+62 813-5744-3199
Corresponding email: Changwu476@gmail.com
Abstract
In the eighteenth century, Surabaya is located on the coast and protected by Madura
Island and has the advantage of being an area that supports economic needs because of its
trading activities. Many ships from inside and outside the country came to carry out
activities especially trade. However, at this time the Kalimas river has decreased in
prestige. The aims of this study is to show the existence of the Kalimas river as the
economy center, and its impact on the people of Surabaya in the eighteenth century. The
writing method used in this study is a historical research method which comprised of some
steps there are topic selection, heuristics, verification, interpretation, and historiography.
From this study, it can be concluded that the Kalimas river is the economy center because
Kalimas river is a strategic place traversed by trade routes. Beside that, the existence of a
policy from Raffles in the form of taxes supports economic development in the Kalimas
river and Surabaya area. Based on the results of the study, the researchers suggest to the
local government to manage and maintain the historical values of the Kalimas River and
develop it as a place of trade from geographical, philosophical, sociological, and historical
aspects.
Keywords
trade; Kalimas; economy.
Abstrak
Pada abad XVIII, Surabaya terletak di pesisir dan terlindungi oleh Pulau Madura dan
memiliki keuntungan menjadi daerah penunjang kebutuhan ekonomi karena kegiatan
perdagangannya. Banyak kapal-kapal dari dalam maupun luar negeri datang untuk
melakukan kegiatan khususnya perdagangan. Namun saat ini sungai Kalimas mengalami
penurunan pamor. Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan eksistensi sungai
Kalimas sebagai pusat perekonomian, serta dampaknya bagi masyarakat Surabaya abad
XVIII. Metode penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian
sejarah yang terdiri dari tahapan pemilihan topik, heuristik, verifikasi, interpretaasi, dan
historiografi. Dari penelitian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa sungai Kalimas
merupakan pusat perekonomian karena sungai Kalimas adalah tempat strategis yang
dilalui oleh jalur perdagangan. Selain itu, adanya kebijakan dari Raffles berupa pajak
mendukung perkembangan perekonomian di sungai Kalimas dan wilayah Surabaya.
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan pemerintahaan setempat untuk
mengelola dan menjaga nilai-nilai historis sungai Kalimas dan mengembangkannya
sebagai tempat perdagangan dari aspek geografis, filosofis, sosiologis, dan historis.
Kata kunci
perdagangan; Kalimas; ekonomi.
PENDAHULUAN
Pada tahun 1830-1850 Belanda mulai menjadi penguasa di Nusantara,
salah satunya di wilayah Surabaya. Keadaan Surabaya mulai terbentuk menjadi
kota benteng dengan adanya Benteng Prins Hendrik yang ada di muara
Kalimas. Di bagian selatan dari Benteng Prins Hendrik terdapat sebuah kota
yang menjadi pemukiman bagi orang-orang Eropa dan mulai berkembang
secara pesat. Di mulai dari pemukiman inilah yang membuat Surabaya mulai
tumbuh menjadi kota pelabuhan yang penting. Selain itu terdapat tembok
pertahanan melingkupi daerah seluas kurang lebih 300 ha dari kota Surabaya.
Di sebelah barat Jembatan Merah terdapat City Hall, kantor pos, rumah took,
barak militer, bengkel, dan gereja. Di sebelah timur dari Kalimas (yang
dihubungkan dengan Jembatan Merah) terdapat pemukiman orang asing
lainnya seperti Chinese Kamp, Arabische Kamp dan Malaise Kamp
(perkampungan Melayu) (ADI, 2019). Sedangkan penduduk asli kebanyakan
bermukim di luar benteng.
Kota Surabaya mulai mempunyai arti penting sebagai kota maritim pada
tahun 1864, hal ini juga dipengaruhi karena semakin berkembangnya
perdagangan di Surabaya. Banyak kapal layar besar yang singgah di Pelabuhan
Surabaya antara lain, kapal dari Belanda, Inggris, Amerika, Denmark, Perancis,
Belgia, Hamburg, Bali, China, dan Serawak (ADI, 2019). Surabaya bisa dibilang
benar-benar menjadi kota pelabuhan yang keadaannya sangat penting dan
letakknya sangat srategis bagi pemeritahan Belanda. Pelabuhan tersebut
menghubungkan daerah pesisir dan pedalaman yang berada di sekitar kota
Surabaya, yang saat itu berkarakter sebagai pemukiman para pedagang yang
terus berkembang ke dalam kota dengan makin banyaknya penduduk yang
bermukim di sepanjang Sungai Kalimas.
Adanya kenaikan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat di Surabaya
juga disebabkan karena ramainya Sungai Kalimas, hingga akhirnya tahun 1906-
1940 terjadi perluasan di wilayah kota Surabaya. Selain itu, adanya kebijakan
dari Gurbenur Letnan yang terkenal bernama Thomas Stamford Raffles yang
menerapkan pajak impor dan ekspor terhadap beberapa komoditas spesifik
dapat mendukung perekonomian di sungai Kalimas dan wilayah Surabaya (sem
arang and sourabaya, 1812 ). Sungai Kalimas memang masih belum memadai
untuk kapal-kapal yang berukuran besar. Pada tahun 1907 Raad van Justice
mengusulkan kepada Gurbenur Jenderal Surabaya agar diberikan pelabuhan
yang lebih baik. Akhirnya pada tahun 1925, seluruh kegiatan pelabuhan pindah
dari Sungai Kalimas ke Tanjung Perak yang membuat Sungai Kalimas tidak lagi
difungsikan oleh pemerintah Kota Surabaya sehingga pamornya menjadi
turun. Oleh karena itu, penulis ingin menunjukkan kepada masyarakat tentang
eksistensi Sungai Kalimas sebagai pusat perekonomian. Dimana tanpa disadari
Sungai Kalimas juga memiliki dampak bagi masyarakat Surabaya karena
sebagai pusat perekonomian pulau Jawa di abad XVIII.
METODE PENELITIAN
Sebuah sungai biasa pada masa tahun 1612-1625 diairi oleh berbagai
macam kapal asing dari penjuru negeri maupun luar negri yang banyak membawa
barang berharga, waktu dengan sengaja menamainya Kalimas sesuai dengan tugas
yang diembannya. Sungai Kalimas merupakan anak Sungai Brantas yang berada di
Surabaya. Perkembangan Kota Surabaya tak terlepas dari perkembangan
bentaran kalimas yang berhulu di Mojokerto dan berakhir di Selat Madura.
Dengan sebuah konsep pemahaman dasar mengenai sebuah peradaban
masyarakat adalah perairan, seperti halnya peradaban Mesir Kuno yang
menggantungkan hidup kelompoknya pada Sungai Nil. Hal ini tidak memungkiri
apabila aktivitas perkonomian dimulai di Surabaya (Purwono, 2006). Sungai
Kalimas pada abad XIX merupakan tempat perdagangan yang ramai, disana
terdapat banyak kapal yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri yang
datang untuk melakukan kegiatan khususnya perdagangan di Kota Surabaya.
Barang yang diperdagangkan meliputi rempah-rempah, gula, dan bahan baku
lainnya untuk kebutuhan sehari-hari. Aktivitas perdagangan ini yang akhirnya
membuat wilayah Sungai Kalimas dan sekitarnya seperti Gresik, Sidoarjo, dan
Mojokerto mencapai titik ramai yang sangat tinggi hingga dibangunlah
pemukiman di pinggir sungai untuk memudahkan dan mendukung aktivitas
perdagangan dan perekonomian di pinggir kota (Hartono, 2007).
semua barang yang sebelumnya telah membayar bea masuk di Batavia, setelah
sertifikat telah dibuat dari pemungut efek (Semarang dan Soerabaya, 2018).
Pada bidang ekspor juga terdapat pajak ekspor antara lain: (1) 5 Rix Dollar
perak per koyang pada ekspor beras, (2) gula batu, 60 stivers perak per pikul
—gula, yang telah ditumbuk atau dihaluskan, sebesar 30 stivers perak per
pikul, dan garam 1,5 Rix Dollar perak per koyang, (3) sarang burung sebesar
16% dan seperti banyak yang diimpor di Batavia, penarikan kembali
diperbolehkan sebesar 6%, dan (4) semua komoditas dan barang dagangan
yang tidak dimaksud di atas dan tidak membayar pajak impor, dikenakan pajak
ekspor sebesar 4%.
Raffles beranggapan bahwa pendapatan utama sebuah negara dapat di
capai dari pendapatan tanah dalam bentuk sewa tanah. Sewa tanah tersebut
ditarik dalam bentuk tunai sebanyak 40% dari hasil kotor sebidang tanah.
Menurut Raffles, jumlah tersebut setara dengan semua pajak internal,
kontribusi, pengiriman dengan tarif yang tidak sesuai, dan layanan paksa, baik
kepada otoritas Eropa atau pribumi. Baik yang dulunya adalah penggarap
maupun bukan. Bagi yang bukan penggarap maka dikenakan pajak kapitasi (Fu
rnival, 2010).
Sistem perpajakan yang diimplementasikan oleh Raffles bertujuan untuk
meningkatkan surplus perdagangan dan pelayaran kapal-kapal milik Inggris.
Disini tercatat bahwa kapal milik Inggris dikenakan pajak sebesar 30% dan
kapal negara lain tak terkecuali Belanda dikenakan pajak sebesar 60%
(Furnivall, 2010: 94). Selisih pajak sebesar dua kali lipat ini mendorong kapal-
kapal Inggris untuk singgah dan berdagang ke daerah kawasan Hindia Belanda
terutama di kota yang memiliki pelabuhan besar seperti Kota Surabaya. Dengan
adanya berbagai macam pajak yang ditetapkan Raffles mampu menunjukkan
pentingnya Surabaya sebagai pusat perdagangan Indonesia khususnya di
wilayah Jawa bagian timur.
Kayu Manis 2-3,5 per l 2-3,5 per l 2-3,5 per l 2-3,5 per l 4-5 per lb.
b. b. b. b.
Gula 8 per piku 8 per piku 7 per piku 6 per piku 14 per pik
l l l l ul
Gula Batu 9-11 per p 9-11 per p 10 per pik 10 per pik 20 per pik
ikul ikul ul ul ul
Kopi (Jaw 3-4 per pi 3-4 per pi 3-4 per pi 3-4 per pi 6 per piku
a) kul kul kul kul l
Kayu Cend 8-12 per p 6-10 & 15- 15-20 per 15-20 per 12 per pik
ana ikul 20 per pik pikul pikul ul
ul
Arak 60-100 pe 100 per le 100 per le 60-100 pe 120-160 &
r leaguer aguer aguer r leaguer 200 per le
aguer
Garam 7 per koya - 7 per koya 7 per koya 14 per koy
ng ng ng ang
Sejak abad ke-11 saat Surabaya masih menjadi bagian kerajaan di Jawa Timur,
wilayah ini sudah mulai dilirik dan diminati. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
Surabaya sebagai kota Pelabuhan bahkan telah disebut dalam kitab
Negarakertagama yang bertarikh abad XIV (Sulistiyono, 2017). Penjelasan
mengenai keberadaan Surabaya dalam kitab tersebut adalah perihal kunjungan
Raja Hayam Wuruk, raja termashyur dalam perjalanan Kerajaan Majapahit.
Surabaya pada saat itu menjadi jaringan perdagangan dan pelayaran yang sudah
eksis dan terkenal sejak masa Kerajaan Majapahit dan terus semakin berkembang
(Djafar, 2012)
Surabaya tidak hanya menjadi perdagangan dan pelayaran antar pulau di
Nusantara saja tetapi juga perdagangan antar wilayah di Asia yang berhasil
dikembangkan secara aktif berkat Kalimas (Tjiptoadmojo, 1983). Pada masa
Kota-kota pesisir khususnnya wilayah pantai utara Pulau Jawa, saat itu
menjadi pusat pengumpulan produk-produk atau hasil bumi dari daerah-
daerah pedalaman yang nantinya akan dikirim ke berbagai daerah di Jawa
maupun luar wilayah Jawa. Kota-kota pesisir dekat Pantai Utara ini menjadi
tumpuan perdagangan Indonesia. Ini terbukti dengan adanya enam kerajaan di
Indonesia pada abad ke-5 dan ke-6 yang terletak di wilayah selatan Selat
Malaka dan di Pantai Sumatera Tenggara serta di Jawa bagian utara, dan semua
wilayah tersebut sangat ramai sebagai pusat perdagangan di Indoneisa.
Warisan sistem perekonomian ini menjadi mutiara di wilayah bagian
timur Pulau Jawa. Tentunya hal ini didukung dengan keberadaan kelompok
Arab, kelompok Cina, dan Pribumi yang eksis hingga sekarang sebab diatur
dalam surat Staatsblad tahun 1866 no.57, yang mengakibatkan Surabaya
mempunyai tiga kelompok pemukiman etnis besar, antara lain pemukiman
orang- orang Cina atau Chinesche Kamp, pemukiman kelompok Melayu atau
Maleische Kamp, dan pemukiman kelompok Arab atau Arabische Kamp.
Kebudayaan bersejarah ini membawa edukasi pentingnya perairan
sebagai jalur perdagangan dan lintas etnis budaya. Arsitektur jalur
perdagangan di Sungai Kalimas ini membawa beberapa tempat sekitarnya
semakin berkembang hingga saat ini seperti Pabean, Jembatan Merah,
Tunjungan, Wonokromo dan kampung-kampung etnis China atau Pecinan,
Kampung Arab, dan Kampung Madura.
‘
KESIMPULAN
DAFTAR RUJUKAN
Nugroho, Kartiko Adi dan Artono. (2019). Peranan Sungai Kalimas Sebagai
Sarana Transportasi Sungai Kota Surabaya Tahun (1900-1952). Avatara,
e-Journal Pendidikan Sejarah 7, no 1.
Purwono, Nanang. 2006. Mana Soerabaia Koe: Mengais Butiran Mutiara Masa
Lalu. Surabaya: Pustaka Eureka.
Sudah, N. F.-q. (2016). Kalimas River Port Area Conservation (Intergration city
Goverment Planning According to The Community Settlement Potential In
Surabaya). Fakultas Institute Teknologi Sepuluh November, 3.
Wijayati, P.A. (1812). Samarang and Sourabaya. Java Gouverment Gazzete, , Vol.
1, No. 1.