Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kota Palembang adalah ibu kota provinsi Sumatera Selatan. Palembang
adalah kota terbesar kedua di Sumatera setelah Medan. Kota Palembang memiliki
luas wilayah 358,55 km² yang dihuni 1,8 juta orang dengan kepadatan penduduk
4.800 per km². Diprediksikan pada tahun 2030 mendatang kota ini akan dihuni 2,5
Juta orang.
Sumatera Selatan yang memiliki 17 Kabupaten/kota juga sudah sangat
dikenal sebagai daerah penghasil tambang dan sejak tahun 2004 yang lalu sudah
mencanangkan diri sebagai lumbung energi. Provinsi yang memproklamirkan diri
sebagai provinsi terkaya kelima di Indonesia ini juga sedang bergeliat membangun
sarana-prasasaran karena banyaknya acara nasional dan internasional yang digeber
di Sumatera Selatan khususnya di Kota Palembang. Perut bumi Sumatera Selatan
begitu kaya dengan minyak bumi, gas, panas bumi dan tentu saja batubara. Minyak
dan gas bumi sungguh banyak terdapat di Kabupaten Muara Enim, Musi Banyuasin,
Banyuasin, Musi Rawas, PALI, Prabumulih dan Ogan Ilir, sedangkan Batubara
banyak ditemukan di Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Lahat serta sebagian
besar wilayah Kota Prabumulih. Sebagai sebuah kota yang dilalui oleh beberapa
sungai besar, masyarakat Palembang juga mengenal angkutan air, yang disebut
ketek. Ketek ini melayani penyeberangan sungai melalui berbagai dermaga di
sepanjang Sungai Musi, Ogan dan Komering. Dalam proses pengangkutan dan
penyebearan minyak bumi di setiap pelabuhan. Hal ini akan terus dilakukan secara
bertahap di bagian akses dan fungsinya. intinya dengan tujuan untuk mengurangi
jumlah peumpukan minyak bumi dan peti kemas di pelabuhan supaya aksses
bongkar pasang di pelabuhan berjalan dengan lancar. Dengan menimbnag daerah
Palembang yang mempunyai cakupan yang sangat luas . Adapun batas-batas
administratif Kota Palembang, sebagai berikut :

1
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Banyu Asin
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Banyu Asin.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Banyu Asin.
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten
Muara Enim.
Kota Palembang mempunyai pengembang ekonomi dalam transportasi air
yang mengelola dermaga sebagai penghasilan yang menyediakan pengankutan
barang dan manusia. Bukan hanya mengangkut barang ringan tetapi dermaga di
Palembang mengangkut seperti minyak bumi, batu bara , hasil alam, peti kemas dll,
sebagai penyedia jasa angkutan air di Palembang juga ada beberapa pelabuhan
seperti :
1. Pelabuhan Tanjung Api-api
pelabuhan internasional yang terletak di Kabupaten Banyuasin, 80
Km dari Kota Palembang, Sumatera selatan, Pelabuhan ini adalah salah
satu pelabuhan besar di Indonesia, pelabuhan ini terintegerasi dengan
kawasan ekonomi ekslusif (KEK) Tanjung Api-api, pelabuhan ini juga
direncanakan teritegerasi dengan jalur kereta api batu bara dari tanjung
enim ke tanjung api-api. Selain jalur kereta api batu bara dari tanjung
enim ke tanjung api-api, selain itu direncanakan juga akan dibangun
jalan tol dari Palembang menuju tanjung api api. Dengan beroperasinya
Pelabuhan Penyeberangan Tanjung Api-api diharapkan pelayanan
angkutan penyeberangan kepada masyarakat semakin meningkat,
karena waktu tempuh menjadi lebih singkat dari semula rata-rata 8
sampai 12 jam menjadi 4 jam saja.
2. Pelabuhan Tangga Buntung
Pelabuhan Tangga Buntung yang telah dahulu beroperasi, ada juga
pelabuhan boom baru. Pada akhirnya, kedua pelabuhan itu juga
menjalani fungsinya tersendiri. Berbeda dengan di Bangka yang
menampung kapal ferry dan kapal cepat dalam satu pelabuhan, di
Palembang pelabuhan Tangga Buntung dikhusukan bagi Kapal Ferry
untuk berlabuh.

2
3. Pelabuhan boom baru
Pelabuhan Palembang atau dikenal sebagai Boom Baru dibangun
pemerintahan kolonial Belanda menggantikan Pelabuhan Sungai
Rendang pada tahun 1924. Pelabuhan ini terletak di antara dua muara
anak sungai Musi, yaitu sungai Lawang Kidul dan sungai Belabak. Pada
masa itu, Boom Baru memiliki dermaga dengan panjang sekitar 250
meter. Selain dermaga, di tempat ini juga terdapat Kantor Duane atau
Bea Cukai yang posisinya terapung. Pelabuhan Palembang ini menjadi
pelabuhan sungai terbesar di wilayah Sumatera sekaligus merupakan
tumpuan urat nadi pertumbuhan ekonomi provinsi Sumatera Selatan.
Kegiatan bongkar muat didominasi oleh barang curah kering dan
petikemas, disampaing juga melayani barang dengan jenis kemasan lain.
Sebagai penghubung jaringan transportasi yang besar ada pula jaringan
transportasi air yang di kategorikan seperti dermaga, ada beberapa dermaga terdapat
di Palembang :
1. Gasing
2. Jaka Baring
3. Karang Agung
4. Kamasan
5. Lais
6. Sungai Gendus
7. Sungai Lilin
8. Sungai Lumpur
9. Sungai Mejisu
10. Simpang PU
11. Sungsang
12. Tangga Buntung
13. Tulung Senapan

3
Kota Palembang merupakan kota yang mempunyai masyarakat yang cukup
banyak, dalam melakukan kegiatan ekonominya masyarakat Palembang tidak
hanya diam di kota tersebut tapi mereka keluar dan menyebrang ke antar pulau
untuk memenuhi kegiatan ekonomi nya.
Bangkitan dan tarikan pada tata guna transportasi air khususnya pada
bangkitan pergerakan minyak bumi di Palembnag melalui jalur sungai merupakan
salah satu permasalahan, dengan melihat efektivitas dalam penggunaan dan
penyebaran pengakutan minyak bumi agar tidak terjadi penumpukan di setiap
pelabuhan. Untuk meminimalisir supaya mengurangi penumpukan di pelabuhan
penulis memerlukan suau analisa bangkitan pada pergerakan minyak bumi pada
jalur sungai.
Pentingnya bangkitan dan tarikan pergerakan dalam memprediksi jumlah
pergerakan minyak bumi yang meninggalkan suatu pelabuhan untuk bergerak ke
tempat lain. Maka harus di adakannya suatu sistem yang mendukung pelebuhan
untuk mengoprasikan brang yang datang ke pelabuhan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
pertanyaan sebagai berikut :
1. Bagaimana mengidentifikasi variabel sosioekonomi dan karakteristik
transportasi air di wilayah kajian Kota Palembang ?
2. Bagaimana mengidentifikasi variabel infrastruktur atau prasarana
transportasi air wilayah kajian Kota Palembang ?
3. Bagaimana mengidentifikasi variabel sarana atau moda transportasi
wilayah kajian Palembang ?
4. Bagaimana analisa data variabel point 1,2,3 berdasarkan 30 tahun
prediksi?
5. Bagaimana Estimasi Model Bangkitan dan Tarikan Pergerakan wilayah
kajian Kota Palembang ?
6. Bagaimana mengetahui identifikasi komponen sistem bangkitan
transportasi minyak bumi di Palembang melaui jalur sungai?

4
7. Bagaimana mengetahui variabel pemodelan dalam bangkitan transportasi
minyak bumi di Palembang?

8. Bagaimana mengetahui jaringan transportasi sungai yang


menghubungkan pengangkutan minyak bumi di Palembang?

1.3 MAKSUD DAN TUJUAN


Adapun maksud dan tujuan dari penulisan tugas ini, yaitu :
1. Mengidentifikasi variabel sosioekonomi dan karakteristik transportasi
wilayah kajian Kota Palembang.
2. Mengidentifikasi variabel infrastruktur atau prasarana transportasi
wilayah kajian Kota Palembang.
3. Mengidentifikasi variabel sarana atau moda transportasi wilayah kajian
Kota Palembang.
4. Dapat mengetahui bagaimana data variabel point 1,2,3 berdasarkan 30
tahun prediksi.
5. Dapat mengetahui estimasi Model Bangkitan dan Tarikan Pergerakan
wilayah kajian Kota Palembang.
6. Mengetahui identifikasi komponen sistem bangkitan transportasi minyak
bumi di Palembang melaui jalur sungai.

7. Mengetahui variabel pemodelan dalam bangkitan transportasi minyak


bumi di Palembang.

8. Mengetahui jaringan transportasi sungai yang menghubungkan


pengangkutan minyak bumi di Palembang.

1.4 SISTEMATIKA PENULISAN


Sistematika dalam penulisan tugas ini yaitu :
BAB I PENDAHULUAN

5
Di dalamnya membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, maksud dan tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II DASAR TEORI


Didalamnya membahas tentang landasan-landasan teori yang menjadi acuan
dalam kajian transportasi ini, juga sebagai teori pendukung.
BAB III PENGUMPULAN DATA
Di dalamnya terdapat data- data yang berasal dari sumber - sumber terkait.
BAB IV PERHITUNGAN DAN ANALISIS
DI dalamnya membahas tentang perhitungan dan analisis data-data yang
diperlukan untuk kajian transportasi air di kota Palembang.
BAB V PENUTUP
Di dalamnya membahas mengenai kesimpulan dan saran dari tugas ini.

6
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Kota, Perkotaan, Bagian Wilayah Kota, Kawasan Fungsional


Perkotaan

a. Kota
Kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai
batasan wilayah, administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta
pemukiman yang telah, memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan.
(Permen Dagri No. 2 Tahun 1987 tentang Penyusunan Rencana Kota). Sementara
menurut Max Weber, kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah adanya pasar
sebagai benteng serta mempunyai sistem hukum tersendiri dan bersifat
kosmopolitan.

b. Perkotaan
Definisi perkotaan tercantum pada Undang-undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, yang mana kawasan perkotaan adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

c. Bagian Wilayah Kota


Definisi Bagian Wilayah Kota (BWK) yang ada dalam website pustaka PU
(http://pustaka.pu.go.id) yakni, satuan zonasi pada kawasan perkotaan yang
dikelompokkan

7
sesuai dengan kesamaan fungsi adanya sesuai dengan kesamaan fungsi, adanya
pusat tersendiri, kemudahan aksesibilitas, dan batasan-batasan, baik fisik maupun
administrasi.

d. Kawasan Fungsional Perkotaan


1) Kota Pusat Produksi, mengubah bahan mentah menjadi barang setengah jadi.
2) Kota Pusat Perdagangan, sebagai pusat yang memiliki sarana penyalur bahan
kebutuhan pokok penduduk kota dan hiterland-nya.
3) Kota Pusat Pemerintahan, kota yang banyak terdapat kantor pemerintahan.
4) Kota Pusat Kebudayaan, berhubugan erat dengan adat istiadat yang berlaku pada
masyarakat setempat.
5) Kota Pusat Kesehatan, menonjolkan pusat-pusat pelayanan kesehatan khusus
bagi masyarakat.
6) Kota Penopang Kota Pusat, kota satelit. Contoh: Jakarta; Depok, Tangerang,
Bekasi, dll.

2.2 Perkembangan kota dan struktur ruang

Perkembangan perkotaan adalah suatu proses perubahan keadaan perkotaan


dari suatu keadaan ke keadaan yang lain dalam waktu yang berbeda. Sorotan
perubahan keadaan tersebut biasanya didasarkan pada waktu yang berbeda dan
untuk menganalisis ruang yang sama. Menurut J.H.Goode dalam Daldjoeni (1996:
87), perkembangan kota dipandang sebagai fungsi dari pada faktor-faktor jumlah
penduduk, penguasaan alat atau lingkungan, kemajuan teknologi dan kemajuan
dalam organisasi sosial.
Sedangkan menurut Bintarto (1989), perkembangan kota dapat dilihat dari
aspek zone-zone yang berada di dalam wilayah perkotaan. Dalam konsep ini
Bintarto menjelaskan perkembangan kota tersebut terlihat dari penggunaan lahan
yang membentuk zone-zone tertentu di dalam ruang perkotaaan sedangkan menurut
Branch (1995), bentuk kota secara keseluruhan mencerminkan posisinya secara

8
geografis dan karakteristik tempatnya. Branch juga mengemukakan contoh pola-
pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk ilustrasi seperti :
a) topografi,
b) bangunan,
c) jalur transportasi,
d) ruang terbuka,
e) kepadatan bangunan,
f) iklim lokal,
g) vegetasi tutupan dan
h) kualitas estetika.
Secara skematik Branch,menggambarkan 6 pola perkembangan kota, sebagai
berikut :
Pola Umum Perkembangan Perkotaan
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal
perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa
alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk
kota yang disarankan, yaitu;
(a) bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota
utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang
efektif dan efisien;
(b) bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat
kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang
menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-
paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota;
(c) bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan
utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah
hijau terbuka;
(d) bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil
tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya
terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, dipinggir jalan

9
biasanya ditempati bangunan komersial dan dibelakangnya ditempati permukiman
penduduk;
(e) bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya
lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya
konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil;
(f) bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar
dan kompak terdapat beberapa urban center , dimana masing-masing pusat
mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan
(g) bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya
dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak
dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau
atau daerah pertanian yang tetap hijau.
Bentuk kota: satelit, kota bintang, cincin, linear, memancar, kompak dan bawah
tanah

2.3 Karakteristik Guna Lahan

Yang dimaksud tata guna tanah (land use) adalah pengaturan penggunaan
tanah. Dapat dikatakan, bahwa lahan berarti tanah yang sudah ada peruntukannya
dan umumnya ada pemiliknya baik perorangan atau lembaga (Jayadinata, J.T.,1999
:10)
Dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia akan terpaksa
melakukan pergerakan (mobilisasi) dari tata guna lahan yang satu ke tata guna lahan
lainnya, seperti dari pemukiman (perumahan) ke pasar (pertokoan). Agar mobilisasi
manusia antar tata guna lahan ini terjamin kelancarannya, dikembangkanlah sistem
transportasi yang sesuai dengan jarak, kondisi geografis, dan wilayah termaksud
(Miro, 2005:15).
Penting mengetahui perencanaan tata guna lahan dalam merencanakan
sistem angkutan. Kondisi demikian itu semakin menguatkan asumsi dasar

10
perencanaan transportasi, yaitu bahwa kebutuhan akan transportasi berhubungan
langsung dengan penyebaran dan intensitas petak (tata) guna lahan yang berlainan
di dalam sebuah kota.
Kecenderungan pola penyebaran tata guna lahan ini berindikasi pada pola
aktivitas masyarakat dan menimbulkan jarak fisik antara suatu lokasi aktivitas
dengan lokasi aktivitas lainnya. Dua elemen ini, pola penyebaran lokasi aktivitas
masyarakat dan jarak fisik lokasi-lokasi tersebut, sangat potensial memberikan
dorongan (stimulasi) timbulnya pergerakan (lalu lintas). Volume (kuantitas) arus
pergerakan atau lalu lintas ini dihitung sebagai jumlah kebutuhan akan jasa
transportasi. Inti daripada perencanaan transportasi sebenarnya adalah menghitung
dan meramalkan jumlah lalu lintas (jumlah akan kebutuhan transportasi). Jadi, hasil
(produk) perencanaan transportasi sebenarnya adalah prediksi besaran jumlah lalu
lintas orang, barang, atau kendaraan yang bergerak/berjalan pada masa yang akan
datang/tahun rencana (Miro, F., 2005: 41-42).
Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan
antar tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi
(misalnya berjalan kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan pergerakan arus
manusia, kendaraan dan barang (Tamin, O.Z., 1997:50).
Blunden, W.R. (1971) mengatakan bahwa perangkutan dan tata guna lahan
dalam kota seperti layaknya “ayam” dan “telur”, tidak dapat dikatakan siapa yang
ada lebih dulu. Penentuan guna lahan melahirkan perangkutan, tetapi sebaliknya,
pembangunan jalur angkutan (apalagi jalur jalan darat) dengan mudah dapat
mengubah tata guna lahan yang ada (Warpani, S., 1990 :56).

2.4 Sistem Transportasi

2.4.1 Pengertian Sistem Transportasi

Sistem adalah suatu bentuk keterkaitan antar variable / komponen dalam


tatanan yang terstruktur, sehingga berkelakuan sebagai suatu keseluruhan dalam
menghadapi rangsangan yang diterima dibagian manapun.

11
Jika satu komponen dalam sistem berubah, akan berpengaruh terhadap
komponen yang lain / keseluruhan.
Sistem transportasi dapat diartikan sebagai bentuk keterkaitan dan
keterikatan yang integral antara berbagai variabel dalam suatu kegiatan pemindahan
penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain (Munawar, A., 2005:1).

2.4.2 Maksud dan Tujuan Sistem Transportasi

Maksud ;
Sistem transportasi diselenggarakan dengan maksud untuk
mengkoordinasikan proses pergerakan penumpang dan barang dengan cara
mengatur komponen-komponennya yaitu prasarana sebagai media dan sarana
sebagai alat yang digunakan dalam proses transportasi.
Tujuan ;
Sistem transportasi diselenggarakan dengan tujuan agar proses transportasi
penumpang dan barang dapat dicapai secara optimum dalam ruang dan waktu
tertentu dengan pertimbangan factor keamanan, kenyamanan, kelancaran dan
efisiensi atas waktu dan biaya.

Sistem transportasi ini merupakan bagian integrasi dan fungsi aktifitas


masyarakat dan perkembangan teknologi. Secara garis besar transportasi ini dapat
dibagi menjadi :

1. Transportasi Udara
2. Transportasi Laut
3. Transportasi Darat
Jalan raya
Jalan rel
ASDP
Lain-lain ; pipa, belt conveyer dsb.

12
Perkembangan transportasi yang pesat merupakan sumbangan bagi kualitas
kehidupan manusia di masyarakat. Hal ini karena transportasi telah ikut meratakan
hasil-hasil pembangunan dan memberikan pelayanan pergerakan orang dan barang
hampir keseluruh penjuru negeri sehingga memberi andil bagi pengembangan serta
kemajuan daerah dan membuka isolasi daerah terpencil.
Transportasi darat lebih dominan di daerah Sumatra dan Jawa, sedang
daerah timur atau lainnya menggunakan moda yang lain (laut dan udara) hal ini
karena Indonesia adalah negara kepulauan sehingga moda laut dan udara menjadi
hal yang penting bagi pengembangan dan kemajuan wilayah karena ada daerah-
daerah yang hanya dapat dicapai dengan transportasi udara maupun laut saja.
Pada daerah tambang dan industri , sebagai alternatif digunakan angkutan
pipa (minyak dll), belt conveyer (untuk bijih besi dll) atau angkutan kabel.
Transportasi sendiri terjadi karena tidak selamanya aktifitas dapat dilakukan
di tempat tinggalnya.

2.4.3 Hal Yang Mempengaruhi Sistem Transportasi

1. Tata Guna Tanah (Land use).


a. lokasi perumahan
b. daerah industri
c. pusat bisnis (CBD)
d. contoh; adanya “mall” akan membangkitkan arus lalulintas; sehingga jalan
jadi padat.

2. Sistem Jaringan Jalan


a. grid
b. radial
c. adanya jalan-jalan kolektor
d. lain-lain

13
3. Sistem Moda Angkutan
a. angkutan umum (public transport)
b. angkutan cepat / lambat
c. taksi

4. Sistem Parkir
a. on street
b. off street

5. Sistem Terminal
a. halte
b. teluk bus
c. lain-lain

6. Sistem Tanda Lalulintas


a. rambu-rambu
b. marka dll

7. Sosial Budaya

8. Lain-Lain

2.4.4 Sistem Transportasi Makro

Sementara itu sistem transportasi terdiri dari beberapa sistem makro yaitu
(Tamin, 1997) :
1. Sistem kegiatan
2. Sistem jaringan prasarana transportasi
3. Sistem pergerakan lalu lintas
4. Sistem kelembagaan

14
Sumber: Tamin 1997

Gambar 1. Sistem Transportasi Makro

Keempat sistem tersebut saling berinteraksi membentuk sistem transportasi


secara makro. Interaksi antar sistem kegiatan dan sistem jaringan akan
menimbulkanpergerakan manusia/barang dalam bentuk pergerakan kendaraan.
Perubahan pada sistem kegiatan akan membawa pengaruh pada sistem jaringan
melalui suatu perubahan pada tingkat pelayanan pada sistem pergerakan. Begitu
pula dengan perubahan pada sistem jaringan akan mengakibatkan sistem kegiatan
melalui peningkatan mobilitas dan aksesibillitas dari sistem pergerakan tersebut.
Sistem pergerakan sangat penting dalam mengakomodasikan sistem
pergerakan agar tercipta sistem pergerakan yang lancar dan selanjutnya akan
berpengaruh pula pada sistem jaringan kegiatan, jadi ketiganya saling
mempengaruhi. Transportasi mempunyai jangkauan pelayanan, yang diartikan
sebagai batas geografis pelayanan yang diberikan oleh transportasi kepada
pengguna transportasi tersebut. Jangkauan pelayanan ini didasarkan pada lokasi
asal dan tujuan.

Sistem transportasi merupakan suatu satuan dari elemen-elemen yang saling


mendukung dalam pengadaan transportasi. Elemen-elemen transportasi tersebut
adalah (Morlok,1991) :

15
• Manusia dan barang (yang diangkut)
• Kendaraan dan peti kemas (alat angkut)
• Jalan (tempat alat angkut bergerak)
• Terminal
• Sistem pengoperasian

2.5 Interaksi Tata Guna Lahan- Transportasi

Perangkutan dan guna lahan adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahpisahkan. Dalam hal ini ada hubungan timbal balik antara tata guna tanah
dan pelayanan atau persediaan perangkutan (prasarana dan sarana), yang
perwujudannya adalah pada kegiatan lalu lintas (Warpani, S., 1990:67). Ketiga
komponen ini membentuk satu sistem.

Sumber : Warpani, 1990


Gambar 2. Sistem Perangkutan
Keterangan :

Umpan balik >> Hubungan pangaruh


Makin tinggi tingkat aktivitas suatu tata guna lahan, makin tinggi pula
tingkat kemampuannya dalam menarik lalu lintas (Tamin, O.Z.,1997: 63). Ukuran
intensitas guna lahan ditunjukkan oleh kepadatan bangunan dan dinyatakan dengan
luas lantai per unit luas tanah. Untuk mencerminkan intensitas kegiatan pada lahan
yang bersangkutan, diperlukan ukuran lain, misalnya jenis kegiatan (Warpani,
S.,1990: 75).

16
2.5.1 Aksebilitas

Aksesibilitas dapat diartikan dalam beberapa pengertian (Black, 1981 dalam


Miro, F.2005:18), yaitu :
• Merupakan suatu konsep yang menggabungkan
(mengkombinasikan) sistem tata guna lahan secara geografis dengan sistem
jaringan transportasi yang menghubungkannya, dimana perubahan tata guna
lahan, yang menimbulkan zona-zona dan jarak geografis di suatu wilayah
atau kota, akan mudah dihubungkan oleh penyediaan prasarana atau sarana
angkutan.
• Mudahnya suatu lokasi dihubungkan dengan lokasi lainnya lewat
jaringan transportasi yang ada, berupa prasarana jalan atau alat angkut
yang bergerak di atasnya. Dengan perkataan lain : suatu ukuran kemudahan
dan kenyamanan mengenai cara lokasi petak (berhubungan) satu sama lain.
Mudah atau sulitnya lokasi-lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan
transportasinya, merupakan hal yang sangat subjektif, kualitatif, dan relatif
sifatnya (Tamin, O.Z., 1997). Artinya, yang mudah bagi seseorang belum
tentu mudah bagi orang lain.
Daya hubung (akses) adalah ukuran yang menunjukkan kemampuan suatu
tempat untuk melakukan hubungan dengan tempat lain dalam tata ruang kegiatan.
Blunden (1971) menganologikan daya hubung suatu guna lahan sebagai
kemampuan perangkutan, yang dapat ditunjukkan dengan jarak geografi, waktu
tempuh, atau biaya antara tempat asal dan tujuan. Pengetahuan tentang daya hubung
ini ini akan menjadi dasar penilaian atas guna lahan.
Aksesibilitas adalah alat untuk mengukur potensial dalam melakukan
perjalanan selain untuk menghitung jumlah perjalanan itu sendiri. Ukuran ini
menggabungkan sebaran geografis tata guna lahan dengan kualitas sistem jaringan
transportasi yang menghubungkannya. Konsep aksesibilitas ini dapat juga
digunakan untuk mendefinisikan suatu daerah di dalam suatu wilayah perkotaan
atau suatu kelompok manusia yang mempunyai masalah aksesibilitas atau mobilitas
terhadap aktivitas tertentu. Dalam hal ini, analisis aksesibilitas dapat digunakan

17
untuk mengidentifikasi masalah yang perlu dipecahkan dan mengevaluasi rencana
dan kebijakan pemecahan masalah selanjutnya (Tamin, O.Z., 1997: 59).

Aksesibilitas Tergantung pada intensitas tata guna


zona i lahan i

i j

Sumber : Tamin, 1997


Gambar 3. Konsep Aksesibilitas

Daya hubung atau akses adalah tingkat kemudahan berhubungan dari satu
tempat ke tempat lain. Apabila dari suatu tempat A orang dapat dengan mudah
berhubungan dan mendatangi tempat B atau sebaliknya, apalagi bila hubungan
dapat dilakukan dengan berbagai cara atau alat penghubung, maka dikatakan akses
A-B adalah tinggi (Warpani, S.,1990 :62). Daya hubung sangat menentukan tinggi
rendahnya harga lahan. Bidang lahan dengan akses tinggi, harganya pun tinggi.
Lahan yang semula harganya rendah, setelah ada pembangunan jalur jalan yang
melewatinya, harganya akan meningkat dengan sendirinya sebagai akibat
meningkatnya nilai lahan yang bersangkutan. Dalam hal ini hukum permintaan dan
penawaran sangat berperan.
Dengan pengetahuan bahwa faktor jarak bukanlah satu-satunya faktor yang
menentukan tinggi rendahnya akses, maka faktor-faktor lain di luar jarak, perlu
dipertimbangkan dalam menentukan tinggi rendahnya akses (Miro, F., 2005:20).

Faktor-faktor lain tersebut adalah sebagai berikut :


1. Faktor waktu tempuh

Faktor ini sangat ditentukan oleh ketersediaan prasarana transportasi dan


sarana transportasi yang dapat diandalkan (reliable transportation
system), contohnya adalah dukungan jaringan jalan yang berkualitas
yang menghubungkan asal dan tujuan, diikuti dengan terjaminnya
armada angkutan yang siap melayani kapan saja.

18
2. Faktor biaya perjalanan

Biaya perjalanan ikut berperan dalam menentukan mudah tidaknya


tempat tujuan dicapai, karena biaya perjalanan yang tidak terjangkau
mengakibatkan orang enggan bahkan tidak mau melakukan perjalanan.
3. Faktor intensitas (kepadatan) guna lahan

Padatnya kegiatan pada suatu petak lahan yang telah diisi berbagai
macam kegiatan, akan berpengaruh pada dekatnya jarak tempuh
berbagai kegiatan tersebut, dan secara tidak langsung, hal tersebut
mempertinggi tingkat kemudahan pencapaian tujuan.
4. Faktor pendapatan orang yang melakukan perjalanan

Pada umumnya orang mudah melakukan perjalanan kalau ia didukung


oleh kondisi ekonomi yang mapan, walaupun jarak perjalanan secara
fisik jauh.

2.5.1 Pengukuran Aksesibilitas

Aksesibilitas dihitung berdasarkan jumlah waktu dan jarak yang dibutuhkan


oleh seseorang dalam menempuh perjalanan antara tempat-tempat dimana dia
bertempat tinggal dan dimana fungsi-fungsi fasilitas berada (Rondinelli, 1985
dalam Koestoer, R.H., 1997 :69).
Dengan dua kelompok faktor, yakni faktor jarak di satu pihak dan kelompok
empat faktor yaitu waktu tempuh, biaya perjalanan, intensitas guna lahan, faktor
pendapatan orang yang melakukan perjalanan, maka tingkat aksesibilitas dapat
ditampilkan secara kualitatif (secara mutu) dan secara kuantitatif (secara terukur).
Untuk melihat tingkat aksesibilitas secara kualitatif, faktor jarak secara
bersama-sama mempengaruhi akses dengan kelompok faktor 1 s.d. 4, yang kita
kelompokkan berupa faktor kondisi transportasi. Adapun faktor jarak ditimbulkan
oleh pengaturan tata guna lahan (Miro, F.,2005: 21).

19
Tabel 1. Klasifikasi Berbagai Tingkat Aksesbilitas Secara Kualitatif
JARAK

DEKAT JAUH
KONDISI
TRANSPORTASI
Sangat Baik Aksesibilitas Tinggi Aksesibilitas Sedang
(High Accessibility) (Medium Accessibility
)
Sangat Jelek Aksesibilitas Sedang Aksesibilitas Rendah
(Medium Accessibility
) (Low Accessibility)
Sumber : Miro, 2005

Daya hubung suatu tempat merupakan hal yang patut mendapat perhatian
dalam hubungan antar zona. Daya hubung (akses) adalah ukuran yang
menunjukkan kemampuan suatu tempat untuk melakukan hubungan dengan tempat
lain dalam tata ruang kegiatan. Blunden (1971) menganalogikan daya hubung suatu
guna lahan sebagai kemampuan perangkutan, yang dapat ditunjukkan dengan jarak
geografi, waktu tempuh, atau biaya antara tempat asal dan tujuan. Pengertian
tentang daya hubung ini akan menjadi dasar penilaian atas guna lahan (Martin, B.
dalam Warpani, S., 1990: 104-105).
Secara terukur (kuantitatif), tingkat aksesibilitas (kemudahan pencapaian)
lokasi tujuan, dapat ditentukan dengan rumus pada persamaan (Miro, F., 2005:21):

Hi =∑(Ldj /tij )
dj=1
dimana

Hi = Aksesbilitas dari zona asal i ke berbagai zona tujuan j.

Ldj = Ukuran aktivitas (kegiatan) di setiap zona tujuan j, seperti : persediaan


lapangan kerja, luas lantai tempat kegiatan, tempat parkir, jumlah
perdagangan, dan lain sebagainya, yang semuanya dapat diukur.

20
tij = Faktor kendala seperti ukuran waktu, biaya, jarak fisik dari zona asal i ke
berbagai zona tujuan j.
n = banyaknya zona tujuan j sesuai dengan kegiatan orang dalam wilayah

kota.

2.5.2 Mobilitas

Mobilitas dapat diartikan sebagai tingkat kelancaran perjalanan, dan dapat


diukur melalui banyaknya perjalanan (pergerakan) dari suatu lokasi ke lokasi lain
sebagai akibat tingginya tingkat akses antar lokasi-lokasi tersebut. Ini berarti antara
aksesibilitas dan mobilitas terdapat hubungan searah, yaitu semakin tinggi akses,
akan semakin tinggi pula tingkat mobilitas orang, kendaraan ataupun barang yang
bergerak dari suatu lokasi ke lokasi lain (Miro,F., 2005:22).

2.53 Konsep dan Ruang Lingkup Perencanaan Transportasi

Terdapat beberapa konsep perencanaan transportasi yang telah berkembang


sampai dengan saat ini, yang paling popular adalah “Model Perencanaan
Transportasi Empat Tahap”. Model perencanaan ini merupakan gabungan dari
beberapa seri sub model yang masing-masing harus dilakukan secara terpisah dan
berurutan (Tamin, O.Z., 1997:59)
Adapun bagan alir Perencanaan Transportasi Empat Tahap tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :

21
PERENCANAAN TRANSPORTASI 4 TAHAP

Gambar 4. Bagan Alir Model/Konsep Perencanaan Transportasi 4 Tahap

2.5.4 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Bangkitan lalu lintas adalah banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan oleh
suatu zona atau daerah per satuan waktu. Jumlah lalu lintas bergantung pada
kegiatan kota, karena penyebab lalu lintas ialah adanya kebutuhan manusia untuk
melakukan kegiatan berhubungan dan mengangkut barang kebutuhannya (Warpani,
S.,1990:107).
Penelaahan bangkitan lalu lintas ini adalah bagian yang amat penting dalam
proses perencanaan perangkutan. Dengan mengetahui bangkitan lalu lintas, maka
jumlah perjalanan tiap zona pada masa yang datang dapat diperkirakan.

22
Bangkitan perjalanan dapat diartikan sebagai banyaknya jumlah perjalanan
/ pergerakan / lalu lintas yang dibangkitkan oleh suatu zona (kawasan) per satuan
waktu (per detik, menit, jam, hari, minggu, dan seterusnya). Dari pengertian
tersebut, maka bangkitan perjalanan merupakan tahap pemodelan transportasi yang
bertugas untuk memperkirakan dan meramalkan jumlah (banyaknya) perjalanan
yang berasal (meninggalkan) dari suatu zona / kawasan / petak lahan dan jumlah
(banyaknya) perjalanan yang datang / tertarik (menuju) ke suatu zona / kawasan /
petak lahan pada masa yang akan datang (tahun rencana) per satuan waktu (Miro,F.,
2005:65).
Dalam prosesnya, bangkitan perjalanan ini dianalisis secara terpisah
menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Produksi Perjalanan / Perjalanan yang dihasilkan (Trip Production)

Merupakan banyaknya perjalanan yang dihasilkan zona asal, dengan


lain pengertian merupakan perjalanan / pergerakan / arus lalu lintas yang
meninggalkan suatu lokasi tata guna lahan / zona / kawasan.
2. Penarik Perjalanan / Perjalanan yang tertarik (Trip Attraction)

Merupakan banyaknya perjalanan yang tertarik ke zona tujuan


(perjalanan yang menuju), dengan lain pengertian merupakan perjalanan
/ pergerakan / lalu lintas yang menuju atau datang ke suatu lokasi tata
guna lahan / zona / kawasan.

i j

Pergerakan menuju ke
Pergerakan berasal dari
zona j
zona i

Sumber : Tamin, 1997


Gambar 5. Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan


jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah

23
pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalu lintas
merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas
(Tamin,O.Z., 1997:60). Bangkitan lalu lintas ini mencakup :
• Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi

• Lalu lintas yang menuju atau tiba ke suatu lokasi

Bangkitan dan tarikan lalu lintas tersebut tergantung pada dua aspek tata
guna lahan:
• Jenis tata guna lahan

• Jumlah aktivitas (dan intensitas) pada tata guna lahan tersebut.

2.5.5 Sebaran Pergerakan

Sebaran perjalanan (trip distribution) adalah bagian dari proses perencanaan


4 tahap, yakni kelanjutan (pengembangan) dari tahap bangkitan perjalanan (trip
generation). Sebaran perjalanan merupakan jumlah (banyaknya) perjalanan / yang
bermula dari suatu zona asal yang menyebar ke banyak zona tujuan atau sebaliknya
jumlah (banyaknya) perjalanan yang datang mengumpul ke suatu zona tujuan yang
tadinya berasal dari sejumlah zona asal (Miro, F., 2005:89).
Sebaran pergerakan merupakan salah satu tahap yang menghubungkan
interaksi antara tata guna lahan, jaringan transportasi, dan arus lalu lintas. Pola
spasial arus lalu lintas adalah fungsi dari tata guna lahan dan sistem jaringan
transportasi.
Pola sebaran arus lalu lintas antara zona asal ke zona tujuan adalah hasil dari
dua hal yang terjadi secara bersamaan, yaitu lokasi dan intensitas tata guna lahan
yang akan menghasilkan arus lalu lintas, dan pemisahan ruang, interaksi antara dua
buah tata guna lahan yang akan menghasilkan pergerakan manusia dan / barang.
Contohnya : pergerakan dari rumah (permukiman) ke tempat bekerja (kantor,
industri) yang terjadi setiap hari (Tamin,O.Z., 1997:62-63).

24
2.5.6 Pilihan Moda Transportasi

Tahap ini berfungsi untuk menghitung dan memperkirakan jumlah arus


orang dan barang yang menggunakan alat angkut (kendaraan) tertentu dari zona
asal ke zona tujuan. Di sini, arus kendaraan (alat angkut) tidak ikut dihitung karena
objek yang diperkirakan adalah para pemakai kendaraan yaitu orang dan barang.
Dalam analisis pilihan moda ini, alat angkut (kendaraan) akan kita istilahkan
dengan moda transportasi.
Munculnya tahap analisis pilihan moda ini disebabkan oleh tersedianya
berbagai wujud alat angkutan (moda) yang akan digunakan, yang jumlahnya bukan
hanya satu alternatif di tiap-tiap pasang zona asal dan zona tujuan (Miro, F.,
2005:29).
Orang yang hanya mempunyai satu pilihan moda saja disebut captive
terhadap moda tersebut. Jika terdapat lebih dari satu moda, moda yang dipilih
biasanya yang mempunyai rute terpendek, tercepat, atau termurah, atau kombinasi
dari ketiganya. Faktor lain yang mempengaruhi adalah kenyamanan dan
keselamatan. Hal seperti ini harus dipertimbangkan dalam pemilihan moda (Tamin,
O.Z., 1997:65).

2.5.7 Pilihan Rute

Seperti pemilihan moda, pemilihan rute tergantung pada alternatif


terpendek, tercepat, dan termurah, dan juga diasumsikan bahwa pemakai jalan
mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang kemacetan jalan) sehingga
mereka dapat menentukan rute yang terbaik(Tamin, O.Z., 1997:65).

2.5.8 Peubah Penentu Bangkitan Lalu Lintas

Ada 10 faktor yang menjadi peubah penentu bangkitan lalu lintas (Martin,
B., dalam Warpani, S., 1990: 111-113) dan semuanya sangat mempengaruhi

25
volume lalu lintas serta penggunaan sarana perangkutan yang tersedia. Kesepuluh
faktor tersebut adalah sebagai berikut :

 Maksud Perjalanan

Maksud perjalanan merupakan cirri khas sosial suatu perjalanan.


Sekelompok orang yang melakukan perjalanan bersama-sama (misalnya dalam satu
angkutan umum) bisa jadi mempunyai satu tujuan yang sama, tetapi maksud mereka
mungkin saja berbeda-beda, misalnya ada yang hendak bekerja, belanja, atau
berwisata. Jadi maksud perjalanan merupakan peubah yang tidak sama rata dalam
satu kelompok perjalanan.

 Penghasilan Keluarga

Penghasilan merupakan ciri khas lain yang bersangkut paut dengan


perjalanan seseorang. Peubah ini kontinu walaupun terdapat beberapa golongan
penghasilan. Penghasilan keluarga berkaitan erat sekali dengan pemilikan
kendaraan

 Pemilikan Kendaraan

Ciri khas sosial ketiga ini pun merupakan peubah kontinu. Pemilikan
kendaraan umumnya erat sekali berkaitan dengan perjalanan perorangan (per unit
rumah), dan juga dengan kerapatan penduduk, penghasilan keluarga, dan jarak dari
pusat kegiatan kota.

26
 Guna Lahan di Tempat Asal

Faktor ini merupakan cirri khas pertama dari serangkaian cirri khas fisik.
Karena guna lahan di tempat asal tidak sama, maka peubah ini tidak kontinu,
walaupun kerapatan penggunaan lahan bersifat kontinu. Mempelajari tata guna
lahan adalah cara yang baik untuk mempelajari lalu lintas sebagai akibat adanya
kegiatan, selama hal tersebut terukur, konstan, dan dapat diramalkan.

 Jarak dari Pusat Kegiatan Kota

Faktor jarak ini merupakan peubah kontinu yang berlaku bagi lalu lintas
orang maupun kendaraan. Faktor ini juga berkaitan erat dengan kerapatan penduduk
dan pemilikan kendaraan.

 Jauh Perjalanan

Jauh perjalanan merupakan ciri khas alami yang lain. Peubah ini pun kontinu
dan bergantung pada macam sarana (moda) perjalanan. Faktor ini sangat perlu
diperhatikan dalam mengatur peruntukan lahan dan cenderung meminimkan jarak
serta menekan biaya bagi lalu lintas orang maupun kendaraan.

 Moda Perjalanan

Moda perjalanan dapat dikatakan sisi lain dari maksud perjalanan yang
sering pula untuk mengelompokkan macam perjalanan. Peubah ini tergolong ciri
khas fisik, tidak kontinu, dan merupakan fungsi dari peubah lain. Setiap moda
mempunyai tempat khusus pula dalam perangkutan kota serta mempunyai beberapa
keuntungan disamping sejumlah kekurangan.

27
 Penggunaan Perjalanan

Peubah ini merupakan fungsi tujuan perjalanan, penghasilan, pemilikan


kendaraan dan jarak dari pusat kegiatan kota. Penggunaan kendaraan dinyatakan
dengan jumlah (banyaknya) orang per kendaraan.

 Guna Lahan di Tempat Tujuan

Faktor ini adalah ciri khas fisik yang terakhir yang pada hakikatnya sama
saja dengan guna lahan di tempat asal.

 Saat

Ciri khas terakhir adalah saat yang merupakan peubah kontinu. Pengaruh
saat kurang diperhatikan dalam studi perangkutan di masa lalu, tetapi sekarang
memegang peranan penting. Prosedur umum adalah menentukan volume lalu lintas
dalam waktu 24 jam selama hari kerja, dan menentukan presentasi volume lalu
lintas tertentu pada jam padat, ketimbang menelaahciri khas perjalanan pada jam
tertentu.

2.5.9 Jaringan Transportasi

Jaringan transportasi secara teknis terdiri atas (Munawar, A., 2005:15-16):


1. Simpul (node), yang dapat berupa terminal, stasiun kereta api,
bandara, pelabuhan.
2. Ruas (link), yang berupa jalan raya, jalan rel, rute angkutan udara, alur
kepulauan Indonesia (ALKI).
Jaringan transportasi yang dominan berupa jaringan transportasi jalan.
Dalam menata jaringan jalan perlu dikembangkan sistem hirarki jalan yang jelas

28
dan didukung oleh penataan ruang dan penggunaan lahan. Sistem jaringan jalan
berdasarkan peranan dapat dibagi atas :
a. Jalan arteri, yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara efisien.
• Jalan Arteri Primer

Jalan arteri primer menghubungkan kota jenjang kesatu yang terletak


berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan kota
jenjang kedua. Persyaratan jalan arteri primer adalah :
- Kecepatan rencana minimal 60 km/jam.

- Lebar jalan minimal 8 meter.

- Kapasitas lebih besar daripada volume lalulintas rata-rata.

- Lalulintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalulintas ulang alik,
lalulintas lokal dan kegiatan lokal.
- Jalan masuk dibatasi secara efisien.

- Jalan persimpangan dengan pengaturan tertentu tidak mengurangi


kecepatan rencana dan kapasitas jalan.
- Tidak terputus walaupun memasuki kota.

- Persyaratan teknis jalan masuk ditetapkan oleh mentri.

• Jalan Arteri Sekunder

Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan


kawasan sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu
dengan kawasan sekunder kesatu atau kawasan sekunder kesatu dengan
kawasan sekunder kedua. Berikut persyaratan jalan arteri sekunder :
- Kecepatan rencana minimal 30 km/jam.

- Lebar badan jalan minimal 8 meter.

- Kapasitas sama atau lebih besar dari volume lalulintas rata-rata.

29
- Lalulintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalulintas lambat.

- Persimpangan dengan pengaturan tertentu, tidak mengurangi


kecepatan dan kapasitas jalan.
b. Jalan kolektor, yang melayani angkutan penumpang / pembagian dengan
ciri-ciri perjalanan jarak sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.
• Jalan Kolektor Primer

Jalan kolektor primer menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota


jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan kota jenjang
ketiga. Persyaratan jalan kolektor primer adalah :
- Kecepatan rencana minimal 40 km/jam.

- Lebar jalan minimal 7 meter.

- Kapasitas sama dengan atau lebih besar daripada volume lalulintas


rata-rata.
- Jalan masuk dibatasi, direncanakan sehingga tidak mengurangi
kecepatan rencana dan kapasitas jalan.
- Tidak terputus walaupun memasuki kota.

• Jalan Kolektor Sekunder

Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua


dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan
kawasan sekunder ketiga. Berikut persyaratan jalan kolektor sekunder :
- Kecepatan rencana minimal 20 km/jam.

- Lebar badan jalan minimal 7 meter.

c. Jalan lokal, yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan


jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
• Jalan Lokal Primer

30
Jalan lokal primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil
atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau
menghubungkan kota jenjang ketiga dengan di bawahnya, kota jenjang
ketiga dengan persil atau di bawah kota jenjang ketiga sampai persil.
Persyaratan jalan lokal primer adalah :

- Kecepatan rencana minimal 20 km/jam.

- Lebar jalan minimal 6 meter.

- Tidak terputus walaupun melewati desa.

• Jalan Lokal Sekunder

Jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu


dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan,
menghubungkan kawasan sekunder ketiga dengan kawasan perumahan dan
seterusnya. Berikut persyaratan jalan lokal sekunder :
- Kecepatan rencana minimal 10 km/jam.

- Lebar badan jalan minimal 5 meter.

- Persyaratan teknik diperuntukkian bagi kendaraan beroda tiga atau


lebih.
- Lebar badan jalan tidak diperuntukan bagi kendaraan beroda tiga atau
lebih, minimal 3,5 meter.

2.6 Tinjauan Karakteristik Arus Lalu Lintas

Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang terdapat dlm ruang yang
diukur dalam interval waktu tertentu.
Arus lalu lintas dalam penyediaan transportasi dapat dibagi dalam 2 kategori :

31
1. Uninterupted flow (arus tidak terganggu)

Arus lalu lintas dihasilkan oleh interaksi antar kendaraan dan antara
kendaraan dengan karakteristik sistem geometrik jalan raya. Pola arus lalu lintas
hanya dikontrol oleh karakteristik tata guna lahan yang membangkitkan perjalanan.
tidak ada faktor eksternal yang secara periodik menghentikan sementara arus lalu
lintas tersebut.

2. Interupted flow (arus terganggu)

Arus lalu lintas tidak hanya dihasilkan oleh interaksi antar kendaraan tetapi
juga pengatur ekternal yang secara periodik menghentikan sementara arus lalu
lintas. Contohnya adalah kendaraan diharuskan berhenti secara periodik di simpang
yang diatur oleh lampu lalu lintas.

2.2. KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS

Merupakan hasil interaksi yang komplek dari 4 elemen utama sistem lalu
lintas (traffic system), yaitu pengemudi, kendaraan, jalan dan lingkungan.
Karakteristik diperlukan sebagai acuan dalam perencanaan lalu lintas.

Parameter arus lalu lintas terbagi 2 kategori :

 Parameter Makroskopik, yang mencirikan arus lalu lintas sebagai suatu


kesatuan (sistem), sehingga diperoleh gambaran operasional sistem
keseluruhan.

Contoh : tingkat arus (flow rates),kecepatan rata-rata(average


speeds),tingkat kepadatan (density rates)
 Parameter microskopik, yang mencirikan perilaku setiap kendaraan
dalam arus lalu lintas yang saling mempengaruhi.

Contoh: waktu antara(time headway), kecepatan masing-masing(individual


speed),jarak antara(space headway)

32
 Karakteristik Primer

Ada 3 variabel atau karakteristik primer dari arus lalu lintas yang saling
terkait yaitu volume, kecepatan dan kerapatan. Masing masing dapat dijelaskan
sebagai berikut
1) Volume
Volume adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik tetap pada jalan
dalam satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau
kendaraan/jam. Namun volume dapat juga dinyatakan dalam satuan yang lain
tergantung kepada kedalaman analisa yang diinginkan. Volume dirumuskan
sebagai :
1 𝑛
Q= ℎ atau Q= 𝑇

dimana :
q = volume
h = headway/waktu antara
T= interval waktu pengamatan
N= jumlah kendaraan yang melewati titik pengamatan

Karena volume ini berinteraksi dengan sistem jaringan jalan, maka ketika
arus meningkat pada suatu ruas jalan dengan sendirinya waktu tempuh akan
meningkat karena kecepatan turun.
Ada cara lain untuk menyatakan volume yaitu :rate of flow . Merupakan
jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu selama interval kurang dari 1
jam tetapi biasanya dinyatakan dalam nilai jam ekivalen. Dan biasanya dinyatakan
dalam kend/hari atau kend/jam atau periode waktu yang lain.
Volume lalu lintas bervariasi, tergantung pada volume total dua arah, arah
arus, volume harian,bulanan, tahunan dan komposisi kendaraan.
Variasi harian, untuk menyatakan kondisi lalu lintas yang bervariasi dalam
seminggu, baik untuk orang maupun barang. Terdapat 4 parameter volume harian
yang biasa digunakan :

33
• Avg annual daily traffic (AADT)

• Avg annual weekday traffic (AAWT)

• Avg daily traffic (ADT)

• Average weekday traffic (AWT)

Kadangkala diinginkan penentuan volume kendaraan yang lebih detail


dalam perencanaan atau evaluasi suatu ruas jalan, sehingga arus perlu dinyatakan
dalam variasi jam-an. Dengan variasi ini, dapat ditentukan volume pada jam
tersibuk atau arus lalu lintas puncak.
2) Kecepatan
Kecepatan dinyatakan sebagai laju dari suatu pergerakan kendaraan
dihitung
dalam jarak persatuan waktu (km/jam) (F.D Hobbs, 1995). dapat ditulis

dx

V = ----

dt

dimana :
V=kecepatan
dx= jarak yang ditempuh
dt=waktu untuk menempuh dx

Karena kecepatan masing-masing kendaraan yang terdistribusi secara luas


bervariasi, maka diperhitungkan sebuah kecepatan perjalanan rata-rata.
Pada umumnya kecepatan dibagi menjadi tiga jenis sebagai berikut ini.
a. Kecepatan setempat (Spot Speed), yaitu kecepatan kendaraan pada suatu saat
diukur dari suatu tempat yang ditentukan.

34
b. Kecepatan bergerak (Running Speed), yaitu kecepatan kendaraan rata-
rata pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak dan didapat dengan
membagi panjang
jalur dibagi dengan lama waktu kendaraan bergerak menempuh jalur
tersebut.
c. Kecepatan perjalanan (Journey Speed), yaitu kecepatan efektif kendaraan
yang
sedang dalam perjalanan antara dua tempat dan merupakan jarak antara dua
tempat dibagi dengan lama waktu kendaraan menyelesaikan perjalanan
antara dua tempat tersebut.

Jika terdapat waktu tempuh t1, t2, t3…tn yang diobservasi untuk n
kendaraan yang melewati sebuah segmen dg panjang L, maka kecepatan perjalanan
rata-rata dapat dinyatakan :
• Time mean speed : kecepatan rata-rata semua kendaraan yang melewati sebuah
titik pada jalan pada waktu tertentu

• space mean speed :kecepatan rata-rata dari semua kendaraan yang menempati
suatu segmen jalan pada waktu tertentu

• Average travel speed dan average running speed

Keduanya merupakan bentuk dari SMS yang sering digunakan dalam teknik
lalu lintas dan ditentukan sebagai jarak dibagi rata-rata waktu melewati suatu
segmen jalan.. AVS didasarkan pada average travel time, sedangkan ARS
berdasarkan average running time.
Travel time adalah total waktu yang dibutuhkan untuk melalui suatu segmen
jalan sedangkan running time merupakan total waktu yang digunakan selama
kendaraan bergerak melewati suatu segmen jalan.

• Operating speed: Kecepatan maksimum yang aman bagi kendaraan yang


masuk dalam arus lalu lintas tanpa melebihi kecepatan rencana jalan.

35
• Percentile speed : kecepatan dibawah prosen kendaraan yang ditetapkan dalam
arus lalu lintas. Jadi 85 kecepatan persentil, artinya 85% kendaraan berada pada
atau dibawah kecepatan ini.

Cara untuk menunjukka kecepatan biasanya dipakai kecepatan rata-rata ruang


(SMS)

3) Kerapatan

Kerapatan merupakan rata-rata jumlah kendaraan per satuan panjang jalan.

Atau dirumuskan sebagai :

1 n

k= ---- atau k = -------

s L

dimana :
k=kerapatan (kend/km)
n=jumlah kend. Pada lintasan
L= panjang lintasan
S= jarak antara (space headway)

 Karakteristik sekunder
Selain karakteristik primer yang telah disampaikan sebelumnya ada
beberapa pearameter sekunder yang penting untuk diketahui yaitu :

• Waktu antara kendaraan (headway/time headway), yaitu waktu yang diperlukan


antara satu kendaraan dengan kend. Berikutnya untuk melalui satu titik tertentu
yang tetap. (1/volume)

36
• Jarak antara kendaraan (spacing/space headway), yaitu jarak antara bagian
depan satu kendaraan dengan bagian depan kendaraan berikutnya..
(1/kerapatan)

• Occupancy

2.7 Tinjauan Kapasitas Jalan

Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat melintas dengan
stabil pada suatu potongan melintang jalan pada kondisi tertentu.
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1997 ), besarnya kapasitas jalan
dapat dihitung dengan rumus :
C = C0 x FCW x FCSP x FCSF x FCCS

Keterangan:
C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam)
C0 = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP = Faktor penyesuaian pemisah arah
FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb
FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
1. Kapasitas Dasar

Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kasus dasar ( ideal ) tertentu, maka
semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 sehingga besarnya kapasitas sama dengan
kapasitas dasar. Nilai kapasitas dasar dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4.
Kapasitas dasar ( C0) untuk jalan perkotaan

37
Tabel 2. Kapasitas Jalan
Tipe jalan Kapasitas dasar Keterangan

Empat lajur terbagi/jalan satu arah 1650 Per lajur

Empat lajur tak terbagi 1500 Per lajur

Dua lajur tak terbagi 2900 Total dua arah

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )

2. Faktor Penyesuaian Pemisah Arah (FCSP)

Untuk faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (FCSP) dapat dilihat pada
Tabel 2.5. Tabel ini hanya memberikan nilai untuk jalan dua lajur dua arah (2/2)
dan empat lajur dua arah (4/2) tak terbagi. Sedangkan untuk jalan terbagi dan satu
arah faktor penyesuaian arah bernilai 1,0.
Tabel 3. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCSP)

Pemisah arah SP %-% 50-50 60-40 70-30 80-20 90-100 100-0

Dua lajur dua 1,00 0,94 0,88 0,82 0,75 0,70


arah (2/2)

Empat lajur dua 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88 0,85


arah (4/2)

FCSP

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )

38
3. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas

Kapasitas juga dipengaruhi oleh lebar jalur lalu lintas yang dinyatakan dengan
faktor penyesuaian lebar jalan (FCW) dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor penyesuaian kapasitas FCW untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas
untuk jalan perkotaan

Tabel 4. Lebar Jalan Lalu Lintas Efektif


Tipe Jalan Lebar Jalur Lalu Lintas
Efektif (WC) FCW
(m)
Empat lajur terbagi (4/2D) atau Per lajur
jalan satu arah 3,00 0,92

3,25 0,96

3,50 1,00

3,75 1,04

4,00 1,08
Empat lajur tak terbagi Per lajur

(4/2UD) 3,00 0,91

3,25 0,95

3,50 1,00

3,75 1,05

4,00 1,09

39
Dua lajur dua arah tak terbagi Total dua arah

(2/2UD) 5 0,56

6 0,87

7 1,00

8 1,14

9 1,25

10 1,29

11 1,34
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )

4. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping (FCSF)

Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas
samping segmen jalan, seperti pejalan kaki, kendaraan henti/parkir di sisi jalan,
kendaraan masuk/keluar sisi jalan dan kendaraan tidak bermotor. Nilai faktor
penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dibedakan berdasarkan tipe jalan
dengan bahu dan tipe jalan dengan kereb yang dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan 2.8.
Sedangkan untuk kelas hambatan samping pada jalan perkotaan dan nilai faktor
berbobot untuk tipe hambatan samping dapat dilihat pada Tabel 2.9 dan 2.10.

Tabel 5. Faktor penyesuaian FCSF untuk pengaruh hambatan samping dan lebar
bahu pada kapasitas jalan perkotaan dengan bahu
Tipe Kelas Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan
Jalan Hambatan Samping dan

Samping Lebar Bahu (FCSF)


Lebar Bahu (WS) (m)

1,0 1,5
≤ 0,5 ≥ 2,0

40
4/2 D Sangat 0,96 0,98 1,01 1,03
Rendah
Rendah 0,94 0,97 1,02 1,02
Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
Tinggi 0,88 0,92 0,95 0,98
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD Sangat 0,96 0,99 1,01 1,03
Rendah
Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02
Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat Tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95

2/2 UD Sangat 0,94 0,96 0,99 0,99


atau jalan Rendah
satu arah Rendah 0,92 0,94 0,97 0,97
Sedang 0,89 0,92 0,95 0,94
Tinggi 0,82 0,86 0,90 0,88

Sangat Tinggi 0,73 0,79 0,85 0,91


Sumber: Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )

Tabel 6. Faktor penyesuaian FCSF untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb
penghalang pada kapasitas jalan perkotaan dengan kereb

Tipe Jalan Kelas Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan


Hambatan Samping dan

Samping Jarak Kereb Penghalang (FCSF)


Jarak Kereb (Wk) (m)

≤ 0,5 1,0 1,5 ≥ 2,0

41
4/2 D Sangat Rendah 0,95 0,97 0,99 1,01
Rendah 0,94 0,96 0,98 1,00
Sedang 0,91 0,93 0,95 0,98
Tinggi 0,86 0,89 0,92 0,95
Sangat Tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
4/2 UD Sangat Rendah 0,95 0,97 0,99 1,01
Rendah 0,93 0,95 0,97 1,00
Sedang 0,90 0,92 0,95 0,97
Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,93
Sangat Tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90
2/2 UD Sangat Rendah 0,93 0,95 0,97 0,99

atau jalan Rendah 0,90 0,92 0,95 0,97

satu arah Sedang 0,86 0,88 0,91 0,94


Tinggi 0,78 0,81 0,84 0,88
Sangat Tinggi 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )

Tabel 7. Kelas hambatan samping pada jalan perkotaan


Kode Kelas hambatan Besarnya kejadian per Kondisi Khusus
samping ( SFC ) 200m/jam ( dua sisi )

Sangat rendah <100 Daerah permukiman,


jalan dengan jalan
VL samping

42
Rendah 100-299 Daerah
permukiman;
L beberapa
kendaraan umum
dsb

Sedang 300-499 Daerah Industri;


beberapa toko disisi
M jalan

H Tinggi 500-899 Daerah komersil,


aktivitas sisi jalan
tinggi

Sangat Tinggi >900 Daerah komersil


dengan aktivitas pasar
VH di pinggir jalan

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )

Tabel 8. Faktor berbobot tipe hambatan samping


Tipe kejadian hambatan samping Symbol Bobot

PED 0,5
Pejalan kaki yang berjalan dan menyebrang

SMV 0,4
Kendaraan lambat

43
EEV 0,7
Kendaraan masuk dan keluar ke/dari lahan samping

PSV 1,0
Parkir dan kendaraan berhenti

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )

5. Faktor Penyesuaian Ukuran Kota (FCCS)

Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota FCCS dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Faktor penyesuaian FCCS untuk pengaruh ukuran kota pada kapasitas jalan
perkotaan
Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
Ukuran Kota (juta jiwa)
FCCS

< 0,1 0,86

0,2 – 0,5 0,90

0,6 – 1,0 0,94

1,1 – 3,0 1,00

>3,0 1,04

Sumber: Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )

2.8 ANALISIS REGRESI

Korelasi dan regresi keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat.


Setiap regresi pasti ada korelasinya, tetapi korelasi belum tentu dilanjutkan dengan
regresi. Korelasi yang tidak dilanjutkan dengan regresi, adalah korelasi antara dua
variabel yang tidak mempunyai hubungan kasual/sebab akibat, atau hubungan
fungsional. Untuk menetapkan kedua variabel mempunyai hubungan kusal atau

44
tidak, maka harus didasarkan pada teori atau konsep-konsep tentang dua variabel
tersebut.

Hubungan antara panas dengan tingkat muai panjang, dapat dikatakan


sebagai hubungan yang kausal, hubungan antara kepemimpinan dengan kepuasan
kerja pegawai dapat dikatakan hubungan yang fungsional, hubungan antara
kupukupu yang datang dengan banyaknya tamu di rumah bukan merupakan
hubungan kausal maupun fungsional.
Maka gunakan analisis regresi bila, ingin mengetahui bagaimana variabal
dependen/kriteria dapat diprediksikan melalui variabel independen atu variabel
prediktor, secara individual. Dampak dari penggunaan analisis regresi dapat
digunakan untuk memutuskan apakah naik dan menurunnya variabel dependen
dapat dilakukan melalui menaikan dan menurunkan keadaan variabel independen,
atau meningkatkan keadaan variabel dependen dapat dilakukan dengan
meningkatkan variabel independen/dan sebaliknya.
 Regresi Linier Sederhana

Regresi sederhana didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal


antara satu variabel independen dengan satu variabel dependen.
Persamaan umum regresi linier sederhana adalah :

Y  a  bX
Dimana :

ý = subyek dalam variabel dependen yang


diprediksikan
a = harga Y bila X = 0 (harga konstan)
b = angka arah atau koefisien regresi, yang menunjukkan angka
peningkatan ataupun penurunan variabel dependen yang didasarkan
pada variabel independen. Bila b (+) maka naik, dan bila (-) maka
terjadi penurunan.
X = subyek pada variabel Independen yang mempunyai nilai tertentu

45
Secara teknis harga b merupakan tangen dari (perbandingan) antara
panjang garis variabel Independen dengan variabel dependen, setelah persamaan
regresi ditemukan. Lihat gambar berikut :

Y = 2,0 + 0,5 X

a = 2,0

3 Y

b = 2/4 atau 5/10 dsb

2
X
b = 0,5 = x/y

0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 6. Garis Regresi Y karena Pengaruh X, Persamaan Regresinya Y = 2,0 + 0,5


X

𝑆𝑦
Harga b= r 𝑆
𝑥

Harga a= Y - b X

Dimana :
r = koefisien korelasi product moment antara variabel X dengan variabel Y
Sy = simpangan baku variabel Y
Sx = simpangan baku variabel Y

46
Jadi harga b merupakan fungsi dari koefisien korelasi. Bila koefisien
korelasi tinggi, maka harga b juga besar, sebaliknya bila koefisien korelasi rendah
maka harga b juga renah (kecil). Selain itu bila koefisien korelasi negatif maka
harga b juga negatif, dan sebaliknya bila koefisien korelasi positif maka harga b
juga positif.
Selain itu harga a dan b dapat dicari dengan rumus berikut :

(𝛴𝑌𝑖 )(𝛴𝑋𝑖2 )−(𝛴𝑋𝑖 )(𝛴𝑋𝑖𝑌


𝑖)
a= 𝑛𝛴𝑋𝑖2 −(𝛴𝑋𝑖 )2

𝑛𝛴𝑋𝑖𝑌 −(𝛴𝑋𝑖 )(𝛴𝑋𝑖 𝑌𝑖 )


𝑖
b= 𝑛𝛴𝑋𝑖2 −(𝛴𝑋𝑖 )2

 Menyusun Persamaan Regresi

Setelah harga a dan b ditemukan, maka persamaan regresi linier sederhana


dapat disusun. Persamaan regresi nilai kualitas layanan dan nilai ratarata penjualan
barang tertentu tiap bulan adalah seperti berikut :
Y = 87,87 + 1,39 X

Persamaan regresi yang telah ditemukan itu dapat digunakan untuk


melakukan prediksi (ramalan) bagaimana individu dalam variabel dependen akan
terjadi bila individu dalam variabel independen ditetapkan. Misalnya nilai kualitas
layanan = 64, maka nilai rata-rata penjualan adalah :
Y = 87,87 + 1,39 . 64 = 176,83

Jadi diperkirakan nilai rata-rata penjualan barang tiap bulan sebesar


176,83. Dari persamaan regresi diatas dapat diartikan bahwa, bila nilai kualitas
layanan bertambah 1, maka nilai rata-rata penjualan barang tiap bulan akan
bertambah 1,39 atau setiap nilai kualitas layanan bertambah 10, maka nilai ratarata
penjualan barang tiap bulan akan bertambah sebesar 13,9.

47
Pengambilan harga-harga X untuk meramalkan Y harus dipertimbangkan
secara rasional dan menurut pengalaman, yang masih berada pada batas ruang
gerak X. Misalnya kalau nilai kualitas layanan 100, nilai rata-rata penjualan tiap
bulan berapa ? Apakah ada kualitas layanan yang nilainya sebesar 100 ?
 Membuat Garis Regresi

Garis regresi dapat digambarkan berdasarkan persamaan yang telah ditemukan


adalah :

190
Nil Y = 87,87 + 1,39X
176,83
ai 170
Ku
Pertemuan antara
alit 150 rata-rata Y dan X
as
La 130 Rata-rata Y = 176,83
Rata-rata X = 64
ya
na
110

90 87,87 (harga )a

0 50 60 70 80
Nilai Rata-rata Penjualan
Gambar 7. Garis Regresi Nilai Kualitas Layanan dan Nilai Rata-rata Penjualan
Barang Tiap Bulan

Antara nilai kualitas layanan dengan nilai penjualan tiap bulan dapat
dihitung korelasinya. Korelasi dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝑛𝛴𝑋𝑖 𝑌𝑖−(𝛴𝑋 )(𝛴𝑌 )
𝑖 𝑖
r=
√(𝑛𝛴𝑋𝑖2 −(𝛴𝑋𝑖 )2 )(𝑛𝛴𝑌𝑖2 −(𝛴𝑌𝑖 )2

2.8.1 Proses model analisis-regresi berbasis zona

Dalam melakukan analisis bangkitan pergerakan dengan menggunakan


model

48
analisis-regresi berbasis zona, terdapat tiga metode analisis yang dapat digunakan.

o Metode analisis langkah-demi-langkah tipe 1 Metode ini secara bertahap

Mengurangi jumlah peubah bebas sehingga didapatkan model terbaik yang hanya
terdiri dari beberapa peubah bebas.

- Tahap 1: Tentukan parameter sosio-ekonomi yang akan digunakan sebagai


peubah bebas. Pertama, pilihlah parameter (peubah bebas) yang
berdasarkan logika saja sudah mempunyai keterkaitan (korelasi) dengan
peubah tidak bebas. Kemudian, lakukan uji korelasi untuk mengabsahkan
keterkaitannya dengan peubah tidak bebas (bangkitan atau tarikan
pergerakan). Dua persyaratan statistik utama yang harus dipenuhi dalam
memilih peubah bebas adalah:

 peubah bebas harus mempunyai korelasi tinggi dengan peubah tidak bebas;

 sesama peubah bebas tidak boleh saling berkorelasi. Jika terdapat dua
peubah

bebas yang saling berkorelasi, pilihlah salah satu yang mempunyai korelasi

lebih tinggi terhadap peubah tidak bebasnya.

- Tahap 2: Lakukan analisis regresi-linear-berganda dengan semua peubah


bebas

terpilih untuk mendapatkan nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta


dan koefisien regresinya.

- Tahap 3: Tentukan parameter yang mempunyai korelasi terkecil terhadap


peubah

49
tidak bebasnya dan hilangkan parameter tersebut. Lakukan kembali analisis
regresilinear-berganda dan dapatkan kembali nilai koefisien determinasi
serta nilai konstanta dan koefisien regresinya.

- Tahap 4: Lakukan kembali tahap (3) satu demi satu sampai hanya tertinggal
satu parameter saja.

- Tahap 5: Kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan koefisien
regresi setiap tahap untuk menentukan model terbaik dengan kriteria
berikut:

 semakin banyak peubah bebas yang digunakan, semakin baik model


tersebut;

 tanda koefisien regresi (+/−) sesuai dengan yang diharapkan;

 nilai konstanta regresi kecil (semakin mendekati nol, semakin baik);

 nilai koefisien determinasi (R2) besar (semakin mendekati satu, semakin


baik);

o Metode analisis langkah-demi-langkah tipe 2 Metode ini pada prinsipnya


mirip dengan metode tipe 1; perbedaannya hanya pada tahap (3), yaitu:

- Tahap 3: Tentukan parameter yang mempunyai koefisien regresi yang


terkecil dan hilangkan parameter tersebut. Lalukan kembali analisis regresi-
linear-berganda dan dapatkan kembali nilai koefisien determinasi serta nilai
konstanta dan koefisien regresinya.

o Metode coba-coba Sesuai dengan namanya, metode ini melakukan proses


coba-coba dalam menentukan parameter yang dipilih. Secara lengkap,
tahapan metode adalah sebagai berikut.

- Tahap 1: Sama dengan tahap (1) metode 1.

50
- Tahap 2: Tentukan beberapa model dengan menggunakan beberapa
kombinasi peubah bebas secara coba-coba berdasarkan uji korelasi yang
dihasilkan pada tahap1. Kemudian, lakukan analisis regresi-linear-berganda
untuk kombinasi model tersebut untuk mendapatkan nilai koefisien
determinasi serta nilai konstanta dan koefisien regresinya.

- Tahap 3: Kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan koefisien
regresi setiap model untuk menentukan model terbaik dengan kriteria yang
sama dengan tahap (5) pada metode langkah-demi-langkah tipe 1.

51
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN

3.1 Gambaran Umum Wilayah

3.1.1 Wilayah Administrasi


Secara geografis, Palembang terletak pada 2°59′27.99″LS 104°45′24.24″BT.
Luas wilayah Kota Palembang adalah 358,55 Km² dengan ketinggian rata-rata 8
meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh
jalan Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera.
Palembang sendiri dapat dicapai melalui penerbangan dari berbagai kota di
Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bandar Lampung,
Bengkulu, Pangkal Pinang, Tanjung Pandan (via Pangkal Pinang), Jambi, Lubuk
Linggau, Padang, Pekanbaru, Batam, Medan, dan Denpasar-Bali. Serta dari luar
negeri yaitu Singapura, Kuala Lumpur, serta Jeddah (musim haji) Selain itu di
Palembang juga terdapat Sungai Musi yang dilintasi Jembatan Ampera dan
berfungsi sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah.

Tabel 10. Luas Wilayah zona di Palembang


Luas (km2)
Kecamatan Persentase
Total Area
Subdistrict Percentage
(square.km)
(1) (2) (3)
1 Ilir Barat II 6.22 1.55
2 Gandus 68.78 17.17
3 Seberang Ulu I 17.44 4.35
4 Kertapati 42.56 10.62
5 Seberang Ulu II 10.69 2.67
6 Plaju 15.17 3.79
7 Ilir Barat I 19.77 4.93
8 Bukit Kecil 9.92 2.48
9 Ilir Timur I 6.50 1.62
10 Kemuning 9.00 2.25
11 Ilir Timur II 25.58 6.39
12 Kalidoni 27.92 6.97
13 Sako 18.04 4.50
14 Sematang Borang 36.98 9.23
15 Sukarami 51.46 12.85
16 Alang-Alang Lebar 34.58 8.63
Palembang 400.61 100.00

Sumber : Peraturan Pemerintah No. 23 tahun 1988

52
3.1.2 Sosial dan Ekonomi
Jumlah penduduk Palembang Tahun 2010 - 2016 berdasarkan proyeksi
penduduk hasil Sensus Penduduk dapat di lihat di tabel. Kota Palembang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi di Palembang yaitu sebesar 1602071 jiwa/km2 pada
tahun 2016.
Sumber utama data kependudukan adalah Sensus Penduduk yang
dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus Penduduk telah dilaksanakan
sebanyak bebrapa kali sejak Indonesia merdeka yaitu data yang di ambil mulau
tahun 2010 dan sampai 2016. Metode pengumpulan data dalam sensus dilakukan
dengan wawancara antara petugas sensus dengan responden. Cara pencacahan yang
dipakai dalam sensus penduduk menggunakan konsep usual residence yaitu konsep
dimana penduduk biasa bertempat tinggal

Tabel 12. Jumlah penduduk di Wilayah zona, Palembang

Jumlah Penduduk (Jiwa)


Kecamatan
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Ilir Barat II 64 440 64 779 64 635 65 505 65 555 65 991 66 891
Gandus 57 887 58 454 59 382 61 007 61 813 62 146 62 994
Seberang Ulu I 165 236 165 475 168 510 167 780 174 945 176 749 179 160
Kertapati 81 014 81 956 81 790 83 365 83 784 84 698 85 853
Seberang Ulu II 94 227 93 525 94 910 97 095 97 898 99 222 100 575
Plaju 79 809 80 688 80 006 81 142 81 281 81 891 83 008
Ilir Barat I 125 315 126 445 129 604 133 236 135 080 135 385 137 231
Bukit Kecil 43 892 44 407 43 801 44 120 43 929 43 967 44 567
Ilir Timur I 69 716 70 431 68 880 69 030 68 506 71 418 72 391
Kemuning 82 495 84 018 83 480 84 550 84 562 85 002 86 161
Ilir Timur II 160 037 161 971 161 316 163 562 163 934 165 238 167 491
Kalidoni 100 394 101 897 104 459 107 746 109 644 110 982 112 495
Sako 82 964 84 195 86 132 88 650 89 990 91 087 92 329
Sematang Borang 32 290 33 043 34 482 35 974 36 983 37 434 37 945
Sukarami 140 686 142 265 148 711 155 101 159 339 164 139 166 378
Alang-alang Lebar 87 605 88 265 93 387 98 037 101 251 105 168 106 602
Kota Palembang 1 468 007 1 481 814 1 503 485 1 535 900 1 558 494 1 580 517 1 602 071

53
Tabel 13. Jumlah penduduk di Wilayah zona, Palembang Per Kecamatan
2014 2015
Kecamatan
Luas Daerah (km2) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Luas Daerah (km2) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Ilir Barat II 6.22 65555 10539 6.22 65991 10609
Gandus 68.78 61813 899 68.78 62146 904
Seberang Ulu I 17.44 174945 10031 17.44 176749 10135
Kertapati 42.56 83784 1969 42.56 84698 1990
Seberang Ulu II 10.69 97898 9158 10.69 99222 9282
Plaju 15.17 81281 5358 15.17 81891 5398
Ilir Barat I 19.77 135080 6833 19.77 135385 6848
Bukit Kecil 9.92 43929 4428 9.92 43967 4432
Ilir Timur I 6.5 68506 10539 6.5 71418 10987
Kemuning 9 84562 9396 9 85002 9445
Ilir Timur II 25.58 163934 6409 25.58 165238 6460
Kalidoni 27.92 109644 3927 27.92 110982 3975
Sako 18.04 89990 4988 18.04 91087 5049
Sematang Borang 51.46 36983 719 51.46 37434 1012
Sukarami 36.98 159339 4309 36.98 164139 3190
Alang-alang Lebar 34.58 101251 2928 34.58 105168 3041
Kota Palembang 400.61 1558494 3890 400.61 1580517 3945

o Pendidikan

Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang dimulai dari pendidikan


dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan yang dicatat adalah pendidikan formal
berdasar kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, termasuk pendidikan yang
di selenggarakan oleh pondok pesantren dengan memakai kurikulum Departemen
Pendidikan Nasional, seperti Madrasah Ibtidaiyah (MI), Madrasah Tsanawiyah
(MTs), dan Madrasah Aliyah (MA). Pondok pesantren/Madrasah diniyah adalah
sekolah yang tidak memakai kurikulum dari Departemen Pendidikan nasional.

Tabel 14. Jumlah sekolah

Jumlah Sekolah (Unit)


Madrasah Madrasah Madrasah
Kabupaten/Kota SD SMP SMA
Ibtidaiyah Tsanawiyah Aliyah
2015 2015 2015 2015 2015 2015
Ogan Komering Ulu 195 20 61 11 13 7
Ogan Komering Ilir 466 58 131 61 20 28
Muara Enim 367 48 95 35 17 18
Lahat 294 19 71 13 11 5
Musi Rawas 309 34 64 40 7 18
Musi Banyuasin 454 30 132 40 20 15
Banyuasin 492 55 101 62 12 27
Ogan Komering Ulu Selatan 277 18 63 23 9 8
Ogan Komering Ulu Timur 436 79 81 58 32 31
Ogan Ilir 262 15 77 40 12 20

54
Empat Lawang 184 8 35 4 5 2
Pali 101 - 32 - 3 -
Musi Rawas Utara 124 - 27 - 1 -
Palembang 370 81 194 29 73 16
Prabumulih 93 4 21 6 9 3
Pagar Alam 85 9 17 7 5 4
Lubuk Linggau 96 9 31 7 8 6
Sumatera Selatan 4 605 487 1 233 436 257 208

o Fasilitas Kesehatan

- Rumah sakit adalah tempat pemeriksaan dan perawatan kesehatan, biasanya


berada pengawasan dokter/tenaga medis, termasuk rumah sakit khusus
seperti rumah sakit perawatan paru paru , dan RS jantung.

- Rumah Sakit Bersalin/Rumah Bersalin adalah rumah sakit yang dilengkapi


dengan fasilitas untuk melahirkan, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan
ibu dan anak serta berada di bawah pengawasan dokter dan atau bidan
senior.

- Poliklinik adalah tempat pemeriksaan kesehatan, biasanya tanpa fasilitas


perawatan menginap, berada dalam pengawasan dokter/tenaga medis, tidak
termasuk klinik yang terdapat di puskesmas/rumah sakit. Poliklinik yang
karena suatu hal dan lain hal menyediakan tempat perawatan menginap,
tetap di golongkan kedalam poliklinik (bukan rumah sakit).
- Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit pelayanan kesehatan
milik pemerintah yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan
mayarakat untuk wilayah kecamatan. Sebagian kecamatan atau kelurahan
.Tim Puskesmas sesuai jadwal dapat melakukan kegiatan Puskesmas
keliling ketempat tempat tertentu dalam wilayah kerjanya, untuk
mendekatkan pelayanan dengan masyarakat.

- Puskesmas Pembantu (Pustu) yaitu Unit pelayanan kesehatan masyarakat


yang membantu kegiatan Puskesmas di sebagian dari wilayah kerja. Pada

55
- beberapa daerah balai pengobatan telah berubah fungsi menjadi Pustu
walaupun papan nama masih tertulis balai pengobatan.

Tabel 14. Jumlah Fassilitas umum kesehatan


2015
Jumlah Fasilitas Kesehatan (Unit)
Kabupaten/Kota
Rumah Sakit Klinik/Balai
Rumah Sakit Puskesmas Posyandu Polindes
Bersalin Kesehatan
Ogan Komering Ulu 3 3 19 171 11 0
Ogan Komering Ilir 2 0 29 639 0 0
Muara Enim 2 0 22 367 17 0
Lahat 2 0 33 290 - 219
Musi Rawas 1 0 19 128 11 76
Musi Banyuasin 3 28 28 203 0 0
Banyuasin 2 0 31 437 0 -
Ogan Komering Ulu Selatan 3 2 19 257 3 0
Ogan Komering Ulu Timur 5 12 22 470 4 25
Ogan Ilir 2 58 25 77 8 0
Empat Lawang 1 - 9 143 0 17
Pali 1 15 7 18 1 3
Musi Rawas Utara 1 0 8 0 0 14
Palembang 32 32 39 670 131 0
Prabumulih 4 0 9 56 0 9
Pagar Alam 1 0 7 75 0 0
Lubuk Linggau 4 0 9 99 0 0
Sumatera Selatan 69 150 335 4 100 186 363

56
BAB IV

METODOLOGI

3.1. Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam laporan ini adalah data sekunder, yaitu data yang
diperoleh secara tidak langsung. Seperti : jumlah kendaraan pengangkut migas,
banyak nya minyak dan gas, banyak kegiatan pengangkutan minyak dan dan dan
data lainya.

3.2. Analisa Data

Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
uji statistik dengan menggunakan bantuan program Excel ataupun SPSS. Untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas (independent variabel) dan variabel tak
bebas (dependent variabel) pada setiap variabel menggunakan metode regresi linier.
Jika variabel bebasnya (independent variabel) lebih dari satu variabel maka
digunakan regresi linier berganda, dan jika variabel bebasnya hanya satu variabel
maka digunakan regresi linier sederhana.
 Regresi linier sederhana
Y = a + bX
 Regresi linier berganda
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + ... + bn Xn
Dengan a dan koefisien regresi berganda didapat dengan menggunakan
metode kuadrat terkecil dengan beberapa persamaan, rumus umum dari metode
Least Square adalah sebagai berikut :
∑Y = n.a + b1∑X1 + b2∑X2 + ...+ bn∑Xn
∑YX1 = a.X1 + b1∑X12 + b2∑X1∑X2 + ...+ bn∑X1∑Xn
∑YX12 = a.X2 + b1∑X1∑Xn + b2X22 + ...+ bn
∑X2∑Xn
∑YXn = a.Xn + b1∑X1∑Xn + b2∑Xn∑X2 + ...+ bi∑Xn∑Xi

57
Dengan sejumlah n + 1 persamaan dan sejumlah n + 1 bilangan yang tidak
diketahui maka konstanta a dan koefisien regresi bn dapat dihitung. Hasil uji regresi
selanjutnya akan dibandingkan dengan uji analisa faktor yang juga dapat
mempresentasikan hubungan satu variabel dengan rumus umum :
X px1 – n1 = Lp1F1 + Lp2F2 + Lp3F3 + ... + LpqFq + np
Untuk mengetahui kereratan atau kekuatan hubungan antara kedua variabel
X (variabel tak bebas) dengan Y (Variabel bebas) maka digunakan nilai korelasi,
sedangkan besarnya pengaruh x terhadap y diukur dengan koefisien regresi.
N∑X i Yi − (∑Xi − Yi )
R2 =
√{N∑Xi2 − ∑X i2 }{N∑Yi2 − (∑Yi2 − (∑Yi2 )}

3.3. Diagram Alir Perencanaan

Tujuan & Lingkup


Studi

Studi Pustaka

Pengumpulan Data

Tidak
Data
Cukup
Ya
Analisa Data

Hasil & Pembahasan

Kesimpulan & Saran

Gambar 8. Diagram Alir


Perencananaan

58
BAB V

DATA PERENCANAAN

59

Anda mungkin juga menyukai