PALEMBANG
NAMA :ARYA JORDANTA GINTING
NIM :210406086
MATA KULIAH :LANSKAP BUDAYA DALAM ARSITEKTUR
DOSEN :DR. WAHYU UTAMI, S.T., M.T
DESKRIPSI SINGKAT KAWASAN
Palembang adalah ibu kota Provinsi Sumatera Selatan yang merupakan kota terbesar dan
merupakan pusat kegiatan sosial ekonomi di wilayah Sumatera Selatan. Kota Palembang
memiliki luas wilayah sebesar 400,61 km2 atau 40.061 Ha yang secara administrasi terbagi
atas 16 kecamatan dan 107 kelurahan.
Secara administrasi Kota Palembang berbatasan dengan:
• Sebelah Utara : Kabupaten Banyuasin
• Sebelah Timur : Kabupaten Banyuasin
• Sebelah Barat : Kabupaten Banyuasin
• Sebelah Selatan : Kabupaten Ogan Ilir dan Muara Enim.
Berdasarkan letak geografis Kota Palembang terletak antara 20’ sampai 30’ Lintang Selatan
dan 104’ sampai 104’ Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 8 mdpl. Kota Palembang ini
dilalui oleh jalur jalan lintas Pulau Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau
Sumatera sehingga Kota Palembang memiliki letak yang cukup strategis. Selain itu, di Kota
Palembang juga terdapat Sungai Musi yang berfungsi sebagai sarana transportasi dan
perdagangan antar wilayah dan merupakan Kota Air (Bapeda Kota Palembang).
Sejak zaman Sriwijaya yaitu sekitar abad ke-7, Kota Palembang telah dikenal sebagai pusat
pemerintahan, pusat kegiatan perdagangan, pusat pendidikan dan kebudayaan. Sesuai
dengan perkembangan zaman, saat ini peranan kota telah semakin berkembang yaitu
sebagai pusat pemerintahan Propinsi Sumatera Selatan, industri, perdagangan dan
kebudayaan, kesehatan, rekreasi dan permukiman. Kota Palembang merupakan kota tertua
di Indonesia karena didirikan tahun 683 M (605 Tahun Saka) oleh Dapunta Hyang. Bukti-bukti
pendirian kota Palembang terdapat dalam Prasasti Kedukan Bukit yang bertuliskan huruf
pallawa dan berbahasa Melayu Kuno. Prasasti yang ditemukan akhir Desember 1920 di tepi
Sungai Kedukan Bukit Palembang ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk menetapkan
hari jadi kota Palembang yaitu tanggal 16 Juni 683 Masehi. Secara umum, terdapat
beberapa periode tahapan sejarah perkembangan Kota Palembang yaitu zaman Kerajaan
Sriwijaya, Kesultanan Palembang, zaman Kolonial Belanda, zaman Pergerakan Kemerdekaan,
zaman Penjajahan Jepang, zaman Pendudukan Sekutu atau Belanda, dan Palembang Awal
Masa Pembangunan
KONDISI BENTANG ALAM KAWASAN
DAN SEJARAH PEMBENTUKANNYA
Berdasarkan dari keadaan topografi Kota Palembang merupakan dataran rendah dengan ketinggian
rata-rata 4-12 mdpl, dengan komposisi: 48% tanah dataran yang tidak tergenang air, 15% tanah tergenang
secara musiman dan 35% tanah tergenang terus menerus sepanjang musim. Daerah yang paling tinggi di
Kota Palembang berada di Bukit Siguntang Kecamatan Ilir Barat I, dengan ketinggian sekitar 10 mdpl.
Sedangkan daerah yang paling terendah di Kota Palembang berada di daerah Sungai Lais, Kecamatan Ilir
Timur II. Kota Palembang terbagi menjadi dua daerah topografi, yaitu daerah mendatar sampai daerah
landai, yaitu dengan kemiringan berkisar antara ± 0-30 dan daerah dengan topografi bergelombang
dengan kemiringan berkisar antara ± 2-100 meter.
Daerah Seberang Ulu dan Seberang Ilir memiliki perbedaan karakter topografi yang cukup
signifikan. Wilayah Seberang Ulu memiliki topografi yang relatif datar dan sebagian besar dengan tanah
asli berada dibawah permukaan air pasang maksimum Sungai Musi (± 3,75 mdpl) kecuali lahan-lahan yang
telah dibangun dimana permukaan tanah telah mengalami penimbunan dan reklamasi. Di daerah
Seberang Ilir ditemui adanya ketinggian dari 4 m sampai 20 mdpl.
Untuk geografis Kota Palembang yang terletak di daerah ilir sungai Musi, yang dinamakan dengan
istilah Batanghari Sembilan dan menjadi induk dari semua aliran sungai dan menjadi pintu gerbang utama
orang yang masuk ke aliran Batanghari Sembilan. Kemajuan di dunia iliran mempunyai konsekuensi yang
identik dengan pencapaian modernisasi di Palembang itu sendiri. Bila dibaca dengan sebuah cermin
pemikiran realita diatas, akan memperlihatkan
Deskripsi yang jelas, karena secara geografis, Palembang memanglah mempunyai posisi dan juga
lokasi yang strategis dalam rute perdagangan ekonomi, baik dalam skala nasional ataupun skala
internasional. Pada umunya Palembang memiliki tanah alluvial, liat dan berpasir dengan lapisan muda
yang mendukung adanya minyak bumi, dan tanahnya kurang cocok untuk area pertanian. Tanah yang
relatif datar dengan sebagian besar didominsai oleh tanah yang banyak tergenan air, baik waktu turun
hujan maupun setelah turun hujan, terlebih lagi ketika pasang dan hujan datang.
ZAMAN
ZAMAN ZAMAN
KOLONIAL ZAMAN PASCA-
KERAJAAN KERAJAAN
HINDIA KEMERDEKAAN
SRIWIJAYA ISLAM
BELANDA
KAWASAN PELABUHAN
Pelabuhan di kota Palembang banyak terletak di sepanjang lintasan sungai
Musi, dekat dengan jembatan Musi IV dan pulo kemaro. Terdapat banyak
kapal, baik kapal penumpang maupun kapal industry yang berlayar dari sungai
Musi menuju ke pesisir pantai Sumatera Selatan.
TATA MASSA BANGUNAN DAN
SEJARAHNYA
Penataan massa bangunan di kota Palembang sangat dipengaruhi oleh kadaan bentang alam
dan entitas suku di dalamnya. Bangunan-bangunan pada umumnya berorientasi ke sungai
Musi. Pengolahan massa bangunan dalam hal zonasi juga sangat dipengaruhi oleh
keberagaman suku di dalamnya sehingga terdapat beberapa kampung berdasarkan suku
bangsa seperti kampung Melayu, Tionghoa, Kolonial Belanda, dan Arab.
Pada masa kerajaan Sriwijaya,
Palembang adalah kota Pelabuhan
dan kota perdagangan, sedangkan
penduduknya bermukim di
perkampungan-perkampungan di
tepi air. Penataan massa bangunan
disesuaikan dengan zonasinya
masing-masing, dimana terdapat
zona permukiman di sepanjang
aliran sungai, zona bangunan suci
dan taman.
Sekitar abad ke 15 para pedagang yang berasal dari Negeri Cina dan Arab yang
bermukim di tanah Palembang, bermukim di atas sungai atau biasa yang disebut
sebagai rumah rakit (terapung). Kronik Ying-yai Sheng-lan, 1416, menyebutkan
tentang Palembang dan rumah rakit sebagai “Negeri ini tidak begitu besar, hanyalah
rumah-rumah pemimpin yang tegak di daratan, selebihnya rumah-rumah rakyat
terbuat terbuat di atas rakit-rakit, yang dipatok di atas tiang, dimana rakit dapat
menyesuaikan naik turunnya permukaan air sehingga tidak menjadi kebanjiran.
Permukiman di atas rakit terjadi karena adanya peraturan, bukan karena dikehendaki
dari semula. Pada Kerajaan Kesultanan Palembang Darusalam (abad 16 – 19)
diperlakukan peraturan, orang Cina diizinkan bertempat tinggal di wilayah
Palembang.
Apabila mereka bersedia tinggal di atas air, dalam hal ini sungai, dimana dikala itu Sugai
Musi dijadikan sebagai tempat rumah-rumah rakit tersebut. Penguasa Palembang menilai
bahwa jika orang Cina tinggal di daratan mungkin hal ini dapat membahayakan negeri
sehingga mereka diharuskan tinggal di atas air, bertempat tinggal di atas rakit yang terbuat
dari bambu dan kayu, sehingga sangat mudah dikuasai terutama ketika mengancam negeri
Palembang, penguasa Palembang tersebut cukup dengan hanya membakar rakit-rakit itu.
Namun peraturan tersebut berubah ketika akhir masa Kesultanan Palembang dimana warga
keturunan Cina maupun Arab diperbolehkan untuk membangun rumah di darat. Namun hal
ini tidak dilakukan oleh semua pendatang dari Cina, sehingga masih terdapat masyarakat
keturunan Cina yang bermukim di rumah-rumah rakit. Warga pilihan yang kemudan ke darat
ini yang menjadi cikal bakal pemukim di Kampung Kapitan.
Pada Masa Penjajahan Belanda, terjadi perubahan besar dimana struktur kota lama yang
dicanangkan oleh Kesultanan Palembang dirubah oleh pemerintahan Belanda. Kota yang
tadinya merupakan kesatuan harmonis dalam keragaman yang dicanangkan pada masa
Kesultanan Palembang, berubah menjadi kota yang terpilah-pilah berdasarkan etnisitas,
seperti zona Eropa, zona Cina, Zona Arab, dan zona pribumi. Hal ini lah yang menyebabkan
hingga sekarang masih mengenal kawasan Pecinan ataupun kawasan Arab di Kota Palembang.
Perubahan struktur kota yang di lakukan oleh Belanda, pada dasarnya memberikan
sebuah pembabakan masuknya kebudayaan asing yang ada di Kota Palembang. Penduduk
yang tadinya bermukim di Sungai Musi, ketika Belanda datang kebijakan yang ada berubah,
sehingga warga asing banyak yang pindah ke darat tetapi tetap dipilah-pilah berdasarkan
entitas. Pembababkan masuknya kebudayaan asing di Kota Palembang yang menyebabkan
terjadinya akulturasi kebudayaan berupa arsitektur Kota Palembang.
Perkampungan Tionghoa
Perkampungna tradisionaol
Kampung Arab Al-Munawar
BENTUK BANGUNAN
Kota Palembang memiliki jumlah penduduk pada tahun 2010 sebanyak 1.452.840 jiwa, yang
terdiri atas 726.328 laki-laki dan 726.512 perempuan (Sensus Penduduk 2010). Hasil sensus
tersebut juga menunjukan kepadatan penduduk Kota Palembang sebesar 4.052 / km2 dengan
paju pertumbuhan penduduk per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-
2010 sebesar 1,76 persen. Penduduk Palembang merupakan etnis melayu serta terdapat pula
warga pendatang dan keturunan seperti Jawa, Minangkabau, Tionghoa, Arab, dan India. Kota
Palembang sebagai ibu kota Provinsi Sumatera Selatan, menduduki peringkat pertama dalam
memberikan kontribusi terhadap PDRB Sumsel. PDRB Total atas dasar harga Berlaku tertinggi
dicapai oleh kota Palembang yang mencapai 45,499 Triliun Rupiah pada tahun 2009.
Kesenian yang terdapat di Palembang antara lain:
• Kesenian Dul Muluk (pentas drama tradisional khas Palembang)
• Tari-tarian seperti Gending Sriwijaya yang diadakan sebagai penyambutan kepada tamu-
tamu dan tari Tanggai yang diperagakan dalam resepsi pernikahan
• Syarofal Anam adalah kesenian Islami yang dibawa oleh para saudagar Arab dulu, dan
menjadi terkenal di Palembang oleh KH. M Akib, Ki Kemas H. Umar dan S. Abdullah bin Alwi
Jamalullail
• Lagu Daerah seperti Melati Karangan, Dek Sangke, Cuk Mak Ilang, Dirut dan Ribang
Kemambang
• Rumah Adat Palembang adalah Rumah Limas dan Rumah Rakit
Tari Gending Sriwijaya Rumah rakit
Kota Palembang juga selalu mengadakan berbagai festival setiap tahunnya antara lain
“Festival Sriwijaya” setiap bulan Juni dalam rangka memperingati Hari Jadi Kota
Palembang, Festival Bidar dan Perahu Hias merayakan Hari Kemerdekaan, serta
berbagai festival memperingati Tahun Baru Hijriah, Bulan Ramadhan dan Tahun Baru
Masehi.
Makanan khas Palembang yang terkenal diantaranya, pempek, tekwan, model, laksan,
celimpungan, mie celor, dan masih banyak lagi.
Pempek
Kain songket
Festival Sriwijaya