Anda di halaman 1dari 70

LEMBARAN PENGESAHAN

Laporan perancangan geometrik jalan raya di ajukan untuk memenuhi


sebagai salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas
Teknik Jurusan Teknik Sipil Universitas Malikussaleh oleh :

KELOMPOK

NO NAMA NIM TANDA TANGAN NILAI

1 MIRA ANJANI 170110055

2 ASTRI MINASARI SIREGAR 170110066

Telah disetujui dan disahkan oleh:

Ketua Jurusan Kepala Laboratorium

Lis Ayu Widari., ST., MT Said Jalalul Akbar, ST., MT


Nip. 196703192003122001 Nip. 197107032002121001

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah
memberikan kekuatan dan hidayahnya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan perancangan jalan raya ini. Penyusunan laporan untuk melengkapi
persyaratan memperoleh gelar sarjana (S1).
Kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Lis Ayu Widari, ST., MT. Selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil
Universitas Malikussaleh yang telah memberi dorongan pada kami dalam
pembuatan laporan.
2. Bapak Said Jalalul Akbar, ST., MT. Selaku Pembimbing yang telah
membimbing kami dari awal sampai selesainya tugas perancangan jalan
raya ini.
3. Rekan-rekan yang telah memberikan masukan kepada kami sehingga
kami dapat menyelesaikan laporan ini.
kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan kami
mengharapkan sumbangan saran dan kritikan dari pembaca untuk melengkapi
dimasa yang akan datang. Hanya ini yang dapat penyusun uraikan semoga
perancangan ini mampu memberikan sedikit pengetahuan terutama bagi penyusun
dan selebihnya bagi pembaca.

Lhokseumawe, 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

iii
DAFTAR TABEL

iv
DAFTAR GAMBAR

v
BAB I
PENDAHULUAN

Perencanaan Geometrik Jalan Raya merupakan bagian perencanaan jalan


yang dititik beratkan pada bentuk fisik, sehingga dapat memenuhi fungsi dasar
dari jalan yang memberikan kenyamanan dan pelayanan yang optimum pada arus
lalu lintas dan sebagai aksesibilitas dari daerah asal dan tujuan.
Adapun mengingat fungsi dasar dari jalan yang sangat penting yaitu
memberikan pelayanan kepada pengguna jalan yang optimal maka diperlukan
perencanaan jalan yang memadai, salah satunya adalah perencanaan geometric
jalan. Dengan perencanaan geometrik yang optimal akan menghasilkan
infrastruktur yang nyaman, efisien pelayanan arus lalu lintas dan memaksimalkan
rasio penggunaan / biaya pelaksanaan ruang.
Dalam perencanaan geometrik jalan, untuk mendapatkan hasil yang
maksimal didasarkan pada sifat gerakan dan ukuran kendaraan sifat pengemudi
dalam mengendalikan kendaraan dan karakteristik arus lalu lintas.
Jalan merupakan faktor yang sangat penting dalam pembangunan, maka
jalan mempunyai arti penting bagi laju pertumbuhan suatu daerah sehingga
dengan tersedianya jalan yang baik pembangunan lainnya dapat menunjang.
Maksud dan tujuan pembangunan jalan adalah untuk menerobos daerah yang
terisolir sehingga hubungan antar daerahdapat terjadi dan akhirnya masyarakat di
daerah sekitarnya meningkat.
Untuk sebagai proses kesuksesannya perlu ditinjau sejauh mana tingkat
pelayanan masyarakat saat ini, karena semau itu demi untuk kita semua.
Perencanaan Geometrik Jalan Raya ini meliputi perhitungan trase jalan,
penampang melintang, jarak pandangan henti, alinemen horizontal, alinemen
vertical, saluran atau drainase dan pekerjaan tanah.
Tujuan dari penulisan Perencanaan Geometrik Jalan Raya ini adalah
untuk mengetahui masalah-masalah yang timbul dalam membuat perencanaan
geometrik jalan raya dan dapat mencari pemecahannya, sehingga mendapatkan
suatu jalur atau rute yang baik dan aman bagi pengemudi kendaraan.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Geometrik Jalan

Perencanaan Geometrik jalan merupakan bagian dari perencanaan jalan


yang titik beratkan pada alinyem horizontal dan alinyemen vertikal sehingga
dapat memenuhi fungsi dasar dari jalan yang memberikan kenyamanan yang
optimal pada arus lalu lintas sesuai dengan kecepatan yang direncanakan. Secara
umum perencanaan geometrik terdiri dari aspek-aspek perencanaan tase jalan,
badan jalan yang terdiri dari bahu jalan dan jalur lalu lintas, tikungan, drainase,
kelandaian jalan serta galian dan timbunan. Tujuan dari perencanaan geometrik
jalan adalah menghasilkan infrastruktur yang aman, efesiensi pelayanan arus lalu
lintas dan memaksimalkan rasio tingkat penggunaan/biaya pelaksanaan. (Silvia
Sukirman, 2010)
Perencanaan geometrik jalan merupakan suatu perencanaan rute dari suatu
ruas jalan secara lengkap, menyangkut beberapa komponen jalan yang dirancang
berdasarkan kelengkapan data yang didapat dari suatu hasil survey lapangan,
kemudian dianalisis berdasarkan acuan perencanaan yang berlaku. Acuan
perencanaan yang di maksud adalah sesuai dengan standar perencanaan geometrik
yang dianut di Indonesia. (hamirhan Saodang, 2010)
Dalam penentuan rute suatu ruas jalan, sebelum sampai pada suatu
keputusan akhir perancangan, banyak faktor internal yang perlu ditinjau, antara
lain :
1. Tata ruang jalan yang akan dibangun.
2. Data perancangan sebelumnya pada lokasi atau sekitar lokasi.
3. Tingkat kecelakaan yang pernah terjadi akibat permasalahan
geometrik.
4. Tingkat pertumbuhan lalulintas.
5. Alternatif rute selanjutnya dalam rangka pengembangan jaringan
jalan.
6. Faktor lingkungan yang mendukung dan mengganggu.

2
3

7. Faktor ketersediaan bahan, tenaga dan peralatan.


8. Biaya pemeliharaan.

2.2 Aspek Lalu Lintas


2.2.1 Definisi jalan
Jalan merupakan suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk
apapun yang meliputi segala bagian dari jalan termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapanya yang diperuntukan bagi lalu lintas. (“UU Republik Indonesia No.
38 Tahun 2004”).
Bangunan pelengkap jalan adalah bangunan yang tidak dapat dipisahkan
dari jalan, antara lain: overpass (lintas atas), underpass (lintas bawah), tempat
parkir, gorong-gorong, tembok penahan, dan saluran air jalan.
Yang termasuk perlengkapan jalan antara lain: rambu-rambu jalan, rambu
lalu lintas, tanda-tanda jalan, pagar pengaman lalu lintas, dan pagar patok daerah
milik jalan.

2.2.2 Klasifikasi Jalan


Klasifikasi fungsional seperti dijabarkan dalam UU Republik Indonesia
No. 38 Tahun 2004 tentang pasal Jalan (pasal 7 dan 8) dan standar perencanaan
geometrik jalan perkotaan 1992 dibagi dalam dua sistem jaringan jalan yaitu:
1. Sistem jaringan jalan primer
Sistem jaringan jalan primer disusun mengikuti ketentuan peraturan tata
ruang dan struktur pembangunan wilayah tingkat nasional, yang
menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi:
 Dalam kesatuan wilayah pengembangan menghubungkan secara
menerus kota jenjang kesatu, kota jenjang kedua, kota jenjang
ketiga, dan kota jenjang dibawahnya.
 Menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota jenjang kesatu
antara satuan wilayah pengembangan.
Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer dibedakan sebagai
berikut:
4

a. Jalan arteri primer


Jalan arteri primer menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak
berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota
jenjang kedua. Persyaratan jalan arteri primer adalah:
 Kecepatan rencana minimal 60 km/jam.
 Lebar jalan minimal 8 meter.
 Kapasitas lebih besar daripada volume lalu lintas rata-rata.
 Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang
aling, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.
 Jalan masuk dibatasi secara efisien.
 Jalan persimpangan dengan pengaturan tertentu tidak mengurangi
kecepatan rencana dan kapasitas jalan.
 Tidak terputus walaupun memasuki kota.
 Persyaratan teknis jalan masuk ditetapkan oleh menteri.
b. Jalan kolektor primer
Jalan kolektor primer menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota
jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota
jenjang ketiga. Persyaratan jalan kolektor primer adalah:
 Kecepatan rencana minimal 40 km/jam.
 Lebar jalan minimal 7 meter.
 Kapasitas sama dengan atau lebih besar daripada volume lalu lintas
rata-rata.
 Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi
kecepatan rencana dan kapasitas jalan.
 Tidak terputus walaupun memasuki kota.
c. Jalan lokal primer
Jalan lokal primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil
atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau
menghubungkan kota jenjang ketiga dengan persil atau dibawah kota
jenjang ketiga sampai persil. Persyaratan jalan lokal primer adalah;
5

 Kecepatan rencana minimal 20 km/jam.


 Lebar jalan minimal 6 meter.
 Tidak terputus walaupun melewati desa.

2. Sistem jaringan jalan sekunder


Sistem jaringan jalan sekunder disusun mengikuti ketentuan tata ruang
kota yang menghubungkan kawasan-kawasan yang mempunyai fungsi
primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua dan seterusnya
samapai perumahan.
Fungsi jalan dalam sistem jaringan sekunder dibedakan sebagai berikut:
a. Jalan arteri sekunder
Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan
kawasan sekunder kesatu atau kawasan sekeunder kesatu dengan
kawasan sekunder kesatu atau kawasan sekunder dengan kawasan
sekunder. Persyaratan jalan arteri sekunder:
 Kecepatan minimal 30 km/jam.
 Lebar badan jalan minimal 8 meter.
 Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
 Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
 Persimpangan dengan pengaturan tertentu, tidak mengurangi
kecepatan dan kapasitas jalan.
b. Jalan kolektor sekunder
Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua
dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga. Persyaratan jalan kolektor sekunder:
 Kecepatan rencana minimal 20 km/jam.
 Lebar badan jalan minimal 7 meter.
c. Jalan Lokal Sekunder
Jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu
denggan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan,
6

menghubungkan kawasan sekunder ketiga dengan perumahan dan


seterusnya. Persyaratan jalan lokal sekunder:
 Kecepatan rencana minimal 10 km/jam.
 Lebar badan jalan minimal 5 meter.
 Persyaratan teknik diperuntukkan bagi kendaraan beroda tiga atau
lebih.
 Lebar badan jalan tidak diperuntukan bagi kendaraan beroda tiga
atau lebih, minimal 3,5 meter.
2.2.3 Kelas Jalan

Dalam penentuan kelas jalan sangat di perlukan adanya data Lalu Lintas
Harian Rata-rata (LHR), baik itu data jalan sebelumnya bila jalan yang akan di
rencanakan tersebut merupakan peningkatan atau merupakan data yang didapat
dari jalan sekitar bila jalan akan dibuat merupakan jalan baru.
Salah satu penentuannya adalah dengan cara menghitung LHR akhir unsur
rencana. LHR akhir umur rencan adalah jumlah perkiraan kendaraan dalam
Satuan Mobil Penumpang (SMP) yang akan dicapai pada akhir tahun rencana
dengan mempertimbangkan perkembangan mulai dan saat merencanakan dan
pelaksanaan jalan itu di kerjakan.
Adapun rumus akan digunakan dalam menghitung nilai LHR umur
rencana yaitu:
Pn = Po + (1+i)n
Di mana :
Pn = Jumlah kendaraan pada tahun ke n
Po = Jumlah kendaraan pada awal tahun
I = Angaka perumbuhan lalu lintas (%) N = Umur rencana
Klasifikasi jalan menurut kelas jalan dapat dikelompokkan menjadi
beberapa bagian, antara lain:
7

1. Klasifikasi jalan antar kota


Tabel 2. 1 Klasifikasi Jalan Antar Kota
Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat
Arteri I >10
II 10
III A 8
Kolektor III A 8
III B
Lokal III C 8

2. Klasifikasi jalan perkotaan


Tabel 2. 2 Klasifikasi Jalan Perkotaan Tipe I (Pengaturan
Jalan masuk : penuh)
Fungsi Kelas
Primer : Arteri I
Kolektor II
Sekunder : Arteri II

Tabel 2. 3 Klasifikasi Jalan Perkotaan Tipe II ( Pengaturan jalan


masuk : sebagian atau tanpa pengaturan)
Fungsi Volume Lalulintas (SMP) Kelas
Primer : Arteri - I
Kolektor > 10.000 I
< 10.000 II
Sekunder : Arteri > 20.000 I
< 20.000 II
Kolektor > 6.000 II
< 6.000 III
Jalan Lokal > 500 III
< 500 IV
8

3. Klasifikasi Jalan Kabupaten

Tabel 2. 4 Klasifikasi Jalan Kabupaten


Fungsi Volume Lalulintas Kelas Kecepatan ( km/jam)
(dalam SMP) Medan
D B G
Sekunder : >500 III A 50 40 30
Jalan Lokal 201 – 500 III 40 30 30
50 – 200 III 40 30 30
<50 III C 30 30 20

2.3 Kecepatan lalu-lintas


Kecepatan merupakan salah satu dari tiga komponen utama dari arus lalu
lintas yang meliputi kepadatan dan Volume. Kecepatan merupakan indicator
kenirja lalu lintas, selain indicator kecepatan ada indicator hambatan. Kecepatan
dan hambatan perlu dianalisis untuk mengetahui kinerja dan permasalahan lalu
lintas

2.4 Kecepatan Rencana


Dalam perencanaan jalan raya, perencanaan yang optimal suatu jalan yang
dapat melayani pengendara dengan aman dan nyaman.Aman disini adalah
terhindar dari kecelakaan akibat kesalahan konstruksi.Nyaman adalah pengendara
dapat dapat melawati jalan dengan kecepatan batas tertentu tanpa mengalami
hambatan.
Kecepatan rencana adalah kecepatan maksimum yang dapat dijalankan
pada suatu jalur tertentu . kecepatan tersebut merupakan suatu kecepatan yang
tertinggi yang dapat dipergunakan pengendara secara aman, karena itu dapat
dilihat bahwa penetapan kecepatan rencana akan sangat bergantung pada keadaan
topografi suatu daerah, makin tinggi landai daerah, makin kecepatan rencana pada
jalur tersebut.
9

Ketentuan kecepatan rencana menurut bina marga seperti yang terlihat


pada tabel dibawah ini :

Tabel 2. 5 Kecepatan Rencana Menurut Bina Marga

Kecepatan Rencana
Kelas Jalan Keadaan Medan
(Km/jam)
D 120
I B 100
G 80
D 100
IIA B 80
G 60
D 80
IIIA B 60
G 40
D 60
IIIC B 40
G 30
D 60
III B 40
G 30

2.5 Jari-jari Lengkung Optimum


Besar jari-jari lengkung pada suatu tikungan, dapat dilihat dari
kemiringan jalan, maupun kecepatan rencana, kemiringan jalan maksimum sangat
penting karena teoritis akan mengimbangi gaya sentrifugal yang terjadi. Di
Indonesia kemiringan maksimum yang dapat diambil 0,10 jadi dapat dikatakan
bahwa kemiringan jalan adalah fungsi dari tikungan, untuk tikungan yang tumpul
RO tidak perlu diadakan kemiringan karena gaya sentrifugal yang terjadi kecil.
Untuk kemiringan normal diambil 0,02.
10

Tabel 2. 6 Batas Tikungan Tanpa Kemiringan

V Rencana (Km/Jam) R minimum (m)


120 2
100 1.5
80 1.1
60 700
50 440
40 300
30  

Tabel 2. 7 Jari-jari Minimum

V Rencana (Km/Jam) R minimum (m)


120 560
100 350
80 210
60 215
40 50
30 30

2.6 Keadaan Topografi


Keadaan topografi suatu daerah memegang peranan dan perencanaan jalur
jalan karena sangat mempengaruhi penepatan alinemen, landai jalan, penampang
melintang dan saluran tepi. Pekerjaan tanah dalam jumlah besar (galian
timbunan yang tinggi) akan membutuhkan peralatan teknologi yang tinggi,
sehingga ditinjau dari segi ekonomi akan kurang efeisien. Karena itu dapat
dilihat bahwa penetapan kecepatan rencana akan bergantung pada keadaan
topgrfi suatu daerah.

2.7 Standard Perencanaan


Penentuan titik koordinat ditentukan pada peta perencanaan. Dalam
penentuan titik-titik ini dilakukan pada daerah yang mungkin untuk dibangunnya
suatu jalan dan tidak menimbulkan kesulitan dalam pelaksanaanya. Titik
koordinat ditentukan untuk menentukan jarak dari setiap tikungan maupun
11

menentukan jalur yang akan dilalui. Adapun penentuan titik koordinat


dilambangkan dengan sombol Xa untuk sumbu X dan Ya untuk sumbu Y.
2.7.1 Jarak tikungan
Dalam perencanaan jalan raya tiap-tiap tikungan harus diperhitungkan
untuk mempermudah pengemudi dalam menjalankan kendaraannya.Untuk
keamanan si pengemudi maka ditetapkan jarak tiap-tiap tikungan
minimum 50 meter. Dengan diketahuinya a(Xa,Ya), maka diperoleh :

Dac = √( Xa− Xc )2
Abc = √( Xa− Xc )2+( Yb−Yc )2
2.7.2 Sudut putar
Pada tiap-tiap lengkungan jalan raya adanya suatu sudut perputaran
yang terdapat pada bagian lengkungan. Sudut putar suatu jalan sebaiknya
direncanakan sekali-kalinya agar peralihan jalan tidak telalu besar,
sehingga akan memudahkan dalam pengemudi. Untuk menetukan besar
kecilmnya sudut putar dapat dihitung dengan persamaan :
Yc−Ya Yb−Yc
arctg ±arctg
ABC = Xc−Xa Xb−Xc
ABC = Sudut Putar
2.7.3 Alinyemen horizontal
Yang dimaksud dengan alinyemen horizontal atau trase suatu jalan adalah
garis proyeksi sumbu jalan tegak lurus pada bidang peta yang disebut dengan
gambar situasi jalan atau merupakan proyeksi sumbu jalan tegak lurus bidang
horizontal yang terdiri dari susunan lurus (tangen) dan garis lengkung (busur,
lingkaran, spiral).Untuk menentukan situasi yang paling tepat untuk membangun
suatu jalan yang dijadikan suatu pegangan dasar dalam perencanaan alinemen
horizontal adalah pencapaian keseimbangan antara besarnya kecepatan rencana
dan bentuk serta keadaan umum jalan raya, sehingga dapat menjamin keamanan
serta kenyamanan jalannya kendaraan.
Bagian lengkung merupakan bagian yang perlu mendapat perhatian, karena
pada bagian tersebut terjadi gaya sentrifugal yan cenderung dapat melemparkan
12

kendaraan keluar jalan. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam


perencanaan tikungan pada alinyemen horizontal adalah:
 Superelevasi (c)
Superelevasi merupakan suatu kemiringan melintang di tikungan
yang berfungsi mengimbangi gaya sentrifugal yang diterima
kendaraan pada saat berjalan melalui tikungan pada kecepatan
rencana
Superelevasi maksimum sebaiknya seperti dinyatakan sebagai
berikut:
Jalan Tipe I superelevasi : 10%
Jalan Tipe II superelevasi: 6%
 Jari-jari tikungan
Jari-jari tikungan minimum (Rmin) ditetapkan sebagai berikut:

Keterangan:
Rmin = Jari-jari tikungan minimum
PI
(m)
VR = Kecepatan rencana (Km/jam)
Es

emax = Superelevasi maksimum (%)


fmax = Koefisien maksimum untuk perkerasan aspal (0,14-0,24)

Ada tiga macam tikungan dalam perencanaan alinyemen horizontal:


A. Untuk bentuk-bentuk tikungan Full Circle

3 1 1 3
4 Ls' 4 Ls' Lc 4 Ls' 4 Ls'

-2%

As Jalan
-2%

-2%

Pelebaran Perkerasan

Daerah Lurus Daerah Lengkung Daerah Lurus


13

Bentuk Tikungan Full Circle

Dimana :
Δ = Sudut tangent (o)
T = Jarak antara TC dan PI atau PI dan CT (m)
R = Jari-jari (m)
L = Panjang Tikungan (m)
E = Jarak PI ke lengkung peralihan
PI = Point of Intersection atau titik perpotongan tangen
TC = Tangen Circle
CT = Circle Tangen

Rumus yang digunakan


T = R · tg ½ Δ

E = T · tg ¼Δ atau E= √ R2 +T 2 −R atau E = R (sec ½ Δ – 1)


Δ
⋅π⋅R=0 , 01745⋅Δ⋅R
Lc = 180
Syarat R ≥ 1200 m
B. Untuk bentuk-bentuk tikungan Spiral – Circle – Spiral

Gambar lengkung spiral-circle-spiral


14

Keterangan:
Ls = Panjang Lengkung Spiral
V = Kecepatan Rencana (km/jam)
K = superelevasi
C = perubahan kecepatan = 0,4 m/detik2
Si = panjang tali busur lingkaran dari TS ke titik sembarang
= jarak dari busur lingkaran tergeser terhadap jarak tengah
= jarak dari TS ke titik proyeksi pusat lingkaran pada
tangen
= sudut pertemuan antara tangen utama
= sudut pertemuan antara tangen lingkaran dan sudut
pusatlingkaran
= sudut spiral
= sudut spiral ke titik sembarang pada spiral
= sudut antara tangen utama dengan tali busur
= koordinat SC atau CS terhadap TS-PI atau PI-TS
= koordinat setiap titik pada spiral terhadap TS-PI

Rumus yang digunakan:


15

V3 V⋅k
0 , 022 −2 ,727
Ls minimum = R⋅C C
C. Untuk bentuk-bentuk tikungan Spiral – Spiral

PI
Es

LS

en

0% As Jalan
Daerah Lurus

TS ST

Ls Ls

ΔC = 0 = 2 θs
16

Lc = 0 = L = 2 Ls

2 πR θs⋅R
Ls= 2 θs L=
360 28,684
Ts = (Rc + P) tg ½ Δ + K P = P* · Ls
Ls = (R+P)) sec ½ Δ - R K = k*· Ls

2.7.4 Alinyemen vertikal


Yang dimaksud alinemen vertikal suatu jalan adalah garis proyeksi sumbu
jalan tegak lurus pada bidang badan jalan atau penampang jalan.Profil ini
menggambarkan tinggi rendahnya terhadap muka tanah asli sehingga
memberikan gambaran terhadap kemampuan kendaraan dalam keadaan naik dan
bermuatan penuh (truck digunakan sebagai kendaraan standar).
Alinyemen vertical sangat erat hubungannya dengan besarnya biaya
pembangunan dan penggunaan kendaraan suatu jalur lalu-lintas.
Macam-macam lengkung vertikal :
A. Lengkung vertikal cembung
Lengkung vertikal dikatakan cembung bila titik perpotongan
antara dua tangent yang bersangkutan (PPV)berada atau terletak
diatas permukaan jalan.
B. Lengkung vertikal cekung
Lengkung vertikal dikatakan cekung bila titik perpotongan antara
kedua tangen yangb bersangkutan (PPV) berada atau terletak dibawah
permukaan jalan
Adapun rumus menghitung alinemen vertikal adalah :
X
A⋅Lv Y= Ev
Ev= 1
Lv
800 2
A
Y= X2
200⋅Lv
Dimana Ev = Alinemen Vertikal
17

Catatan:
Rumus untuk lengkung vertikal cembung mempunyai harga minus (-)
Rumus lengkung vertikal cekung mempunyai harga positif (+)

q2
PPV

LV
q1

Ev
X

Lengkung Vertikal Cekung

PPV

q2

q1
X

Lengkung Vertikal Cembung


18

2.7.5 Jarak pandangan


Jarak pandangan henti adalah jumlah dua jarak atau jarak yang dilintasi
kendaraan sejak saat pengemudi melihat suatu objek sehingga menyebabkan dia
harus menghentikan kendaraannya sampai saat rem di injak. Jarak pandang henti
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut :
v
DI=0 ,278⋅V⋅t+
254( fm+L)
Dimana :
D = Jarak Pandangan Henti (m)
V = Kecepatan Rencana (km/jam)
T = Waktu tanggap (2,5 detik)
g = Gravitasi bumi (9,8 m/d2)
fm = Koefisien gesekan.

L = Panjang lengkung vertikal (m)

2.7.6 Perhitungan Kebebasan Samping Pada Tikungan


Jarak pandangan pengemudi kendaraan yang beregerak pada lajur tepi
sebelah dalam seringkali dihalangi oleh gedung-gedung, hutan-hutan kayu, tebing
galian dan lain sebagainya. demi menjaga keamanan pemakai jalan, panjang
sepanjang jarak pandangan henti minimum harus terpenuhi di sepanjang lengkung
horizontal. penentuan batas minimum jarak antara sumbu lajur sebelah dalam ke
penghalang ditentukan berdasarkan kondisi dimana jarak pandangan berada di
dalam lengkung, atau jarak pandangan < panjang lengkung horizontal.
Menurut Shirley (2000), untuk menghitung kebebasan samping berdasarkan
jarak pandang henti dapat di gunakan persamaan berikut:
R’ = R – ¼ lebar jalan
Bila Jh < L
28, 65Jh
E = R’ ( 1- Cos R' )
Bila Jh > L, maka :
19

28,65 Jh 28,65 Jh
E = R’ ( 1- Cos R' ) + ½ ( Jh-L) Sin R'
dimana :
R = jari-jari tikungan (m)
R’ = jari-jari sumbu lajur dalam (m)
L = panjang tikungan
Jh = jarak pandang henti (m)

E = daerah bebas samping di tikungan (m)

2.8 Penampang Melintang


Penampang melintang adalah potongan suatu jalan tegak lurus badan jalan
yang menunjukkan bentuk-bentuk susunan bagian jalan yang bersangkutan dalam
arah melintang. Bagian-bagian penampang melintang jalan yang penting yaitu :
a. Jalur lalu-lintas
b. Bahu jalan
c. Talud
d. Parit Tepi
e. Lebar manfaat
f. Badan jalan

g. Daerah milik jalan (damija)

2.8.1 Lereng melintang


Untuk menghindar tegenangnya air pada permukaan perkerasan jalan
maka diperlukan adanya suatu kemiringan sebesar 0,02 pada jalur lurus, ini
tidak mempengaruhi kenyamanan tetapi kemiringan sebesar 0,02 ini cukup
baik untuk badan jalan yang diberi perkerasan batuan, kemiringan sebesar
0,02 ini tidak mencukupi, sehingga air akan sempat meresap dan merusak
badan jalan. Untuk jalan jenis ini kemirinan di laut 0,08 kemiringan ini
disebut kemiringan normal.
Lereng melintang bahu jalan biasanya dibuat besar dari lereng
melintang perkerasan, karena demikian air akan lebih cepat mengalir
20

meninggalkan badan jalan dan tidak sempat merusak badan jalan. Adapun
kemiringan melintang normal dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Kelas Jalan I IIA IIB IIC III

Lereng Melintang Jalan 2 2 2 2 4


Lereng Melintang Bahu 4 4 6 6 6

2.8.2 Lebar perkerasan


Lebar perkerasan pada tikungan sangat tergantung pada :
1. Jari-jari tikungan (R)
2. Sudut Tikungan
3. Kecepatan Rencana (V)
2.8.3 Lebar bahu jalan
Bahu jalan adalah bagian dari manfaat jalan yang berfungsi antara lain :
1. Tempat berhentinya sementara kendaraan mogok.
2. Ruang Tempat menghindarkan daripada saat darurat untuk
mencegah terjadinya bahaya.
3. Pelindung konstruksi perkerasan terhadap pengikisan.
4. Ruang tempat pemasangan tanda lalu lintas, rel pelindung dan lain
lain.

2.9 Perhitungan Kubikasi


Menurut Cart F. Mayer dan David W. Gibson ( 1981 ) Untuk menghitung
besarnya galian dan timbunan dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
a Segitiga :A=½.a.t
a+b
b. Trapesium : A = 2 xt
c. Segiempat : A = P x L
dimana :
A = luas (m)
a = alas (m)
21

t = tinggi (m)
P = panjang (m)
L = lebar (m)
BAB III
PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

3.1. Perhitungan Jarak


Titik A : XA = 00,00 m
YA = 770,00 m

Titik PI1 : X1 = 492,50 m


Y1 = 145,00 m

Titik PI2 : X2 = 1235,00 m


Y2 = 335,00 m

Titik PI3 : X3 = 1405,00 m


Y3 = 1025,00 m

Titik B : XB = 675,00 m
YB = 1095,00 m
Jarak titik A – PI (L1)
dPIA - dPI1 = √¿ ¿
= √ (492,50−0.00)+¿
= 795,726 m

Jarak titik PI1 – PI2 (L2)


dPI1 – dPI2 = √¿ ¿
= √¿ ¿
= 766,424 m

Jarak titik PI2 – PI3 (L3)


dPI2 – dPI3 = √¿ ¿
= √¿ ¿
= 710,633 m

Jarak titik PI3 – PIB (L4)


dPI3 – dPIB = √¿ ¿
= √¿ ¿
= 733,348 m

22
23

Panjang total = 3006,133

3.2. Sudut Putar Lengkung


Pada potongan titik yang di bentuk oleh dua garis sudut di peroleh titik
sudut. dimana sebenarnya titik tersebut mempengaruhi perencanaan bentuk
lengkung suatu tikungan.
1. ∆ PI1
XA = 00,00 m X1 = 492,50 m X2 = 1235,00 m
YA = 770,00 m Y1 = 145,00 m Y2 = 335 m

Y 1−Y A Y 1−Y 2
∆ PI1 = Arc tg ± Arc tg
X 1− X A X 2− X 1

(145,00−770,00) (335,00−145,00)
= Arc tg ± Arc tg
(492,50−00,00) (1235,00−492,50)

=(-51 o 45 ´ 40 ”)+ (14 o 21 ´ 33,61 ”)

= 66 o 7 ´ 12 ”

2. ∆ PI2
X1 = 492,50 m Y3 = 1235,00 m X3 = 1405,00 m
Y1 = 145,00 m Y2 = 335,00 m Y3 = 1025,00 m

Y 1−Y 2 Y 3−Y 2
∆ PI2 = Arc tg ± Arc tg
X 2− X 1 X 3− X 2

(335,00−145,00) (1025,00−335,00)
= Arc tg ± Arc tg
(1235,00−492,50) (1405,00−1235,00)

= (14 o 21 ´ 33,61 ”) + (76 o 9 ´ 23,77 ”)

= 61 o 47 ´ 49,2 ”

3. ∆ PI3
Y3 = 1235,00 m X3 = 1405,00 m XB = 675,00 m
Y2 = 335,00 m Y3 = 1025,0 m XB = 1095,00 m

Y 3−Y 2 Y 3−Y B
∆ PI3 = Arc tg ± Arc tg
X 3− X 2 X B −X 3

23
24

(1025,00−335,00) (1095,00−1025,00)
= Arc tg ± Arc tg
(1405,00−1235,00) (675,00−1405,00)

= (76 o 9 ´ 23,77 ”) + (-5 o 25 ´ 36,52 ”)

= 81 o 35 ´ 0,24 ”

3.3. Menentukan Kemiringan


3.3.1. Kemiringan pada tikungan PI1
Diketahui data – data sebagai berikut :

1945
2030

∆L = 2030795,7268
– 1945 m
= 85 m
85 m
Siefe =
795,7268m
= 0,11
= 0,11 x 100 %
= 11%
Berdasarkan perhitungan diatas kemiringan pada tikungan PI1 didefinisikan
kedalam jenis perbukitan karena sesuai dengan ketentuan pada kemiringan medan
jalan yaitu 3 % - 25 %.

3.3.2. Kemiringan pada tikungan P12


Diketahui data – data sebagai berikut :

1925
1945

766,4243m

24
25

∆L = 1945 – 1925

= 20 m

20 m
Siefe =
766,4243m

= 0,03

= 0,03 x 100 %

=3%

Berdasarkan perhitungan diatas kemiringan pada tikungan PI 2


didefinisikan kedalam jenis perbukitan karena sesuai dengan ketentuan pada
kemiringan medan jalan yaitu 3 % - 25 %.

3.3.3. Kemiringan pada tikungan PI3


Diketahui data – data sebagai berikut :

1865
1925

766,4243m

∆L = 1925 – 1865

= 60 m

60 m
Siefe =
710,6335m

= 0,08
= 0,08 x 100 %

25
26

=8%

Berdasarkan perhitungan diatas kemiringan pada tikungan PI3


didefinisikan kedalam jenis perbukitan karena sesuai dengan ketentuan pada
kemiringan medan jalan yaitu 3 % - 25 %.

3.4. Aliyemen Horizontal


3.4.1. Lengkung pada titik PI1 ( Full Circle )
Data-data perencanaan:
- Jalan Kelas = II B
- V rencana = 60 km/jam
- R rencana = 700 m
- Sudut putar = 66 o 7 ´ 12 ”
Berdasarkan V = 60 Km/jam dan R = 700 m (Dari PPJJR No.13 1970)
sudut ∆ = 66 o 7 ´ 12 ”direncanakan lengkungan
Tc = R . tg . ½ ∆
= 700 . tg . ½ 66 o 7 ´ 12 ”
= 455,628 m
Ec = Tc . tg ¼ ∆
= 455,628. tg ¼ 66 o 7 ´ 12 ”
= 135,222 m
Δ
Lc = .π.R
180
66 o 7 ´ 12”
= (3.14)(700)
180
= 807,398 m
kontrol Lc = 807,398 < 2 x Tc (2 x 455,628)
807,398 < 911,398 ( OK )

3.4.2. Lengkung pada Titik PI2 ( Spiral - Spiral )


Data-data perencanaan:
- Jalan Kelas = II B
- V rencana = 60 km/jam

26
27

- R rencana = 286 m
- Sudut putar = 61 o 47 ´ 49,2 ”
- emax = 10 % (dengan Metode Bina Marga)

Berikut merupakan perhitungan untuk elemen tikungan :


syarat Rc > Rmin maka diperoleh berdasarkan tabel Ls di ambil , R adalah 286 m
dan e adalah 6,4 %

θs = ½ ∆

= ½ 61 o 47 ´ 49,2 ”
= 30o 53 ´ 54,6 ”
θsπ . R
Ls =
90
(30 o 53 ´ 54 , 6 ” x 3.14 x 286)
= = 308,3121 m
90
Kontrol terhadap lengkungan peralihan
Ls min = 286 ( 0.02 + 0.064 ) 3,5 m = 38,22 m
LS > LS min (OK)

P =¿ ¿- R (1- cos θs )
= ¿ ¿ -286(1- cos 30o 53 ´ 54,6 ”)
= 14,7821 m

K = LS - ¿ ¿ -R sin θs
= 308,3121 - ¿ ¿- 286 sin 30o 47 ´ 49,2 ”
= 152,488 m

Es = ( Rc + P ) sec ½ ∆ – R
1
= ( 286+14,7821 ) sec 61 o 47 ´ 49,2 ” - 286
2
= 64,5299 m

27
28

Ts = ( R + p ) tg ½ ∆ + k
= ( 286+ 14,7821 ) tg ½ 61 o 47 ´ 49,2 ” + 440,8233
= 332,4921m
L = 2 x LS
= 2 x 308,3121
= 616,6242 m
Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka didapatkan data-data:
- V rencana = 60 km/jam
- Sudut putar = 61 o 47 ´ 49,2 ”

- θs = 30o 53 ´ 54,6 ”
- R rencana = 286 m
- Es = 64,5299 m
-
- Ts = 332,4921
- Ltotal = 616,6242 m
-e = 6,4%
- Ls = 308,3121 m
-P = 14,7821
-K = 152,4884

3.4.3. Lengkung pada titik PI3 ( Spiral Circle Spiral )


Data-data perencanaan:
- Sudut tangent = 81 o 35 ´ 0,24 ”
- V rencana = 60 km/jam
- R rencana = 130 m ≥ R min
- Ls = 60 m
- ∆ = 81 o 35 ´ 0,24 ”
- e = 0,098
Berdasarkan data-data diatas direncanakan lengkung S-C-S. Berdasarkan
antisipasi gaya sentripugal, digunakan rumus modofikasi shortt, yaitu sebagai
berikut :

28
29

V3 V .e
Lsmin=0,022 -2,727
R.C C
60³ 60 x 0,098
= 0,022 - 2,727
130 x 0,4 0,4
= 51,2977 m diambil 51 m
Berdasarkan tingkat pelayanan mencapai perubahan kelandaian, yaitu
sebagai berikut:
em−en
Lsmin= ×Vr
3,6 ×rc
0,10−0,03
= × 60
3,6 ×0,033
= 33,33 m
Ambil angka yang paling besar yaitu 51,2977,
maka Ls = 60 > Lsmin = 51,30 (OK)
Xs = Ls ¿)
=60 ¿)
= 59,68 m

ls 2
Yc =
6 Rc
602
=
6 130
= 4,62 m

Ls .90
θs = π.R

60 x 90
=
3,14 x 130
= 13 o 13 ´ 43,71 ”

P =¿ ¿- R (1- cos θs )
= ¿ ¿ -130 (1- cos 13 o 13 ´ 43,71 ”)
= 1,1651 m

29
30

K = LS - ¿ ¿ -R sin θs
= 60- ¿ ¿- 130 sin 13 o 13 ´ 43,71 ”
= 29,9286 m

θe = ∆ -2 (θs )

= 81 o 35 ´ 0,24 ”- (2 x 13 o 13 ´ 43,71 ”)
= 55 o 7 ´ 25,68 ”

Maka,
Ts = ( R + p ) tg ½ ∆ + k
= ( 130 + 1,1651 ) tg ½ 81 o 35 ´ 0,24 ” + 29,9286
= 143,217 m

1
Es = ( R + P ) – sec ∆ ₂ Rc
2
1
= ( 130 + 1,1651 ) – sec 8 1 o 35´ 0 ,24 ” ×130
2
= 43,271 m


Lc = . 2π . R
180
8 1˚ 35 ´ 0 ,24 ”
= (2 x 3.14)(130)
180
= 125,0076 m
kontrol Lc = 125,0076 > 25 m ( OK )
Ltotal = Lc + 2 Ls
= 125,0076 + 2 (60)
= 245,0076 m

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka didapatkan rata-rata:


- V rencana = 60 km/jam

30
31

- ∆ = 81 o 35 ´ 0,24 ”
- R rencana = 130 m ≥ R min
- e = 0,098
- Ls = 60 m
- Xs = 59,68 m
- Ys = 4,62 m
- Lc = 125,0076 m
- θs = 13 o 13 ´ 43,71 ”
- Ts = 43,2424 m
- K = 29,9286 m
- P = 1,1615
- Ltotal = 245,0076 m

3.5. Pelebaran Perkerasan Pada Tikungan


3.5.1. Pelebaran pada PI1 (Full Circle)
- Jarak antar gandar (P) = 6,5 m
- Tonjolan depan kendaraan (A) = 2,1 m
- Lebar kendaraan (b) = 2,6 m
- Kecepatan rencana (Vr) = 60 km/jam
- Jari – jari rencana ( R ) = 700 m
- Kebebasan samping (C) =1m
- Lebar perkerasan = 3,5 m
- Jumlah lajur lintasan (n) =2
1 1
Rc = R + b - x lebar perkerasan
2 2
1 1
= 700 + (2,6) - x 3,5
2 2
= 699,55 m
B = √ ¿ ¿ - √ Rc2−64 +1,25
= √ ¿ ¿ - √ 699,552−64 +1,25
= 2,5457 m

31
32

0,105 x Vr
Z =
√R
0,105 x 60
=
√ 700
= 0,2381 m
Bt = n (B+ c) +Z
= 2 (2,5457 + 1) + 0,2381
= 7,3295 m
∆b = Bt – Bn
= 7,3295 – 7
- = 0,3295 m

Jadi, total pelebaran perkerasan pada PI1 adalah 0,3295 m untuk kiri kanan
tingkungan.

3.5.2. Pelebaran pada PI2 (Spiral -Spiral)


- Jarak antar gandar (P) = 6,5 m
- Tonjolan depan kendaraan (A) = 2,1 m
- Lebar kendaraan (b) = 2,6 m
- Kecepatan rencana (Vr) = 60 km/jam
- Jari – jari rencana ( R ) = 286 m
- Kebebasan samping (C) =1m
- Lebar perkerasan = 3,5 m
- Jumlah lajur lintasan (n) =2

1 1
Rc = R + b - x lebar perkerasan
2 2
1 1
= 286 + (2,6) - x 3,5
2 2
= 285,55 m
B = √ ¿ ¿ - √ Rc2−64 +1,25
= √ ¿ ¿ - √ 285,552−64 +1,25

32
33

= 2,612 m

0,105 x Vr
Z =
√R
0,105 x 60
=
√ 286
= 0,3725 m
Bt = n (B+ c) +Z
= 2 (2,612 + 1) + 0,3725
= 7,5965 m
∆b = Bt – Bn
= 7,5965 – 7
= 0,5965 m

Jadi, total pelebaran perkerasan pada PI1 adalah 0,5965 m untuk kiri kanan
tingkungan.
3.4.3 Pelebaran pada PI3 (Spiral-Circle-Spiral)
- Jarak antar gandar (P) = 6,5 m
- Tonjolan depan kendaraan (A) = 2,1 m
- Lebar kendaraan (b) = 2,6 m
- Kecepatan rencana (Vr) = 60 km/jam
- Jari – jari rencana ( R ) = 130 m
- Kebebasan samping (C) =1m
- Lebar perkerasan = 3,5 m
- Jumlah lajur lintasan (n) =2

1 1
Rc = R + b - x lebar perkerasan
2 2
1 1
= 130 + (2,6) - x 3,5
2 2
= 129,55 m
B = √ ¿ ¿ - √ Rc2−64 +1,25

33
34

= √ ¿ ¿ - √ 129,552−64+ 1,25
= 2,5248 m

0,105 x Vr
Z =
√R
0,105 x 60
=
√ 130
= 0,5525 m
Bt = n (B+ c) +Z
= 2 (2,5248 + 1) + 0,5525
= 7,6021 m
∆b = Bt – Bn
= 7,6021 – 7
= 0,6021 m
Jadi, total pelebaran perkerasan pada PI3 adalah 1,105 m untuk kiri kanan
tingkungan.

3.6. Menghitung Jarak Pandang


3.6.1. Jarak pandang henti (Jh)
3.6.1.1. Perhitungan Jarak pandangan henti pada tikungan PI1
- Vrencana = 60 km/jam
- koevesien gsekan melintang (fm) = 0.165
- t (waktu reaksi) = 2.5 dtk

d1 = 0.278 x V x t
= 0.278 x 60 x 2.5
= 41,7 m
V2
d2 =
254 xfm
6 02
=
254 x 0.165
= 85,8984 m

34
35

S = d1 + d2 = 41,7 + 85,8984 = 127,5984 m

3.6.1.2. Perhitungan Jarak pandangan henti pada tikungan PI2


- Vrencana = 60 km/jam
-koevesien gsekan melintang (fm) = 0.153
-t (waktu reaksi) = 2.5 dtk
d1 = 0.278 x V x t
= 0.278 x 60 x 2.5
= 41.7 m
V2
d2 =
254 xfm
6 02
=
254 x 0.153
= 92.6 m
S = d1 + d2 = 41.7 + 92.6 = 134.3 m

3.6.1.3. Perhitungan Jarak pandangan henti pada tikungan PI3


- Vrencana = 60 km/jam
-koevesien gsekan melintang (fm) = 0.165
-t (waktu reaksi) = 2.5 dtk

d1 = 0.278 x V x t
= 0.278 x 60 x 2.5
= 41,7 m
V2
d2 =
254 xfm
6 02
=
254 x 0.165
= 85,8984 m
S = d1 + d2 = 41,7 +85,8984 = 127,5984 m

3.6.2. Jarak Pandang Mendahului (Jd)

35
36

Menurut buku konstruksi jalan raya (hal : 41- 42), jarak pandang
mendahului dihitung dengan rumus Jd = d1 + d2 + + d2 + d3 + d4.
Dimana :
a xT
d1 = 0,278 T1 (VR – m +
2
a = 2,052 + 0,0036 VR = 2,268 km/jam/det
T1 = 2,12 + 0,026 VR
d2 = 0,278 VR x T2
T2 = 6,56 + 0,048 VR
m = diamabil diantara 10 – 15 km/jam
d3 = antara 30 – 100 m ( Berdasarkan buku dasar – dasar prencanaan
gometrik jalan ( hal. 61))
d4 = 2/3 d2
dmin = 2/3 d2 + d3 + d1

3.6.2.1. Perhitungan jarak pandang mendahului pada tikungan PI1


- V rencana = 60 km/jam
- waktu reaksi (T1) = 3,68 dtk
- waktu kandaraan menyiap (T2) = 9,44 dtk
- perbedaan kecepatan (m) = 15 km/jam
- percepatan rata-rata (a) = 2.268 km/jm/dtk

a xT
d1 = 0,278 T1 (VR – m + )
2
2,268 x 3,68
= 0,278 x 3,68 (60 – 15 + )
2
=50,3061 m 50,31 m
d2 = 0,278 VR x T2
= 0.278 x 60 x 9,44 = 157,4592 m 157,5 m
d3 = diambil 65 m

d4 = 2/3 x d2

36
37

= 2/3 x 157,5
= 105 m
S = d1 + d2 + d3 + d4
= 50,31 + 157,5 + 65 + 105
= 377,81 m < L1 = 795,726 m

3.6.2.2. Perhitungan jarak pandang mendahului Pada tikungan PI2


- V rencana = 70 km/jam
- waktu reaksi (T1) = 3,68 dtk
- waktu kandaraan menyiap (T2) = 9,44 dtk
- perbedaan kecepatan (m) = 15 km/jam
- percepatan rata-rata (a) = 2.268 km/jm/dtk

a xT
d1 = 0,278 T1 (VR – m + )
2
2,268 x 3,68
= 0,278 x 3,68 (60 – 15 + )
2
= 50,3061 m 50,31 m
d2 = 0,278 VR x T2
= 0.278 x 60 x 9,44 = 157,4592 m 157,5 m
d3 = diambil 65 m
d4 = 2/3 x d2
= 2/3 x 157,5
= 105 m
S = d1 + d2 + d3 + d4
=50,31 + 157,5 + 65 + 105
= 377,81 m < L2 = 766,424 m

3.6.2.3. Perhitungan jarak pandang mendahului Pada tikungan PI3


- V rencana = 60 km/jam
- waktu reaksi (T1) = 3,94 dtk
- waktu kandaraan menyiap (T2) = 9,92 dtk

37
38

- perbedaan kecepatan (m) = 15 km/jam


- percepatan rata-rata (a) = 2.304 km/jm/dtk

a xT
d1 = 0,278 T1 (VR – m + )
2
2,304 x 3,94
= 0,278 x 3,94 (70 – 15 + )
2
= 65,2141 m 65 m
d2 = 0,278 VR x T2
= 0.278 x 70 x 9,92 = 193,0432 m 193 m
d3 = diambil 40 m
d4 = 2/3 x d2
= 2/3 x 193
= 128,67 m
S = d1 + d2 + d3 + d4
= 65 + 193 + 40 + 128,67
= 426,67 m < L3 = 710,633 m

3.7. Perhitungan Kebebasan Samping


3.7.1. Perhitungan Kebebasan Samping pada tikungan PI1
3.7.1.1. Berdasarkan jarak pandangan henti
- R rencana = 700 m
- Lt = Lc = 807,398 m
- Jh = 127,5984 m
R’ = R – ¼ lebar jalan
= 700 – ¼ ( 7 )
= 698,25 m
Kontrol :
Jh < L
127,5984 m < 807,398 m (OK)
Sehingga :

38
39

90. j h
E = R’ ( 1- Cos )
π .R'
90 x 127,5984
= 698,25 ( 1- Cos )
3.14 x 698,25
= 2,9156 m

3.7.1.2. Berdasarkan jarak pandangan menyiap


- R rencana = 700 m
-L = 807,398 m
- Jd = 377,81 m
Kontrol :
Jh > L
127,5984 > 807,398 m
Dimana R' =698,25m
90. jd 90 xjd
E = R’ ( 1- Cos ) + ½ ( Jh-L) Sin
π .R' π .R'
90 x 377,81
= 689,25 ( 1- Cos ) + ½ ( 127,5984-807,398) Sin
3.14 x 689,25

90 x 377,81
3.14 x 689,25
= 129,6647 m
3.7.2. Perhitungan kebebasan samping pada tikungan PI2
3.7.7. Berdasarkan jarak pandang henti
- R rencana = 286 m
-L = 308,312 m
- Jh = 134,3 m
Kontrol :
Jh < L
134,3 m < 308,312 m
R’ = R – ¼ lebar jalan
= 286 – ¼ ( 7 )
= 284,25 m

39
40

90 xJh 90 xJ h
E = R’ ( 1- Cos ) + ½ ( Jh-L) Sin
π .R' π.R'
90+134,3 90 x 134,3
= 284,25 ( 1- Cos ) + ½ ( 134.3-68.4) Sin
113.25 3.14 x 113.25
= 213,3852 m

3.7.8. Berdasarkan jarak pandangan menyiap


- R rencana = 286 m
-L = 308,312 m
- Jd = 377.81 m

Kontrol :
Jd > L
377.81 > 308,312.
R’ = R – ¼ lebar jalan
= 286 – ¼ ( 7 )
= 284,25 m
90. jd 90. jd
E = R’ ( 1- Cos ) + ½ ( Jd-L) Sin
π .R' π .R'
90 x 377,81
= 284,25 ( 1- Cos ) + ½ ( 377.81-308,312 ) Sin
3.14 x 284,25

90 x 377,81
3.14 x 284,25
= 298,5283 m
3.7.3. Perhitungan kebebasan samping pada tikungan PI3
3.7.3.1. Berdasarkan jarak pandang henti
R rencana = 130 m
- Lt = Lc = 125,008 m
- Jh = 127,598 m
R’ = R – ¼ lebar jalan
= 130 – ¼ ( 7 )
= 128,25 m

40
41

Kontrol :
Jh < L
127,5984 m < 125,008 m (OK)
Sehingga :
90. j h
E = R’ ( 1- Cos )
π .R'
90 x 127,5984
= 128,25 ( 1- Cos )
3.14 x 128,25
= 15,560 m

3.6.3.2 Berdasarkan jarak pandangan menyiap


-L = 125,008 m
- Jd = 426,67 m

Kontrol :
Jd > L

R’ = 128,25m
90. jd 90. jd
E = R’ ( 1- Cos ) + ½ ( Jh-L) Sin
π .R' π .R'
90 x 426,67 90 x 426,67
= 128,25 ( 1- Cos ) + ½ ( 247.2-49.5 ) Sin
3.14 x 128,25 3.14 x 128,25
= 128,9629 m

3.7 Stasioning
Sta A = Sta awal
= STa 0+000
Sta TC1 = STa 0 +dPI1 - TC1
= Sta 0 + 795,726 – 455,628
= Sta 0 + 340,098

41
42

Sta CT1 = Sta TC1 + LC1


= Sta 0 + 340,098+ 807,398
= Sta 1 + 147,496

Sta TS2 = Sta CT1 + dPI2 – ( TS2 + TC1 )


= Sta 1 + 147,496 + 766,424 - ( 332,492 + 455,628)
= Sta 1 + 125,8

Sta ST2 = Sta TS2 + LS =


Sta 1 + 125,8 + 308,312
= Sta 1 + 434,112

Sta TS3 = Sta ST2 + dPI3-(TS2 + TS3)


= Sta 1 + 434,112 + 710,633 – ( 332,492 + 143,217)
= Sta 1 + 378,036

Sta SC3 = Sta TS3 + LS3


= Sta 1 + 378,036 + 51,298
= Sta 1 + 429,334

Sta CS3 = Sta SC3 + LC3


= Sta 1 + 429,334+ 125,0076
= Sta 1 + 554,342

Sta ST3 = Sta CS3 + LS3


= Sta 1 + 554,342+ 51,298
= Sta 1 + 730,647

Sta B = Sta ST3 + ( dPI4 – TS3 )


= Sta 1 + 730,647 + (733,348 – 43,242)
= Sta 2 + 558,5352
Total Panjang trase jalan 3006,133 > 2558,5352 m stationing jalan.

42
43

3.9 Perhitungan Aliyemen Vertikal


Lengkung vertikal harus disediakan pada setiap lokasi yang mengalami
perubahan kelandaian dengan perubahan :
1. Mengurangi goncangan akibat perubahan kelandaian;
2. Menyediakan jarak pandang henti.

3.10.1 Lengkung Vertikal Cekung PVI1

1985

2010 1935
Sta 0 + 000 Sta 0 + 250 Sta 1 + 000

43
44

Sta 0 + 250
- Tinggi elevasi = 1985 m
2010−1985
- Landai jalan ( q1 ) = x 100 % = 2,5 %
1000
1985−1935
- Landai Jalan ( q2 ) = x 100 % = 5 %
1000
- V rencana = 60 km/jam

Menurut buku (Sheerly L.Herdansin) kelandaian maksimum yang


izinkan untuk kecepatan 60 km/jam adalah 8 % sehingga kelandaian untuk PPVI 1
digunakan :

A = q1 - q2 = (2,5 %) - (5%) = 2,5 %


- X = ¼ . Lv = ¼ . 100 = 25 m
A . X2
-Y = = 2,5 ¿ ¿ = 0,078 m
200. Lv
A . Lv 2,5 x 100
- EV = = = 0,3125 m
800 800

Untuk menentukan panjang lengkung setiap station :


Sta 0 + 200 X=0 m Y=0 m
Sta 0 + 225 X = 25 m Y = 0,078 m
Sta 0 + 250 X = 50 m Y = 0,3125 m
Sta 0 + 275 X = 25 m Y = 0,078 m
Sta 0 + 300 X=0 m Y=0 m

Untuk menentukan elevasi pada lengkung cekung PPVI :


Rumus :
1
Sta 0 + 200 = Tinggi Elevasi – (q1 x L)
2
Sta 0 + 225 = Tinggi Elevasi – ( q1 x (X)) - Y
Sta 0 + 250 = Tinggi Elevasi - Ev
Sta 0 + 275 = Tinggi Elevasi - ( q2 x (X)) - Y

44
45

1
Sta 0 + 300 = Tinggi Elevasi – (q2 x L)
2
Perhitungan :
1
Sta 0 + 200 = 1985 - (2,5 x 100 ) = 1860 m
2
Sta 0 + 225 = 1985 - (2,5 x (25)) – 0,078 = 1922,578m
Sta 0 + 250 = 1985 - 0,3125 = 1984,6875 m
Sta 0 + 275 = 1985 - (5 x (25)) – 0,203 = 1860,203m
1
Sta 0 + 300 = 1985 - (5 x 100 ) = 1735 m
2

3.10.2 Lengkung Vertikal Cekung PVI2

1985 1935

1935
850
850 850
Sta 0 + 250 Sta 1 + 000 Sta 1+ 750

Sta 1 + 000
- Tinggi elevasi = 1935 m
1985−1935
- Landai jalan ( q3 ) = x 100 % = 5 %
1000

45
46

1935−1935
- Landai Jalan ( q4 ) = x 100 % = 0 %
1000
- V rencana = 60 km/jam

A = q1 - q2 = (5 %) - (0 %) =5%
- X = ¼ . Lv = ¼ . 100 = 25 m
A . X2
-Y = = 5 ¿ ¿ = 0,156 m
200. Lv
A . Lv 5 x 100
- EV = = = 0,625 m
800 800

Untuk menentukan panjang lengkung setiap station :


Sta 0 + 950 X=0 m Y=0 m
Sta 0 + 975 X = 25 m Y = 0,156 m
Sta 1 + 000 X = 50 m Y = 0.625 m
Sta 1 + 025 X = 25 m Y = 0,156 m
Sta 1 + 050 X=0 m Y=0 m

Untuk menentukan elevasi pada lengkung cekung PPVI :


Rumus :
1
Sta 0 + 950 = Tinggi Elevasi – (q1 x L)
2
Sta 0 + 975 = Tinggi Elevasi – ( q1 x (X)) - Y
Sta 1 + 000 = Tinggi Elevasi - Ev
Sta 1 + 025 = Tinggi Elevasi - ( q2 x (X)) - Y
1
Sta 1 + 050 = Tinggi Elevasi – (q2 x L)
2
Perhitungan :
1
Sta 0 + 800 = 1935 - (5 x 100 ) = 1685 m
2
Sta 0 + 825 = 1935 - ( 5 x (25)) – 0,156 = 1810,156m

46
47

Sta 0 + 850 = 1935 - 0,625 = 1934,375 m


Sta 0 + 875 = 1935 - ( 0 x (25)) – 0,156 = 1935,156m
1
Sta 0 + 900 = 1935 - (0 x 100 ) = 1935 m
2
3.10.3 Lengkung Vertikal Cekung PVI3

1935

1935 1920
Sta 1 + 000 Sta 1 + 750 Sta 2 + 000

Sta 1 + 750
- Tinggi elevasi = 1935 m
1925−1935
- Landai jalan ( q5 ) = x 100 % = 0 %
1000
1935−1920
- Landai Jalan ( q6 ) = x 100 % = 1,5 %
1000
- V rencana = 60 km/jam
Menurut buku (Sheerly L.Herdansin) kelandaian maksimum yang
izinkan untuk kecepatan 60 km/jam adalah 8 % sehingga kelandaian untuk PPVI 3
digunakan :

A = q5 - q6 = (0 %) - (1,5 %) = 1,5 %
- X = ¼ . Lv = ¼ . 100 = 25 m
A . X2
-Y = = 1,5 ¿ ¿ = 0,047 m
200. Lv
A . Lv 1,5 x 100
- EV = = = 0,187 m
800 800

47
48

Untuk menentukan panjang lengkung setiap station :


Sta 2 + 150 X=0 m Y=0 m
Sta 2 + 175 X = 25 m Y = 0,047 m
Sta 2 + 200 X = 50 m Y = 0,187 m
Sta 2 + 225 X = 25 m Y = 0,047 m
Sta 2 + 250 X=0 m Y=0 m

Untuk menentukan elevasi pada lengkung cekung PPVI :


Rumus :
1
Sta 2 + 150 = Tinggi Elevasi – (q5 x L)
2
Sta 2 + 175 = Tinggi Elevasi – ( q5 x (X)) - Y
Sta 2 + 200 = Tinggi Elevasi - Ev
Sta 2 + 225 = Tinggi Elevasi - ( q6 x (X)) - Y
1
Sta 2 + 250 = Tinggi Elevasi – (q6 x L)
2
Perhitungan :
1
Sta 2 + 150 = 1935 – (0 x 100 ) = 1935 m
2
Sta 2 + 175 = 1935 – ( 0 x (25)) – 0.047 = 1934,953 m
Sta 2 + 200 = 1935 - 0,187 = 1934,813 m
Sta 2 + 225 = 1935 - ( 1,5 x (25)) – 0,072 = 1897,572m
1
Sta 2 + 250 = 1935 – (1,5 x 100 ) = 1860
2
3.10.4 Lengkung Vertikal Cekung PVI4

1935 1920

1920

Sta 1 + 750 Sta 2 + 000 Sta 2+ 250

48
49

Sta 2 + 000
- Tinggi elevasi = 1920 m
1935−1920
- Landai jalan ( q3 ) = x 100 % = 1,5 %
1000
1920−1920
- Landai Jalan ( q4 ) = x 100 % = 0 %
1000
- V rencana = 60 km/jam

A = q1 - q2 = (1,5 %) - (0 %) = 1,5 %
- X = ¼ . Lv = ¼ . 100 = 25 m
A . X2
-Y = = 1,5 ¿ ¿ = 0,047 m
200. Lv
A . Lv 1,5 x 100
- EV = = = 0,1875 m
800 800

Untuk menentukan panjang lengkung setiap station :


Sta 1 + 950 X=0 m Y=0 m
Sta 1 + 975 X = 25 m Y = 0,047 m
Sta 2 + 000 X = 50 m Y = 0.1875 m
Sta 2 + 025 X = 25 m Y = 0,047 m
Sta 2 + 050 X=0 m Y=0 m

Untuk menentukan elevasi pada lengkung cekung PPVI :


Rumus :
1
Sta 0 + 950 = Tinggi Elevasi – (q1 x L)
2
Sta 0 + 975 = Tinggi Elevasi – ( q1 x (X)) - Y
Sta 1 + 000 = Tinggi Elevasi - Ev
Sta 1 + 025 = Tinggi Elevasi - ( q2 x (X)) - Y

49
50

1
Sta 1 + 050 = Tinggi Elevasi – (q2 x L)
2
Perhitungan :
1
Sta 0 + 800 = 1920 - (1,5 x 100 ) = 1845 m
2
Sta 0 + 825 = 1920 - ( 1,5 x (25)) – 0,156 = 1882,656 m
Sta 0 + 850 = 1920 - 0,1875 = 1919,8125 m
Sta 0 + 875 = 1920 - ( 0 x (25)) – 0,156 = 1919,844 m
1
Sta 0 + 900 = 1920 - (0 x 100 ) = 1920 m
2

3.10.5 Lengkung Vertikal Cekung PVI5

1920 1939

1920

Sta 2 + 000 Sta 2 + 250 Sta 2+ 670

Sta 2 + 000
- Tinggi elevasi = 1920 m
1920−1920
- Landai jalan ( q3 ) = x 100 % = 0 %
1000
1920−1939
- Landai Jalan ( q4 ) = x 100 % = 1,9 %
1000
- V rencana = 60 km/jam

A = q1 - q2 = (0 %) - (1,9 %) = 1,9 %
- X = ¼ . Lv = ¼ . 100 = 25 m
A . X2
-Y = = 1,9 ¿ ¿ = 0,0594 m
200. Lv

50
51

A . Lv 1,9 x 100
- EV = = = 0,2375 m
800 800

Untuk menentukan panjang lengkung setiap station :


Sta 2 + 200 X=0 m Y=0 m
Sta 2 + 225 X = 25 m Y = 0,0594 m
Sta 2 + 250 X = 50 m Y = 0.2375 m
Sta 2 + 275 X = 25 m Y = 0,0594 m
Sta 2 + 300 X=0 m Y=0 m

Untuk menentukan elevasi pada lengkung cekung PPVI :


Rumus :
1
Sta 2 + 200 = Tinggi Elevasi – (q1 x L)
2
Sta 2 + 225 = Tinggi Elevasi – ( q1 x (X)) - Y
Sta 2 + 250 = Tinggi Elevasi - Ev
Sta 2 + 275 = Tinggi Elevasi - ( q2 x (X)) - Y
1
Sta 2 + 300 = Tinggi Elevasi – (q2 x L)
2
Perhitungan :
1
Sta 2 + 200 = 1920 - (0 x 100 ) = 1920 m
2
Sta 2 + 225 = 1920 - (0 x (25)) – 0,0594 = 1919,9406 m
Sta 2 + 250 = 1920 - 0,2375 = 1919,7625 m
Sta 2 + 275 = 1920 - (1,9 x (25)) – 0,0594 = 1872,5594 m
1
Sta 2 + 300 = 1920 - (1,9 x 100 ) = 1825 m
2

3.10. Perhitungan Kubikasi

51
52

Menurut Cart F. Mayer dan David W. Gibson ( 1981 ) Untuk menghitung


besarnya galian dan timbunan dapat digunakan persamaan sebangai berikut :
a+b
a. Trapesium : A = xt
2
b. Segiempat : A = P x L
STA 0+000 ( Galian )
Luas I =PxL
= 1 x 25,22 = 25,22 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (25,22+26,02)/2 x 0,25 = 6,405 m2
Luas III =PxL
= 0,5 x 26,02 = 13,01 m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (25,22+26,02)/2 x 0,25 = 6,405 m2
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (25,22+25,07)/2 x 2,5 = 62,8625 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (25,07+25)/2 x 3,5 = 87,6225 m2
Luas VII = (h7+h8)/2 x t
= (25+25,07)/2 x 3,5 = 87,6225m2
Luas VIII = (h7+h8)/2 x t
= (25,07+25,22)/2 x 2,5 = 62,8625 m2
Luas IX = (h4+h5)/2 x t
= (25,22+26,02)/2 x 0,25 = 6,405 m2
Luas X =PxL
= 0,5 x 26,02 = 13,01 m2
Luas XII = (h2+h3)/2 x t
= (25,22+26,02)/2 x 0,25 = 6,405 m2
Luas XIII =PxL
= 1 x 25,22 = 25,22 m2
Luas total galian = 429.07 m2

52
53

STA 0+250 ( galian )

Luas I =PxL
= 1 x 18,92 = 18,92 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (18,92+19,72)/2 x 0,25 = 4,83 m2
Luas III =PxL
= 0,5 x 19,72 = 9,86 m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (19,72+18,92)/2 x 0,25 = 4,83 m2
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (18,92+18,77)/2 x 2,5 = 48,2375 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (18,77+18,7)/2 x 3,5 = 65,5725 m2
Luas VII = (h6+h7)/2 x t
= (18,77+18,7)/2 x 3,5 = 65,5725 m2
Luas VIII = (h5+h6)/2 x t
= (18,92+18,77)/2 x 2,5 = 48,2375 m2
Luas IX = (h4+h5)/2 x t
= (19,72+18,92)/2 x 0,25 = 4,83 m2
Luas X =PxL
= 0,5 x 19,72 = 9,86 m2
Luas XII = (h2+h3)/2 x t
= (18,92+19,72)/2 x 0,25 = 4,83 m2
Luas XIII =PxL
= 1 x 18,92 = 18,92 m2
Luas total galian = 304,5 m2

53
54

STA 0+500 ( galian )

Luas I =PxL
= 1 x 17,82 = 17,82 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (17,82+18,62)/2 x 0,25 = 4,555 m2
Luas III =PxL
= 0,5 x 18,62 = 9,31 m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (18,62+17,82)/2 x 0,25 = 4,555 m2
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (17,82+17,67)/2 x 2,5 = 44,3625 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (17,67+17,6)/2 x 3,5 = 61,7225 m2
Luas VII = (h6+h7)/2 x t
= (17,67+17,6)/2 x 3,5 = 61,7225 m2
Luas VIII = (h5+h6)/2 x t
= (17,82+17,67)/2 x 2,5 = 44,3625 m2
Luas IX = (h4+h5)/2 x t
= (18,62+17,82)/2 x 0,25 = 4,555 m2
Luas X =PxL
= 0,5 x 18,62 = 9,31 m2
Luas XI = (h2+h3)/2 x t
= (17,82+18,62)/2 x 0,25 = 4,555 m2
Luas XII =PxL
= 1 x 17,82 = 17,82 m2
Luas total galian = 284,65 m2

54
55

STA 0+750 ( galian )

Luas I =PxL
= 1 x 11,02 = 11,02 m2
Luas II = (11,02+h3)/2 x t
= (11,02+11,82)/2 x 0,25 = 2,855 m2
Luas III =PxL
= 0,5 x 11,82 = 5,91m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (11,02+11,82)/2 x 0,25 = 2,855 m2
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (11,02+10,87)/2 x 2,5 = 27,3625 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (10,87+10,8)/2 x 3,5 = 37,9225 m2
Luas VII = (h6+h7)/2 x t
= (10,87+10,8)/2 x 3,5 = 37,9225 m2
Luas VIII = (h5+h6)/2 x t
= (11,02+10,87)/2 x 2,5 = 27,3625 m2
Luas IX = (h4+h5)/2 x t
= (11,02+11,82)/2 x 0,25 = 2,855 m2
Luas X =PxL
= 0,5 x 11,82 = 5,91m2
Luas XI = (h2+h3)/2 x t
= (11,02+11,82)/2 x 0,25 = 2,855 m2
Luas XII =PxL
= 1 x 11,02 = 11,02 m2
Luas total galian = 175,85 m2

55
56

STA 1+000 ( galian )


Luas I =PxL
= 1 x 15,22 = 15,22 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (15,22+16,02)/2 x 0,25 = 3,905 m2
Luas III =PxL
= 0,5 x 16,02 = 8,01m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (15,22+16,02)/2 x 0,25 = 3,905 m2
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (15,22+15,07)/2 x 2,5 = 37,8625 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (15,07+15)/2 x 3,5 = 52,6225 m2
Luas VII = (h6+h7)/2 x t
= (15,07+15)/2 x 3,5 = 52,6225 m2
Luas VIII = (h5+h6)/2 x t
= (15,22+15,07)/2 x 2,5 = 37,8625 m2
Luas IX = (h4+h5)/2 x t
= (15,22+16,02)/2 x 0,25 = 3,905 m2
Luas X =PxL
= 0,5 x 16,02 = 8,01m2
Luas XI = (h2+h3)/2 x t
= (15,22+16,02)/2 x 0,25 = 3,905 m2
Luas XII =PxL
= 1 x 15,22 = 15,22 m2
Luas total galian = 243,05 m2

56
57

STA 1+250 ( galian )

Luas I =PxL
= 1 x 12,42 = 12,42 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (12,42+13,22)/2 x 0,25 = 3,205 m2
Luas III =PxL
= 0,5 x 13,22 = 6,61m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (12,42+13,22)/2 x 0,25 = 3,205 m2
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (12,42+12,27)/2 x 2,5 = 30,8625 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (12,27+12,2)/2 x 3,5 = 42,8225m2
Luas VII = (h6+h7)/2 x t
= (12,27+12,2)/2 x 3,5 = 42,8225m2
Luas VIII = (h5+h6)/2 x t
= (12,42+12,27)/2 x 2,5 = 30,8625 m2
Luas IX = (h4+h5)/2 x t
= (12,42+13,22)/2 x 0,25 = 3,205 m2
Luas X =PxL
= 0,5 x 13,22 = 6,61m2
Luas XI = (h2+h3)/2 x t
= (12,42+13,22)/2 x 0,25 = 3,205 m2
Luas XII =PxL
= 1 x 12,42 = 12,42 m2

Luas total galian = 198,25 m2

57
58

STA 1+500 ( Timbunan )

Luas I =PxL
= 1 x 8,28 = 8,28 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (8,28+7,48)/2 x 0,25 = 1,97 m2
Luas III =PxL
= 0,5 x 7,48= 3,74 m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (8,28+7,48)/2 x 0,25 = 1,97 m2
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (8,28+8,43)/2 x 2,5 = 20,8875 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (8,43+8,5)/2 x 3,5 = 29,6275 m2
Luas VII = (h6+h7)/2 x t
= (12,27+12,2)/2 x 3,5 = 29,6275 m2
Luas VIII = (h5+h6)/2 x t
= (12,42+12,27)/2 x 2,5 = 20,8875 m2
Luas IX = (h4+h5)/2 x t
= (12,42+13,22)/2 x 0,25 = 1,97 m2
Luas X =PxL
= 0,5 x 13,22 = 3,74 m2
Luas XI = (h2+h3)/2 x t
= (12,42+13,22)/2 x 0,25 = 1,97 m2
Luas XII =PxL
= 1 x 8,28 = 8,28 m2

Luas total galian = 132,95 m2

58
59

STA 1+750

Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (2+1,5)/2 x 2 = 3,5 m2 ( timbunan )
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (1,5+1,5)/2 x 1 = 1,5 m2
Luas III = (h3+h4)/2 x t
= (1,5+2,1)/2 x 2 = 3,6 m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (2,1+2,3)/2 x 3,5 = 7,7 m2
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (2,3+0,3)/2 x 3,5 =4,55 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t ( galian )
= (0,3+1,3)/2 x 2 = 1,6 m2
Luas VII = (h7+h8)/2 x t
=(1,3+2,5)/2 x 1 = 1,4 m2
Luas VII = (h7+h8)/2 x t
=(2,5+2)/2 x 2 =4,5 m2

Luas total timbunan = 20,85 m2


Luas total galian = 7,5 m2

STA 1+600 ( timbunan )

Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (0+0,5)/2 x 2 = 0,5 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (0,5+0,8)/2 x 1 = 0,65 m2
Luas III = (h3+h4)/2 x t
= (0,8+2,5)/2 x 2 = 3,3 m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (2,5+4,2)/2 x 3,5 = 11,73 m

59
60

LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (4,2+4,3)/2 x 3,5 =14,88 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (4,3+3,5)/2 x 2 = 7,8 m2
Luas VII = (h7+h8)/2 x t
=(3,5+3,7)/2 x 1 = 3,6 m2
Luas VIII = (h7+h8)/2 x t
=(3,7+4)/2 x 2 =7,7 m2

Luas total timbunan = 50,16 m2

STAv 1+800 ( galian )

Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (30,1+29,62 x 2 = 59,7 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (29,6+29,2)/2 x 1 = 29,4 m2
Luas III = (h3+h4)/2 x t
= (29,2+27,7)/2 x 2 = 56,9 m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (27,7+25,9)/2 x 3,5 = 93,8 m2
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (25,9+26)/2 x 3,5 =90,8 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (26+26,7)/2 x 2 = 52,7 m2
Luas VII = (h7+h8)/2 x t
=(26,7+26,7)/2 x 1 = 26,7 m2
Luas VIII = (h7+h8)/2 x t
=(26,7+26,3)/2 x 2 = 53 m2

Luas total galian = 406,6 m2

60
61

STA 2+000 ( galian )

Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (21+21)/2 x 2 = 42 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (21+21)/2 x 1 = 21 m2
Luas III = (h3+h4)/2 x t
= (21+20)/2 x 2 = 41 m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (20+7,7)/2 x 3,5 = 48,48 m2
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (7,7+7)/2 x 3,5 = 25,73 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (7+7,7)/2 x 2 = 14,7 m2
Luas VII = (h7+h8)/2 x t
=(7,7+7,5)/2 x 1 = 7,6 m2
Luas VII = (h7+h8)/2 x t
=(7,5+7)/2 x 2 =14,5 m2

Luas total galian = 215,01 m2

STA 2+200 ( timbunan )

Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (4,3+4,3)/2 x 2 = 8,6 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (4,3+4,5)/2 x 1 = 4,4 m2
Luas III = (h3+h4)/2 x t
= 4,5+5,8)/2 x 2 = 10,3 m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (5,8+7)/2 x 3,5 = 22,4 m2

61
62

LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (7+6,5)/2 x 3,5 =23,23 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (6,5+5,3)/2 x 2 = 11,6 m2
Luas VII = (h7+h8)/2 x t
=(5,3+5,3)/2 x 1 = 5,3 m2
Luas VII = (h7+h8)/2 x t
=(5,3+5,3)/2 x 2 =10,6 m2

Luas total timbunan = 96,43 m2

STA 2+400 ( timbunan )

Luas I = (h1+h2)/2 x t
= (20+20,4)/2 x 2 = 40,7 m2
Luas II = (h2+h3)/2 x t
= (20,4+21,3)/2 x 1 = 20,85 m2
Luas III = (h3+h4)/2 x t
= (21,3+21,8)/2 x 2 = 43,1 m2
LuasIV = (h4+h5)/2 x t
= (21,8+23,0)/2 x 3,5 = 78,4 m
LuasV = (h5+h6)/2 x t
= (23+22,3)/2 x 3,5 =79,3 m2
Luas VI = (h6+h7)/2 x t
= (22,3+21,3)/2 x 2 = 43,6 m2
Luas VII = (h7+h8)/2 x t
=(21,3+21,3)/2 x 1 = 21,3 m2
Luas VIII = (h7+h8)/2 x t
=(21,3+21,3)/2 x 2 =42,6 m2

Luas total timbunan = 89,094 m

62
63

tabel 6.1 data hasil perhitungan kubikasi dan volume.


jarak volume komulatif
sta (m) luas (m2) (m) volume (m3) (m3)
  galian timbunan   Galian timbunan
0+000 0 89,094 200 0 17818,8 -17818,8
             
0+200 32,25 0 200 6450 0 -11368,8
             
0+400 224,36 0 200 44872 0 33503,2
             
0+600 228,5 0 200 45700 0 79203,2
             
0+800 256 0 200 51200 0 130403,2
             
1+000 334,93 0 200 66986 0 197389,2
             
1+200 76,93 0 200 15386 0 212775,2
             
1+400 7,5 20,85 200 1500 4170 210105,2
             
1+600 0 50,16 200 0 10032 200073,2
             
1+800 406,6 0 200 81320 0 281393,2
             
2+000 215,01 0 200 43002 0 324395,2
             
2+200 0 96,43 200 0 19286 305109,2

2+400 0 369,85 200 0 73970 231139,2

jumlah total 354916 125276,8 2176301,6

Jumlah total volume galian = 354916 m3


jumlah total volume timbunan = 125276,8

63
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil analisa perhitungan yang dilakukan, maka dapat diambil


beberapa kesimpulan dan saran-saran dari perencanaan geometric jalan raya.

4.1 Kesimpulan
a) Dari perhitungan aliyamen horizontal di peroleh 3 (tiga) jenis tikungan,
PI1 ( F-C ) PI2 (S – S ), PI3( S-C-S ), dan tiap-tiap tikungan dilakukan
pelebaran jalan.
b) Untuk mendapatkan sebuah trase jalan yang aman bagi pengemudi
kendaraan perlu dibuat suatu perencanaan geometrik yang sesuai dengan
standar yang dibuat Direktorat Jendral Bina Marga
c) Trase jalan yang di rencanakan melalui bukit dan lembah sehingga perlu
dilakukan pekerjaan galian dan timbunanan

Saran
1) Dalam memilih trase jalan, jika memungkinkan sebaiknya menghindari
daerah-daerah yang banyak menimbulkan pekerjaan galian dan timbunan
yang sangat banyak
2) Untuk menghindari terjadinya genangan air pada permukaan jalan, maka
sebaiknya direncanakan drainase untuk mengalirkan air keluar
permukaan jalan.
3) Untuk memberikan pelayanan yang baik bagi penggunaan jalan, maka
harus dilakukan perencanaan jalan yang sebaik-baiknya .

64
DAFTAR KEPUSTAKAAN

Direktorat Jenderal Bina Marga, Bipran , 1970, Peraturan Perencanaan


Geometrik Jalan Raya No. 13/1970.

Dalimin, 1979, Pelaksanaan Pembangunan Jalan. Penerbit Lestari.

Silvia Sukirman, 1999. Dasar-dasar Perencanaan Geometric Jalan , Penerbit


Nova. Bandung.

65

Anda mungkin juga menyukai