PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
dapat beroperasi dengan baik, nyaman, aman bagi pengguna jalan raya baik
kemampuan pelayanan yang dapat diberikan dari setiap bagian jalan raya
tersebut, antara lain oleh lebar jalan dan jumlah lajur yang dapat dilihat dari
potongan melintasng (Cross Section) jalan. Semakin banyak jenis dan jumlah
kendaraan yag lewat di jalan raya, maka semakin ramai pula arus lalu lintas di
jalan raya tersebut. Dalam keadaan seperti ini dapat diartikan bahwa lalu lintas
pada jalan raya akan semakin padat dan tingkat pelayanan yang diberikan oleh
melintang (Cross Section) dan Tingkat pelayanan 5 buah jalan raya pada
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Secara Umum :
1. Memenuhi sebagian tugas mata kuliah Geometrik Jalan Raya di
Universitas Pendidikan Indonesia sebagai salah satu syarat kelulusan.
b. Secara Khusus :
2
1.4 Sistematika Penulisan
2. BAB II PEMBAHASAN
Menjelaskan mengenai klasifikasi dan spesifikasi jalan raya
menurut Standar Nasional Indonesia dan berbagai perundang-
undangan, potongan melintang (cross section) dan tingkat
pelayanan jalan raya
3. BAB III IDENTIFIKASI
Di dalamnya mengidentifikasikan klasifikasi dan spesifikasi
jalan raya, potongan melintang (cross section) dan tingkat
pelayanan 5 ruas jalan raya pada wilayang kota Bandung
4. BAB IV PENUTUP
Berisi kesimpulan terhadap pokok pembahasan yang disajikan
dalam paper ini.
5. DAFTAR PUSTAKA
3
BAB II
PEMBAHASAN
diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas
permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel” (UU RI
tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan
kabel”
Jalan raya adalah jalur - jalur tanah di atas permukaan bumi yang dibuat
sehingga dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan
4
besar untuk kemakmuran rakyat. Kemudian jalan mempunyai peranan pula
merata. Serta jalan merupakan suatu kesatuan sitem jaringan jalan yang
5
kota jenjang ketiga, atau kota jenjang kedua dengan kota jenjang
ketiga.
- Yang dimaksud dengan kota jenjang kesatu ialah kota yang berperan
- Yang dimaksud dengan kota jenjang kedua ialah kota yang berperan
kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kesatu
- Yang dimaksud dengan kota jenjang ketiga ialah kota yang berperan
kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang kedua
kota jenjang kedua serta memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan ke
- Yang dimaksud dengan kota di bawah jenjang ketiga ialah kota yang
dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari kota jenjang
6
ketiga dan terikat jangkauan serta orientasi yang mengikuti prinsip-prinsip
di atas.
d. Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik,
terpenuhi.
c. Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata – rata.
7
3. Jalan Lokal Primer
8
1. Jalan Arteri Sekunder, menghubungkan kawasan primer dengan
dengan perumahan.
primer, fungsi sekunder kesatu, fungsi sekunder kedua, fungsi sekunder ketiga
b. Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata – rata.
d. Pada jalan arteri sekunder, lalu lintas capat tidak boleh terganggu oleh
9
2. Jalan Kolektor Sekunder
10
2.3 Tingkat Pelayanan
Hal ini berkaitan dengan kecepatan operasi atau fasilitas jalan yang
tinggi;
dengan kondisi:
Arus stabil dengan volume lalu lintas sedang dan kecepatan mulai
memengaruhi kecepatan
11
c. Tingkat pelayanan C – arus stabil (untuk merancang jalan
meningkat;
Arus mendekati tidak stabil dengan volume lalu lintas tinggi dan
yang besar;
kondisi:
tinggi;
12
Pengemudi mulai merasakan kemacetan-kemacetan durasi
pendek.
dengan kondisi:
lama;
13
2. Tingkat pelayanan (tergantung- fasilitas)
Pada saat arus mendekati nol titik potong pada sumbu Y terlihat
dengan jelas.
menggunakan istilah mantap dan tidak mantap untuk setiap panjang dan
kondisi perkerasan jalan secara menyeluruh. Jika cukup rata, maka jalan
dianggap baik mulai dari lapis bawah sampai dengan lapis atas perkerasan
14
jalan. Satuan yang digunakan adalah IRI yang menyatakan akumulasi
diberikan.
sampai saat ini masih dalam perdebatan oleh para ahli. Ir. EwoudVerhoef
15
meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
kurangnya disediakan pada suatu wilayah untuk keperluan lalu lintas agar
akan terdiri dari 2 induk besaran : (1) kuantitas dan (2) kualitas prasarana
jalan.
16
SPM tersebut akan meliputi beberapa hal sebagaimana disampaikan
pada Tabel
wilayah.
ekonomi (well-distributed/spacing)
17
Untuk simplifikasi maka minimal dalam SPM harus ditentukan lebar
badan jalan minimal untuk setiap jenis fungsi jalan baik Arteri, Kolektor,
Lokal (A, K, L). Sehingga pada dasarnya dengan mengacu kepada konsep
18
- Kualitas fisik jalan yangcukup, atau tidak rusak,
kondisi fisik jalan (baik, sedang, rusak, rusak berat) dengan kebutuhan
penanganan jalan.
minimal 5,5. Namun hal ini akan juga dipengaruhi oleh lebar aktual
jalan dan volume aktual jalan, yang secara umum membutuhkan syarat
IRI dan RCI yang lebih baik, sebagaimana disampaikan dalam SPM
batasan maksimal angka IRI < 8.0 dan RCI>5.5 sudah cukup
19
Gambar 5. Hubungan Antara Kondisi Fisik Jalan dan Kebutuhan
Penanganan Jalan
20
b. Kualitas Pelayanan/Operasional Jalan
1) Kecepatan Operasi
Sumber: Morlok(1991)
Dalam MKJI 1997 lalulintas berada pada kondisi normal jika VCR <
0,85,klasifikasi Minimalnya D
21
Gambar 6. Kecepatan Operasi dan V/C
operasi minimal untuk setiap fungsi ruas jalan dalam SPMJalan tidak
boleh lebih tinggi dari kecepatan rencana minimal dalam RPP Jalan dan
juga tidak boleh lebih rendah dari kecepatan operasi minimal dari
22
Tabel 6. Standar Pelayanan Minimum
23
2.4 Klasifikasi Jaringan Jalan
A. Jalan Utama(Primer)
Jalan raya utama adalah jalan raya yang melayani lalu lintas yang
tinggi antara kota yang penting atau antara pusat-pusat produksi dan pusat-
pusat akspor. Sifat lau lintas jalan ini adalah cepat dan berat.
B. Jalan Sekunder
Jalan raya sekunder adalah jalan raya yang melayani lau lintas
yang cukup tinggi antara kota-kota penting dan kota-kota yang lebih kecil,
C. Jalan Penghubung
lintasharian rata – rata untuk kedua jurusan volume LHR yang baru
untuk suatu jalandapat langsung diperoleh pada lalu lintas dimana dilakukan
24
Tabel 7. Klasifikasi Jalan Raya
JALAN RAYA JALAN
KLASIFIKASI JALAN RAYA SEKUNDER
UTAMA PENGHUBUNG
JALAN
KLASSIFIKASI MEDAN D B G D B G D B G D B G D B G
Lalu lintas harian rata- rata > 20. 000 6.000 - 20.000 1500 – 8000 < 20.000 -
(smp)
(km/jam)
min.(m)
Lebar Perkerasan (m) Minimum 2 (2x3,75) 2x3.50 atau 2(2x3.50) 2x 3.50 2 x 3.00 3.50 - 6.00
Lebar Bahu (m) 3.50 3.00 3.00 3.00 2.50 2.50 3.00 2.50 2.50 2.50 1.50 1.00 3.50 - 6.00
Lereng Melintang 2% 2% 2% 3% 4%
Perkerasan
Jenis Lapisan Permukaan Aspal beton Aspal Beton Penetrasi Berganda/ Paling tinggi penetrasi Paling tinggi pelebaran
Jari- jari lengkung minimum 560 350 210 350 210 115 210 115 50 210 115 50 115 50 30
(m)
Landai Maksimum 3% 5% 6% 4% 6% 7% 5% 7% 8% 6% 8% 10 % 6 % 8
% 10 %
perhitungan lalu lintas untuk lokasi jalan tersebut. Hasil perkiraan ini akan
25
Volume Lalu Lintas Rencana (VLLR) dari lalu lintas menyatakan
jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun untuk kedua jurusan. Untuk ini
melewati jalan tersebut. Jumlah lalu lintas perhari dalam satu tahun
Karena pada umumnya lalulintas pada jalan raya terdiri dari campuran
ekivalen (FE)=1.
smp ekivalen.
26
Tabel 8. Faktor ekivalen kendaraan untuk menghitung VLR
lintas rencana, fungsi jalan raya dan kondisi medannya. Penentuan lebar
mengikuti fungsinya.
fungsi jalan :
jalan 8m.
27
2. Untuk jalan kolektor, kecepatan rencananya 40 km/jam, dan lebar
jalan 6m.
LRHT secara definisi adalah jumlah lalu lintas selama satu tahun
penuh (365 hari) dibagi jumlah harinya dalam tahun tersebut. LHRT
ditetapkan dalam unit Satuan Mobil Penumpang (smp) per hari atau dalam
sangat jarang didasarkan atas informasi data lalu-lintas selama satu tahun
penuh, sehingga sering diprediksi dari data survey yang pendek, misalnya
7 hari.
mingguan.
lintas sering didasarkan pada survey selama 3 hari. Sementara itu, ditjen
28
2. tipe B (5000 < LHR < 10000 kendaraan), dan
1992. Hasil perhitungan lalu lintas seperti ini dipandang perlu unutk diuji
29
1. Kapasitas dasar (kapasitas ideal) yaitu kapasitas jalan dalam kondisi
Daerah pembebasan
melalui satu titik atau tempat dalam satu satuan waktu dengan
tersebut.
I >8
Arteri II 10
III A 8
III A
Kolektor
III B 8
Lokal III C 8
30
2. Klasifikasi Jalan Perkotaan
Fungsi Kelas
PRIMER
Arteri I
Kolektor II
SEKUNDER
Arteri II
Pengaturan)
Primer - - I
> 6.000 II
31
3. Klasifikasi Jalan Kabupaten
D B G
50 – 200 III B2 40 30 30
< 50 III C 30 30 20
Marga)
Menurut berat kendaraan yang lewat, jalan raya terdiri atas: jalan kelas I,
kelas IIA, kelas IIB, kelas IIC, dan kelas III. Semakin berat kendaraan-
kendaraan yang melalui suatu jalan, makin berat pula syarat-syarat yang
a. Kelas I
untuk dapat melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu
Jalan raya dalam kelas ini merupakan jalan-jalan raya yang berjalur
banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang terbaik dalam arti
32
b. Kelas II
komposisi Ialu lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Kelals jalan ini,
1) Kelas IIA
konlstruksi permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau yang
lambat tapi, tanpa kendaraan tanpa kendaraan yang tak bermotor. Untuk
2) Kelas IIB
3) Kelas IIC
33
c. Kelas III
Fungsi Jalan, dimensi maksimum dan MST kendaraan, Sementara itu, untuk
Tabel 14. Kelas dan Fungsi Jalan (PP no 43-1993 pasal 11)
34
2.6 Klasifikasi jalan menurut pelayanan administrasi
jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten, jalan kota, jalan desa dan jalan
khusus.
1. Jalan Nasional
Jalan Arteri Primer.
Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi.
Jalan selain dari yang termasuk arteri / kolektor primer , yang
mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional, yakni jalan
yang tidak dominan terhadap pengembangan ekonomi, tetapi
mempunyai peranan jaminan kesatuan dan keutuhan nasional, yakni
melayani daerah – daerah yang rawan dan lain - lain.
2. Jalan Propinsi
Jalan Kolektor Primer, yang menghubungkan ibukota propinsi dengan
ibukota Kabupaten/Kotamadya.
Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota
kabupaten / kotamadya.
Jalan selain dari yang disebut diatas, mempunyai nilai strategis
terhadap kepentingan propinsi, yakni jalan biarpun tidak dominan
terhadap perkembangan ekonomi, tetapi mempunyai peranan tertentu
dalam menjamin terselenggaranya pemerintahan dalam pemerintah
daerah.
Jalan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan yang termasuk
Jalan Nasional.
3. Jalan Kabupaten
Jalan Kolektor Primer, yang tidak termasuk dalam kelompok jalan
Nasional dan Kelompok Jalan Propinsi.
Jalan Lokal Primer.
35
Jalan Sekunder Lain, selain sebagaimana dimaksud sebagai jalan
Nasional dan jalan propinsi.
Jalan selain yang disebutkan diatas, mempunyai nilai strategis terhadap
Kepentingan, yakni jalan yang walaupun tidak dominan terhadap
pengembangan ekonomi, tetapi mempunyai peranan tertentu dalam
menjamin terselenggaranya pemerintahan dalam pemerintah daerah.
4. Jalan Kotamadya
Jaringan Jalan Sekunder di dalam Kotamadya.
5. Jalan Desa
Jaringan jalan sekunder didalam desa, yang merupakan hasil swadaya
masyarakat, baik yang ada di desa maupun di kelurahan.
6. Jalan khusus
Jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi / Badan Hukum /
Perorangan untuk melayani kepentingan masing – masing.
36
2.7 Klasifikasi Train Topografi
kemiringan medan yang diukur tegak lurus garis kontur. Keseragaman kondisi
2 Berbukit B 3-25
3 Pegunungan G >25
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota, Ditjen Bina Marga 1997.
Menurut jenisnya, jalan raya dibedakan menjadi, Express way, Free way,
A. Express Way
Express way atau disebut juga jalan cepat sesungguhnya adalah jalan
raya primer atau jalan arteri, akan tetapi pada jalan express prioritas jalan
Pada daerah persimpangan yang arus lalu lintasnya saling memotong jalan
secara efisien.
37
B. Free Way
Free way atau disebut juga dengan jalan bebas hambatan adalah
dan hambatan-hambatan lain. Selain itu jalan bebas hambatan harus disetai
berikut:
38
2.9 Cross Section ( Potongan Melintang )
a. Daerah Milik Jalan (Damija) adalah seluruh daerah manfaat jalan berikut
jalur tertentu di luar daerah manfaat jalan tersebut yang ditujukan untuk
b. Daerah Manfaat Jalan (Damaja) adalah meliputi seluruh jalur lalu lintas
39
c. Daerah Pengawasan Jalan (Dawasja), ditujukan untuk penjagaan terhadap
d. Badan Jalan, bagian jalan yang meliputi seluruh jalur lalu-lintas, median dan
bahu jalan
untuk lintasan kendaraan bermotor (beroda empat atau lebih) dan biasanya
diperkeras
f. Lajur. Bagian dari jalur lalu-lintas yang memanjang dibatasi oleh marka jalur
jalan, yang memiliki lebar cukup untuk kendaraan bermotor sesuai rencana
(kendaraan rencana)
g. Median, bagian bangunan jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu
Fungsi median :
Penghijauan
Cadangan lajur
berlawanan.
40
Jenis-Jenis Median
Lebar Median
Lebar total median, diukur dari garis tepi dalam perkerasan jalur
lalu-lintas yang satu, sampai dengan garis tepi dalam perkerasan jalur
41
Tabel 17 lebar minimal standar dan lebar standar mutlak median
h. Bahu Jalan, atau disebut juga sebagai tepian jalan adalah suatu jalur yang
terletak berdampingan sejajar dengan jalur lalu lintas, atau bagian jalan yang
terletak diantarajalur lalu liintas dengan saluran tepi, atau dengan parit dengan
pembatas jalan atau dengan kemiringan lereng tepi. Fungsi bahu jalan adalah
42
untuk memberikan kebebasan samping dan sebagai jalur untuk melayani
II D 1.50 - - 6
i. Saluran drainase, sebagai saran dalam penyaluran air hujan yang jatuh di
43
Tabel 20 sistem drainase permukiman hubungannya dengan fungsi dan
penempatannya
Catatan :
Definisi tidak terpadu: saluran drainase yang mengikuti sisitem jaringan jalan dan
berfungsi sebagai saluran yang menyalurkan air hujan yang jatuh di DAMAJA, bukan
sebagai saluran primer drainase permukiman
Definisi terpadu: saluran drainase yang mengikuti sistem jaringan jalan dan berfungsi
sebagai saluran yang menyalurkan air hujan yang jatuh di DAMAJA dan yang jatuh
diseluruh kawasan permukiman
j. Jarak Pandang, suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada
Jarak Tanggap (Jht) adalah jarak yang ditempuh oleh kendaraan sejak
44
Jarak Pengereman (Jhr) adalah jarak yang dibutuhkan untuk
kendaraan berhenti.
45
BAB III
KOTA BANDUNG
1. Jalan Sumbawa
Lapisan permukaan
- Jenis : AC – WC
- Kondisi : Baik
Lapisan Pondasi
- Jenis : Atas AC – BC
46
Bawah SIRTU
Trotoar
- Jenis : PVB
- Tebal : 0.3 m
- Kondisi : Sedang
Saluran Samping :
- Type : Terbuka
47
Gambar 14 potongan melintang (cross section) jalan Sumbawa
2. Jalan Naripan
Lapisan permukaan
- Jenis : AC – WC
48
- Kondisi : Baik
Lapisan Pondasi
- Jenis : Atas AC – BC
Bawah SIRTU
Trotoar
- Jenis : PVB
- Tebal : 0.3 m
- Kondisi : Sedang
49
Gambar 17 potongan melintang (cross section) jalan Naripan
3. Jalan Tamansari
Wetan 09, Kota Bandung, Jawa Barat. Jalan tersebut memiliki status jalan
vertikalnya sedikit naik dandatar. Pada jalan ini, tidak terdapat median.
Lapisan permukaan
- Lebar : 7 meter
50
- Jenis : AC – WC
- Kondisi : Baik
Lapisan Pondasi
- Lebar : 7 meter
- Jenis : Atas AC – BC
Bawah EXISTING
Trotoar
- Tebal : 0.3 m
- Kondisi : Sedang
51
Gambar 20 potongan melintang (cross section) jalan Tamansari
4. Jalan Merdeka
19, Kota Bandung, Jawa Barat. Jalan tersebut memiliki status jalan Kolektor
Lapisan permukaan
52
- Jenis : AC – WC
- Kondisi : Baik
Lapisan Pondasi
- Jenis : Atas AC – BC
Bawah EXISTING
Trotoar
- Tebal : 0.3 m
- Kondisi : Sedang
53
Gambar 23 potongan melintang (cross section) jalan Merdeka
19, Kota Bandung, Jawa Barat. Jalan tersebut memiliki status jalan Kolektor
naik. Pada ruas jalan ini tidak ada median dan tidak ada trotoar, namun
Lapisan permukaan
54
- Jenis : AC – WC
- Kondisi : Baik
Lapisan Pondasi
- Jenis : Atas -
Bawah AC – BC
- Tebal : Atas -
Bahu jalan
- Tebal : 0.3 m
- Posisi : bawah
- Kondisi : Sedang
55
Gambar 26 potongan melintang (cross section) jalan Sersan Bajuri
56
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
permukaan air, kecuali jalan kereta api,jalan lori, dan jalan kabel.
Setelah dikaji tentang klasifikasi jalan, Spesifikasi jalan dan Cross Section,
Pada beberapa ruas jalan yang ada di Bandung, dapat disimpulkan dari
hasil identifikasi pada BAB III bahwa masih ada ruas jalan yang tidak
Beberapa ruas jalan di kota bandung masih tidak memiliki trotoar dan
bahu jalan sehingga membuat para pejalan kaki mengambil alih jalur lalu-
57
4.2 Saran
Dalam perencanaan sistem jaringan jalan dari suatu wilayah tertentu maka
kriteria penentuan klasifikasi dan spesifakisi jalan yang telah ada sebagai
acuan dasar.
yang dibutuhkan sesuai dengan fungsi ruas jalan itu sendiri, kurangnya
rambu – rambu pengaman lalu lintas pada beberapa ruas jalan serta
58