PENDAHULUAN
1
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Banyu Asin
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Banyu Asin.
3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Banyu Asin.
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Ogan Ilir dan Kabupaten
Muara Enim.
Kota Palembang mempunyai pengembang ekonomi dalam transportasi air
yang mengelola dermaga sebagai penghasilan yang menyediakan pengankutan
barang dan manusia. Bukan hanya mengangkut barang ringan tetapi dermaga di
Palembang mengangkut seperti minyak bumi, batu bara , hasil alam, peti kemas dll,
sebagai penyedia jasa angkutan air di Palembang juga ada beberapa pelabuhan
seperti :
1. Pelabuhan Tanjung Api-api
pelabuhan internasional yang terletak di Kabupaten Banyuasin, 80
Km dari Kota Palembang, Sumatera selatan, Pelabuhan ini adalah salah
satu pelabuhan besar di Indonesia, pelabuhan ini terintegerasi dengan
kawasan ekonomi ekslusif (KEK) Tanjung Api-api, pelabuhan ini juga
direncanakan teritegerasi dengan jalur kereta api batu bara dari tanjung
enim ke tanjung api-api. Selain jalur kereta api batu bara dari tanjung
enim ke tanjung api-api, selain itu direncanakan juga akan dibangun
jalan tol dari Palembang menuju tanjung api api. Dengan beroperasinya
Pelabuhan Penyeberangan Tanjung Api-api diharapkan pelayanan
angkutan penyeberangan kepada masyarakat semakin meningkat,
karena waktu tempuh menjadi lebih singkat dari semula rata-rata 8
sampai 12 jam menjadi 4 jam saja.
2. Pelabuhan Tangga Buntung
Pelabuhan Tangga Buntung yang telah dahulu beroperasi, ada juga
pelabuhan boom baru. Pada akhirnya, kedua pelabuhan itu juga
menjalani fungsinya tersendiri. Berbeda dengan di Bangka yang
menampung kapal ferry dan kapal cepat dalam satu pelabuhan, di
Palembang pelabuhan Tangga Buntung dikhusukan bagi Kapal Ferry
untuk berlabuh.
2
3. Pelabuhan boom baru
Pelabuhan Palembang atau dikenal sebagai Boom Baru dibangun
pemerintahan kolonial Belanda menggantikan Pelabuhan Sungai
Rendang pada tahun 1924. Pelabuhan ini terletak di antara dua muara
anak sungai Musi, yaitu sungai Lawang Kidul dan sungai Belabak. Pada
masa itu, Boom Baru memiliki dermaga dengan panjang sekitar 250
meter. Selain dermaga, di tempat ini juga terdapat Kantor Duane atau
Bea Cukai yang posisinya terapung. Pelabuhan Palembang ini menjadi
pelabuhan sungai terbesar di wilayah Sumatera sekaligus merupakan
tumpuan urat nadi pertumbuhan ekonomi provinsi Sumatera Selatan.
Kegiatan bongkar muat didominasi oleh barang curah kering dan
petikemas, disampaing juga melayani barang dengan jenis kemasan lain.
Sebagai penghubung jaringan transportasi yang besar ada pula jaringan
transportasi air yang di kategorikan seperti dermaga, ada beberapa dermaga terdapat
di Palembang :
1. Gasing
2. Jaka Baring
3. Karang Agung
4. Kamasan
5. Lais
6. Sungai Gendus
7. Sungai Lilin
8. Sungai Lumpur
9. Sungai Mejisu
10. Simpang PU
11. Sungsang
12. Tangga Buntung
13. Tulung Senapan
3
Kota Palembang merupakan kota yang mempunyai masyarakat yang cukup
banyak, dalam melakukan kegiatan ekonominya masyarakat Palembang tidak
hanya diam di kota tersebut tapi mereka keluar dan menyebrang ke antar pulau
untuk memenuhi kegiatan ekonomi nya.
Bangkitan dan tarikan pada tata guna transportasi air khususnya pada
bangkitan pergerakan minyak bumi di Palembnag melalui jalur sungai merupakan
salah satu permasalahan, dengan melihat efektivitas dalam penggunaan dan
penyebaran pengakutan minyak bumi agar tidak terjadi penumpukan di setiap
pelabuhan. Untuk meminimalisir supaya mengurangi penumpukan di pelabuhan
penulis memerlukan suau analisa bangkitan pada pergerakan minyak bumi pada
jalur sungai.
Pentingnya bangkitan dan tarikan pergerakan dalam memprediksi jumlah
pergerakan minyak bumi yang meninggalkan suatu pelabuhan untuk bergerak ke
tempat lain. Maka harus di adakannya suatu sistem yang mendukung pelebuhan
untuk mengoprasikan brang yang datang ke pelabuhan.
4
7. Bagaimana mengetahui variabel pemodelan dalam bangkitan transportasi
minyak bumi di Palembang?
5
Di dalamnya membahas mengenai latar belakang masalah, perumusan
masalah, maksud dan tujuan penulisan, dan sistematika penulisan.
6
BAB II
LANDASAN TEORI
a. Kota
Kota adalah pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai
batasan wilayah, administrasi yang diatur dalam peraturan perundangan serta
pemukiman yang telah, memperlihatkan watak dan ciri kehidupan perkotaan.
(Permen Dagri No. 2 Tahun 1987 tentang Penyusunan Rencana Kota). Sementara
menurut Max Weber, kota adalah suatu tempat yang penghuninya dapat memenuhi
sebagian besar kebutuhan ekonominya di pasar lokal. Ciri kota adalah adanya pasar
sebagai benteng serta mempunyai sistem hukum tersendiri dan bersifat
kosmopolitan.
b. Perkotaan
Definisi perkotaan tercantum pada Undang-undang No. 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang, yang mana kawasan perkotaan adalah wilayah yang
mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan
sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
7
sesuai dengan kesamaan fungsi adanya sesuai dengan kesamaan fungsi, adanya
pusat tersendiri, kemudahan aksesibilitas, dan batasan-batasan, baik fisik maupun
administrasi.
8
geografis dan karakteristik tempatnya. Branch juga mengemukakan contoh pola-
pola perkembangan kota pada medan datar dalam bentuk ilustrasi seperti :
a) topografi,
b) bangunan,
c) jalur transportasi,
d) ruang terbuka,
e) kepadatan bangunan,
f) iklim lokal,
g) vegetasi tutupan dan
h) kualitas estetika.
Secara skematik Branch,menggambarkan 6 pola perkembangan kota, sebagai
berikut :
Pola Umum Perkembangan Perkotaan
Berdasarkan pada penampakan morfologi kota serta jenis penyebaran areal
perkotaan yang ada, Hudson dalam Yunus (1999), mengemukakan beberapa
alternatif model bentuk kota. Secara garis besar ada 7 (tujuh) buah model bentuk
kota yang disarankan, yaitu;
(a) bentuk satelit dan pusat-pusat baru (satelite and neighbourhood plans), kota
utama dengan kota-kota kecil akan dijalin hubungan pertalian fungsional yang
efektif dan efisien;
(b) bentuk stellar atau radial (stellar or radial plans), tiap lidah dibentuk pusat
kegiatan kedua yang berfungsi memberi pelayanan pada areal perkotaan dan yang
menjorok ke dalam direncanakan sebagai jalur hijau dan berfungsi sebagai paru-
paru kota, tempat rekreasi dan tempat olah raga bagi penduduk kota;
(c) bentuk cincin (circuit linier or ring plans), kota berkembang di sepanjang jalan
utama yang melingkar, di bagian tengah wilayah dipertahankan sebagai daerah
hijau terbuka;
(d) bentuk linier bermanik (bealded linier plans), pusat perkotaan yang lebih kecil
tumbuh di kanan-kiri pusat perkotaan utamanya, pertumbuhan perkotaan hanya
terbatas di sepanjang jalan utama maka pola umumnya linier, dipinggir jalan
9
biasanya ditempati bangunan komersial dan dibelakangnya ditempati permukiman
penduduk;
(e) bentuk inti/kompak (the core or compact plans), perkembangan kota biasanya
lebih didominasi oleh perkembangan vertikal sehingga memungkinkan terciptanya
konsentrasi banyak bangunan pada areal kecil;
(f) bentuk memencar (dispersed city plans), dalam kesatuan morfologi yang besar
dan kompak terdapat beberapa urban center , dimana masing-masing pusat
mempunyai grup fungsi-fungsi yang khusus dan berbeda satu sama lain; dan
(g) bentuk kota bawah tanah (under ground city plans), struktur perkotaannya
dibangun di bawah permukaan bumi sehingga kenampakan morfologinya tidak
dapat diamati pada permukaan bumi, di daerah atasnya berfungsi sebagai jalur hijau
atau daerah pertanian yang tetap hijau.
Bentuk kota: satelit, kota bintang, cincin, linear, memancar, kompak dan bawah
tanah
Yang dimaksud tata guna tanah (land use) adalah pengaturan penggunaan
tanah. Dapat dikatakan, bahwa lahan berarti tanah yang sudah ada peruntukannya
dan umumnya ada pemiliknya baik perorangan atau lembaga (Jayadinata, J.T.,1999
:10)
Dalam usaha memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia akan terpaksa
melakukan pergerakan (mobilisasi) dari tata guna lahan yang satu ke tata guna lahan
lainnya, seperti dari pemukiman (perumahan) ke pasar (pertokoan). Agar mobilisasi
manusia antar tata guna lahan ini terjamin kelancarannya, dikembangkanlah sistem
transportasi yang sesuai dengan jarak, kondisi geografis, dan wilayah termaksud
(Miro, 2005:15).
Penting mengetahui perencanaan tata guna lahan dalam merencanakan
sistem angkutan. Kondisi demikian itu semakin menguatkan asumsi dasar
10
perencanaan transportasi, yaitu bahwa kebutuhan akan transportasi berhubungan
langsung dengan penyebaran dan intensitas petak (tata) guna lahan yang berlainan
di dalam sebuah kota.
Kecenderungan pola penyebaran tata guna lahan ini berindikasi pada pola
aktivitas masyarakat dan menimbulkan jarak fisik antara suatu lokasi aktivitas
dengan lokasi aktivitas lainnya. Dua elemen ini, pola penyebaran lokasi aktivitas
masyarakat dan jarak fisik lokasi-lokasi tersebut, sangat potensial memberikan
dorongan (stimulasi) timbulnya pergerakan (lalu lintas). Volume (kuantitas) arus
pergerakan atau lalu lintas ini dihitung sebagai jumlah kebutuhan akan jasa
transportasi. Inti daripada perencanaan transportasi sebenarnya adalah menghitung
dan meramalkan jumlah lalu lintas (jumlah akan kebutuhan transportasi). Jadi, hasil
(produk) perencanaan transportasi sebenarnya adalah prediksi besaran jumlah lalu
lintas orang, barang, atau kendaraan yang bergerak/berjalan pada masa yang akan
datang/tahun rencana (Miro, F., 2005: 41-42).
Dalam rangka memenuhi kebutuhannya, manusia melakukan perjalanan
antar tata guna lahan tersebut dengan menggunakan sistem jaringan transportasi
(misalnya berjalan kaki atau naik bus). Hal ini menimbulkan pergerakan arus
manusia, kendaraan dan barang (Tamin, O.Z., 1997:50).
Blunden, W.R. (1971) mengatakan bahwa perangkutan dan tata guna lahan
dalam kota seperti layaknya “ayam” dan “telur”, tidak dapat dikatakan siapa yang
ada lebih dulu. Penentuan guna lahan melahirkan perangkutan, tetapi sebaliknya,
pembangunan jalur angkutan (apalagi jalur jalan darat) dengan mudah dapat
mengubah tata guna lahan yang ada (Warpani, S., 1990 :56).
11
Jika satu komponen dalam sistem berubah, akan berpengaruh terhadap
komponen yang lain / keseluruhan.
Sistem transportasi dapat diartikan sebagai bentuk keterkaitan dan
keterikatan yang integral antara berbagai variabel dalam suatu kegiatan pemindahan
penumpang dan barang dari satu tempat ke tempat lain (Munawar, A., 2005:1).
Maksud ;
Sistem transportasi diselenggarakan dengan maksud untuk
mengkoordinasikan proses pergerakan penumpang dan barang dengan cara
mengatur komponen-komponennya yaitu prasarana sebagai media dan sarana
sebagai alat yang digunakan dalam proses transportasi.
Tujuan ;
Sistem transportasi diselenggarakan dengan tujuan agar proses transportasi
penumpang dan barang dapat dicapai secara optimum dalam ruang dan waktu
tertentu dengan pertimbangan factor keamanan, kenyamanan, kelancaran dan
efisiensi atas waktu dan biaya.
1. Transportasi Udara
2. Transportasi Laut
3. Transportasi Darat
Jalan raya
Jalan rel
ASDP
Lain-lain ; pipa, belt conveyer dsb.
12
Perkembangan transportasi yang pesat merupakan sumbangan bagi kualitas
kehidupan manusia di masyarakat. Hal ini karena transportasi telah ikut meratakan
hasil-hasil pembangunan dan memberikan pelayanan pergerakan orang dan barang
hampir keseluruh penjuru negeri sehingga memberi andil bagi pengembangan serta
kemajuan daerah dan membuka isolasi daerah terpencil.
Transportasi darat lebih dominan di daerah Sumatra dan Jawa, sedang
daerah timur atau lainnya menggunakan moda yang lain (laut dan udara) hal ini
karena Indonesia adalah negara kepulauan sehingga moda laut dan udara menjadi
hal yang penting bagi pengembangan dan kemajuan wilayah karena ada daerah-
daerah yang hanya dapat dicapai dengan transportasi udara maupun laut saja.
Pada daerah tambang dan industri , sebagai alternatif digunakan angkutan
pipa (minyak dll), belt conveyer (untuk bijih besi dll) atau angkutan kabel.
Transportasi sendiri terjadi karena tidak selamanya aktifitas dapat dilakukan
di tempat tinggalnya.
13
3. Sistem Moda Angkutan
a. angkutan umum (public transport)
b. angkutan cepat / lambat
c. taksi
4. Sistem Parkir
a. on street
b. off street
5. Sistem Terminal
a. halte
b. teluk bus
c. lain-lain
7. Sosial Budaya
8. Lain-Lain
Sementara itu sistem transportasi terdiri dari beberapa sistem makro yaitu
(Tamin, 1997) :
1. Sistem kegiatan
2. Sistem jaringan prasarana transportasi
3. Sistem pergerakan lalu lintas
4. Sistem kelembagaan
14
Sumber: Tamin 1997
15
• Manusia dan barang (yang diangkut)
• Kendaraan dan peti kemas (alat angkut)
• Jalan (tempat alat angkut bergerak)
• Terminal
• Sistem pengoperasian
Perangkutan dan guna lahan adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahpisahkan. Dalam hal ini ada hubungan timbal balik antara tata guna tanah
dan pelayanan atau persediaan perangkutan (prasarana dan sarana), yang
perwujudannya adalah pada kegiatan lalu lintas (Warpani, S., 1990:67). Ketiga
komponen ini membentuk satu sistem.
16
2.5.1 Aksebilitas
17
untuk mengidentifikasi masalah yang perlu dipecahkan dan mengevaluasi rencana
dan kebijakan pemecahan masalah selanjutnya (Tamin, O.Z., 1997: 59).
i j
Daya hubung atau akses adalah tingkat kemudahan berhubungan dari satu
tempat ke tempat lain. Apabila dari suatu tempat A orang dapat dengan mudah
berhubungan dan mendatangi tempat B atau sebaliknya, apalagi bila hubungan
dapat dilakukan dengan berbagai cara atau alat penghubung, maka dikatakan akses
A-B adalah tinggi (Warpani, S.,1990 :62). Daya hubung sangat menentukan tinggi
rendahnya harga lahan. Bidang lahan dengan akses tinggi, harganya pun tinggi.
Lahan yang semula harganya rendah, setelah ada pembangunan jalur jalan yang
melewatinya, harganya akan meningkat dengan sendirinya sebagai akibat
meningkatnya nilai lahan yang bersangkutan. Dalam hal ini hukum permintaan dan
penawaran sangat berperan.
Dengan pengetahuan bahwa faktor jarak bukanlah satu-satunya faktor yang
menentukan tinggi rendahnya akses, maka faktor-faktor lain di luar jarak, perlu
dipertimbangkan dalam menentukan tinggi rendahnya akses (Miro, F., 2005:20).
18
2. Faktor biaya perjalanan
Padatnya kegiatan pada suatu petak lahan yang telah diisi berbagai
macam kegiatan, akan berpengaruh pada dekatnya jarak tempuh
berbagai kegiatan tersebut, dan secara tidak langsung, hal tersebut
mempertinggi tingkat kemudahan pencapaian tujuan.
4. Faktor pendapatan orang yang melakukan perjalanan
19
Tabel 1. Klasifikasi Berbagai Tingkat Aksesbilitas Secara Kualitatif
JARAK
DEKAT JAUH
KONDISI
TRANSPORTASI
Sangat Baik Aksesibilitas Tinggi Aksesibilitas Sedang
(High Accessibility) (Medium Accessibility
)
Sangat Jelek Aksesibilitas Sedang Aksesibilitas Rendah
(Medium Accessibility
) (Low Accessibility)
Sumber : Miro, 2005
Daya hubung suatu tempat merupakan hal yang patut mendapat perhatian
dalam hubungan antar zona. Daya hubung (akses) adalah ukuran yang
menunjukkan kemampuan suatu tempat untuk melakukan hubungan dengan tempat
lain dalam tata ruang kegiatan. Blunden (1971) menganalogikan daya hubung suatu
guna lahan sebagai kemampuan perangkutan, yang dapat ditunjukkan dengan jarak
geografi, waktu tempuh, atau biaya antara tempat asal dan tujuan. Pengertian
tentang daya hubung ini akan menjadi dasar penilaian atas guna lahan (Martin, B.
dalam Warpani, S., 1990: 104-105).
Secara terukur (kuantitatif), tingkat aksesibilitas (kemudahan pencapaian)
lokasi tujuan, dapat ditentukan dengan rumus pada persamaan (Miro, F., 2005:21):
Hi =∑(Ldj /tij )
dj=1
dimana
20
tij = Faktor kendala seperti ukuran waktu, biaya, jarak fisik dari zona asal i ke
berbagai zona tujuan j.
n = banyaknya zona tujuan j sesuai dengan kegiatan orang dalam wilayah
kota.
2.5.2 Mobilitas
21
PERENCANAAN TRANSPORTASI 4 TAHAP
Bangkitan lalu lintas adalah banyaknya lalu lintas yang ditimbulkan oleh
suatu zona atau daerah per satuan waktu. Jumlah lalu lintas bergantung pada
kegiatan kota, karena penyebab lalu lintas ialah adanya kebutuhan manusia untuk
melakukan kegiatan berhubungan dan mengangkut barang kebutuhannya (Warpani,
S.,1990:107).
Penelaahan bangkitan lalu lintas ini adalah bagian yang amat penting dalam
proses perencanaan perangkutan. Dengan mengetahui bangkitan lalu lintas, maka
jumlah perjalanan tiap zona pada masa yang datang dapat diperkirakan.
22
Bangkitan perjalanan dapat diartikan sebagai banyaknya jumlah perjalanan
/ pergerakan / lalu lintas yang dibangkitkan oleh suatu zona (kawasan) per satuan
waktu (per detik, menit, jam, hari, minggu, dan seterusnya). Dari pengertian
tersebut, maka bangkitan perjalanan merupakan tahap pemodelan transportasi yang
bertugas untuk memperkirakan dan meramalkan jumlah (banyaknya) perjalanan
yang berasal (meninggalkan) dari suatu zona / kawasan / petak lahan dan jumlah
(banyaknya) perjalanan yang datang / tertarik (menuju) ke suatu zona / kawasan /
petak lahan pada masa yang akan datang (tahun rencana) per satuan waktu (Miro,F.,
2005:65).
Dalam prosesnya, bangkitan perjalanan ini dianalisis secara terpisah
menjadi 2 bagian, yaitu :
1. Produksi Perjalanan / Perjalanan yang dihasilkan (Trip Production)
i j
Pergerakan menuju ke
Pergerakan berasal dari
zona j
zona i
23
pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalu lintas
merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas
(Tamin,O.Z., 1997:60). Bangkitan lalu lintas ini mencakup :
• Lalu lintas yang meninggalkan suatu lokasi
Bangkitan dan tarikan lalu lintas tersebut tergantung pada dua aspek tata
guna lahan:
• Jenis tata guna lahan
24
2.5.6 Pilihan Moda Transportasi
Ada 10 faktor yang menjadi peubah penentu bangkitan lalu lintas (Martin,
B., dalam Warpani, S., 1990: 111-113) dan semuanya sangat mempengaruhi
25
volume lalu lintas serta penggunaan sarana perangkutan yang tersedia. Kesepuluh
faktor tersebut adalah sebagai berikut :
Maksud Perjalanan
Penghasilan Keluarga
Pemilikan Kendaraan
Ciri khas sosial ketiga ini pun merupakan peubah kontinu. Pemilikan
kendaraan umumnya erat sekali berkaitan dengan perjalanan perorangan (per unit
rumah), dan juga dengan kerapatan penduduk, penghasilan keluarga, dan jarak dari
pusat kegiatan kota.
26
Guna Lahan di Tempat Asal
Faktor ini merupakan cirri khas pertama dari serangkaian cirri khas fisik.
Karena guna lahan di tempat asal tidak sama, maka peubah ini tidak kontinu,
walaupun kerapatan penggunaan lahan bersifat kontinu. Mempelajari tata guna
lahan adalah cara yang baik untuk mempelajari lalu lintas sebagai akibat adanya
kegiatan, selama hal tersebut terukur, konstan, dan dapat diramalkan.
Faktor jarak ini merupakan peubah kontinu yang berlaku bagi lalu lintas
orang maupun kendaraan. Faktor ini juga berkaitan erat dengan kerapatan penduduk
dan pemilikan kendaraan.
Jauh Perjalanan
Jauh perjalanan merupakan ciri khas alami yang lain. Peubah ini pun kontinu
dan bergantung pada macam sarana (moda) perjalanan. Faktor ini sangat perlu
diperhatikan dalam mengatur peruntukan lahan dan cenderung meminimkan jarak
serta menekan biaya bagi lalu lintas orang maupun kendaraan.
Moda Perjalanan
Moda perjalanan dapat dikatakan sisi lain dari maksud perjalanan yang
sering pula untuk mengelompokkan macam perjalanan. Peubah ini tergolong ciri
khas fisik, tidak kontinu, dan merupakan fungsi dari peubah lain. Setiap moda
mempunyai tempat khusus pula dalam perangkutan kota serta mempunyai beberapa
keuntungan disamping sejumlah kekurangan.
27
Penggunaan Perjalanan
Faktor ini adalah ciri khas fisik yang terakhir yang pada hakikatnya sama
saja dengan guna lahan di tempat asal.
Saat
Ciri khas terakhir adalah saat yang merupakan peubah kontinu. Pengaruh
saat kurang diperhatikan dalam studi perangkutan di masa lalu, tetapi sekarang
memegang peranan penting. Prosedur umum adalah menentukan volume lalu lintas
dalam waktu 24 jam selama hari kerja, dan menentukan presentasi volume lalu
lintas tertentu pada jam padat, ketimbang menelaahciri khas perjalanan pada jam
tertentu.
28
dan didukung oleh penataan ruang dan penggunaan lahan. Sistem jaringan jalan
berdasarkan peranan dapat dibagi atas :
a. Jalan arteri, yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi
secara efisien.
• Jalan Arteri Primer
- Lalulintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalulintas ulang alik,
lalulintas lokal dan kegiatan lokal.
- Jalan masuk dibatasi secara efisien.
29
- Lalulintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalulintas lambat.
30
Jalan lokal primer menghubungkan kota jenjang kesatu dengan persil
atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil atau
menghubungkan kota jenjang ketiga dengan di bawahnya, kota jenjang
ketiga dengan persil atau di bawah kota jenjang ketiga sampai persil.
Persyaratan jalan lokal primer adalah :
Arus lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang terdapat dlm ruang yang
diukur dalam interval waktu tertentu.
Arus lalu lintas dalam penyediaan transportasi dapat dibagi dalam 2 kategori :
31
1. Uninterupted flow (arus tidak terganggu)
Arus lalu lintas dihasilkan oleh interaksi antar kendaraan dan antara
kendaraan dengan karakteristik sistem geometrik jalan raya. Pola arus lalu lintas
hanya dikontrol oleh karakteristik tata guna lahan yang membangkitkan perjalanan.
tidak ada faktor eksternal yang secara periodik menghentikan sementara arus lalu
lintas tersebut.
Arus lalu lintas tidak hanya dihasilkan oleh interaksi antar kendaraan tetapi
juga pengatur ekternal yang secara periodik menghentikan sementara arus lalu
lintas. Contohnya adalah kendaraan diharuskan berhenti secara periodik di simpang
yang diatur oleh lampu lalu lintas.
Merupakan hasil interaksi yang komplek dari 4 elemen utama sistem lalu
lintas (traffic system), yaitu pengemudi, kendaraan, jalan dan lingkungan.
Karakteristik diperlukan sebagai acuan dalam perencanaan lalu lintas.
32
Karakteristik Primer
Ada 3 variabel atau karakteristik primer dari arus lalu lintas yang saling
terkait yaitu volume, kecepatan dan kerapatan. Masing masing dapat dijelaskan
sebagai berikut
1) Volume
Volume adalah jumlah kendaraan yang melalui suatu titik tetap pada jalan
dalam satuan waktu. Volume biasanya dihitung dalam kendaraan/hari atau
kendaraan/jam. Namun volume dapat juga dinyatakan dalam satuan yang lain
tergantung kepada kedalaman analisa yang diinginkan. Volume dirumuskan
sebagai :
1 𝑛
Q= ℎ atau Q= 𝑇
dimana :
q = volume
h = headway/waktu antara
T= interval waktu pengamatan
N= jumlah kendaraan yang melewati titik pengamatan
Karena volume ini berinteraksi dengan sistem jaringan jalan, maka ketika
arus meningkat pada suatu ruas jalan dengan sendirinya waktu tempuh akan
meningkat karena kecepatan turun.
Ada cara lain untuk menyatakan volume yaitu :rate of flow . Merupakan
jumlah kendaraan yang melewati suatu titik tertentu selama interval kurang dari 1
jam tetapi biasanya dinyatakan dalam nilai jam ekivalen. Dan biasanya dinyatakan
dalam kend/hari atau kend/jam atau periode waktu yang lain.
Volume lalu lintas bervariasi, tergantung pada volume total dua arah, arah
arus, volume harian,bulanan, tahunan dan komposisi kendaraan.
Variasi harian, untuk menyatakan kondisi lalu lintas yang bervariasi dalam
seminggu, baik untuk orang maupun barang. Terdapat 4 parameter volume harian
yang biasa digunakan :
33
• Avg annual daily traffic (AADT)
dx
V = ----
dt
dimana :
V=kecepatan
dx= jarak yang ditempuh
dt=waktu untuk menempuh dx
34
b. Kecepatan bergerak (Running Speed), yaitu kecepatan kendaraan rata-
rata pada suatu jalur pada saat kendaraan bergerak dan didapat dengan
membagi panjang
jalur dibagi dengan lama waktu kendaraan bergerak menempuh jalur
tersebut.
c. Kecepatan perjalanan (Journey Speed), yaitu kecepatan efektif kendaraan
yang
sedang dalam perjalanan antara dua tempat dan merupakan jarak antara dua
tempat dibagi dengan lama waktu kendaraan menyelesaikan perjalanan
antara dua tempat tersebut.
Jika terdapat waktu tempuh t1, t2, t3…tn yang diobservasi untuk n
kendaraan yang melewati sebuah segmen dg panjang L, maka kecepatan perjalanan
rata-rata dapat dinyatakan :
• Time mean speed : kecepatan rata-rata semua kendaraan yang melewati sebuah
titik pada jalan pada waktu tertentu
• space mean speed :kecepatan rata-rata dari semua kendaraan yang menempati
suatu segmen jalan pada waktu tertentu
Keduanya merupakan bentuk dari SMS yang sering digunakan dalam teknik
lalu lintas dan ditentukan sebagai jarak dibagi rata-rata waktu melewati suatu
segmen jalan.. AVS didasarkan pada average travel time, sedangkan ARS
berdasarkan average running time.
Travel time adalah total waktu yang dibutuhkan untuk melalui suatu segmen
jalan sedangkan running time merupakan total waktu yang digunakan selama
kendaraan bergerak melewati suatu segmen jalan.
35
• Percentile speed : kecepatan dibawah prosen kendaraan yang ditetapkan dalam
arus lalu lintas. Jadi 85 kecepatan persentil, artinya 85% kendaraan berada pada
atau dibawah kecepatan ini.
3) Kerapatan
1 n
s L
dimana :
k=kerapatan (kend/km)
n=jumlah kend. Pada lintasan
L= panjang lintasan
S= jarak antara (space headway)
Karakteristik sekunder
Selain karakteristik primer yang telah disampaikan sebelumnya ada
beberapa pearameter sekunder yang penting untuk diketahui yaitu :
36
• Jarak antara kendaraan (spacing/space headway), yaitu jarak antara bagian
depan satu kendaraan dengan bagian depan kendaraan berikutnya..
(1/kerapatan)
• Occupancy
Kapasitas adalah arus lalu lintas maksimum yang dapat melintas dengan
stabil pada suatu potongan melintang jalan pada kondisi tertentu.
Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia ( MKJI 1997 ), besarnya kapasitas jalan
dapat dihitung dengan rumus :
C = C0 x FCW x FCSP x FCSF x FCCS
Keterangan:
C = Kapasitas sesungguhnya (smp/jam)
C0 = Kapasitas dasar (smp/jam)
FCW = Faktor penyesuaian lebar jalan
FCSP = Faktor penyesuaian pemisah arah
FCSF = Faktor penyesuaian hambatan samping dan bahu jalan/kerb
FCCS = Faktor penyesuaian ukuran kota
1. Kapasitas Dasar
Jika kondisi sesungguhnya sama dengan kasus dasar ( ideal ) tertentu, maka
semua faktor penyesuaian menjadi 1,0 sehingga besarnya kapasitas sama dengan
kapasitas dasar. Nilai kapasitas dasar dapat dilihat pada tabel 2.4. Tabel 2.4.
Kapasitas dasar ( C0) untuk jalan perkotaan
37
Tabel 2. Kapasitas Jalan
Tipe jalan Kapasitas dasar Keterangan
Untuk faktor penyesuaian kapasitas pemisah arah (FCSP) dapat dilihat pada
Tabel 2.5. Tabel ini hanya memberikan nilai untuk jalan dua lajur dua arah (2/2)
dan empat lajur dua arah (4/2) tak terbagi. Sedangkan untuk jalan terbagi dan satu
arah faktor penyesuaian arah bernilai 1,0.
Tabel 3. Faktor penyesuaian kapasitas untuk pemisah arah (FCSP)
FCSP
38
3. Faktor Penyesuaian Lebar Jalur Lalu Lintas
Kapasitas juga dipengaruhi oleh lebar jalur lalu lintas yang dinyatakan dengan
faktor penyesuaian lebar jalan (FCW) dapat dilihat pada Tabel 2.6.
Tabel 2.6 Faktor penyesuaian kapasitas FCW untuk pengaruh lebar jalur lalu lintas
untuk jalan perkotaan
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
Empat lajur tak terbagi Per lajur
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
39
Dua lajur dua arah tak terbagi Total dua arah
(2/2UD) 5 0,56
6 0,87
7 1,00
8 1,14
9 1,25
10 1,29
11 1,34
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum ( 1997 )
Hambatan samping adalah dampak terhadap kinerja lalu lintas dari aktivitas
samping segmen jalan, seperti pejalan kaki, kendaraan henti/parkir di sisi jalan,
kendaraan masuk/keluar sisi jalan dan kendaraan tidak bermotor. Nilai faktor
penyesuaian kapasitas untuk hambatan samping dibedakan berdasarkan tipe jalan
dengan bahu dan tipe jalan dengan kereb yang dapat dilihat pada Tabel 2.7 dan 2.8.
Sedangkan untuk kelas hambatan samping pada jalan perkotaan dan nilai faktor
berbobot untuk tipe hambatan samping dapat dilihat pada Tabel 2.9 dan 2.10.
Tabel 5. Faktor penyesuaian FCSF untuk pengaruh hambatan samping dan lebar
bahu pada kapasitas jalan perkotaan dengan bahu
Tipe Kelas Faktor Penyesuaian Untuk Hambatan
Jalan Hambatan Samping dan
1,0 1,5
≤ 0,5 ≥ 2,0
40
4/2 D Sangat 0,96 0,98 1,01 1,03
Rendah
Rendah 0,94 0,97 1,02 1,02
Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
Tinggi 0,88 0,92 0,95 0,98
Sangat Tinggi 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD Sangat 0,96 0,99 1,01 1,03
Rendah
Rendah 0,94 0,97 1,00 1,02
Sedang 0,92 0,95 0,98 1,00
Tinggi 0,87 0,91 0,94 0,98
Sangat Tinggi 0,80 0,86 0,90 0,95
Tabel 6. Faktor penyesuaian FCSF untuk pengaruh hambatan samping dan jarak kereb
penghalang pada kapasitas jalan perkotaan dengan kereb
41
4/2 D Sangat Rendah 0,95 0,97 0,99 1,01
Rendah 0,94 0,96 0,98 1,00
Sedang 0,91 0,93 0,95 0,98
Tinggi 0,86 0,89 0,92 0,95
Sangat Tinggi 0,81 0,85 0,88 0,92
4/2 UD Sangat Rendah 0,95 0,97 0,99 1,01
Rendah 0,93 0,95 0,97 1,00
Sedang 0,90 0,92 0,95 0,97
Tinggi 0,84 0,87 0,90 0,93
Sangat Tinggi 0,77 0,81 0,85 0,90
2/2 UD Sangat Rendah 0,93 0,95 0,97 0,99
42
Rendah 100-299 Daerah
permukiman;
L beberapa
kendaraan umum
dsb
PED 0,5
Pejalan kaki yang berjalan dan menyebrang
SMV 0,4
Kendaraan lambat
43
EEV 0,7
Kendaraan masuk dan keluar ke/dari lahan samping
PSV 1,0
Parkir dan kendaraan berhenti
Faktor penyesuaian untuk pengaruh ukuran kota FCCS dapat dilihat pada
Tabel 9.
Tabel 9. Faktor penyesuaian FCCS untuk pengaruh ukuran kota pada kapasitas jalan
perkotaan
Faktor penyesuaian untuk ukuran kota
Ukuran Kota (juta jiwa)
FCCS
>3,0 1,04
44
tidak, maka harus didasarkan pada teori atau konsep-konsep tentang dua variabel
tersebut.
Y a bX
Dimana :
45
Secara teknis harga b merupakan tangen dari (perbandingan) antara
panjang garis variabel Independen dengan variabel dependen, setelah persamaan
regresi ditemukan. Lihat gambar berikut :
Y = 2,0 + 0,5 X
a = 2,0
3 Y
2
X
b = 0,5 = x/y
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
𝑆𝑦
Harga b= r 𝑆
𝑥
Harga a= Y - b X
Dimana :
r = koefisien korelasi product moment antara variabel X dengan variabel Y
Sy = simpangan baku variabel Y
Sx = simpangan baku variabel Y
46
Jadi harga b merupakan fungsi dari koefisien korelasi. Bila koefisien
korelasi tinggi, maka harga b juga besar, sebaliknya bila koefisien korelasi rendah
maka harga b juga renah (kecil). Selain itu bila koefisien korelasi negatif maka
harga b juga negatif, dan sebaliknya bila koefisien korelasi positif maka harga b
juga positif.
Selain itu harga a dan b dapat dicari dengan rumus berikut :
47
Pengambilan harga-harga X untuk meramalkan Y harus dipertimbangkan
secara rasional dan menurut pengalaman, yang masih berada pada batas ruang
gerak X. Misalnya kalau nilai kualitas layanan 100, nilai rata-rata penjualan tiap
bulan berapa ? Apakah ada kualitas layanan yang nilainya sebesar 100 ?
Membuat Garis Regresi
190
Nil Y = 87,87 + 1,39X
176,83
ai 170
Ku
Pertemuan antara
alit 150 rata-rata Y dan X
as
La 130 Rata-rata Y = 176,83
Rata-rata X = 64
ya
na
110
90 87,87 (harga )a
0 50 60 70 80
Nilai Rata-rata Penjualan
Gambar 7. Garis Regresi Nilai Kualitas Layanan dan Nilai Rata-rata Penjualan
Barang Tiap Bulan
Antara nilai kualitas layanan dengan nilai penjualan tiap bulan dapat
dihitung korelasinya. Korelasi dapat dihitung dengan rumus berikut:
𝑛𝛴𝑋𝑖 𝑌𝑖−(𝛴𝑋 )(𝛴𝑌 )
𝑖 𝑖
r=
√(𝑛𝛴𝑋𝑖2 −(𝛴𝑋𝑖 )2 )(𝑛𝛴𝑌𝑖2 −(𝛴𝑌𝑖 )2
48
analisis-regresi berbasis zona, terdapat tiga metode analisis yang dapat digunakan.
Mengurangi jumlah peubah bebas sehingga didapatkan model terbaik yang hanya
terdiri dari beberapa peubah bebas.
peubah bebas harus mempunyai korelasi tinggi dengan peubah tidak bebas;
sesama peubah bebas tidak boleh saling berkorelasi. Jika terdapat dua
peubah
bebas yang saling berkorelasi, pilihlah salah satu yang mempunyai korelasi
49
tidak bebasnya dan hilangkan parameter tersebut. Lakukan kembali analisis
regresilinear-berganda dan dapatkan kembali nilai koefisien determinasi
serta nilai konstanta dan koefisien regresinya.
- Tahap 4: Lakukan kembali tahap (3) satu demi satu sampai hanya tertinggal
satu parameter saja.
- Tahap 5: Kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan koefisien
regresi setiap tahap untuk menentukan model terbaik dengan kriteria
berikut:
50
- Tahap 2: Tentukan beberapa model dengan menggunakan beberapa
kombinasi peubah bebas secara coba-coba berdasarkan uji korelasi yang
dihasilkan pada tahap1. Kemudian, lakukan analisis regresi-linear-berganda
untuk kombinasi model tersebut untuk mendapatkan nilai koefisien
determinasi serta nilai konstanta dan koefisien regresinya.
- Tahap 3: Kaji nilai koefisien determinasi serta nilai konstanta dan koefisien
regresi setiap model untuk menentukan model terbaik dengan kriteria yang
sama dengan tahap (5) pada metode langkah-demi-langkah tipe 1.
51
BAB III
GAMBARAN UMUM WILAYAH KAJIAN
52
3.1.2 Sosial dan Ekonomi
Jumlah penduduk Palembang Tahun 2010 - 2016 berdasarkan proyeksi
penduduk hasil Sensus Penduduk dapat di lihat di tabel. Kota Palembang memiliki
kepadatan penduduk tertinggi di Palembang yaitu sebesar 1602071 jiwa/km2 pada
tahun 2016.
Sumber utama data kependudukan adalah Sensus Penduduk yang
dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus Penduduk telah dilaksanakan
sebanyak bebrapa kali sejak Indonesia merdeka yaitu data yang di ambil mulau
tahun 2010 dan sampai 2016. Metode pengumpulan data dalam sensus dilakukan
dengan wawancara antara petugas sensus dengan responden. Cara pencacahan yang
dipakai dalam sensus penduduk menggunakan konsep usual residence yaitu konsep
dimana penduduk biasa bertempat tinggal
53
Tabel 13. Jumlah penduduk di Wilayah zona, Palembang Per Kecamatan
2014 2015
Kecamatan
Luas Daerah (km2) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) Luas Daerah (km2) Jumlah Penduduk (Jiwa) Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Ilir Barat II 6.22 65555 10539 6.22 65991 10609
Gandus 68.78 61813 899 68.78 62146 904
Seberang Ulu I 17.44 174945 10031 17.44 176749 10135
Kertapati 42.56 83784 1969 42.56 84698 1990
Seberang Ulu II 10.69 97898 9158 10.69 99222 9282
Plaju 15.17 81281 5358 15.17 81891 5398
Ilir Barat I 19.77 135080 6833 19.77 135385 6848
Bukit Kecil 9.92 43929 4428 9.92 43967 4432
Ilir Timur I 6.5 68506 10539 6.5 71418 10987
Kemuning 9 84562 9396 9 85002 9445
Ilir Timur II 25.58 163934 6409 25.58 165238 6460
Kalidoni 27.92 109644 3927 27.92 110982 3975
Sako 18.04 89990 4988 18.04 91087 5049
Sematang Borang 51.46 36983 719 51.46 37434 1012
Sukarami 36.98 159339 4309 36.98 164139 3190
Alang-alang Lebar 34.58 101251 2928 34.58 105168 3041
Kota Palembang 400.61 1558494 3890 400.61 1580517 3945
o Pendidikan
54
Empat Lawang 184 8 35 4 5 2
Pali 101 - 32 - 3 -
Musi Rawas Utara 124 - 27 - 1 -
Palembang 370 81 194 29 73 16
Prabumulih 93 4 21 6 9 3
Pagar Alam 85 9 17 7 5 4
Lubuk Linggau 96 9 31 7 8 6
Sumatera Selatan 4 605 487 1 233 436 257 208
o Fasilitas Kesehatan
55
- beberapa daerah balai pengobatan telah berubah fungsi menjadi Pustu
walaupun papan nama masih tertulis balai pengobatan.
56
BAB IV
METODOLOGI
Data yang digunakan dalam laporan ini adalah data sekunder, yaitu data yang
diperoleh secara tidak langsung. Seperti : jumlah kendaraan pengangkut migas,
banyak nya minyak dan gas, banyak kegiatan pengangkutan minyak dan dan dan
data lainya.
Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan
uji statistik dengan menggunakan bantuan program Excel ataupun SPSS. Untuk
mengetahui hubungan antara variabel bebas (independent variabel) dan variabel tak
bebas (dependent variabel) pada setiap variabel menggunakan metode regresi linier.
Jika variabel bebasnya (independent variabel) lebih dari satu variabel maka
digunakan regresi linier berganda, dan jika variabel bebasnya hanya satu variabel
maka digunakan regresi linier sederhana.
Regresi linier sederhana
Y = a + bX
Regresi linier berganda
Y = a + b1 X1 + b2 X2 + ... + bn Xn
Dengan a dan koefisien regresi berganda didapat dengan menggunakan
metode kuadrat terkecil dengan beberapa persamaan, rumus umum dari metode
Least Square adalah sebagai berikut :
∑Y = n.a + b1∑X1 + b2∑X2 + ...+ bn∑Xn
∑YX1 = a.X1 + b1∑X12 + b2∑X1∑X2 + ...+ bn∑X1∑Xn
∑YX12 = a.X2 + b1∑X1∑Xn + b2X22 + ...+ bn
∑X2∑Xn
∑YXn = a.Xn + b1∑X1∑Xn + b2∑Xn∑X2 + ...+ bi∑Xn∑Xi
57
Dengan sejumlah n + 1 persamaan dan sejumlah n + 1 bilangan yang tidak
diketahui maka konstanta a dan koefisien regresi bn dapat dihitung. Hasil uji regresi
selanjutnya akan dibandingkan dengan uji analisa faktor yang juga dapat
mempresentasikan hubungan satu variabel dengan rumus umum :
X px1 – n1 = Lp1F1 + Lp2F2 + Lp3F3 + ... + LpqFq + np
Untuk mengetahui kereratan atau kekuatan hubungan antara kedua variabel
X (variabel tak bebas) dengan Y (Variabel bebas) maka digunakan nilai korelasi,
sedangkan besarnya pengaruh x terhadap y diukur dengan koefisien regresi.
N∑X i Yi − (∑Xi − Yi )
R2 =
√{N∑Xi2 − ∑X i2 }{N∑Yi2 − (∑Yi2 − (∑Yi2 )}
Studi Pustaka
Pengumpulan Data
Tidak
Data
Cukup
Ya
Analisa Data
58
BAB V
DATA PERENCANAAN
59