PEMBAHASAN
A. PALEMBANG
1. LETAK GEOGRAFIS
Secara geografis, Palembang terletak pada 25927.99LS 1044524.24BT.
Luas wilayah Kota Palembang adalah 102,47 Km dengan ketinggian rata-rata 8
meter dari permukaan laut. Letak Palembang cukup strategis karena dilalui oleh jalan
Lintas Sumatera yang menghubungkan antar daerah di Pulau Sumatera. Selain itu di
Palembang juga terdapat Sungai Musi yang dilintasi Jembatan Ampera dan berfungsi
sebagai sarana transportasi dan perdagangan antar wilayah.
Kota Palembang merupakan dataran rendah yang dipengaruhi oleh air pasang
surut. Daerah yang termasuk dalam kelompok tergenang terus menerus dan
tergenang musiman meliputi luas sekitar 50% dari wilayah kota Palembang.
Perbedaan antara air pasang surut berfluktuasi sekitar 3 s/d 5m. Melihat kondisi
Palembang yang wilayahnya sangat di pengaruhi oleh pasang surut dan sungai
Musi, dapat di mengerti apabila rumah rakyat sebagian besar merupakan rumah
bertiang (panggung) yang terletak di tepi sungai, di atas daerah rawa maupun
terapung di sungai .Rumah tradisional dengan karakter seperti di atas sangat sesuai
serta adaptif dengan lingkungan disekitarnya. dan kesibukan di sungai Musi di masa
lampau.
1
Gambar 1:
Foto udara memperlihatkan daerah Ilir dan daerah Ulu yang dibelah oleh sungai Musi
(Sumber: geogle)
Kota Palembang secara geografis terbagi menjadi dua oleh sungai Musi
menjadi daerah Seberang Ilir dan Seberang Ulu adalah suatu dataran rendah yang
daerahnya selalu digenangi air. Perbedaan kondisi fisik kedua daerah tersebut
mempunyai pengaruh besar dari segi pengembangan wi layah, daerah seberang Ulu
terlihat lebih lambat perkembangannya di bandingkan daerah Ilir. Palembang adalah
kota tua yang telah lama dikenal serta mempunyai sejarah panjang sejak jaman
Sriwijaya. Beberapa peninggalan penting yang terdapat diseluruh wilayah kota
adalah : rumah tradisional Palembang yang mempunyai tipikal yaitu Limas, gudang
dan rakit. Rumah tersebut masih banyak di jumpai diperkampungan masyarakat
asli Palembang.
2
Rumah Adat Palembang yang berbentuk Rumah panggung secara fungsional
memenuhi syarat mengatasi kondisi rawa dan sungai seperti di Palembang. Letak
geografis dari Palembang dibelah oleh sungai Musi dan dikelilingi ratusan anak
sungai, rawa-rawa di sebagian besar wilayah daratannya. Pada tepian sungai banyak
terdapat Rumah Limas yang pintunya menghadab ke sungai, dan alat transportasi air
seperti perahu, kapal dan getek menjadi alat transportasi utama yang banyak
digunakan mayarakat di tepian sungai.
3
Rumas Limas kebanyakan terletak ditepi sungai yang merupakan anak sungai
dari sungai Musi. Lokasi tersebut dipandang sangat menguntungkan karena orientasi
rumah berkaitan dengan factor sungai dan tidak berkaitan dengan posisi matahari,
karena sungai yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kebutuhan kehidupan
sehari hari pemilik rumah terhadap air bersih dan transpormasi.
4
Bulan Agustus adalah angin arah Tenggara. rumah limas dibangun menghadap ke
timur atau selatan dengan tujuan mendapatkan limpahan sinar matahari serta
hembusan angin laut di musim kemarau. Setiap bagian rumah saling terhubung oleh
jembatan panggung berjeruji.
Masyarakat palembang memilih hari Senin sebagai hari baik dalam memulai
pembangunan rumah. Tempat yang terbaik bagi pendirian rumah adalah lokasi yang
dekat dengan sungai.
5
6. FILOSOFI RUMAH LIMAS
Nama Limas untuk Rumah Adat berasal dari kata lima dan emas, dengan
mengidentikan emas dengan lima sifatnya yaitu sebagai keagungan dan kebesaran,
rukun damai, adab yang sopan santun, aman, subur sentosa serta makmur sejahtera.
Simbolisasi dari ungkapan ini antara lain diekspresikan dalam bentuk atap
yang sangat curam dan lima tingkatan pada lantai atau kekijing. Bagi pemilik rumah
yang masih memerhatikan perbedaan kasta dalam keturunan adat Palembang, mereka
akan membuat lantai rumahnya bertingkat-tingkat untuk menyesuaikan kasta
tersebut.
Sedangkan kijing kedua, lebih tinggi dari kijing pertama, memiliki enam
pintu dibentangi karpet hijau merupakan tempat berkumpul para Kiagus (Kgs) dan
Massagus (Mgs). Memasuki kijing ketiga yang kononnya milik golongan Raden dan
keluarganya inilah, nuansa khas Palembang bergitu kental.
Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut
tenggalung. Makna filosofis di balik pagar kayu itu adalah untuk menahan supaya
anak perempuan tidak keluar dari rumah. Bangunan rumah limas biasanya
memanjang ke belakang. Ada bangunan yang ukuran lebarnya 20 meter dengan
panjang mencapai 100 meter. Rumah limas yang besar melambangkan status sosial
pemilik rumah. Biasanya pemiliknya adalah keturunan keluarga Kesultanan
Palembang, pejabat pemerintahan Hindia Belanda, atau saudagar kaya.
6
7. PEMILIK BANGUNAN DAN POLA PEMUKIMAN
Kampung
Kapitan
7
Kampung Arab / Al
munnawar
Kesultanan Palembang
darusalam
Pribumi
Belakan
g
Tengah
Depan
8
terdapat di antara kekijing I dan kekijing II saja, sedangkan pada kekijing-kekijing
berikutnya tidak terdapat penyekat. Tinggi antara masing-masing kekijing pada
umumnya sekitar 30 cm sampai 40 cm.
Pada saat upacara adat, kekijing I berfungsi sebagai tempat kaum kerabat dan
undangan yang masih muda, kekijing II merupakan tempat undangan yang setengah
baya, dan kekijing III dan IV diperuntukkan untuk undangan yang tua-tua dan orang-
orang yang dihormati. Dalam kegiatan sehari-hari kekijing III dan kekijing IV
berfungsi sebagi ruang tidur yang disekat oleh lemari dinding. Pada bagian ini juga
terdapat ruangan yang berfungsi sebagai ruangan serbaguna, di mana kegiatan rumah
tangga seperti menjahit, menenun, atau merenda dilakukan di sini. Selain itu fungsi
dari ruangan ini juga untuk ruang makan dan ruang tamu kerabat dekat wanita atau
anak-anak.
Bagian tengah dan bagian belakang rumah limas dibatasi oleh dinding
penyekat. Bagian belakang berfungsi sebagai dapur. Pada umumnya dapur pada
rumah limas terdiri dari 3 bagian utama, yaitu tempat untuk menyiapkan masakan,
tempat memasak, dan tempat mencuci peralatan masak. Lantai pada bagian belakang
ini lebih rendah dari bagian tengah.
9
tersebut. Lantai Rumah Limas yang bertingkat itu pada umumnya dibuat menjadi
tiga tingkat sesuai dengan urutan keturunan masyarakat Palembang, yaitu Raden,
Masagus,Kiagus dan Kemas .
Budaya internal:
Atap rumah limas rumah adat Palembang hampir mirip dengan rumah joglo
di Jawa Tengah. Pakaian pengantin Palembang model aesan gede merupakan
percampuran budaya Melayu, Cina dan Jawa. Di Palembang ada juga wayang kulit
yang mirip dengan wayang di Jawa.
Budaya eksternal:
10
Budaya Palembang dimulai sejak kerajaan Sriwijaya kerajaan maritim
terbesar di nusantara yang mengalami puncak kejayaan pada abad 7 Masehi saat
masa pemerintahan raja Balaputeradewa. Saat itu Palembang merupakan pusat
penyebaran agama Buddha di Asia Tenggara. Sriwijaya juga berperan menyebarkan
bahasa Melayu ke seluruh daerah jajahannya di nusantara, Malaysia dan Thailand
selatan. Kemudian Sriwijaya mulai berkurang pengaruhnya pada abad ke-11 karena
diserang kerajaan Cola dari India lalu akhirnya meredup. Warna yang lazim
digunakan dalam rumah tradisional Limas adalah warna emas dan merah. Kedua
warna ini melambangkan zaman keemasan Kerajaan Sriwijaya dan pengaruh China
di masa lampau.
Terdapat pula nilai nilai yang di terapkan pada rumah limas asli palembang,
yakni :
Nilai Religius :
Nilai religius dalam pendirian rumah limas dapat dilihat dalam pemilihan hari
senin sebagai hari untuk memulai pembangunannya.Nilai ini juga dapat dilihat dalam
ritual-ritual yang diadakan baik ketika mempersiapkan pembangunan, pelaksananaan
pembangunan ataupun ketika bangunan telah selesai dan hendak ditempati.
Pelaksanaan ritual tersebut sangat berkaitan dengan keyakinan.
Nilai budaya :
Nilai budaya dapat dilihat pada arsitekturnya yang berbentuk rumah
panggung yang terbuat dari kayu.Bentuk rumah panggung dengan bahan-bahan
kayu, nampaknya sebagai penyikapan terhadap kondisi tanahnya yang berupa rawa-
rawa sehingga selalu basah an suhu udara yang panas.Dengan kondisi tanah yang
basah dan linkungan yang panas maka desain rumah berbentuk panggung merupakan
suatu pemecahan yang tepat.
11
Lantai yang tidak berada langsung
diatas tanah memungkinkan bangunan
tidak akan terendam ketika hujan atau
air pasang. Suhu lingkungan yang
panas juga dapat diminimalisir
dengan bentuk rumah yang cukup
tinggi
Bangunan Rumah Limas memakai bahan dasar dari kayu Unglen atau
Merbau, kayu ini dipilih karena kayu tersebut mempunyai karakteristik tahan akan
air. Dindingnya terbuat dari papan-papan kayu yang disusun tegak. Pada bagian
depan terdapat dua tangga dari kiri dan kanan ada yang saling berhadapan bertemu
jadi satu dibagian ujung atas menuju teras rumah ada juga yang berlawanan arah dari
kiri dan kanan.
Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut
tenggalung. pagar tersebut mempunyai Makna filosofis untuk mencegah supaya
anak gadis tidak keluar dari rumah. Pintu masuk ke dalam rumah culup unik, terbuat
dari kayu petanang jika dibuka lebar akan menempel pada langit-langit teras. Untuk
menopangnya, digunakan kunci dan pegas. Sedangkan konstruksi atap menggunakan
atap kajang (nipah),sirap.
Rumah Limas Palembang dibangun di atas tiang-tiang yang terbuat dari jenis
kayu unglen yang berjumlah 32 buah atau kelipatannya. Rumah limas Palembang
merupakan rumah panggung yang bagian kolongnya merupakan ruang positif untuk
kegiatan sehari-hari. Ketinggian lantai panggung dapat mencapai ukuran 3 meter.
Untuk naik ke rumah limas dibuatlah dua tangga kayu dari sebelah kiri dan kanan.
Bagian teras rumah biasanya dikelilingi pagar kayu berjeruji yang disebut
12
tenggalung. Makna filosofis dibalik pagar kayu itu adalah untuk menahan supaya
anak perempuan tidak keluar rumah.
PONDASI
Pondasi disesuaikan dengan kondisi alam sekitar yang berawa,
teknisnya menyerupai pondasi cakar ayam. Karena bentuk rumah berupa
panggung maka digunakan pondasi setempat. Tiang cagak berdiri di atas
landasan papan tebal yang disebut tapak-an cagak. Tapak-an cagak yang
saling menyilang dengan balok disebut botek-an. 30-40 cm dengan system
ujung lobang bernama puting dan lobang putting.
13
sistem sambungan pen (lanang-batino), dilanjutkan dengan pemasangan
kusen (jenang) yang mempunyai tinggi yang sama dengan sako, dan
sekaligus sebagai penyangga rangka atap. Sako, jenang dihubungkan dengan
balok disebut sento dalam sento pada satu bidang dinding terdiri dari 3atau 4
sento, selain penghubung struktur utama vertikal sento juga berfungsi
sebagai pengikat dinding kayu yang dipasang dengan tersusun vertikal
.Selain fungsi penutup dinding, sento juga berfungsi sebagai penahan gaya
lateral dari bagian badan bangunan terhadap kondisi lingkungan dengan
kecepatan angin yang tinggi .Semua sistem sambungan dengan sistem pen
atau diseping/dicuak untuk menghindari pergeseran tempat, dan untuk
memperkuat sambungan ditambahkan pasak kayu atau bambu. Tiang/sako
terbuat dari bahan kayu tembesu, unglen, penatang dengan dimensi
8cmx8cm sampai dengan10cmx10cm. Dinding yang diapit oleh bingkai kayu
kemudian di pasang pada sento, setelah pemasangan dinding dilakukan
pemasangan pintu dan jendela.
14
Gambar : Perletakan Tiang (Sako) dan Kusen
15
Atap berbentuk limas, Kemiringan atap utama 600 dan kemiringan
atap depan100-200 Penutup atap berupa genteng Bela Boulo/genteng
Palembang. Pemasangan balok atas (alang panjang) yang dipasang di atas
sako dan kusen/jenang, kemudian dipasang penyangga atap yaitu gording,
nok dan kasau, serta penutup atapnya adalah daun nipah. Karena sulitnya
pemeliharaan daun nipah, maka saat ini banyak digunakan penutup atas seng
atau bahan penutup atap ringan lainnya. Pemasangan/sistem sambungan
konstruksi atap semua menggunakan sistem sambungan pen (lanang-betino)
dan pemasangan daun nipah dengan diikat tali rotan. Bahan kayu yang di
gunakan adalah kayu seru sebagai kayu yang terkenal dengan kayu yang
mempunyai tegangan tarik yang tinggi dibandingkan dengan kayu-kayu lain.
Dimensi kayu yang digunakan adalah untuk murplat adalah 10cmx12cm,
tiang penyangga atap10cm x10cm, gording 8cm x 8cm, non 8cm x 8cm dan
kasau 3cm x 7cm.
SIMBAR
TANDUK KAMBING
16
Gambar Tampak Depan rumah limas yang menunjukan Simbar dan Tanduk kambing
TANGGA
Terdapat anak tangga yang berjumlah ganjil yang mempunyai makna
akan membawa keberuntungan bagi yang menempati rumahnya
Langgam Arsitektur (Ornamen)
Gaya (Langgam) Gaya dalam arsitektur lebih banyak berarti corak,
sifat, atau langgam. Corak atau langgam ini dibatasi oleh :
a. Menurut periode waktu dan negaranya
b. Menurut bentuknya
Berbicara tentang gaya atau langgam dalam arsitektur, juga tidak
dapat dipisahkan dengan aliran-aliran sejarah dan perkembangan arsitektur,
adapun aliran-aliran sejarah arsitektur tersebut antara lain aliran klasik
(Arsitektur Klasik) Neo klasik, Tradisianal (Vernacular), Elektisme,
Fungsionalisme, kubisme, futurism, brutalisme, monumental, metabilosme,
neo vernacularisme, dan modern kontemporer.
Ragam hias ornamen pada rumah tradisional Limas merupakan salah
satu bagian tersendiri dari bentuk dan corak rumah tradisional Limas. Selain
berfungsi sebagai hiasan, juga dapat berfungsi sebagai simbol status pemilik
rumah. Ragam hias umumnya memiliki pola dasar yang bersumber dari alam
flora. Ragam hias flora yang berupa sulur-sulur bunga yang menjalar
biasanya menggunakan teknik pahat tiga dimensi yang membentuk lobang
terawang. Bentuk demikian selain makin menampakkan keindahan karena
adanya efek pencahayaan yang dibiaskan juga dapat menyalurkan angin
17
dengan baik Ornamen corak tumbuhan, umumnya bermotifkan
bunga/kembang, daun yang memiliki arti rejeki yang tidak putus putusnya,
seperti menjalarnya bunga itu, di samping motif yang lainnya.
Ornamen corak alam, umumnya bermotifkan kaligrafi dari
kebudayaan Islam. Penempatan ragam hias ornamen tersebut pada
sambulayang/timpalaja, jendela, anjong, dan lain-lain. Penggunaan ragam
hias ornamen tersebut menandakan bahwa derajat penghuninya tinggi.
18
besar dan terpandanglah status sosial sipemilik rumah tersebut. Bentuk rumah limas
sangat khas. Dalam istilah bahasa, limas ada dua suku kata yakni lima dan emas.
Sedangkan ciri khasnya terrletak pada atapnya yang berbentuk limas dan memiliki
tiang atau rumah panggung. Sebenarnya rumah khas Palembang yang termasuk
rumah panggung ini sangat cocok kondisi alam Palembang yang memang sebagian
besar termasuk kawasanperairan.
Biasanya jenis rumah panggung termasuk rumah limas yang didirikan di
pinggir sungai menghadap ke darat, yang dilengkapi ruangan bengkilas, untuk
digunakan saat pemilik menggelar hajatan, kenduri atau pertemuanpertemuan
penting. Sebenarnya, antara rumah panggung dan limas memiliki kemiripan karena
berdiri menggunakan tiang. Hanya saja, rumah panggung tidak ada kijing (undakan).
Sedangkan rumah limas dijumpai hingga 3-4 tingkatan yang memiliki simbol
tertentu.
Umumnya jenis rumah ini, dirancang dengan ukuran besar dan banyak ruang di
dalamnya. Sebagai fungsinya, rumah sebagai tempat tinggal karena di dalamnya
terjadi proses pembentukan watak dan kepribadian penghuninya. Keunikan rumah
limas ini, karena bentuk aslinya sebagai khas rumah adat Palembang. Pada bagian
depan, terdapat dua tangga dengan mode tangga lurus (single flight stairway).
Tangga ini tergolong sederhana, karena terbuat dari kayu tetapi tetap terkesan khas
karena dilengkapi besi berbentuk tombak.
.Ruang
Ruang depan :
Beberapa soko damas Pagar tenggalong Peranginan atau beranda. (Terdapat dua
buah tangga)
Pada ruang bagian depan ini biasanya digunakan sebagai ruang tamu atau
ruangan tunggu yang disebut dengan Pamarekan, dan tingkatan lantainya dinamakan
sebagai Kekijing pertama. sedangkan untuk lantai disebut Bengkilas
19
Gambar: Soko Damas
jogan berfungsi sebagai tempat para pemuda.
Perbatasan antara jogan dan kijing 3 terdapat lawang kyam/kyam-
kyam/lawang kipas karena bentuknya seperti kipas lipat. fungsinya sebagai
penyekat/dinding penuh tegak. Jika dibuka dinding itu akan menempel hingga langit-
langit,untuk menopangnya digunakan kunci/pegas.
Ruang tengah :
Pada setiap kekijing dilengkapi dua buah
jendela (kanan-kirinya).
Kekijing 3 (bengkilas bawah) digunakan
untuk para pejabat
Kekijing 4 (bengkilas pucuk) digunakan
untuk tempat para datuk maharaja
20
Pada rumah limas terdapat beberapa kekijing yang pada sisi kanan dan
kirinya terdapat sebuah jendela. Jendela didbuat selebar 60-70 cm.
21
Dan tepat berada di bawah atap limas yang ditopang alang sunan dan soko
sunan. Di ruang gegajah terdapat :
Ruang pengkeng
Terletak di kanan-kiri ruang gegajah.
Pintu pengkeng di tambah papan penghalang setinggi 60cm.
Ruang tertutup di kelilingi 4 dinding yang berfungsi sebagai kamar tidur keluarga
atau ruang pengantin, sehingga disebut pengkeng pengantin.
Amben tetuo
Digunakan sebagai tempat pemilik rumah menerima tamu kehormatan seperti
besan dan tempat pelamin pengantin pada saat upacara perkawinan.
22
Amben keluargo
Berfungsi sebagai ruang keluarga, karena dalam satu rumah dapat dihuni
beberapa keluarga inti.
Ruang pawon/service:
Terdapat ruang tansisisi (garang)
23
Ruang dapur yang berfungsi untuk kegiatan service. Ruang pawon ini
memiliki ketinggian lantai yang lebih rendah dari ruang gegajah.
24
25
Berdasarkan keletakannya rumah limas terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian
depan, bagian tengah, dan bagian belakang. Bagian depan rumah limas merupakan
tempat beristirahat yang dikenal dengan istilah jogan. Pada bagian ini terdapat tangga
naik yang berjumlah 2 buah, yang di sampingnya terdapat tempat air pencuci kaki.
Bentuk dari jogan ada 2 variasi, yaitu berdenah persegi panjang dan berdenah huruf
L. Antara bagian depan dan bagian tengah rumah limas dibatasi oleh dinding kayu.
Untuk memasuki bagian tengah terdapat 2 buah pintu masuk. Di antara kedua pintu
tersebut, umumnya terdapat hiasan berupa jeruji kayu yang memiliki ukiran tembus
yang berfungsi juga sebagai fentilasi.
Bagian tengah rumah limas terdiri dari beberapa kekijing. Antara kekijing I
dan kekijing II dibatasi oleh dinding penyekat yang disebut kiyam. Kiyam ini hanya
terdapat di antara kekijing I dan kekijing II saja, sedangkan pada kekijing-kekijing
berikutnya tidak terdapat penyekat. Tinggi antara masing-masing kekijing pada
umumnya sekitar 30 cm sampai 40 cm.
Pada saat upacara adat, kekijing I berfungsi sebagai tempat kaum kerabat dan
undangan yang masih muda, kekijing II merupakan tempat undangan yang setengah
baya, dan kekijing III dan IV diperuntukkan untuk undangan yang tua-tua dan orang-
orang yang dihormati. Dalam kegiatan sehari-hari kekijing III dan kekijing IV
berfungsi sebagi ruang tidur yang disekat oleh lemari dinding. Pada bagian ini juga
terdapat ruangan yang berfungsi sebagai ruangan serbaguna, di mana kegiatan rumah
tangga seperti menjahit, menenun, atau merenda dilakukan di sini. Selain itu fungsi
dari ruangan ini juga untuk ruang makan dan ruang tamu kerabat dekat wanita atau
anak-anak.
Bagian tengah dan bagian belakang rumah limas dibatasi oleh dinding
penyekat. Bagian belakang berfungsi sebagai dapur. Pada umumnya dapur pada
rumah limas terdiri dari 3 bagian utama, yaitu tempat untuk menyiapkan masakan,
tempat memasak, dan tempat mencuci peralatan masak. Lantai pada bagian belakang
ini lebih rendah dari bagian tengah.
26
3. Bahan dominan terbuat dari kayu , dengan lokasi rumah dekat dengan sungai
4. Dilengkapi ornamen-ornamen ukir pada dindingnya
5. Mempunyai perbedaan ketinggian pada lantai, yang menggambarkan perbedaan
status sosial masyarakatnya.
Setelah upacara diatas selesai dimulailah menggali lubang untuk tiang rumah.
Lubang berukuran 100x100 cm. Digali sedalam 200 cm. Pada masing-masing dasar
lubang tersebut, diletakan sepotong kayu yang bermutu, baik disebut tapakan cagak
dengan tebal 15 cm lebarnya 30 cm dan panjang 80 cm. Ditengah-tengah kayu
tapakan dibuat lubang untuk memasukkan pooteeng cagak, dengan lengges,
tembilang dan kayu skop. Jika tanah perkarangan sangat lembab, alas tiang atau
tapakan cagak diganti dengan botekan cagak, yaitu balok-balok yang besar, panjang
dan tua.
Tiang rumah yang pertama kali di pancangkan adalah cagak iman, letaknya
disudut paling akhir arah kiblat atau barat dengan suatu cara khusus mengikuti tradisi
yang ada. Ukuran panjang tiang-tiang rumah limas disesuaikan dengan tinggi lantai
rumah limas yang disebut bengkilas dan untuk tiang ini di pergunakan kayu bulat
atau persegi. Jika kayu tersebut bulat, maka garis tengahnya 20-30 cm, apabila kayu
persegi dengan ukuran 20x20 cm. Sedangkan garis tengah dari pooteeng cagak sekita
8 cm yang panjangnya disesuaikan dengan tabal tapakan atau botekan cagak.
27
pasak bambu atau pasek dan jalu untuk mengunci sambungan. Pada bagian atas dari
tiang diberi spreng untuk meletakkan kayu yang dipasang membujur rumah. Ukuran
tebal dan lebarnya sekitar 12x14 cm, panjangnya mengikuti jarak tiang-tiang yang
berada dibawah ruangan keejeng atau pedalian. Melintang diatas kitoo yang dipasang
membujur badan rumah dipasang pula balok kayu yang dinamakan tapakan kitoo,
dengan ukuran tebal dan lebarnya 8x12 cm. Tapakan kitoo dipasang pada tempat-
tempat tertentu sejajar dengan blandar. Blandar, dipasang dengan jarak tertentu
antara satu dengan yang lain berukuran tebal dan lebar 7x10 cm dengan panjang
kebutuhan. Diatas blandar dipasang papan-papan yang telah disugu pada bagian
muka dan belakang, satu sama lainnya diapit sebagai galar rumah. Agar menarik
perhatian disini adalah cara pemasangan berdasarkan jumlah anak tangga yang
dipasang atau digunakan selalu ganjil. Menurut budayawan R.M. Husin Nato Dirajo,
mengapa selalu ganjil karena bilangan ganjil akan membawa berkat bagi si pemilik
atau penunggu rumah. Sebaliknya apabila jumlah anak tangga tersebut genap maka
orang yang akan menempatinya akan mendapat kesulitan atau sukar mendapat
rezeki, misalnya dalam perdagangan akan selalu mengalami kerugian. Selanjutnya
dikatakan, menurut wong palembang cara menghitung tangga akan selalu dimulai
dengan pengucapan tanggo, disusul dengan tangga, kemudian tinggal. Oleh karena
itu bentuk rumah limas dilihat dari segi arsitektur dapat digolongkan pada jenis
bangunan panggung.
28
alang panjang dan alang pendek serta dapat menahan debu agar tidak jatuh kedalam
rumah.
Diatas tookoop bangunannya biasanya diberi hiasan yang dibuat dari adukan
semen dan disebut simbar yang di apit oleh beberapa tadook kambeeng (tanduk
kambing) yang telah di sterilisasikan, dan konon kabarnya sebagai penangkal petir.
Untuk penghias ini dikatakan jika hiasan berjumlah dua buah, pada masing-masing
sisi simbar mengingatkan akan kejadian manusia dimuka bumi ini, yaitu adam dan
hawa, jika tiga buah mengingatkan akan kelengkapan akan kekuasaan Allah, yaitu
bulan, bintang, dan matahari, jika empat buah mengingatkan akan kemuliaan empat
orang sahabat Rasulullah, yaitu Abu Bakar, Umar, dan Ali, jika lima buah
mengingatkan akan rukun islam, jika enam buah mengingatkan akan rukun iman,
jika tujuh buah mengingatkan akan kuasa Allah yang menciptakan tujuh lapis langit
dan tujuh lapis bumi, tujuh macam syurga dan tujuh macam neraka, dan jika dua
puluh lima buah pada satu sisi dari atas ke tookoop cucur atap bawah mengingatkan
akan adanya dua puluh lima orang Nabi pilihan.
Setelah rumah selesai didirikan, maka pemilik rumah dan keluarganya pindah
kerumah tersebut, pelaksanaan pindah rumah lazimnya dilakukan pada hari senin.
Akan tetapi menurut informan, sebelum rumah tersebut diisi maka akan terlebih
dahulu dialeni oleh tiga orang janda tua yang masih kerabat pemilik rumah. Telah
diadatkan pula bahwa pada pawon terlebih dahulu sebelum kedatangan tiga janda
tersebut harus disediakan beberapa perlengkapan berupa guci berisi air, pendaringan
penuh berisi beras, dan bahan-bahan untuk bumbu dapur. Maka keesokan harinya
diiringi seluruh anggota keluarga masuklah mereka kerumah baru dengan membawa
29
keperluan sehari-hari, berikut sebilah buluh dan seekor kucing. Setelah rumah
tersebut dihuni, pada hari kamis malam jumat diadakan syukuran sambil beratib.
Melihat bentuk, maka perhatian tertuju kepada sebutan rumah tersebut, yaitu limas
yaitu bentuk atap dari rumah tersebut berbentuk kerucut sisi dinding muka rumah
tertutup bidang atap dari ruang oleh bentang atap berbentuk Atap limas menunjukkan
keindahan dan sekaligus merupakan bentuk utama
Atap ditutup dengan genteng model (kubah) yaitu genteng berbentuk bambu
yang dibelah dua yang diletakkan secara menekuk atau kait mengait (conis).
Dengan demikian genteng-genteng tersebut berfungsi juga sebagai penahan petir.
Pada tahap pemasangan alang pada atap limas diadakan juga suatu proses
kegiatan upacara yang dinamakan ngeke alang. Menurut informan upacara ini
bertujuan agar rumah dapat membawa kemakmuran, keamanan dan kesentosaan bagi
penghuninya secara turun temurun. Pada saat pelaksanaan pembuatan/pemasangan
atap, disediakan pula pisang mas, tunggul, semangi dan kendi sebagai pelengkap dari
kegiatan upacara tersebut.
30
Pada lantai bengkilas kedua terdapat ruangan yang disebut jogan, daerah ini ada yang
mempunyai dinding-dinding lengkap akan tetapi adapula yang hanya mempunyai
dinding sebagian yaitu bagian belakang dan bagian samping. Untuk jogan yang
mempunyai dua bagian, berfungsi sebagai kamar tidur keluarga dan untuk tamu yang
datang ruangan tersebut digunakan sebagai kamar tidur tamu. Ruang jogan berbentuk
huruf L dengan ukuran 2,70x3,20 meter.
Selain bagian-bagian ruangan yang telah diuraikan diatas, maka akan ditemui
bagian-bagian lain yang merupakan ciri khas rumah limas. Bagian depan tampak
sebuah pintu yang disebut lawang kereng, yaitu jalan masuk keruang dalam. Pintu
tersebut dapat diangkat, oleh karena itu disebut pintu kipas (lawang kiyam). Apabila
dalam keadaan terbuka, maka nampaklah isi keseluruhan rumah tersebut. Untuk hari-
hari biasa artinya bukan hari raya atau sedang dilaksanakan kegiatan upacara-
upacara, pada dinding terdapat satu pintu berukuran normal disebut lawang burotan.
Demikian pula bila diperhatikan kiyam tersebut terbagi-bagi seperti jendela yang
dibagi oleh Sembilan tiang berukuran 20 meter. Kiyam tersebut cukup berat bila
diangkat keatas, karena selain digunakan sebagai pintu juga berfungsi sebagai
pelafon.
pada dinding ruang pedalon kiri dan kanan dilengkapi oleh lemari yang
disebut gerobak leket atau gerobak senyawo. Lemari tersebut pada bagian atas atau
seluruh bagian dari atas sampai bawah diberi kaca tembus pandang. Pada bagian
bawah lemari tersebut diberi ukiran dengan motif prado. Di dalamnya terletak
barang-barang porselen seperti piring, mangkok dan sebagainya.
31
dinding sebelah dalam dipasangkan langsee, yaitu lembar kain panjang dan lebarnya
sekitar 250x300 cm dengan motif bunga atau daun beberapa lembar langsee tersebut
dipergunakan sebagai beber yang diletakkan pada sekeliling tempat tidur penganten
tersebut. Diatas Kasur tebal dibentangkan alas kain yang berasal dari negeri siam,
dan pada ulon Kasur, diatas semagee disusunkan bantal-bantal dan pada kedua
tepinya diberi benang emas, sedangkan kain sarung bantal dibuat dari kain senteeng
juga berasal dari negeri yang sama. Dua buah rek yaitu lemari kecil menambah
pelengkap koleksi dari ruangan tersebut. Ruangan berikutnya, yaitu disebelah amben
arah kebelakang ruangan terdapat pangkeeng yaitu kamar yang lebih kecil ukurannya
dari beeleek jeroo yang dipergunakan sebagai kamar tidur remaja putri dalam
keluarga tersebut.
RAGAM HIAS
Dalam pengertian ragam hias adalah sama halnya dengan pengertian tentang
kehidupan dan perkembangan seni ukirnya. Berbicara tentang ragam hias, sepintas
dapat dikatakan bertujuan untuk memperindah saja, baik dalam rumah ataupun pada
tempat-tempat lainya, namun selain daripada berfungsi sebagai nilai estetika ia juga
32
menampakkan identitas walaupun diolah dalam usaha penonjolan nilan-nilai
tersebut.
Bila diamati dengan cermat, ragam hias dasarnya mengandung unsur pokok,
yaitu ragam hias non-geometris berupa atau perwujudan tumbuh-tumbuhan, jenis
binatang, hewan, manusia dan sebagainya. Sedangkan yang bercorak geometris
berupa unsur-unsur ilmu ukur terdiri dari garis-garis bidang segiempat, ceplok,
tumpul, dan sebagainya. Dari kedua dasar terdapat perbedaan-perbedaan dalam
kreasinya, adapun perbedaan itu terletak pada para seniman lewat keterampilan serta
kreativitas masing-masing.
Berdasarkan sejarah ragam hias sumatera selatan sudah dikenal sejak masa
prasejarah. Dimana pada masa itu ditemukan peninggalan budaya yang mewujudkan
sudah adanya ragam hias, yaitu dengan ditemukannya bukti-bukti arkeologis pada
batuan masa neolithikum, motif-motif seni ukir atau ragam hias telah menunjukan
pada sisi monumental dan simbolis. Artinya masyarakat telah mengenal batu
berpahat yang terdapat pada bangunan dan benda-benda lainnya, misalnya pada
rumah adat, perahu berukir, kayu berukir dan bagian-bagian lainnya yang
menunjukkan lambing atau symbol sebagai penolak bala, mendatangkan
kebahagiaan dan kemakmuran perkembangan selanjutknya yaitu masa kebudayaan
dong son, keterampilan seni ukir makin banyak ragamnya, demikian pula masa
kerajaan sriwijaya seni ragam hias muncul dan berkembang pada kain tenun,
keramik dan sebagainya.
Berdasarkan teknik pengerjaannya ada dua jenis ukiran yaitu ukiran timbul
dan terawang. Hal yang menarik pada rumah limas kedua tipe ukiran tersebut kita
temukan selalu dalam posisi simetris artinya kiri dan kanan selalu sama.
33
34
15. KONDISI EKSISTING RUMAH LIMAS PALEMBANG
35
FUNGSI RUANG BAWAH/ KOLONG PANGGUNG RUMAH LIMAS
PALEMBANG SETELAH MENGALAMI PERUBAHAN
Dagang/ Komersil
Home Industri
Gambar : Skema pemanfaatan ruang bawah/ kolong panggung Rumah Limas Palembang
TINJAUAN UMUM
(seratus tujuh) kelurahan. Kecamatan-kecamatan tersebut antara lain: Ilir Timur I, Ilir
Timur II, Ilir Barat I, Ilir Barat II, Seberang Ulu I, Seberang Ulu II, Bukit Kecil,
36
Sukarame, Sako, Kemuning, Kertapati, Plaju, Gandus, Kalidoni, Alang-alang lebar,
dan Sematang Borang.
Penduduk Palembang merupakan etnis Melayu dan menggunakan bahasa
melayu yang telah disesuaikan dengan dialek setempat yang dikenal sebagai bahasa
Palembang. Agama mayoritas penduduk di Kota Palembang adalah agama Islam.
Tetapi selain itu terdapat pula penganut agama Katolik, Kristen Protestan, Hindu,
Buddha dan Konghucu.Berdasarkan pasal 4 PP No. 23 tahun 1988, tanggal 6
Desember 1988 tentang perubahan batas wilayah Kota Palembang, dinyatakan
bahwa:
a. Sebelah Utara : Dengan Desa Pangkalan Benteng, Desa Gasing dan Desa
Kenten Kecamatan Talang Kelapa Kabupaten Banyuasin.
b. Sebelah Selatan : Dengan Desa Bakung Kecamatan Inderalaya Kabupaten Ogan
Komering Ilir dan Kecamatan Gelumbang Kabupaten Muara Enim.
c. Sebelah Timur : Dengan Balai Makmur Kecamatan Banyuasin Kabupaten
Banyuasin
d. Sebelah Barat : Dengan Desa Sukajadi Kecamatan Talang Kelapa, Kabupaten
Banyuasin
37
Gambar 1.2 Peta Kota Palembang
Lokasi penelitian ini adalah Rumah Limas Palembang yang telah mengalami
perubahan fungsi dan yang masih pada bentuk awal / bentuk asli dari bangunan
tersebut (belum mengalami perubahan Fungsi), yaitu yang berada di Seberang Ulu
dan Seberang Ilir di Kota Palembang. Tepatnya yang berada di Kecamatan Seberang
Ulu I (SU. I), Kecamatan Seberang Ulu II (SU.II), Kecamatan Ilir Barat I (IB.I),
Kecamatan Ilir Barat II (IB.II), Ilir Timur II (IT.II) dan Kecamatan Bukit Kecil (BK)
Gambar 4.3 PETA LOKASI PENELITIAN RUMAH LIMAS YANG MENGALAMI PERUBAHAN FUNGSI
Sumber : Penulis, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota Palembang, 2008)
38
17. TITIK PERMUKIMAN RUMAH LIMAS PALEMBANG BERDASARKAN
SURVEI PENULIS 2016
Kelurahan 1 Ulu
Gambar 4.5 Peta lokasi rumah Limas yang berubah fungsidiKel. 1 Ulu Kec. SU I
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
39
Kelurahan 3-4 ulu
40
Gambar 4.6 Peta lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 3-4 Ulu Kec. SU I
Kelurahan
Sumber : 5 ululapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Survei
Gambar 4.7 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 5 Ulu Kec. SU I
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
41
Kelurahan 7 ulu
Gambar 4.8 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel 7Ulu Kec. SU I
Rumah Limas
milik Amil Luthf
Tabel 4.1
Gambar 4.10 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 11 Ulu Kec. SU II
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
43
Kel 12 ulu
Gambar 4.11 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 12 Ulu
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
44
Gambar 4.12 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 13 Ulu
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
45
Kelurahan 14 ulu
Gambar 4.13 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel. 14 Ulu
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Seberang Ulu
46
tahun
Kemas Ali Lebih dari 130 1997
tahun
Muhammad Akil Lebih dari 150 1975
tahun
Yani Lebih dari 150
tahun
Edroes Muhammad Lebih dari 130 2000
tahun
H. Salim Lebih dari 150 1995
tahun
Nyayu Zaenab 200 tahun 1981
Zein
5 Ulu H. Abdulah 80 tahun 1989
H. Rahman 85 tahun 1992
Kgs H. Muhammad 120 tahun 1997
Badrun 120 tahun 1990
Kemas Muhammad 150 tahun 2000
Mgs. Hasan 120 tahun 1997
7 Ulu Siti Aisyah 119 tahun 2000
Habib Hola Lebih dari 200 1976
tahun
H. Anang Abdul Lebih dari 100 1990
Holik tahun
Kgs. Agus Cik Lebih dari 100 1990
tahun
Syarifudin 200 tahun 1990
Rohma 300 tahun 1998
Nyimas 300 tahun 1987
11 Ulu Amil Lutfi 350 tahun 1987
12 Ulu Kgs. Rasyid Lebih dari 100 1991
Amanah tahun
Kgs. Hasanudin 500 tahun 1987
Abdurrahman 200 tahun 2000
Almukmin
Rokayah 250 Tahun 1998
Anita Herawati Lbh dari 100 1982
tahun
13 Ulu Abdul Rahman Al 312 Tahun 1980
Munnawar
14 Ulu Muhammad Hasan Lebih dari 100 1996
tahun
47
Ahmad Yunus Lebih dari 200 2000
thn
Sumber : Survei lapangan, 2016
Kecamatan ilir
Gambar 4.14 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kec. Ilir Timur II
48
Rumah Limas milik Rumah Limas milik Rumah Limas milik
Nyayu Nurmala Kgs. Abdul Roni Kgs. Abdul Malik
Ujang
Rumah4.15
Gambar Limas milikrumah Limas yang berubah fungsi di Kec
Lokasi BukitLimas
Rumah kecil-1milik
Nyimas Aminah Kgs. H. Nawar
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
49
Rumah Limas milik
Cek Hamid
Gambar 4.16 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kec Bukit kecil-2
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Tabel
Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Bukit Kecil
50
5 Kgs. Abdul Lebih dari 1980
Malik 250 tahun
6 Muhammad Lebih dari 1991
Dalmanhuri 150 tahun
7 Raden Tin Lebih dari 1978
150 tahun
8 Hamimah Lebih dari 1990
150 tahun
9 R.A. Arifin Ali Lebih dari 1975
200 tahun
19 ilir 10 Ahmad Yusran Lebih dari 1980
100 tahun
26 ilir 11 Kgs. K. Zen Lebih dari 1887
Syukri 100 tahun
12 Cek Hamid Lebih dari 1985
150 tahun
Sumber : Survei lapangan, 2016
51
Gambar 4.17 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kec Ilir Barat I
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Ilir Barat I
Kelurahan 35 ilir
52
Rumah Limas milik Rumah Limas milik Rumah Limas milik
H. Syazili Mustofa Heri Soleh Kgs. Roni Ujang
Gambar 4.18 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.35 Ilir Kec. IB II
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
a. Kelurahan 32 ilir
53
Rumah Limas milik Rumah Limas milik
Zainal Songket Kgs. Ismail Roni
Gambar 4.19 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.32 Ilir Kec. IB II
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Kelurahan 30 ilir
54
Rumah Limas milik
Rumah Limas milik Nyimas Zuhcroh
Nyayu Rogayah
Gambar 4.20 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.30 Ilir Kec. IB II
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Kelurahan 27 ilir
55
Gambar 4.21 Lokasi rumah Limas yang berubah fungsi di Kel.27 Ilir Kec. IB II
Sumber : Survei lapangan, 2016 (Peta diolah dari Bappeda Kota palembang, 2008)
Data pemilik Rumah Limas Palembang yang berada di Kecamatan Ilir Barat II
56
Jadi dapat disimpulkan bahwa, total Rumah Limas Palembang yang telah mengalami
perubahan fungsi di enam kecamatan di Kota Palembang berjumlah 59 rumah. Seperti yang
terlihat pada tabel di bawah ini:
B. LUBUK LINGGAU
1. GEOGRAFIS
57
0 bujur timur dan 3 4' 10 - 3 22' 30 lintang selatan berbatasan langsung dengan
kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu yang secara administratif mempunyai
batasbatas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan BKL Ulu Terawas Kabupaten Musi
Rawas.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Tugu Mulyo Dan Muara Beliti
Kabupaten Musi Rawas.
2. SEJARAH
Tahun 1929 status Lubuklinggau adalah sebagai Ibu Kota Marga Sindang Kelingi
Ilir, dibawah Onder District Musi Ulu. Onder District Musi Ulu sendiri ibu kotanya
adalah Muara Beliti.Tahun 1933 Ibukota Onder District Musi Ulu dipindah dari Muara
Beliti ke Lubuklinggau. Tahun 1942-1945 Lubuklinggau menjadi Ibukota Kewedanan
Musi Ulu dan dilanjutkan setelah kemerdekaan. Pada waktu Clash I tahun 1947,
Lubuklinggau dijadikan Ibukota Pemerintahan Provinsi Sumatera Bagian Selatan.
Tahun 1948 Lubuklinggau menjadi Ibukota Kabupaten Musi Ulu Rawas dan tetap
sebagai Ibukota Keresidenan Palembang.
Pembangunan Kota Lubuklinggau telah berjalan dengan pesat seiring dengan segala
permasalahan yang dihadapinya dan menuntut ditetapkannya langkah-langkah yang
dapat mengantisipasi perkembangan Kota, sekaligus memecahkan permasalahan-
permasalahan yang dihadapi. Untuk itu diperlukan Manajemen Strategis yang
diharapkan dapat mengelola dan mengembangkan Kota Lubuklinggau sebagai kota
transit ke arah yang lebih maju menuju Kota Metropolitan. Kota Lubuklinggau terletak
pada posisi geografis yang sangat strategis yaitu di antara provinsi Jambi, Provinsi
58
Bengkulu serta ibu kota provinsi Sumatera Selatan (Palembang) dan merupakan jalur
penghubung antara Pulau Jawa dengan kota-kota bagian utara Pulau Sumatera.
Motto kota lubuk linggau yaitu sebiduk semare. Sebiduk berasal dari bahasa
Sumatera Selatan yang artinya perahu. Sedangkan Semare berasal dari Bahasa
Lubuklinggau yang berarti suatu tempat pertemuan beberapa aliran sungai. Jadi,
Sebiduk Semare dapat diartikan kerjasama masyarakat Lubuklinggau dalam satu wadah
guna mencapai satu tujuan bersama, yaitu menyukseskan pembangunan kota di segala
bidang.
Kebudayaan Lubuklinggau sebenarnya merupakan perpaduan antara Melayu dan
Jawa. Hal ini bisa mudah dikenal melalui bahasa sehari-hari yang digunakan
masyarakat kota Lubukliggau. Disini, kalau melihat, bilangnya tengok, nah kalau
orang, disebutnya wong. Kemudian ada juga beberapa kata yang disingkat,
contohnya tidak menjadi dak. Untuk kata lain, umumnya sama seperti bahasa
Indonesia, hanya saja tiap kata yang berakhiran dengan huruf A diubah menjadi huruf
O, contohnya kita jadi kito, kemana jadi kemano.
3. ADAT ISTIADAT
59
Mandi Kasai adalah ritual memandikan pengantin yang dilaksanakan usai
acara persedekahan atau duduk pengantin, tepatnya sore hari. Pakaian pengantin laki-
lakinya adalah teluk belango, kain songket atau tanjung asli yang diikat hingga ke
dada, kopiah atau ikat kepala (deda), keris, sandal, dan papaj atau selendang kecil.
Sedangkan pengantin wanita mengenakan kain lasem, kebaya, dan selendang rebang.
Pada umumnya rumah adat di Indonesia adalah rumah panggung yang sebagian
besar dibangun dengan material kayu, tak terkecuali Lubuklinggau, rumah adat Bumi
Silampari ini berbentuk semi panggung, dengan tangga yang tidak terlalu tinggi yang
terdapat di kedua samping bangunan, ada ornamen bercorak duri ditiangnya dan
ornamen kayu di lipslang. Bagian atapnya menggunakan genteng dan berbentuk pelana.
60
C. MUSI BANYUASIN
1. GEOGRAFIS
61
Kabupaten Musi Banyuasin adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera
Selatan dengan ibu kota Kota Sekayu. Kabupaten ini memiliki luas wilayah
14.265,96 km yang terbentang pada lokasi 1,3 - 4 LS, 103 - 105 BT. Bupati
Kabupaten Musi Banyuasin adalah H. Pahri Azhari, ST yang dilantik pada tanggal 29
Juli 2008 menggantikan Alex Noerdin. Kabupaten ini bermotto Bumi Serasan Sekate
dengan ibukota Sekayu Kota Randik ("Rapi, Aman, Damai, Indah, dan Kenangan")
dan merupakan bagian dari Kabupaten dan Kota di Sumatera Selatan.
2. SEJARAH
62
jumlahnya. Secara keseluruhan penduduk yang tinggal di kabupaten ini sering
disebut orang Musi, karena tempat tinggal mereka di sekitar aliran sungai Musi.
Tetapi penduduk di wilayah tertentu sering menamakan dirinya dengan sebutan
khusus, misalnya yang tinggal di Kecamatan Sekayu sering menyebut diri mereka
orang Musi Sekayu.
63
Dari bentuk keluarga-keluarga batih yang terdapat di dalam masyarakat,
orang Musi boleh dikatakan cenderung menjalan prinsip keturunan patrilineal.
Dalam tata cara perkawinannya pun dikenal upacara yang disebut 'melerai
pengantin', yaitu 'mengarak pengantin' dari rumah mempelai wanita ke rumah
mempelai pria. Tetapi kini tidak sedikit keluarga yang mengakui garis keturunan dari
kedua belah pihak. Adat menetap sesudah menikahnya pun kini kebanyakan
disesuaikan dengan keinginan masing-masing atau sesuai perjanjian sebelum
menikah. Seorang ayah bertindak sebagai kepala keluarga yang bertanggung jawab
atas kelangsungan hidup keluarganya. Ia bertugas mengatur dan memimpin
musyawarah dalam memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Kaum perempuan
bertugas mengatur rumah tangga, misalnya menjaga anak, memasak makanan untuk
keluarga dsb.
3. ARSITEKTUR
64
Musi Banyuasin
BANYUASIN
D. PAGAR ALAM
65
1. SEJARAH
Kota Pagar Alam sebagai salah satu kampung halaman orang basemah berdiri
sebagai daerah otonom sejak tahun 2011. Kota pagar alam juga disebut sebagai kota
perjuangan dengan merujuk pada perjalanan sejarah kota pagar alam pada masa
awal kemerdekaan republik indonesia. Secara geografis kota pagar alam terletak
pada 40 lintang selatan dan 103,150 bujur timur dengan luas 63.366 hektar. Dari
ibukota provinsi sumatera selatan, yakni kota palembang berjarak 298 km dan 60 km
dari ibukota kabupaten lahat dan kabupaten manna, provinsi bengkulu yang
posisinya di bagian barat dayanya.
Kota Pagar Alam terbagi dalam 5 (lima) kecamatan, yakni kecamatan Pagar
alam utara, Pagaralam selatan, Dempo utara, Dempo selatan, dan kecamatan Dempo
tengah. Sebagian besar wilayahnya terletak di kaki gunung dempo (3.159 m),
sehingga kota pagaralam berhawa sejuk dengan suhu rata-rata malam hari sekitar 14 0
C dan suhu terpanas siang hari mencapai 340 C. Selain itu derah relatif subur dan
cocok kegiatan perkebunan dan agrikultural.
2. KEPERCAYAAAN
66
Tradisi lisan yang berkembang di masyarakat basemah menceritakan tentang
kedatangan kelompok suku-suku yang tiba di daerah basemah secara bergelombang.
pertama, sumber tradisi lisan yang berasal dari keterangan ahad, juraytuwe puyang
kedung gunung samat di Rempasay, yang menyebutkan bahwa sebelum kedatangan
Atung Bungsu, telah tiba secara bergelombang beberapa kelompok suku bangsa,
seperti jeme kam-kam, jeme Nik atau jeme nuk, jeme ducung, jeme aking, dan jeme
rebakau, lalu jeme sebakas, jeme rejang dan jeme berige.
Tradisi lisan yang berkembang didaerah basemah, yakni cerita yang bersumber
dari tuturan para tetua kampung atau orang tua (jeme-jeme tue), postur dan fisik para
pendatang yang tiba di tanah basemah bervariasi. Jeme nik dan jeme nuk memiliki
perawakan badan tinggi dan besar dengan kulit putih kemerahan.
3. PEMUKIMAN
Salah satu identitas kultural yang dimiliki orang basemah adalah arsitektur
rumah Baghi. Di kota pagaralam kosentrasi rumah baghi ditemukan di daerah pelang
keniday. Rumah tradisional oprang basemah (rumah Baghi) memiliki arsitektur yang
unik, karena menggunakan pasak dan ragam hias yang tersebar hampir seluruh
67
bagian rumah. Orang basemah di dusun pelang keniday mengelompokan rumah
baghi dalam 4 (empat) tipe yakni : 1) Rumah tatahan, 2) Rumah Gilapan, 3) Rumah
Padu Tiking, 4) Rumah Padu Ampagh.
Kedua, Rumah Gilapan yakni rumah yang mamiliki bentuk sama dengan
rumah tatahan, yang membedakan adalah rumah gilapan bagian-bagian dinding
luarnya tidak di ukur, tetapi cukup diketam saja tau suku.
Keempat, Rumah Padu Ampagh adalah jenis rumah yang dibuat sangat
sederhana dengan bahan dari anyaman bambu. Hal lain yang membedakan adalah
posisi kitau yang diletakan dengan posisi rebah berbeda dengan rumah padu tiking.
68
atau tiga batu sandi. Fungsi batu sandi selain tempat dudukan tiang utama juga
berfungsi agar kayu terjaga dari kelembaban dan proses pelapukan. Bagian kedua
kolom yakni bagian yang berada pada bagian sudut rumah dan berada diatas tiang
utama yang disebut dengan istilah penjughu. Selanjutnya yakni balok (paduan),
bentuknya merupakan kayu yang berbentuk persegi empat yang panjangnya
disesuaikan dengan ukuran rumah, ada tiga kategori balok paduan, yakni sebagai
berikut:
a. Kitau, yakni balok kayu yang dilangsungkan diletakkan diatas tiang dudok
dengan diameter 10-18 cm, kitau ada yang berbentuk bulat dan hanya sebagian
kecil kayu persegi yang bentuknya masih kasar.
b. Tailan, yakni balok yang diletakkan diatas kitau dengan posisi melintang
sepanjang sisi tailan ada yang langsung menghimpit kitau atau antar tailan
disambungkan satu sama lain dengan cara di takik.
c. Galar, adalah kayu berbentuk balok segiempat yang dipasangkan sepanjang
rumah dimana pada bagian ujungnya melengkung sebagai hiasan yang
menyerupai tanduk maupun perahu, pemasangan galar dengan cara di takik.
Galar memiliki fungsi sebagai penutup sambungan papan lantai pada bagian
luar.
Pada rumah baghi bagian selanjutnya adalah dinding, yang biasanya dibuat
dari papan yang cukup lebar dan tebal. Pada bagian tertentu terdapat sake, yakni papan
yang dipasang tegak lurus di dinding rumah, yang berfungsi sebagai penutup
sambungan antar papan. Selanjutnya untuk bagian lantai rumah baghi biasanya
menggunakan lantai yang terbuat dari papan kayu dengan ketebalan 3 cm-5 cm dengan
lebar 25-30 cm. Pada rumah baghi memiliki plafon atau penutup bagian atas rumah.
Bentuk plafon ini menyatu dengan layar atau berlayar, yakni penutup rumah berupa
dinding pada atap. Bahan utama layar adalah berupa anyaman bambu yang berbentuk
segitiga. Plafon selain sebagai penutup bagian atap rumah, juga berfungsi pula sebagai
tempat menyimpan barang-barang (gelemet) pada rumah baghi biasanya terdapat
tangga, karena rumah baghi merupakan bentuk rumah panggung. Tangga ini berfungsi
sebagai alat yang membantu pemiliknya keluar masuk rumah yakni dengan cara
menaiki dan menuruninya. Biasanya anak tangga dibuat dengan bilangan ganjil,
seperti jumlahnya 5 atau 7. Hal ini dikaitkan nilai dan filosofi orang Basemah, yang
mengenal istilah taka, tangga, tunggu dan tinggal. Taka memiliki makna bertingkat,
69
tangge yang berati tetap atau tidak perkembangan. Sedangkan tunggu memiliki arti
rumah ini agar betah ditempati dan tinggal berarti yang sering di tinggal penghuninya.
Bagian selanjutnya pada rumah baghi yakni pintu (lawang) dan jendela (jindile). Pintu
dan jendela dibuat dari sebuah papan yang cukup lebar dan tebal. Rata-rata ukuran
pintu baghi 63cm x 165 cm. Ukuran pintu yang lebih rendah dan dudukkan pintu yang
lebih tinggi dari lantai (palangkahan) memaksa setiap orang yang masuk
menundukkan kepala, hal ini mengandung makna orang yang mau bertamu harus
menghormati pemilik rumah. Konsep rumah baghi pada umumnya tidak memiliki
jendela yang berfungsi sebagai ventilasi sebagai tempat sirkulasi udara. Dan bagian
terakhir dari rumah baghi adalah atap, yang biasanya dulu dibuat dari bambu, tetapi
sekarang sudah diganti dengan seng. Atap rumah baghi mirip dengan minangkabau,
yakni kedua ujung atap ditinggikan sehingga tengahnya melengkung.
Dalam proses pembangunan rumah baghi ada beberapa tahapan yang harus
dilakukan dalam adat orang Basemah, seperti penyelenggaraan musyawarah,
pengumpulan dan pengadaan bahan serta teknik dan cara pembuatan. Proses pertama
adalah mengadakan musyawarah terlebih dahulu diantara anggota warga yang ingin
membangun rumah baghi. Tujuannya agar dicapai kesepakatan mengenai tanah milik
keluarga (ulayat) atau pribadi yang akan dijadikan lahan untuk mendirikan rumah
baghi. Biasanya dalam musyarawarah ini dipimpin oleh tetua adat yang disebut
dengan juray tue proses selanjutnya mengumpulkan bahan untuk membangun rumah
baghi yakni kayu yang nantinya akan dibuat menjadi kitau, belandar dan lainnya.
Bahan kayu (kayu gelondongan) yang akan di cari terlebih dahulu dibicarakan kepada
juray tue. Biasanya kayu yang dipergunakan harus direndam sebelum diolah menjadi
bahan rumah baghi. Tujuan perendaman untuk mengawetkan kayu sehingga tahan
lama, kayu direndam disungai selam berbulan-bulan atau bertahun-tahun, tetapi
minimal direndam selama 40 hari. Dengan direndam kadar asam yang terkandung
dalam kayu bisa dihilangkan, sehingga kayu terbebas dari serangan serangga(rayap).
Orang Basemah telah mengenal kearifan lokal dalam mengidentifikasi jenis kayu yang
baik, seperti adanya jenis kayu yang tidak boleh ditebang untuk menjadi bahan kayu
dan kayu yang baik untuk dipergunakan dalam membangun rumah baghi.
Proses berikutnya teknik dan cara pembuatan rumah baghi, tentu saja pada
tahap ini pemilik yang akan membangun rumah baghi terlebih dahulu mencari
tukang yang memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang tata cara rumah baghi.
70
Tahap pertama yakni pendirian tiang-tiang yang diikuti dengan pemasangan kitau
dan belandar. Selanjutnya memasang sake penyangga, alang pajang dan alang
pendek. Proses berikutnya mamasang kuda-kuda, balok bubungan kap dan atap.
Setelah pekerjaan pemasangan atap selesai selanjutnya memasang papan untuk lantai
dan dinding. Dan prosers terakhir membuat tangga untuk keluar dan masuk kerumah
baghi.
Setelah rumah sudah jadi, maka untuk menempati rumah baru ini dilakukan
ritual sedekah nungguh ghumah yakni upacara adat masuk ke rumah baru. Sedekah
ini sebagai rasa syukur dari pemilik rumah atas selesainya perkerjaan membangun
rumah baru. Biasanya doa selamatan dilakukan pada pagi hari, pihak tuan rumah
juga memberikan bekal bagi para tukang yang telah membantu pembangunan rumah
dan kembali ke rumahnya ( tukang kabalek). Pemilik memberikan bekal seperti nasi
satu ibat ( 4-5 ) piring yang dibungkus dengan daun, lauk pauk ( ikan pepes ) dan
lemang ( beras ketan yang dimasak dalam bambu ). Dan ritual terakhir yakni sedekah
nyimak ghumah atau upacara menguji rumah, ritual ini tidak bersifat wajib dilakukan
oleh pemilik rumah.
Rumah baghi memiliki struktur yang sederhana, yakni terdiri dari ruang
utama, dapur, ganghang dan tangga. Konsep tata ruang rumah baghi hanya mmebagi
71
pada dua hal penting yakni rumah utama dan dapur. Ruang utama juga difungsikan
juga untuk kegiatan adat, sehingga posisi tempat duduk juga mencerminkan
kedudukan kekerabatan dengan pemilik rumah. Bagi tamu terhormat seperti para
juray tue, mereka duduk didekat pintu masuk, yakni bagi rumah yang pintu
masuknya dari depan bukan dari ganghang. Tempat duduk para tetua adat ditinggikan
lebih dari tempat duduk umum tamu sekitar 30cm ( cincai tangge ). Posisi orang
dihormati disebut dengan istilah orang pertame.
Rumah baghi juga memiliki ragam hias yang berfungsi sebagai elemen
estetika dan juga menyimbolkan hubungan manusia dengan alam. Ragam hias
menjadi salah satu elemen penting yang ditemukan pada rumah baghi, baik jenis
rumah tatahan, maupun gilapan. Pada umumnya ragam hias diukir yang ada pada
rumah baghi terdapat pada bagian dinding depan, pintu masuk utama, dinding
samping dan tiang utama. Ukiran yang biasanya ditemukan pada rumah tatahan
mengacuh pada alam seperti arah mata angin, gerak gelombang samudra, flora
(tanaman ) yang umumnya pada jenis tanaman yang ada disekitar mereka, baik jenis
bunga maupun tanaman lainnya.
Beberapa ragam hias atau motif ukiran yang ada dirumah baghi adalah
mendale kencane mandulike dan juga hiasan bunga dan tanaman, seperti ghebung
( pucuk bambu muda ), daun pakis dan lain-lain. Mendale kencane mandulike adalah
ragam hias utama yang terdapat pada rumah baghi. Hiasan biasanya mudah
ditemukan pada bagian dinding dan dibuat dengan ukiran timbul. Makna ukiran
memiliki filosofi keselarasan hubungan antara manusia dan alam. Makna lainnya
72
mempunyai makna sebagai simbol kehidupan sosial yang terus berkesinambungan.
Ukiran mendale kencane mandulike tidak memiliki khusus tertentu, biasanya
mengikuti dari warna kayu yang digunakan. Cara pembuatan ukiran ini dengan
memakai sebuah alat ukir sejenis pahat yang menyerupai pisau yang disebut dengan
istilah gubang.
Selain motif mandule kencane mandulike, motif yang mengambil dari hiasan
bunga dan tanaman juga banyak ditemukan pada jenis ragam hias yang pada rumah
baghi. Motif ini biasanya terdapat pada bagian dinding terutama pada kayu
penghubung antar tiang pada dinding, baik dalam posisi horizontal maupun vertikal.
Beberapa motif utama dari ukiran yang mengambil rujukan bunga dan tanaman,
yakni munce ghebung (bambu muda, rebung), kuncup teratai, mude paku (daun
pakis) serta lengkenai naik (bunga-bunga kecil).
Motif ukiran munce ghebung yakni rumpun bambu muda (rebung) yang
menggabarkan kehidupan manusia dalam kesatuan keluarga besar yang didalam
terdapat nilai keahlian, ketelitian dan kecermatan dalam menata kehidupan sosial
dalam kelompoknya maupun kelompok lainnya. Selanjutnya motif kuncup teratai
yaitu kuncup bunga teratai yang tumbuh dikolam yang menyimbolkan orang
basemah sebagai keluarga besar dari rumpun melayu.
73
Berikutnya motif ukiran mude paku yakni daun pakis, yang memiliki makna
kemakmuran dan pengayoman bagi anggota keluarga besar orang basemah sebagai
rumpun melayu. Dan yang terakhir motif yang terdapat pada rumah baghi adalah
lengkenai naik, yakni ukiran yang menyerupai bunga-bunga kecil yang
melambangkan perkembangan dari keluarga besar serta kesejahteraan keluarga.
Selain itu ada beberapa motif motif bunga dan tanaman yang terdapat pada rumah
baghi seperti motif bunga melur, bunga tanjong, daun sireh, bunge roda pedati, bunge
nenas belandei, daun waru, pandan suji dan bunge serikaye.
74
E. PRABUMULIH
1. GEOGRAFIS
Kota Prabumulih adalah salah satu Kota yang terletak di Provinsi Sumatera
Selatan, Indonesia. Secara geografis Kota ini terletak antara 3o 2009,1 303424,7
Lintang Selatan dan 104007 50,4 10401941,6 Bujur Timur, dengan luas daerah
sebesar 434,50 KM2., memiliki penduduk 160.000 jiwa dengan luas 435,10 km dan
merupakan salah satu Kota terkecil di Sumatera Selatan.
Sebagian besar keadaan tanah Kota Prabumulih berasal dari jenis tanah
Potsolik Merah Kuning dengan derajat kemiringan tanah Kota Prabumulih antara 0
40 % pada ketinggian antara 34 meter dari permukaan laut.
Kota Prabumulih termasuk daerah tropis basah dengan curah hujan 204,45
m3 dan suhu rata-rata 270Celcius.
2. BATAS WILAYAH
75
Timur : Kecamatan Lembak dan Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim
3. SEJARAH
Lebih kurang 700 Tahun lalu Puyang Tageri Juriat Puyang Singe Patih Keban Baru
Rambang Penegak dan Pendiri Talang Tulang Babat dan berkembang dengan juriat anak
Cucung masing-masing mendirikan talang-talang cikal bakal dari Dusun Pehabung Uleh,
Tanjung Raman, Sukaraja, Karang Raja, Muara Dua dan Dusun Gunung Kemala. Pada masa
kurang lebih 250 tahun yang lalu Dusun Pehabung Uleh masih bernama Lubuk Bernai yang
dipimpin seorang Kerio bernama Keri Budin dan Kepala Menyan adalah Puyang Dayan
Duriat Puyang Tegeri dibantu Minggun, Resek, Jamik, menemukan tempat tanah yang
meninggi (Mehabung uleh) kemudian ditetapkan oleh mereka berempat (Dayan, Resek,
Minggun, dan Jamik) untuk mendirikan kampong dengan diiringi keturunan masing-masing
menghadap tanah yang Menghabung Uleh (Meninggi / Bertambah) dengan nama Kebur
Bunggin, Anggun Dilaman, Kumpai Ulu dan Karang Lintang. Dengan kesepakatan mereka
dusun ini dengan empat kampung disebut Pehabung Uleh berpegang pada aturan adat
Simbur Cahaya.
Pehabung Uleh berubah menjadi Peraboeng ngoeleh dan pada pendudukan jepang
berubah lagi menjadi Peraboeh Moelih dengan ejaan sekarang menjadi Prabumulih termasuk
didalam wilayah Marga Rambang Kapak Tengah dengan Pusat Pemerintahannya
berkedudukan di Tanjung Rambang yang tergabung dalam wilayah Pemerintahan Onder
Afdeeling Ogan Ulu dengan status Pemerintahan Marga meliputi Marga Lubai Suku I,
Marga Lubai Suku II dan Marga Rambang Kapak Tengah yang dipimpin oleh Pasirah.
3. Masa Kemerdekaan
76
Kawedanan Lematang Ilir dan Kewedanaan Lematang Ogan Tengah, untuk Prabumulih
termasuk Kewedanaan Lematang Ogan Tengah dengan Wilayah meliputi :
a. Kecamatan Prabumulih
c. Kecamatan Gelumbang.
4.ARSITEKTUR PRABUMULIH
Rumah adat kota prabumulih adalah rumah adat panggung berhimpun berbentuk
gudang terdiri dari tundan, tengah, penetak dan dapur (pawun), bertiang kayu bulat dan
tinggi setengah tiang. Dibawah rumah adat terdapat:
77
Pada beberapa tempat rumah adat panggung berhimpun, seperti diatas pintu, jendela,
dan dibawah lisplang (tutup kasau) terdapat ukiran-ukiran.
F. LAHAT
1. GEOGRAFIS
Kabupaten lahat mempunyai luas wilayah 725.193 Ha, terletak antara 3,5-
4,25 lintang selatan dan 103-103,70 bujur timur. Sebagian besar daerah ini (57,85%)
merupakan dataran tinggi yang berada pada kemiringan 0-40 dengan daerah tertinggi
gunung dempo sekitar 3159 M dari permukaan laut.
78
kenidai kecamatan dempo selatan, desan kotaraya lembak kecamatan jarai, dan
beberapa desa sepanjang jalan antara kota pagaralam dan bumi agung. Rumah-rumah
tradisional ini masih berdiri kokoh diantara desakan rumah-rumah yang lebih modern
atau ghumah padu jerambah yang telah mendominasi pemukiman, walaupun usianya
sudah ratusan tahun.
Bangunan tradisional ini dibuat dari bahan kayu, dindingnya dari papan yang
tebal dan lebar, sedangkan tiangnya berupa balok kayu yang berdiameter 50-75 CM,
dengan tinggi 2,5 M atau 3 M. Bahan-bahan ini dirangkai dengan menggunakan pasak
dari kayu tidak dengan paku seperti rumah-rumah modern.
Struktur bangunan dan ukiran yang terdapat pada dinding luar rumah
mempunyai fungsi dan makna simbolik. Struktur rumah berbentuk empat persegi yang
membujur ke arah barat dan timur, hal ini berhubungan dengan sistem kepercayaan
masyarakat. Arah ini sama dengan arah kiblat dalam melakukan shalat, dimana hampir
seluruh masyarakatnya beragama Islam.
Rumah ini hanya mempunyai satu jendela dan satu pintu tanpa pentilasi. Hal
ini untuk melindungi mereka dari udara dingin pada malam hari. Sedangkan siang hari
umumnya mereka tidak berada dirumah, tetapi dikebun atau disawah sehingga
kurangnya cahaya dalam rumah karna hanya ada satu jendela tidak menjadi persoalan
bagi mereka.
Struktur dalam rumah tidak mempunyai kamar, hal ini mencerminkan tidak
adanya milik pribadi terhadap benda-benda yang ada, semuanya dimiliki secara
bersama-sama. Tempat tidur mereka hanya beralaskan tikar atau Kasur, terdiri dari dua
kelompok laki-laki dan perempuan, kecuali yang sudah menikah. Biasanya untuk orang
tua atau anak yang sudah menikah mereka membuat sekat sendiri berupa tabir dari kain.
Kebersamaan dalam keluarga dan kerabat sangat mereka jaga, mereka harus
mengembangkan sikap saling percaya, tolong menolong, dan saling menghormati agar
kehidupan dalam rumah tradisional ini dapat berlangsung dengan tentram.
Selain mengembangkan nilai-nilai kebersamaan, mereka juga
mengembangkan sikap hormat terhadap mereka yang lebih tua atau pemimpin. Hal ini
tercermin dalam pembagian tempat duduk, ketika berlangsung acara pertemuan dalam
rumah tradisional tersebut. Tempat duduk dibagi menjadi tiga, pertama bagian depan,
tempat duduk kelompok jurai tue, atau orang-orang yang mempunyai otoritas untuk
menjadi pemimpin keluarga dalam suatu system kekerabatan. Kedua, bagian tengah
tempat duduk kelompok jurai mude atau mereka yang menjadi asuhan jurai tue. Ketiga,
bagian belakang tempat duduk kelompok ambek anak atau laki-laki yang masuk dalam
system kekerabatan istri dikarenakan system perkawinan.
79
Ukiran yang mempunyai makna simbolik pada rumah tradisional ini adalah
Bebulan. Ukiran ini berbentuk lingkaran berdiameter sekitara 50 cm yang terletak
ditengah dinding rumah. Bentuk ini melambangkan bulan sebagai symbol kehidupan
yang tentram.
G. RUMAH GUDANG
1. SEJARAH
80
Masyarakatnya, terutama bagi mereka yang tinggal di sekitar sungai musi.
keanekaragaman khasanah kebudayaan sriwijaya, masih tampak jelas dari berbagai
macam bentuk bangunan yang berada di kawasan permukiman masyarakat perairan
sungai musi. bentuk rumah pemukiman pada kawasan ini pada umumnya merupakan
rumah panggung yang didirikan diatas tonggak kayu, atau biasa disebut juga dengan
rumah gudang. hal ini dapat dimaklumi, karena awal mula berdirinya rumah gudang
itu sendiri muncul setelah era kolonial. berbeda dengan keberadaan rumah rakit, rumah
limas palembang, atau rumah panggung etnis cina, yang keberadaanya jauh sebelum
masa itu.
81
Bentuk rumah gudang pada dasarnya lebih dipengaruhi oleh keinginan
pemiliknya, demikian pula halnya dengan kebutuhan ruang dan tata letak bangunnya.
pada umumnya rumah gudang pada pemukiman masyarakat perairan sungai musi,
memakai bahan bangunan dari kayu, dan berdiri diatas tiang-tiang pancang kayu. hal
ini untuk mengantisipasi pasang surut air sungai, agar tidak masuk ke dalam rumah.
karena itulah bentuk rumah gudang dapat lebih mudah kita jumpai pada pemukiman
masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai.
82
Timbulnya rumah limas tanpa bengkilas tidak sampai disitu saja. masyarakat
banyak yang merasa tidak mampu untuk membangun rumah dengan bentuk rumah
limas. selain pembuatan atap yang cukup rumit, juga karena biaya pembuatan rumah
dengan atap limas sangat mahal. oleh karena itu, maka timbul bangunan yang memiliki
bentuk polos, atau bentuk kotak empat persegi panjang. karena kesederhanaan bentuk
rumah dan kemudahan dalam pembangunannya, maka rumah ini disebut rumah cara
gudang, yang sekarang kerap disebut rumah gudang.
Ciri khas
dari rumah
panggung ini
adalah atap
secara umum
berbentuk
perisai dengan
bahan bervariasi,
yaitu genteng
dan seng. selain
itu pada bagian paling depan, terdapat teras, sebagai ruang transisi setelah naik tangga
sebelum memasuki rumah. letak dan bentuk teras berbeda-beda antara rumah dengan
yang lainnya, tergantung dari keinginan pemiliknya.
Ruang ini disebut ruang utama, tempat pemilik rumah biasa menerima tamu,
atau tempat diadakannya berbagai macam kegiatan atau perayaan-perayaan.
Seperti hal nya rumah limas, dinding dan pintu rumah gudang umumnya
dilengkapi dengan ukiran atau hiasan, yang mengisyaratkan bahwa masyarakat
palembang mempunyai daya seni yang cukup tinggi akan keindahan.
Ruang belakang terdiri dari sebuah kamar, dapur, dan ruang dalam. sama
halnya dengan kamar yang ada pada rumah limas, kamar ini diperuntukkan bagi kepala
keluarga sebelum keluarga tersebut mempunyai anak perempuan yang dewasa. tetapi
83
bila anak perempuannya telah dewasa maka kamar itu akan ditempatkan oleh anak gadis
tersebut.
Pada bagian depan rumah lebih banyak terdapat bukaan, atau jendela dengan
bentuk yang sama yang berbentuk persegi panjang. jendela ini berjarak antara delapan
puluh hingga seratus sentimeter dari lantai bagian dalam rumah.
Apabila ada arakan atau kenduri terutama pada acara kesenian, ruang ini
dimanfaatkan untuk tempat istirahat. demikian pula halnya jika ada sedekah, tempat ini
dipakai oleh para petugas pelaksana persedekahan yang terdiri dari kaum kerabat, atau
keluarga terdekat dari empunya rumah.
Ruang tengah merupakan ruang utama dari bangunan rumah gudang. ruangan
ini digunakan sebagai tempat menerima para tamu atau undangan pada upacara adat atau
persedekahan. para undangan yang dianggap terhormat atau para tamu yang lebih tua,
ditempatkan di bagian barat dari ruangan tersebut atau pada arah dinding bagian dalam.
Ruang belakang terdiri dari sebuah kamar, dapur, dan ruang dalam. sama
halnya dengan kamar yang ada pada rumah limas, kamar ini diperuntukkan bagi kepala
keluarga sebelum keluarga tersebut mempunyai anak perempuan yang dewasa. tetapi
84
bila anak perempuannya telah dewasa maka kamar itu akan ditempatkan oleh anak gadis
tersebut.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
85
Nama Limas untuk Rumah Adat berasal dari kata lima dan emas, dengan
mengidentikan emas dengan lima sifatnya yaitu sebagai keagungan dan kebesaran, rukun
damai, adab yang sopan santun, aman, subur sentosa serta makmur sejahtera.
Simbolisasi dari ungkapan ini antara lain diekspresikan dalam bentuk atap yang
sangat curam dan lima tingkatan pada lantai atau kekijing. Bagi pemilik rumah yang masih
memerhatikan perbedaan kasta dalam keturunan adat Palembang, mereka akan membuat
lantai rumahnya bertingkat-tingkat untuk menyesuaikan kasta tersebut.
Berdasarkan data survei lapangan 2016, mendapati bahwa 56 rumah limas telah
mengalami perubahan fungsi pada bagin kolong rumah, yang diantaranya telah menjadi
Hunian, Komersil, Home Industri, Kost Kostan dan sebagainya.
Ketinggian Rumah limas sendiri terbagi menjadi beberapa ukuran mulai dari
ketinggian 1.5, 1.8, 2, 3 meter sampai dengan ketinggian 4 meter pada bagian kolong rumah
yang telah mengalami perubahan fungsi.
(Sumber : Survei Lapangan 2016)
Kolong rumah dengan ketinggian 1.5 meter sebagian rumah mengfungsikannya
sebagai dapur, gudang, dan tempat menyimpan kayu bakar. Dengan aktivitas orang yang
agak sedikit menunduk.
Kolong rumah dengan ketinggian 1.8 sampai dengan 3 meter sebagan rumah
memfungsikannya sebagai tempat tinggal keturunannya, komersil, kost kostan dan home
industri. ( Sumber : Data Survei Lapangan : 2016)
86
B. Saran
Demikian hasil makalah mengenai Rumah Limas Palembang dalam mata kuliah
Sejarah Arsitektur Timur semoga bermanfaat bagi kita semua, pada dasarnya makalah ini
dibuat sebagai tolak ukur mahasiswa mengenai Mata kuliah Sejarah Arsitektur Timur, Dan
semoga makalah ini dapat menjadi referensi bagi generasi selanjutnya dan dapat di
pergunakan sebagaiman mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, RMH., 1975, Rumah Adat Limas Palembang, Edisi Pertama, Palembang.
87
Hanafiah, Djohan., 1988, Palembang Zaman Bari Citra Palembang Tempo Doeloe,
Humas Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Palembang, Palembang.
88