Anda di halaman 1dari 7

SAUJANA SAWALUNTO

210406099 | DINDA PEBRIANI LUBIS


Kota Sawahlunto terletak ± 95 Km dari ibukota Proinsi Sumatera Barat kota Padang.
LOKASI & SEJARAH Bentang alam kota Sawahlunto memiliki ketinggian yang sangat bervariasi, yaitu
antara 250 meter sampai 650 meter di atas permukaan laut. Bagian utara kota ini
memiliki topografi yang relatif datar meski berada pada sebuah lembah, terutama
daerah yang dilalui oleh Batang Lunto, di mana di sekitar sungai inilah dibentuknya
pemukiman dan fasilitas-fasilitas umum yang didirikan sejak masa pemerintahan
Hindia Belanda. Sementara itu bagian timur dan selatan kota ini relatif curam dengan
kemiringan lebih dari 40%.

Kota Sawahlunto terletak di daerah dataran tinggi yang merupakan bagian dari
Bukit Barisan dan memiliki luas 273,45 km². Dari luas tersebut, lebih dari 26,5% atau
sekitar 72,47 km² merupakan kawasan perbukitan yang ditutupi hutan lindung.
Penggunaan tanah yang dominan di kota ini adalah perkebunan sekitar 34%, dan
danau yang terbentuk dari bekas galian tambang batu bara sekitar 0,25

Nama Sawahlunto berasal dari dua kata yakni : Sawah dan Lunto. Kata Sawahlunto
diambil dari gambaran daerah tersebut yang terdiri dari hamparan sawah, sealnjutnya
kata lunto diambil dari nama sungai Batang Lunto yang mengelilingi daerah tersebut.
Pada tahun 1868, De Greve dan Kalshoven (geolog Belanda) yang menyelidiki adanya
“emas hitam” atau batu bara di Sawahlunto juga menyebutkan bahwa daerah itu
(Sawahlunto) belum didiami oleh manusia, ketika meneliti deposit batu bara di daerah
itu yang berjumlah lebih dari 200 juta ton.
Pada tahun 1887 diperkirakan Sawahlunto mulai menjadi daerah pemukiman, ketika Belanda menanamkan modal sebesar 5,5 juta gulden
untuk merealisasikan konsensi tambang batu bara di sana. Kota Sawahlunto lebih berfungsi sebagai pusat eksploitasi komoditi daerah
sekitarnya dan sebaliknya juga dijadikan sebagai tempat pemasaran hasil industri Negeri Belanda atau negara Eropa lainnya. Sehingga wajah
kota itu lebih bersifat parasitif, bukan generatif.

Penemuan batu bara di Cekungan Ombilin di tahun 1868 mengarah pada kebutuhan
membangun infrastruktur teknologi tinggi, terutama ketika dihadapkan dengan kondisi
geografis dan geologi Sawahlunto. Pemerintah Belanda mendirikan Perusahaan Pertambangan
Batubara Ombilin pada tahun 1892. Seiring dengan itu, kota ini mulai menjadi kawasan
pemukiman pekerja tambang, dan terus berkembang menjadi sebuah kota kecil dengan
penduduk yang intinya adalah pegawai dan pekerja tambang. Sampai tahun 1898, usaha
tambang di Sawahlunto masih mengandalkan narapidana yang dipaksa bekerja untuk
menambang dan dibayar dengan harga murah. Pada tahun 1889, pemerintah Hindia Belanda
mulai membangun jalur kereta api menuju Kota Padang untuk memudahkan pengangkutan batu
bara keluar dari Kota Sawahlunto. Jalur kereta api tersebut mencapai Kota Sawahlunto pada
tahun 1894, sehingga sejak angkutan kereta api mulai dioperasikan produksi batu bara di kota
ini terus mengalami peningkatan hingga mencapai ratusan ribu ton per tahun.[
MASYARAKAT & LANSKAP
Kota Sawahlunto memiliki tahapan sejarah yang panjang. Dimulai dari
sebuah permukiman awal yang dihuni oleh kelompok masyarakat agraris.
Sebelum batu bara menjadi komoditas yang mendorong eksplorasi kolonial
Belanda, Sawahlunto merupakan areal persawahan yang membentang di
seluruh bagiannya. Lahan persawahan tersebut beserta lahan permukiman
seluruhnya merupakan tanah ulayat dan memiliki nilai yang ditentukan oleh
sistem sosial yang berlaku. Dalam periodisasi Nas (1986), Kota Sawahlunto
pada awalnya merupakan kota kolonial (colonial town).

Sawahlunto terdapat beberapa suku bangsa yang berdomisili, salah satunya


adalah suku Jawa. Suku Jawa yang ada di Sawahlunto merupakan suku yang adat dan budayanya tidak seperti suku Jawa yang ada
di daerah aslinya seperti Yogyakarta, dimana mereka sudah menyesuaikan diri dengan adat dan budaya dimana mereka tinggal.
Adapun yang dimaksud dengan masyarakat Jawa Sawahlunto adalah masyarakat yang tinggal di Sawahlunto yang berasal dari
wilayah kebudayaan Jawa salah satunya wayang dan kuda kepang. Penduduknya juga beraga Islam.
DUA KOTA DI SAWAHLUNTO
Kota Lama
Identitas sebagai kota kolonial muncul dari pola ruang yang memusatkan kegiatan kolonial di pusat kota berada di
tengah kota dan mendefinisikan pusat dari Kota Lama. Kota ini berdiri bangunan-bangunan kolonial guna
mendukung fungsi kota sebagai kota tambang, disamping menjamin kenyamanan bagi pegawai kolonial. Pola
ruang pun mengikuti aspirasi kolonial, dengan menempatkan pusat jasa dan komersial di tengah-tengah
berdekatan dengan rumah para pejabat tambang saat itu. Sementara itu, permukiman pribumi berada di suatu zona
yang dibatasi oleh Sungai Batang Lunto. Beberapa fasilitas umum bagi golongan pribumi masih berdiri di sekitar
permukiman tersebut, seperti Goedang Ransoem

Pola tata ruang yang membentuk identitas kota dipengaruhi oleh kondisi
bentang alam, kepemilikan lahan dan ekonomi kota. Luas lahan yang datar relatif jarang di kawasan
Kota Lama. . Zona pertama adalah zona pusat yang terdiri dari bangunan-bangunan pertokoan yang
dimulai dari area masuk (entrance square) sampai kepada jembatan yang melewati Sungai Batang
Lunto. Zona industri merupakan lokasi bangunan tambang, seperti silo, stasiun kereta, dan perkantoran .
Sampai pada perkembangan selanjutnya, zona industri yang dibangun lebih awal dialihfungsikan
menjadi permukiman buruh dengan kepadatan tinggi.
Zona permukiman penduduk kota berada pada sisi bukit yang curam. Bagian inilah yang berkembang
sangat pesat di tengah lesunya ekonomi kota. Namun, perkembangan untuk perluasan kota dibatasi oleh
kemungkinan-kemungkinan untuk mengubah sisi bukit ini dengan infrastruktur yang memadai. Bentang
alam inilah yang turut memperkuat identitas Kota Lama.
Kota Talawi
Identitas Kota Talawi dicirikan oleh bentang alamnya, pasar
Nagari sebagai pusat permukiman dan arsitektur lokalnya.
Bentang alam kota ini relatif lebih datar dibandingkan dengan
bagian kota lainnya di Sawahlunto.
Topografi yang relatif datar menyebabkan kemungkinan kawasan
perkotaan ini lebih luas dibandingkan Kota Lama. Namun, batas-
batas kota sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis
lingkungannya, yaitu sungai Ombilin yang mengalir di sisi barat
hingga selatan kota. Permukiman berada dalam batas sungai
tersebut, sementara pada sisi lainnya dari sungai Ombilin
merupakan areal persawahan penduduk Kota Talawi . Hal ini
menjadikan sungai Ombilin turut bertindak sebagai landmark
kota. Sungai ini bertindak memenuhi permintaan penduduk akan
air bersih, disamping untuk mengairi persawahan yang dinaikkan
melalui kincir air.
Sumber :

• Gede Budi Suprayoga . 2008. Identitas Kota Sawahlunto Paska Kejayaan Pertambangan Batu bara . Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 19 / No. 2 Agustus 2008, hal 1- 21
• https://bppiindonesianheritagetrust.org/direktori_view.php?p=2
• http://scholar.unand.ac.id/19890/2/BAB%20I.pdf

THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai