinggi serat, protein dan kalori.
Hasil :
Keluarga diedukasikan dalam hal
diit tinggi serat, kalori dan protein
pada pasien untuk dapat menambah
sistem imun dengan nutrisi yang
bergizi dan seimbang serta untuk
membantu mencapai berat badan
yang sehat.
Resiko Infeksi yang ditandai 11.35  Memonitor tanda dan gejala 13.30
dengan faktor risiko : infeksi lokal atau sistemik. S:
Penyakit kronis, Hasil :  Keluarga mengatakan
Ketidakadekuatan Suhu kulit pasien tasien teraba sudah melakukan cuci
pertahanan tubuh sekunder: hangat dan suhu badan 38,2 C. 0
tangan sebelum dan
penurunan hemoglobin dan Dan hasil leukosit pasien 0.8 uL sesudah kontak dengan
leukopenia. 11.40  Mencuci tangan sebelum dan pasien.
sesudah kontak dengan pasien dan  Keluarga mengatakan
lingkungan sekitar pasien. badan pasien masih
Hasil : terasa hangat.
Perawat selalu mencuci tangan O :
sebelum melakukan tindakan pada  Dilakukan pemantauan
pasien guna untuk mencegah terhadap risiko infeksi.
terjadinya infeksi.  TTV
11.45  Menjelaskan tanda dan gejala TD : 90/70 mmHg, N :
infeksi. 98 x/m, R 25 x/mnt, SB
Hasil : 37,6 º C
Keluarga diberikan edukasi  Petugas Kesehatan
tentang apa itu infeksi tanda dan mencuci tangan sebelum
gejala infeksi serta pencegahan dan sesudah kontak
atau tatalaksana yang perlu dengan pasien.
diperhatikan untuk mencegah  Leukosit 0,8 10*3/uL A :
terjadinya infeksi pada pasien. Masalah Risiko Infeksi
12.00  Mengajarkan cara mencuci tangan belum teratasi.
dengan benar. P : Lanjutkan Intervensi.
Hasil :  Memonitor tanda dan gejala
Keluarga juga pasien diajarkan infeksi lokal atau sistemik.
cara mencuci tangan yang baik dan  Menganjurkan meningkatkan
benar dengan 6 langkah mencuci asupan nutrisi dan cairan.
tangan. Dan keluarga paham dan  Mengkolaborasi dalam
sudah mengerti setelah diajarkan. pemberian obat antibiotik.
12.10  Menganjurkan meningkatkan
asupan nutrisi dan cairan.
Hasil :
Keluarga dianjurkan untuk
memberikan makanan yang bergizi
disesuaikan dengan diit program
nutrisi dari ahli gizi untuk menjaga
sistem imun membaik.
13.00  Mengkolaborasi dalam pemberian
obat antibiotik.
Hasil :
Pasien diberikan antibiotik yaitu
Ceftriaxone 250 mg dan
Gentamisin melalui IV.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8.
Jakarta : EGC; 2001.2. Tucke
Carpenito, Lynda Juall. (2000.). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8.
(terjemahan). Penerbit buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young
adults. Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.2.
Margolin JF, Steuber CP, Poplack DG. Acute lymphoblastic leukemia. In: Pizzo
PAPoplack DG, eds. Principles and Practice of Pediatric Oncology. 15th ed.
2006:538-90.3.
Landier W, Bhatia S, Eshelman DA, Forte KJ, Sweeney T, Hester AL, et al.Development of
risk-based guidelines for pediatric cancer survivors: the Children'sOncology
Group Long-Term Follow-Up Guidelines from the Children's
OncologyGroup Late Effects Committee and Nursing Discipline. J Clin
Oncol. Dec 152004;22(24):4979-90.
Aster, Jon.2007.Sistem Hematopoietik dan Limfoid dalam Buku Ajar Patologi
Edisi 7. Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Atul, Mehta dan A. Victor Hoffbrand. 2006.At a Glance Hematologi.Edisi 2.
Jakarta: Erlangga
Baldy, Catherine M.2006.Komposisi Darah dan Sistem Makrofag-Monosit dalam
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed.Jakarta : EGC; 19945.
Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono.
Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001.
Marion Johnson, dkk, 2000, Nursing Outcome Classifications (NOC), Mosby
Year-Book, St. Louis
Marjory Gordon, dkk, 2001, Nursing Diagnoses: Definition & Classification
2001-2002,  NANDA

Anda mungkin juga menyukai