Email: rizkirahim7@gmail.com
ABSTRAK
ABSTRACT
Palembang City is the second largest city in Sumatra after Medan City. with an area of
400.61 km2, as well as being the capital of the province of South Sumatra. At that time,
the rulers of Srivijaya established Wanua in the area now known as the city of
Palembang. The strategic location of the city of Palembang, which is on the north-south
route of Sumatra Island and the Malacca Strait, will affect the level of interaction with
other cities. The natural conditions of Palembang City for the ancestors of the Palembang
people became their capital to take advantage of it. Water is the main means of
transportation that is vital, economical, efficient and has reach and has high speed.
Settlement in the city of Palembang began when it was popular in Seberang Ilir and there
were immigrants in Seberang Ulu who were separated by the presence of the Musi River.
This settlement became the forerunner of the city of Palembang to what it is today.
Letak kota Palembang yang strategis, yaitu pada lintasan utara-selatan Pulau
Sumatera dan Selat Malaka akan mempengaruhi tingkat interaksi dengan kota-
kota lain. Ditambah lagi dengan keberadaan Bandar Udara Sultan Mahmud
Badaruddin II yang dapat melayani penerbangan internasional sehingga peluang
warga Palembang untuk mendapatkan akses langsung dengan kota-kota
internasional cukup besar. Hal ini juga ditunjang dengan luas wilayah kota
Palembang yang masih sangat prospektif bagi rencana pengembangan sektor
strategis dan infrastruktur penunjang seluruh aktivitas kota yang tersedia.
Jika dilihat pada topografinya, kota Palembang dikelilingi oleh air, bahkan
terendam oleh air. Air tersebut bersumber baik dari sungai maupun rawa, juga air
hujan. Bahkan saat ini kota Palembang masih terdapat 52,24 % tanah yang yang
tergenang oleh air (data Statistik 1990). Berkemungkinan karena kondisi inilah
maka nenek moyang orang-orang kota ini menamakan kota ini sebagai Pa-
lembang dalam bahasa melayu Pa atau Pe sebagai kata tunjuk suatu tempat
atau keadaan; sedangkan lembang atau lembeng artinya tanah yang rendah,
lembah akar yang membengkak karena lama terendam air (menurut kamus
melayu), sedangkan menurut bahasa melayu-Palembang, lembang atau
lembeng adalah genangan air. Jadi Palembang adalah suatu tempat yang
digenangi oleh air.
Kondisi alam ini bagi nenek moyang orang-orang Palembang menjadi modal
mereka untuk memanfaatkannya. Air menjadi sarana transportasi utama yang
bersifat vital, ekonomis, efisien dan punya daya jangkau dan punya kecepatan
yang tinggi. Selain kondisi alam, juga letak strategis kota ini yang berada dalam
satu jaringan yang mampu mengendalikan lalu lintas antara tiga kesatuan
wilayah, yaitu tanah tinggi Sumatera di bagian barat, Daerah kaki bukit atau
piedmont dan pertemuan anak-anak sungai sewaktu memasuki dataran rendah,
dan daerah pesisir timur laut. Ketiga kesatuan wilayah ini merupakan faktor
setempat yang sangat mementukan dalam pembentukan pola kebudayaan yang
bersifat peradaban. Faktor setempat yang berupa jaringan dan komoditi dengan
frekuensi tinggi sudah terbentuk lebih dulu dan berhasil mendorong manusia
setempat menciptakan pertumbuhan pola kebudayaan tinggi di Sumatera
Selatan. Faktor setempat inilah yang membuat Palembang menjadi ibukota
Sriwijaya, yang merupakan kekuatan politik dan ekonomi di zaman klasik pada
wilayah Asia Tenggara.
Gambar 3.1 Peta Tahun 1819
Sumber: Arsip Nasional Republik Indonesia
Pada tahun 1819, peta iin menunjukan area-area komplek benteng dan
sekitarnya serta grud perkotaan secara makro pada tahun 1819. Peta tertua
ini menjadi dasar pertimbangan pertama dalam menandai Batasan wilayah
penelitian, yaitu kota Palembang. Peta ini merupakan peta dengan
pembagian wilayah berdasarkan keputusan pemerintah Kesultanan
Palembang Darussalam. Pada tahun 1819 ini tidak dapat dijadikan rujukan
utama dalam menentukan batas penelitian sebab grid jalan sebagai elemen
pembatas memiliki ukuran yang tidak proporsional walaupun bentuk grid
perkotaan terlihat adanya kemiripan dengan grid eksisting pada tahun 2022.
Alasan lain penggambaran massa banugnanterlalu makro serta beberapa
bagian perkotaan sudah tidak cocok denganpeta sekarang.
Gambar 3.2 Peta Tahun 1920
Sumber: Library of Leiden
Perkembangan pada tahun selanjutnya yang digambarkan pada peta tahun
1922. Terlihat kemiringan grid paeta tahun 1819 dengan peta 1922. Peta 1922 ini
memiliki kelebihan yaitu penggambaran massa yang cukup detail dan daerah-
daerah komplek Benteng Kuto Besak lebih terdefinisi. Atas dasar kecocokan
tersebut, batas batas objek sudah dapat terlihat.
Pada tahun 1920-an, dengan bimbingan Thomas Karsten, salah satu pelopor
proyek arsitektur di kota-kota di Hindia Belanda, Komisi Lalu Lintas Palembang
bertujuan untuk meningkatkan kondisi transportasi pedalaman di Palembang.
Komisi ini mereklamasi tanah dari sungai dan jalan beraspal. Rancangan lalu
lintas di kota Palembang didasarkan pada rencana kota Karsten, di mana Ilir
berada dalam bentuk jalan lingkar, dimulai dari tepi Sungai Musi. Sejak saat itu
mereka membangun banyak jembatan kecil di kedua sisi Sungai Musi, termasuk
Jembatan Wilhelmina di atas Sungai Ogan yang secara vertikal membagi daerah
Ulu. Jembatan ini dibangun pada tahun 1939 dengan tujuan menghubungkan
kilang minyak di sisi sungai timur dengan sisi sungai barat, di mana stasiun
kereta api Kertapati berada. Pada akhir tahun 1920-an, kapal uap laut
mengarungi Sungai Musi secara teratur. Pada zaman penjajahan Jepang, tidak
banyak yang berubah dari Kota Palembang seperti yang dilakukan oleh Belanda.
Akan tetapi, kota ini menjadi sasaran prioritas tinggi bagi pasukan Jepang,
karena merupakan lokasi dari beberapa kilang minyak terbaik di Asia Tenggara.
D. KESIMPULAN
Kota Palembang dikelilingi oleh air, bahkan terendam oleh air. Air tersebut
bersumber baik dari sungai maupun rawa, juga air hujan. Bahkan saat ini kota
Palembang masih terdapat 52,24 % tanah yang yang tergenang oleh air
Permukiman di Kota Palembang bermula pada permukiman yg berada di
Seberang Ilir dan permukiman penduduk pendatang di Seberang Ulu yang
terpisah oleh keberadaan Sungai Musi. Perkembangan ruang yang terjadi
berada di sepanjang sungai musi. Permukiman ini menjadi cikal bakal Kota
Palembang hingga seperti saat ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhan, T. & Ariastita, P. G., 2014. Arahan Pengembangan Kota Palembang Sebagai Kota
Pusaka. JURNAL TEKNIK POMITS, 3(2), pp. C 212 - C217.
Christian, A. S., 2020. Perkembangan pola permukiman tepian Sungai Musi - Kota
Palembang, Bandung: Universitas Katolik Parahyangan.