Fraktur Femur Koas Bedah
Fraktur Femur Koas Bedah
Dosen Pembimbing:
Dr. drh. Dhirgo Adji, M.P.
Oleh:
WAHYU FEBRIYANTO MUS ARDI, S.K.H.
14/374283/KH/8289
INTISARI
Pada tanggal 22 Juni 2015 dilakukan operasi fraktur tulang femur pada anjing betina
bernama “Biulty”. Anjing berumur 12 bulan dan berwarna hitam putih. Anjing seberat 4,5 kg
dengan nama pemilik Sugito yang bertempat tinggal di Klebengan CTVIII E2 Depok, Sleman,
D.I.Yogyakarta. Operasi dilakukan di ruang operasi Bagian Bedah dan Radiologi Klinik Hewan
Kuningan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Anjing dipuasakan selama 24 jam dan puasa minum selama 6 jam sebelum dilakukan
operasi fraktur. Pada bagian yang akan diincisi dicukur bulu dan dioleskan antiseptik. Pemberian
premedikasi dengan atropin sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg. Anastesi dengan ketamin HCl 10%
dosis 15 mg/kg dicampur dengan xylazin 2% dosis 2 mg/kg.
Setelah hewan teranastesi dilakukan incisi pada kulit dan sub kutan dilakukan pada
sepanjang cranio lateral tulang yang segaris dari trochanter mayor ke patella. Kulit dan jaringan
subkutan diretraksikan, fasialata diiris pada sepanjang tepi kranial muskulus bicep femoris. Setelah
facia diiris tampak septum muskulus, muskulus bicep femoris ditarik ke kaudal dan muskulus
vastus lateralis ditarik ke kranial sehingga tampak bagian permukaan tulang femur. Demikian pula
retraksi dilakukan untuk muskulus abduktor magnus ditarik ke kaudal dan muskulus vastus
intermedius dipreparir dan ditarik ke kranial. Batang tulang diusahakan terlepas dari muskulus
sekitarnya. Tulang femur dilakukan pematahan secara oblique, kemudian disambung dengan
menggunakan pen yang panjangnya diukur terlebih dahulu sepanjang tulang femur, dilanjutkan
pemasangan kawat steril pada patahan oblique tersebut. Setelah tulang tersambung sempurna,
larutan antibiotik dimasukan ke dalam daerah yang dilakukan operasi untuk mencegah terjadinya
infeksi bakteri sekunder yang dapat menghambat proses kesembuhan. Kemudian dilakukan
penjahitan pada muskulus yang dipreparir dengan pola jahitan sederhana menerus menggunakan
benang catgut chromik, kemudian subkutan dijahit dengan pola jahitan sederhana menerus
menggunakan benang catgut plain dan kulit dijahit dengan pola jahitan sederhana tunggal
menggunakan benang katun.
Perawatan pasca operasi selama 3 hari diberi antibiotik setiap pagi dan sore, serta luka
operasi diberi iodin. Infus intravena menggunakan ringer laktat selama 48 jam. Pemberian minum
setelah 24 jam pasca operasi dan pemberian makan bubur (recovery) setelah 48 jam pasca operasi.
Setelah 7 hari pasca operasi dilakukan pelepasan jahitan.
Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
Fraktur adalah gangguan pada kontinuitas tulang dengan atau tanpa letak
perubahan letak fragmen tulang (Kumar,1997). Menurut Lane (1995), fraktur atau
patah tulang adalah kerusakan jaringan atau tulang baik komplit maupun
inkomplit yang berakibat tulang yang menderita tersebut kehilangan
kontinuitasnya dengan atau tanpa adanya jarak yang menyebabkan fragmen.
Gejala klinis yang terjadi pada fraktur adalah kebengkakan, deformitas, kekakuan
gerak yang abnormal, krepitasi, kehilangan fungsi dan rasa sakit (Archibald,
2000).
Penyebab terjadinya fraktur adalah trauma atau rudipaksa dan penyakit.
Fraktur karena trauma ini dikenal sebagai fraktur traumatika. Sedangkan fraktur
karena penyakit ini bisa disebabkan oleh penyakit yang berada di dalam tulang
(penyakit tulang) baik bersifat lokal maupun umum, dapat juga disebabkan oleh
penyakit yang berada di luar tulang (Piermattei, 2000).
Terapi fraktur diperlukan konsep ”empat R”, yaitu rekognisi,
reduksi/reposisi, retensi/fiksasi, dan rehabilitasi. Rekognisi atau pengenalan
adalah dengan melakukan berbagai iagnose yang benar sehingga akan membantu
dalam penanganan fraktur karena perencanaan terapinya dapat dipersiapkan lebih
sempurna. Reduksi atau reposisi adalah tindakan mengembalikan fragmen-
fragmen fraktur semirip mungkin dengan keadaan atau kedudukan semula atau
keadaan letak normal. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan
mempertahankan atau menahan fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur
tersebut dapat kembali normal.
Menurut Kumar (1997), prinsip dasar penanganan fraktur adalah aposisi
dan imobilisasi serta perawatan setelah operasi yang baik. Pertimbangan-
pertimbangan awal saat menangani kasus fraktur adalah menyelamatkan jiwa
penderita yang kemungkinan disebabkan oleh banyaknya cairan tubuh yang keluar
dan kejadian shock, kemudian baru menormalkan kembali fungsi jaringan yang
Page 2
mengalami kerusakan. Kriteria penyembuhan fraktur dibagi menjadi 2 yaitu 1)
Klinis, meliputi tidak ada pergerakan antar fragmen, tidak ada rasa sakit, ada
konduksi yaitu ada kontinuitas tulang; 2) Radiologi, meliputi terbentuknya kalus,
trabekula tampak sudah menyeberangi garis patahan (Archibald, 2000).
Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Page 4
Diagnosa Fraktur
Berdasarkan gejala klinis, anamnesa, inspeksi (perubahan simetrisitas,
deformitas, jejas, bengkak) dan pemeriksaan fisik secara palpasi (nyeri tekan,
krepitasi), pengukuran panjang kaki harus dilakukan untuk memperoleh diagnosa
yang akurat.
Laboratorium :
Pada fraktur, test laboratorium yang perlu diketahui : Hb, hematokrit
sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
meengikat di dalam darah.
Radiologi :
Dengan X-Ray dapat dilihat gambaran fraktur, deformitas dan
metalikment. Venogram/anterogram menggambarkan arus vascularisasi. CT scan
untuk mendeteksi struktur fraktur yang kompleks.
Penanganan Fraktur
Prinsip penanganan fraktur ada 4, yaitu:
1. Rekognisi, mengenal jenis fraktur, lokasi dan keadaan secara umum; riwayat
kecelakaan, parah tidaknya luka, diskripsi kejadian oleh pasien, menentukan
kemungkinan tulang yang patah dan adanya krepitus
2. Reduksi, mengembalikan fragmen tulang ke posisi anatomis normal untuk
mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena
edema dan perdarahan.
3. Reposisi, setelah fraktur di reduksi, fragmen tulang harus di imobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan cara fiksasi internal dan eksternal.
4. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi tulang secara
sempurna, dengan cara:
a. Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.
b. Meninggikan ekstremitas untuk meminimalkan pembengkakan.
c. Memantau status neorovaskular.
Page 5
d. Mengontrol kecemasan dan nyeri.
e. Latihan isometrik dan setting otot.
f. Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari.
g. Kembali keaktivitas secara bertahap
Page 6
2. Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal yang menonjol adalah
proliferasi sel-sel lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma
terdesak oleh proliferasi ini dan diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan
aktivitas sel-sel sub periosteal maka terjadi aktifitas sel-sel dari kanalis
medularis dari lapisan endosteum dan dari bone marrow masing-masing
fragmen. Proses dari periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing
fragmen bertemu dalam satu proses yang sama, proses terus berlangsung ke
dalam dan ke luar dari tulang tersebut sehingga menjembatani permukaan
fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin tampak di beberapa tempat pulau-
pulau kartilago, yang mungkin banyak sekali, walaupun adanya kartilago ini
tidak mutlak dalam penyembuhan tulang. Pada fase ini sudah terjadi
pengendapan kalsium. Normalnya fase ini berlangsung selama 8 jam setelah
fraktur sampai selesai, tergantung dari frakturnya (Kumar, 1997).
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi
osteoporotik akibat resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas
mengeluarkan matriks intraseluler yang terdiri dari kolagen dan polisakarida,
yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium, membentuk tulang
immature atau young callus, karena proses pembauran tersebut, maka pada
akhir stadium terdapat dua macam callus yaitu di dalam disebut internal callus
dan di luar disebut external callus. Fase ini berlangsung kurang lebih selama 4
minggu setelah fraktur menyatu (Archibald, 2000).
4. Fase remodelling
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut
oleh aktivitas osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature)
dengan pembentukan lamela-lamela. Pada stadium ini sebenarnya proses
penyembuhan sudah lengkap. Pada fase ini terjadi pergantian fibrous callus
menjadi primary callus. Pada saat ini sudah mulai diletakkan sehingga sudah
tampak jaringan yang radioopaque. Secara berangsur-angsur primary bone
callus diresorbsi dan diganti dengan second bone callus yang sudah mirip
Page 7
dengan jaringan tulang yang normal. Proses pada fase ini lambat dan
memerlukan beberapa bulan, sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang
normal (Archibald, 2000).
Premedikasi
Premedikasi dalam proses operasi bertujuan untuk memudahkan dalam
anestesi dan membuat hewan menjadi lebih tenang. Sedativa, transquliser dan
analgetika dapat digunakan dalam premedikasi untuk mengurangi iritabilitas saraf
pusat sehingga meningkatkan efek anestesi (Hall, 1977).
Obat-obatan yang digunakan dalam premedikasi bermanfaaat untuk
membuat hewan menjadi lebih tenang dan terkendali, mengurangi dosis anastesi,
mengurangi efek-efek otonomik dan efek samping yang tidak diinginkan, serta
Page 8
mengurangi nyeri pre-operasi. Premedikasi adalah untuk meniadakan kegelisahan,
hewan menjadi lebih tenang dan terkendali, meningkatkan sekresi saliva dan
reaksi yang menyebabkan kejang-kejang, bradikardia selama anastesi,
memperkuat efek anastesi sehingga bekerja lebih dalam dan durasinya dapat
ditentukan untuk memperlancar induksi dan mengurangi keadaan gawat anastesi,
serta mengurangi efek-efek samping yang tidak diinginkan serta nyeri pada pre-
operasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Atropin Sulfat merupakan obat premedikasi golongan antikolinergik
yang paling sering digunakan. Keuntungan antikolinergik sebagai premedikasi
adalah mengurangi sekresi kelenjar saliva terutama bila dipakai obat anastetik
yang menimbulkan hipersekresi kelenjar saliva, menurunkan keasaman cairan
gastrium, menghambat bradikardia oleh stimulasi vagal, menurunkan motilitas
intestinal, dan menyebabkan bronchodilatasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004).
Atropin sulfat merupakan obat yang dapat memblokir kerja syaraf parasimpatik.
Efeknya mampu mengurangi aktivitas traktus digestivus, menekan urinasi dan
aksi nervus vagus, kerugiannya adalah peningkatan kecepatan metabolisme,
peningkatan denyut jantung, dapat menyebabkan bradikardia atau takikardia dan
dilatasi pupil. Dosis pada anjing adalah 0,04 mg/kg BB dengan konsentrasi
0,025% secara subkutan (Tenant, 2002).
Anestesi Umum
Anastesi umum adalah suatu kedaan tidak sadar akibat intoksikasi sistem
syaraf pusat yang bersifat reversibel dan terkontrol, sedangkan sentivitas terhadap
stimulasi yang berasal dari luar menurun dan respon motor terhadap stimulasi
akan berkurang. Secara umum anestesi umum terbagi menjadi 4 stadium,
sedangkan pada stadium III dibagi lagi menjadi 4 plane.
1. Stadium I (Analgesisia)
Stadium analgesia dimulai dari hilangnya kesadaran. Pada stadium ini
hewan berusaha melepaskan diri dari pengaruh anestesi dan juga ditandai
dengan adanya defekasi, urinasi, pulsus meningkat, dilatasi pupil,
Page 9
peningkatan sekresi saliva dan sekresi bronchial. Pada akhir stadium ini
hewan menjadi lebih tenang dan mulai menampakkan efek analgesia.
2. Stadium II (Dellirium atau eksitasi)
Stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai permulaan stadium
pembedahan. Pada stadium ini terlihat gerakan yang tidak menurut kehendak
dan terlihat jelas adanya eksitasi. Pernafasan tidak teratur, tonus otot
meningkat, inkonentia urine, muntah, medriasis, hipertensi, takikardia. Pada
stadium ini bisa terjadi kematian dan untuk mencegahnya stadium ini harus
cepat dilewati.
3. Stadium III (Pembedahan)
Stadium pembedahan dimulai dengan teraturnya pernafasan, tanda yang
harus dikenali yaitu:
a. Pernafasan tidak teratur pada stadium II telah menghilang.
b. Reflek kelopak mata dan konjungtiva menghilang, bila dilepas tidak akan
menutup dan kelopak mata tidak berkedip jika bulu mata disentuh.
c. Kepala dapat digerakkan bebas ke kanan atau ke kiri.
d. Gerakan bulu mata yang tidak menurut kehendak merupakan tanda
spesifik untuk permulaan stadium III.
4. Stadium IV (Paralisa)
Stadium paralisa dimulai dengan melemahnya pernafasan perut
dibandingkan dengan plane IV, tekanan darah tidak dapat diukur, jantung
berhenti berdenyut dan akhirnya mati (Brander dkk., 1991).
Anastesi yang sering diberikan adalah ketamin dan Xilazin. Kombinasi
antara ketamin dan xilazine merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen ini
untuk menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranastesi secara baik dengan
menggunakan kombinasi ini. Anastesi dengan ketamin xilazine memiliki efek
lebih pendek jika dibandingkan denga pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi
ini menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konfulsi. Emesis sering
terjadi pasca pemberian ketamin xilazine, tetapi hal ini dapat diatasi dengan
pemberian atropin 15 menit sebelum pemberian ketamin xilazine. Efek anastesi
Page 10
akan timbul setelah 10-30 menit, dan kembalinya kesadaran timbul setelah 1-2
jam (Lumb dan Jones, 1984).
Antibiotik
Ampicillin
Ampicillin merupakan salah satu semi sintetik penicillin yang paling
penting. Ampicilline tersedia dalam bentuk serbuk, tablet, krim dan parenteral
injeksi. Dengan sediaan: kapsul 250 mg, 500 mg, tablet 125 mg, 250 mg, 500 mg
vial (ampicillin sodium), 20-40 mg/kg PO q 8 jam, 10-20 mg/kg IV, IM, Sc q 6-8
jam (ampicillin sodium).Mempunyai aktivitas bakterisid dan merupakan antibiotik
spektrum luas serta aktif melawan sejumlah mikroorganisme Gram positif dan
negatif, diantaranya spesies Staphylococcus, Streptococcus, Salmonella, Shigella,
Brucella, E Coli, Klebsiella dan Fungiformis spp (Brander dkk., 1991).
Organ sasaran untuk antibiotic ini antara lain, alat perkencingan, alat
pernafasan, gastrointestinal (Kirk dan Bistner, 1985). Waktu paruh eliminasi
Page 11
Ampicillin pada anjing 45-80 menit, dosis PO 10 mg/kg BB 2 kali sehari, IM
dan IV 10-20 mg/kg BB, sedangkan SC 10-20 mg/kg BB/8 jam (Brander dkk.,
1991).
Page 12
BAB III
MATERI DAN METODE
Materi
Anjing betina ”Biulty” dengan umur 12 bulan dengan berat badan 4,5 kg,
alat yang diperlukan antara lain handle scalpel dan blade, gunting lurus, gunting
bengkok, needle holder, pinset anatomis, pinset cirrurgis, seperangkat hemostatik
forceps, allis forceps, duk klem, jarum berujung bulat, jarum berujung segitiga,
benang katun, benang catgut kromic dan catgut plain, duk steril, kapas dan kasa
steril, boor tulang, seperangkat alat fraktur tulang, pen tulang.
Bahan lain yang digunakan adalah air sabun, alkohol 70%, larutan Kalium
Permanganat (PK), iodium tincture, Atropin sulfat 0,025% dosis 0,04 mg/kg BB
subcutan (SC), Ketamin HCl 10% dosis 15 mg/kg BB intramuscular (IM),
Xylasin 2% dosis 2 mg/kg BB intramuscular (IM), larutan penstrep, Ampicillin,
Betadine salep, metroxicam dan salep bioplacenton.
Metode
Page 13
Persiapan hewan
Sebelum operasi dilakukan pemeriksaan fisik. Jika hasil dari pemeriksaan
hewan dinyatakan memenuhi syarat untuk operasi, maka operasi dapat langsung
dilaksanakan. Sebelum operasi hewan dipuasakan makan terlebih dahulu 6-12
jam dan puasa minum 2-6 jam. Tujuan hewan dipuasakan adalah pengosongan
lambung sehingga selama operasi hewan tidak muntah. Disamping itu juga karena
pengaruh anastesi, maka tonus muskulus akan menurun sehingga apabila hewan
tidak dipuasakan makanan dari lambung dapat masuk ke saluran pernafasan
melalui faring. Dimandikan terlebih dahulu kemudian dikeringkan dan dilakukan
pencukuran rambut. Pencukuran dilakukan searah rebah rambut dengan
sebelumnya diberi air sabun terlebih dahulu.
Anestesi
Terlebih dahulu diberikan premedikasi Atropin sulfat 0,025% dosis 0,04
mg/kg BB secara sub kutan kemudian induksi anastesi umum diinjeksikan 15
menit setelahnya. Induksi anestesi yang digunakan adalah Ketamin HCl 10%
dosis 15 mg/kg BB secara intramuskuler, dan Xylasin 2% dosis 2 mg/kg BB
secara intramuskuler.
Pelaksanaan operasi
Pelaksanaan operasi dimulai dengan pemberian anestesi, setelah
teranestesi hewan diletakkan pada meja operasi dengan posisi rebah lateral dengan
ketiga kaki difiksasi pada kaki meja operasi dan satu kaki yang dilakukan operasi
fraktur femur tidak difiksasi. Daerah yang akan diincisi diolesi dengan alkohol
dan kemudian dengan yodium secara sirkuler dari bagian sentral (tempat yang
akan dioperasi) bergerak ke perifer. Hal ini bertujuan untuk mematikan berbagai
jenis kuman baik virus, bakteri maupun spora. Setelah itu duk dipasang yang
kemudian difiksir dengan duk klem. Incisi pada kulit dan sub kutan dilakukan
pada sepanjang craniolateral tulang yang segaris dari trochanter mayor ke patella.
Kulit dan jaringan subkutan diretraksikan fasialata diiris pada sepanjang tepi
kranial muskulus bicep femoris. Setelah facia diiris tampak septum muskulus, m.
Page 14
bicep femoris ditarik ke kaudal dan muskulus vastus lateralis ditarik ke kranial
sehingga tampak bagian permukaan tulang femur. Demikian pula retraksi
dilakukan untuk muskulus abduktor magnus ditarik ke kaudal dan m. vastus
intermedius dipreparir dan ditarik ke kranial. Usahakan batang tulang terlepas dari
muskulus sekitarnya. Tulang femur dilakukan pematahan secara oblique,
kemudian disambung dengan menggunakan pen yang panjangnya diukur terlebih
dahulu sepanjang tulang femur. Dilanjutkan pemasangan kawat steril pada
patahan oblique tersebut. Setelah tulang tersambung sempurna, masukkan larutan
antibiotik ke dalam daerah yang dilakukan operasi untuk mencegah terjadinya
infeksi bakteri sekunder yang dapat menghambat proses kesembuhan (Fossum,
2002). Kemudian dilakukan penjahitan pada muskulus yang dipreparir dengan
pola jahitan sederhana menerus menggunakan benang catgut chromik, kemudian
subkutan dijahit dengan pola jahitan sederhana menerus menggunakan benang
catgut plain dan kulit dijahit dengan pola jahitan sederhana tunggal menggunakan
benang katun.
Page 15
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pemeriksaan Umum
Tanggal 22 Juni 2015, dilakukan pemeriksaan fisik dan laboratorium pada
anjing “Biulty” yang berumur 12 bulan, jenis kelamin betina dengan berat badan
4,5 kg, jenis anjing domestik dengan warna hitam putih. Hasil anamnesa diperoleh
bahwa anjing “Biulty” sudah diberi obat cacing; belum diberi vaksin; feses padat;
nafsu makan dan minum baik; pakan kering. Hasil pemeriksaan fisik dan
laboratorium ditunjukkan pada Tabel. 1 dan 2.
Page 16
Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium
No. Jenis pemeriksaan Keterangan
1 Feses Tidak dilakukan
2 Urine Tidak dilakukan
3 Kulit Tidak ada ektoparasit
4 Pemeriksaan darah Tidak dilakukan
Berdasarkan hasil anamnesa pemeriksaan umum pra-operasi diketahui
bahwa anjing dalam kondisi sehat dan dapat dipuasakan selama 12 jam sebelum
operasi.
Pembahasan
Pada tanggal 22 Juni 2015 dilakukan operasi fraktur femur pada seekor
anjing “Biulty”, sebelum dilakukan operasi dilakukan pemeriksaan umum dan
pemeriksaan fisik. Hal ini untuk mengetahui kondisi pasien berkenaan operasi
yang akan dilakukan. Hewan dipuasakan makan selama 12 jam dan puasa minum
6 jam sebelum operasi. Tujuan dari puasa ini adalah untuk pengosongan gastrium
supaya tidak mendesak diafragma selama operasi sehingga tidak terjadi muntah.
Pemeriksaan umum dan pemeriksaan fisik menunjukkan hewan tidak mengalami
perubahan patologis sehingga hewan dinyatakan sehat dan aman untuk dioperasi.
Pada kasus fraktur femur ini, prosedur operasi dilakukan dengan posisi
hewan rebah lateral. Hewan yang telah dipersiapkan kemudian diletakkan diatas
meja operasi dan direstrain. Operasi dilakukan pada femur sinister. Sebelum
operasi dilakukan, bagian yang akan di operasi dicukur pada daerah femur.
Setelah itu di olesi alkohol 70% dan iodium tinctur 3%. Persiapan alat-alat operasi
juga dilakukan. Setelah itu baru hewan diberi cairan premedikasi dan anastesi.
Anastesia yang diberikan dengan cara anastesi umum. Pramedikasi digunakan
cairan Atropin Sulfat 0,025 %.
Volume Atropin sulfat yang diinjeksikan adalah sebagai berikut :
Volume = dosis x berat badan = 0,04 mg/kg x 4,5 kg
Konsentrasi 0,025%
= 0,04 mg/kg x 4,5 kg = 0,72 cc
0,25 mg
Page 17
Jadi volume Atropin sulfat yang diinjeksikan adalah sebanyak 0,32 cc
secara subkutan. Efek utama dari Atropin sulfat ini yang dikehendaki adalah untuk
menurunkan tonus parasimpatik, karena reflek parasimpatik tersebut bebrbahaya
dan kadang dapat menyebabkan kematian (berhentinya jantung) (Tennant, 2002).
Anestesi umum dengan memberikan Ketamin dosis 10% dan Xilazin dosis 0,2 %.
Volume Ketamin (konsentrasi 10% dan dosis 15 mg/kg) yang diberikan adalah
Volume Ketamin = dosis x berat badan = 15 mg/kg x 4,5 kg
Konsentrasi 10%
15 mg/kg x 4,5 kg = 0,67 cc
100 mg
Volume Xylacin (konsentrasi 2% dan dosis 2 mg/kg) yang diberikan bersama
Ketamin, yang disuntikkan secara intramuskuler, adalah sebagai berikut
Volume Xylacin = dosis x berat badan = 2 mg/kg x 4,5 kg
Konsentrasi 2%
2 mg/kg x 2 kg = 0,2 cc
20 mg
Penyuntikan Ketamin dan Xylazin yaitu 10-15 menit setelah penyuntikan
Atropin sulfat. Anestesi menggunakan kombinasi Ketamin dan Xylazin pada
operasi fraktur femur bagian diafise anjing ini sebenarnya kurang dianjurkan
karena kombinasi kedua obat anestesi tersebut untuk operasi yang tidak lama,
sedangkan operasi fraktur femur belum tentu dapat dilaksanakan dengan cepat.
Namun pada operasi ini dipilih dua anestesi tersebut bisa disebabkan oleh faktor
biaya anestesi dan kondisi anjing yang sudah lemah sehingga dua macam obat
anestesi tersebut diharapkan cukup namun tetap digunakan dosis Ketamin yang
cukup tinggi yaitu 15 mg/kg.
Setelah dianestesi hewan akan menunjukkan gejala-gejala memasuki
stadium-stadium anestesi, yaitu : Stadium pertama, pasien masih sadar tetapi
dalam keadaan analgesia dan amnesia. Stadium kedua, pasien tidak sadar, tetapi
dapat bereaksi tidak tentu dan biasanya menunjukkan pola pernafasan tidak
teratur. Stadium ketiga, menghasilkan keadaan operasi optimal dengan pernafasan
yang cukup baik dan hemodinamis yang stabil. Tapi pada bagian yang lebih
Page 18
dalam, baik pernafasan maupun sirkulasi menunjukkan tanda-tanda menurun.
Stadium keempat, terjadi kolaps kardiovaskuler dan kegagalan pernafasan
(Sabiston, 1992).
Kemudian dilakukan pemasangan kaos kaki dengan lubang pada bagian
yang akan di bedah (kaki kiri) dan ketiga kaki yang lain difiksasi pada meja
operasi dan duck operasi dipasang. Kemudian Kulit diiris di sepanjang
craniolateral tulang yang segaris dari trochanter mayor ke patella, demikian pula
jaringan subkutannya. Kulit dan jaringan subkutan diretraksikan, fascia lata diiris
pada sepanjang tepi cranial musculus biceps femoris. Setelah fascia diiris akan
tampak septum musculus. Musculus Biceps femoris ditarik ke kaudal dan
musculus vastus lateralis ditarik ke kranial sehingga tampak bagian permukaan
tulang femur. Retraksi juga dilakukan untuk musculus Adductor magnus ditarik
ke kaudal dan vastus intermedius dipreparir dan ditarik ke kranial. Diusahakan
batang tulang terlepas dari musculus di sekitarnya.
Teranastesinya sel – sel syaraf dibuktikan dengan tidak adanya respon
kesakitan ketika dilakukan jepitan menggunakan allis forcep. Hal ini dapat terjadi
dikarenakan deposisi cairan analgesik pada daerah yang benar.
Operasi segera dilakukan setelah yakin bahwa daerah operasi telah
teranastesi sempurna pada semua bagian yang akan dioperasi. Setelah kulit dan
subkutan terbuka, muskulus diretraksikan dengan facialata untuk dipreparir.
Setelah muskulus dipreparir kemudian tulang di ambil dan dipatahkan secara
oblique, kemudian disambung dengan menggunakan pen yang panjangnya diukur
terlebih dahulu sepanjang tulang femur. Dilanjutkan pemasangan kawat steril
pada patahan oblique tersebut. Setelah tulang tersambung sempurna, masukkan
larutan antibiotik ke dalam daerah yang dilakukan operasi untuk mencegah
terjadinya infeksi bakteri sekunder yang dapat menghambat proses kesembuhan
(Fossum, 2002). Kemudian dilakukan penjahitan pada muskulus yang dipreparir
dengan pola jahitan sederhana menerus menggunakan benang catgut chromik,
kemudian subkutan dijahit dengan pola jahitan sederhana menerus menggunakan
benang catgut plain dan kulit dijahit dengan pola jahitan sederhana tunggal
menggunakan benang katun.
Page 19
Terapi pasca operasi yang diberikan pada anjing adalah injeksi Ampicilin
0,45 cc. Injeksi diberikan secara intramuskuler 2 kali sehari. Pengobatan
antibiotik ditujukan untuk mencegah terjadinya infeksi baik yang diakibatkan oleh
kurang terjaganya sterilitas operasi maupun akibat masuknya agen
penyakit/bakteri melalui celah luka pada saat proses penyembuhan. Ampicillin
merupakan salah satu obat semi sintetik penicillin yang paling penting,
mempunyai aktifitas bakterisid, merupakan antibiotik berspektrum luas, dan aktif
melawan sejumlah besar organisme gram positif dan negatif, seperti
Staphylococcus, Streptococcus, Salmonela, Sigella, Corynebachterium,
Clostridium, Proteus, Pasteurella, Brucella, E. Colli, Klebsiella, dan Fusiformis
spp. Ampicillin bekerja dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri.
Ampicillin didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh dan terpusat dalam hati dan
ginjal (Brander dkk., 1991). Dosis ampicillin pada anjing 10-20 mg/kg BB secara
per oral, dan 5-10 mg/kg BB secara parenteral. Pemberian analgesic berupa
meloxicam dengan jumlah 0,45 cc diberikan tiap pagi hari bertujuan agar hewan
terkurangi rasa nyeri pada tulang dan lukanya.
Setelah operasi fraktur femur, yang paling penting dalam tahapan ini
adalah kesembuhan luka. Kesuksesan operasi sangat tergantung pada kesembuhan
luka. Menurut Fossum (2002) kesembuhan luka dibagi menjadi beberapa tahapan.
Pada tahapan inflamasi yang memiliki karakteristik meningkatkan permeabilitas
vaskuler, kemotaksis pada sirkulasi, produksi sitokin, faktor pertumbuhan dan
mengaktivasi sel (makrofag, limfosit, dan fibroblas).
Pakan post operasi untuk anjing adalah pakan komersil berupa dogfood
dan air minum masak. Pada hari pertama sampai hari ke empat post operasi,
anjing “Biulty” memiliki nafsu makan dan minum baik.
Page 20
BAB V
KESIMPULAN
Page 21
DAFTAR PUSTAKA
Basset, C.D. 1962. Current concepts of bone formation. J Bone Joint Surg 44A
1217.
Brander, G.C., Pugh, D.M., dan Bywater, R.J., 1991. Veterinary Applied
Pharmacology and Therapeutics. 5th ed. The English Language Book
Society, Baillire Tindal. London.
Fossum, T.W. 2002. Small Animal Surgery Second Edition. C.V. Mosby. St
Louis.
Lumb, W.V., dan Jones, E.W., 1984. Veterinary Anesthesia. 2nd ed. Lea &
Febiger. Philadelphia.
Tenant, Bryn, 2002. BSAVA Small Animal Formulary Fourth Edition. BSAVA.
England.
Tobias, K.M. 2010. Manual of Small Animal Soft Tissue Surgery. Wiley
Blackwell. Veterinary Science and Medicine, Purdue Univeristy. Indiana
Page 22
LAMPIRAN
Incisi kulit, subkutan, dan musculus observasi dan pematahan tulang femur
Page 23
Tabel 3. Perawatan pasca operasi
Hari
Pemeriksaan Umum Pengobatan Keterangan
Ke-
1 Sore Suhu tubuh : 39,4 °C Injeksi ampicillin Anjing tidak mampu berdiri
Pulsus : 110 kali/menit 0,45 cc pasca dan berjalan normal, dan
Nafas : 60 kali/menit operasi masih agak lesu
Luka diolesi iodine Jahitan masih dalam keadaan
tinkture basah
2 Pagi Suhu tubuh : 38,8 °C Injeksi ampicillin Belum mampu berjalan normal
Pulsus : 86 kali/menit 0,45 cc setiap pagi Jahitan belum mengering.
Nafas : 54 kali/menit dan sore Jahitan tidak ada yang lepas
Sore Suhu tubuh : 38,6 °C Luka diolesi iodine Sudah mau makan dogfood
Pulsus : 84 kali/menit tinkture dan minum air putih
Nafas : 48 kali/menit
3 Pagi Suhu tubuh : 38,8 °C Injeksi ampicillin Belum mampu berjalan
Pulsus : 100 kali/menit 0,45 cc setiap pagi normal
Nafas : 40 kali/menit dan sore Jahitan sudah mengering.
Sore Suhu tubuh : 38,9 °C Jahitan tidak ada yang
Pulsus : 80 kali/menit lepas
Nafas : 44 kali/menit Nafsu makan dan minum
baik
4 Pagi Suhu tubuh : 38,5 °C Injeksi ampicillin Belum mampu berjalan
Pulsus : 110 kali/menit 0,45 cc setiap pagi normal
Nafas : 42 kali/menit dan sore Jahitan sudah mengering.
Sore Suhu tubuh : 38,3 °C Jahitan tidak ada yang lepas
Pulsus : 80 kali/menit Nafsu makan dan minum baik
Nafas : 20 kali/menit
5 Pagi Suhu tubuh : 38,3 °C Belum mampu berjalan
Pulsus : 104 kali/menit normal
Nafas : 40 kali/menit Jahitan sudah mengering.
Sore Suhu tubuh : 38,8 °C Jahitan tidak ada yang
Pulsus : 80 kali/menit lepas
Nafas : 36 kali/menit Nafsu makan dan minum
baik
Page 24
Sore Suhu tubuh : 38,9 °C Jahitan tidak ada yang
Pulsus : 80 kali/menit lepas
Nafas : 36 kali/menit Nafsu makan dan minum baik
Page 25