Universitas Malikussaleh
Disusun oleh,
MIRA ANJANI
170110055
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2021
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Jalan luar kota merupakan salah satu dari sistem jaringan jalan yang
didesain menggunakan kecepatan rencana yang tinggi dan memiliki perencanaan
geometrik yang baik sehingga pengguna jalan dapat sampai ke daerah tujuan
dengan cepat dan nyaman. Kondisi jalan luar kota yang baik dapat meningkatkan
pertumbuhan suatu wilayah karena di pengaruhi oleh aksebilitas transportasi yang
tinggi.
Salah satu jalan yang memiliki ciri-ciri seperti yang diatas adalah ruas
jalan Meulaboh – Tapaktuan, Babahrot, Aceh barat Daya yang merupakan salah
satu jalur penghubung kota Nagan Raya dengan Aceh Barat Daya dan merupakan
jalan aksebilitas yang tinggi dengan kondisi rawan terjadi kecelakaan. Kondisi ini
dibuktikan dengan banyaknya terjadi kecelakaan di setiap tahunnya.
1
2
1. 2 Lokasi Penelitian
Gambar denah lokasi survey juga dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Lokasi penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu jalan Meulaboh – Tapaktuan,
Babahrot, Aceh barat Daya, tepatnya didesa Pantee Cermin, Kec.Babahrot,
Kab.Aceh Barat Daya.
1. 3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada maka dapat dikemukakan beberapa
permasalahan yang ada yaitu :
1. Bagaimana mengetahui daerah rawan kecelakaan (Black spot) diruas
jalan Meulaboh – Tapaktuan, Babahrot, Aceh barat Daya ?
2. Bagaimana hubungan antara kondisi geometrik jalan terhadap tingkat
kecelakaan di ruas jalan Meulaboh – Tapaktuan, Babahrot, Aceh barat
Daya ?
1. 4 Tujuan Penelitian
Dari penelitian ini penulis ingin mendapatkan beberapa tujuan yaitu
diantaranya :
1. Untuk mengetahui daerah rawan kecelakaan (Block Spot) di ruas jalan
Meulaboh – Tapaktuan, Babahrot, Aceh barat Daya;
2. Untuk mengetahui adakah hubungan antara kondisi geometrik jalan
dengan terjadinya kecelakaan dilihat dari sei analisis jari-jari tikungan
dan hubungan antara nilai jari-jari tikungan, derajat kelingkungan dan
jarak pandang.
1. 5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu
pengetahuan, khususnya tentang pengaruh signifikan besarnya tingkat kecelakaan
dari segi geometrik.
1. 6 Batasan Penelitian
Ruang lingkup permasalahan pada penelitian ini perlu diberi batasan
dikarenakan adanyaketerbasan waktu,tenaga serta biaya,adapun pembatasan
penelitian pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
5
6
Dengan :
AR = Angka kecelakaan total per kilometer setiap tahun.
A = Jumlah total dari kecelakaan yang terjadi setiap tahun.
L = Panjang dari bagian jalan yang dikontrol dalam kilometer.
Dengan :
TK = Tingkat kecelakaan ,100 JPKP
A = Jumlah total kecelakaan
LHRT = Volume lalulintas harian rata-rata tahunan
T = Waktu periode pengamatan
L = Panjang ruas jalan (km)
Suatu kawasan di sebut kawasan rawan kecelakaan (black spot) jika nilai
EAN lebih besar dibandingkan nilai EAN kristis, yang dapat di buktikan dengan
persamaan sebagai berikut :
EANr =
Sumber : (TPGJAK,1997)
Dengan :
EANC = Nilai EAN kritis
EANr = Nilai EAN rata-rata
m = Jumlah kecelakaan perjumlah kendaraan
R = Jumlah segmen jalan.
dan tata guna lahan disekitarnya (mixed use) sehingga menciptakan adanya
lallulintas campuran (mixed traffic). Dengan adanya faktor mixed use dan mixed
traffic tersebut mengakibatkan peningkatan jumlah kecelakaan lalulintas, dan
tentunya juga bertambahnya jumlah kemacetan. Desain geometrik yang tidak
memenuhi syarat (dijalan yang sudah ada) sangat berpotensi menimbulkan
kecelakaan,misalnya tikungan terlalu tajam, kondisi lapis perkerasan yang tidak
memenuhi syarat (permukaan perkerasan yang terlalu licin) sehingga
menimbulkan kecelakaan. Pelanggaran peraturan lalulintas (rambu, marka,
sinyal) maupun pelanggaran teknis/operasi yang dilakukan oleh pengemudi sangat
sering menyebabkan kecelakaan.
Menurut Warpani P.(2002 : 108-117) Ada beberapa faktor utama
penyebab terjadinya kecelakaan, dapat di kelompokan menjadi empat faktor yaitu
:
1. Faktor manuasia;
2. Faktor kendaraan;
3. Faktor jalan;
4. Faktor lingkungan.
c. lampu kendaraan yang memiliki dua tujuan yaitu agar pengemudi dapat
melihat kondisi jalan didepannya dan untuk menunjukkkan kendaraan
kepada pengamat dari segala penjuru tanpa menyilaukan.
a. Superelevasi
tikungan pada kecepatan rencana (Vr). Selain superelevasi juga diperlukan gaya
gesek untuk mengimbangi gaya sentrifugal pada tikungan antara permukaan jalan
dengan ban kendaraan.
Besarnya nilai superelevasi dan koefisien gesek pada suatu kecepatan
rencana adalah :
(2.6)
Dengan :
e : Superelevasi (%).
fm : Gaya Gesek.
V : Kecepatan Rata-rata (km/jam).
R : Jari-jari Tikungan.
g : gravitasi
b. Derajat kelengkungan
Dalam mendesain alinyemen, ketajaman lengkungan biasanya dinyatakan
dengan istilah sudut kelengkungan (degree of curve), yaitu sudut pusat yang
dibentuk oleh lengkungan sepanjang 100 ft. Sudut kelengkungan berbanding
terbalik dengan jari-jari, dan hubungannya dinyatakan dengan rumus :
(2.7)
(2.8)
Dengan :
Tabel 2. 2 Hubungan Superelevasi (e), Gaya Gesek (f), Jari-jari Tikungan (R),
Derajat Lengkung (D) Pada suatu Kecepatan Rencana (Vr)
Derajat
Kecepatan Superelevasi Jari-jari
Lengkung
Rencana, Vr maksimum, e Gaya Gesek,F Tikungan
maks, D
(km/jam) (%) Min, R (m)
(⁰)
40 0,10 0,106 47 30,48
0,08 51 28,09
d. Lengkung peralihan
Lengkung Peralihan adalah lengkung yang buat berbaentuk bulat diantara
bagian lurus jalan dan bagian lengkung jalan dengan jari-jari, yang mempunyai
fungsi untuk mengantisipasi perubahan alinyemen jalan dari bentuk lurus sampai
bagian lengkung jalan dengan jari-jari R, sehingga gaya sentrifugal yang bekerja
pada kendaraan saat berjalan di tikungan dapat berubah secara berangsur- angsur,
baik ketika kendaraan mendekati tikungan maupun saat meninggalkan tikungan.
VR Superelevasi, e (%)
2 4 6 8 10
(km/jam Ls Lc Ls Lc Ls Lc Ls Lc Ls Lc
20
30
40 10 20 15 25 15 25 25 30 35 40
50 15 25 20 30 20 30 30 40 40 50
60 15 30 20 35 25 40 35 50 50 60
70 20 35 25 40 30 45 40 55 60 70
80 30 55 40 60 45 70 65 90 90 120
90 30 60 40 70 50 80 70 100 10 130
100 35 65 45 80 55 90 80 110 105 145
110 40 75 50 85 60 100 90 120 110 -
120 40 80 55 90 70 110 95 135 120 -
b. Spiral-Circle-Spiral (SCS)
c. Spiral-Spiral (SS)
a. Landai vertikal
b. Lengkung vertical
Pada setiap perubahan kelandaian harus disediakan lengkung vertikal,
lengkung vertikal hendaknya merupakan lengkung parabola sederhana. Lengkung
vertikal bertujuan untuk ;
- Meminimalisir goncangan akibat perubahan kelandaian.
- Menyediakan jarak pandang henti untuk Penentuan lengkung Vertikal ;
- Jika jarak pandang henti lebih kecil dari panjang lengkung vertical
cembung,maka panjangnya akan ditetapkan dengan menggunakan rumus
sebbagai berikut :
(2.8)
- Jika jarak pandang henti lebih besar dari panjang lengkung vertikal
cekung,maka panjangnya akan ditetapkan dengan menggunakan rumus
sebbagai berikut :
(2.9)
Dengan :
2. 6 Jara Pandang
Jarak pandang adalah jarak yang sangat diperlukan serta yang harus
diperhatikan oleh seorang pengemudi pada saat mengemudikan kendarannya,
sehinnga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan,
pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya tersebut dengan
aman.
Manfaat jarak pandang (Sukirman, 1997:50-51) adalah sebagai berikut ;
a. Menghindari terjadinya tabrakan yang dapat membahayakan pengemudi
dan kendaraan akibat adanya benda yang berukuran cukup besar,
kendaraan yang sedang berhenti, pejalan kaki ataupun hewan pada lajur
jalan raya.
b. Memberi kemungkinan (kode) untuk mendahului kendaraan lain yang
19
( ) (2.9)
Dengan :
{ ( )} ( )
Dengan :
Jika nilai Jh lebih kecil dari nilai Lt maka nilai ketetapan E dalam
satuan meter menurut Tatacara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
(TPGJAK,1997) dapat dilihat pada Tabel sebagai berikut ini.
Tabel 2. 9 Berisi nilai E dalam satuan meter yang dihitung dengan Persamaan
diatas dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh < Lt.
Sumber : TPGJAK,1997
21
Kemudian jika nilai Jh melebihi dari nilai Lt maka nilai ketetapan E dalam
satuan meter menurut Tatacara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota
(TPGJAK, 1997) dapat dilihat pada Tabel 2.10.
Tabel 2. 10 Berisi nilai E dalam satuan meter yang dihitung dengan Persamaan
diatas dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh > Lt.
Sumber : TPGJAK,1997
Tabel 2. 11 Berisi nilai E dalam satuan meter yang dihitung dengan Persamaan
diatas dengan pembulatan-pembulatan untuk Jh-Lt = 50 m.