Anda di halaman 1dari 40

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Jumlah populasi manusia di dunia terus bertambah sehingga kebutuhan manusia
pun ikut bertambah. Transportasi merupakan kebutuhan yang bisa dikatakan pokok
dikarenakan manusia membutuhkan suatu mobilitas untuk menunjang hidupnya.
Mobilitas tersebut didalamnya terdapat fungsi untuk memindahkan orang atau
barang dari satu tempat ke tempat lainnya. Mobilitas tidak lepas dari peyediaan
prasarana yang baik, dalam hal ini pengadaan jalan adalah hal yang paling penting
untuk menunjang itu.
Kenyaman, keamanan, dan ketertiban dalam penggunaan jalan tersebut harus
dibuat suatu peraturan yang sangat mengikat antara satu aspek dengan aspek
lainnya. Pengklasifikasian, pelayanan dan sistem pelayanan jalan harus dibuat
secara benar supaya dapat memenuhi kebutuhan mobilitas untuk para pengguna
jalan tersebut.
Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini memiliki masalah dalam
penyediaan jalan yang dikarenakan perkembangan pengguna jalan tidak berbanding
lurus dengan volume jalan yang tersedia untuk menampung itu. Kondisi topografi di
Indonesia pun tergolong memilik banyak bentuk dari dartar, berbukit dan
pegunungan sehingga dibutuhkan suatu pedoman mengenai sistem jalan supaya
prasarana tersebut baik digunakan untuk rakyat Indonesia.

1.2.Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam kajian ini adalah :
1. Bagaimana klasifikasi jalan di Indonesia ?
2. Bagaimana sistem pelayanan jaringan jalan di Indonesia ?
3. Bagaimana spesifikasi jalan di Indonesia ?

1
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

1.3.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam kajian ini adalah :
1. Mengetahui mengenai klasifikasi jalan di Indonesia.
2. Mengetahui mengenai sistem pelayanan jaringan jalan di Indonesia.
3. Mengetahui spesifikasi jalan di Indonesia.

1.4. Sistematika Penulisan


Bab I

: Pendahuluan

Bab II

: Ketentuan dan peraturan lalu lintas dan jalan di Indonesia

Bab III

: Kajian

Bab IV

: Penutup

2
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

BAB II
KETENTUAN DAN PERATURAN LALU LINTAS DAN JALAN DI
INDONESIA
2.1.Sistem Pelayanan Jaringan Jalan
Menurut pasal 7 UU No. 38 tahun 2004 :
Sistem jaringan jalan dibagi menjadi dua yaitu sistem jaringan jalan primer dan
sekunder.
a. Sitem jaringan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan
distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat
nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud
pusat-pusat kegiatan.
b. Sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan peranan
pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat di kawasan perkotaan.
2.2. Jalan Umum Menurut Fungsinya
Menurut pasal 8 UU No.38 tahun 2004 :
Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan menjadi :
1. Jalan arteri
Jalan arteri berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri pelayanan jarak
jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dann jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya
guna.
2. Jalan kolektor
Jalan lokal berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri
perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
3. Jalan lokal
Jalan lokal berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri
perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak
dibatasi.
4. Jalan lingkungan

3
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Jalan lingkungan berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalan


dekat dan kecepatan rata-rata rendah.
Berikut adalah ringkasan mengenai tipe jalan berdasarkan penyediaan prasarana
Tabel 1. Tipe jalan berdasarkan penyediaan prasarana

2.3.Jalan umum menurut statusnya


Menurut pasal 9 UU No.38 tahun 2004 :
Jalan umum menurut statusnya dikelompokkan ke dalam jalan nasional, jalan
provinsi, jalan kabupaten, jalan kota dan jalan desa.
1. Jalan Nasional
Jalan nasional merupakan jalan arteri dan jalan kolektor dalm sistem jaringan
jalan primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi dan jalan strategis
nasional, serta jalan tol.

4
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

2. Jalan provinsi
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antaribukota kabupaten/kota dan jalan strategsi provinsi.
3. Jalan kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan primer, yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan
lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah
kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukman yang berada di dalam kota.
5. Jalur desa
Jalur desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.

2.4. Klasifikasi dan Spesifikasi Jalan Raya


Jalan Raya menurut undang-undang Nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan raya,
serta peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 1985, maka sistem jaringan jalan raya di
Indonesia dibedakan atas sistem jalan raya primer dan sistem jalan sekunder.
Secara umum pengklasifikasiannya sebagai berikut:

Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien,

5
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Jalan Kolektor: Jalan yang melayani angkutan pengumpul/pembagi dengan ciriciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi,

Jalan Lokal: Jalan yang melayani angkutan setempat dengan ciri-ciri perjalanan
jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Secara terperinci berikut pengklasifikasiaannya:

a. Sistem Jalan Raya Primer (Jalan Arteri/Jalan Raya Utama)


Sistem jalan raya primer adalah system jaringan jalan dengan peranan pelayanan
jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah pada tingkat nasional, yaitu denagn
semua simpul distribusi yang kemudian berwujud kota. Pada system ini jaringan jalan
raya primer menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi penting meliputi :
a. Jalan raya dalam satu satuan wilayah pengembangan yang menghubungkan secara
menerus ibu Kota Provinsi, Ibu Kota kabupaten/Kota, Kota-kota Kecamatan, dan
kota-kota lebih kecil dibawahnya.
b. Menghubungkan antar Ibu Kota Propinsi yang satu dengan Ibu Kota yang
lainnya(antar Ibu Kota Propinsi)
Jalan raya primer diperuntukkna untuk melayani keperluan lalu lintas kendaraan
berat seperti bus, truk, truk gandengan dengan kecepatan 60 sampai dengan 129
km/jam, serta melayani tingkat kepadatan lau lintas yang sangat tinggi.
Jalan Raya primer disebut juga Jalan Arteri atau Jalan raya Utama yaitu
jalan tray yang berperan sebagai urat nadi perekonomian bangsa, berfungsi untuk
menjamin kelancaran lalu lintas orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Oleh sebab itu jalan raya primer umumnya menghubungkan natar kota yang bernilai
stategis dan potensial.
b. Sistem Jalan Raya Sekunder
Jalan raya sekunder merupakan jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa
distribusi untuk masyarakat dalam kota. Dan berfungsi menghubungkan wilayah yang

6
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

mempunyai funsi primer dan fungsi sekunder serta pelayanan jaringan jalan dari rumah
ke rumah.
Oleh sebab itu disebut Jalan kolektor (pengumpul/pembagi) yaitu berfungsi
untuk menjamin kelancaran mengumpulkan dan mendistribusikan baham-bahan pokok
kebutuhan masyarakat ke kota kecil.
Selain itu, jaringan jalan sekonder juga berfungsi untuk melayani keperluan lalu
lintas mulai dari jenis kendaraan berat, hingga kendaraan ringan. Dengan kecepatan
sedang hingga cepat, yaitu 40 sampai 80 km/jam.
Sistem jaringan jalan raya sekunder dibedakan pula menjadi :
1. Jalan Arteri Primer
Yaitu jalan yang menghubungkan antar ibu kota propinsi atau dengan ibu kota
kabupaten/kota dengan cirri antara lain :
a. Melayani lalu lintas kendaraan dengan kevepatan rencana diatas 60 km/jam.
b. Lebar jalur lalu lintas min. 2 X 3,75 m.
c. Jalan raya Arteri Primer tidak boleh terganggu oleh berbagai kegiatan lalu lintas
local.
d. Kapasitas jalan harus lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata.
e. Jalan masuk dibatasi secara efisien, sehingga kecepatan rencana dan kapasitas
jalan dapat tercapai.
f. Jalan rata Arteri primer tidak boleh terputus sekalipun jalan tersebut
memasuki/melewati daerah perkotaan.
2. Jalan Kolektor Primer
Yaitu jaringan jalan yang menghubungkan antar Ibu Kota kabupaten/Kota, atau
menghubungkan Kota kabupaten dengan kota Kecamatan dengan cirri antara lain :
a. Melayani lalu lintas dengan kecepatan rencana 40-80 km/jam
b. Lebari jalur perkerasan jalan min. 2 X 3,50 m.
c. Jalan kolektor primer tidak boleh terputus

7
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

d. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata.
e. Jaln masuk dibatasi, sehinnga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak
terganggu.
3. Jalan Lokal Primer
Yaitu jalan yang menghubungkan antar kota kecamatan, dengan kota pada
jenjang dibawahnya sampai persil dengan syarat antara lain, bahwa kecepatan
kendaraan dibawah 40 km/jam, dan lebar jalan min. 6 m.
4. Jalan Arteri Sekunder
Yaitu jalan yang menghubungkan antara kawasan primer dengan kawasan
sekunder, atau menghubungkan antara sesame kawasan sekunder dengan kawasan
persil dibawahnya dengan syarat antara lain :
a. mealayani lalu lintas dengan kecepatan rencana diatas 30 km/jam.
b. Lebar jalan lalu lintas min. 2 X 3,75 m.
c. Kapasitas jalan sama dengan atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata, dan
tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat.
5. Jalan Kolektor Sekunder
Yaitu jaln yang menghubungkan antar kawasan sekunder ke 1, atau jalan yang
mernghubungkan antar kawasan sekunder ke II dengan sekunder ke II. Dengan syarat
melayani kecepatan rencana rendah dan lebar jalur lalu lintas min. adalah 2 X 3 m.
2.5. Klasifikasi Jalan Menurut Kelas Jalan
Jalan raya diklasifikasikan berdasarkan karakteristik lalu lintas yang lewat,yaitu
menurut tingkat kepadatan arus lalu lintas pada waktu-waktu tertentu, serta menurut
jenis kendaraan, menurut ukuran dan daya angkut kendaraan serta berdasarkan beban
maksimum sumbu kendaraan bermotor yang diijinkan. Jumlah lalu lintas yang lewat
pada ke dua buah lajur lalu lintas lazuinmnya disebut Volume Lalu Lintas yaitu
berdasarkan jumlah lalu lintas Harian Rata-Rata dalam satu tahun, atau 365 hari.

8
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Rumus : LHR = Lalu lintas dalam setahun


365 hari
Karena lalu lintas yang lewat pada suatu jalan raya terdiri dari kendaraan ringan
sampai kendaraan berat, maak akan diperhitungkan factor Ekivalen Mobil Penumoang
(EMP) = 1. Dengan demikian LHR dihitung dengan mempergunakan satuan mobil
penumpang (SMP), yaitu jumlah masing-masing jenis kendaraan dilkalikan dengan nilai
factor ekivalen dari masing-masing jenis kendaraan yang bersangkutan.
Kelas-kelas jalan ini dapat dibaca oleh pengemudi-pengemudi mobil pada
papan-papan kelas jalan di ujung jalan. Dengan harapan semua pengemudi kendaraan
bermotor berat mengetahui dan mau menghindari lewat jalan-jalan yang dilarang karena
muatannva rnelebihi (beratnya tidak sesuai dengan kelas jalan).
Makin berat kendaraan-kendaraan yang melalui suatu jalan, rnakin berat pula
syarat-syarat yang ditentukan untuk pembuatan jalan itu.

Kelas I

Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat
melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tak terdapat
kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan
jalan-jalan raya yang berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang
terbaik dalam arti tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu lintas.

Kelas II

Kelas jalan ini mencakup semua jalaln-jalan sekunder. Dalam komposisi Ialu
lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Kelals jalan ini, selanjutnya berdasarkan komposisi
dan sifat lalu lintasnya, dibagi dalam tiga kelas, yaitu : IIA, IIB dan IIC.

Kelas IIA

Adalah jalan-jalan raya sekuder dua jalur atau lebih dengan konlstruksi
permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau yang setaraf, di mana dalam

9
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

komposisi lalu lihtasnya terdapat kendaraan lambat tapi, tanpa kendaraan tanpa
kendaraan yang tak bermotor. Untuk lalu lintas lambat, harus disediakan jalur tcrsendiri.

Kelas IIB

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan
dari penetrasi berganda atau yang setaraf di mana dalam komposisi lalu lintasnya
terdapat kendaraan lambat, tapi tanpa kendaraan yang tak bermotor.

Kelas IIC

Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan
dari jenis penetrasi tunggal di mana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan
lambat dari kendaraan tak bermotor.

Kelas III

Kelas jalan ini mencakup semua jalan-jalan penghubung dan merupakan


konstruksi jalan berjalur tunggal atau dua. Konstruksi pcrmukaan jalan yang paling
tinggi adalah pelaburan dengan aspal.
Kelas jalan menurut PP 43 tahun 1993 pasal 11 :
a.

Jalan kelas I, yaitu jalan arterti yang dapat dilalui kendaraan berotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar
dari 10 ton

b.

Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebih 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkn 10 ton.

c.

Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.

10
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

d.

Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton,

e.

Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.

Kelas jalan mnurut UU no.22 tahun 2009 pasal 19 ayat 2 :


a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan berotor
engan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm,ukuran panjang tidak melebihi 18.000
mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
b. Jalan kelas II, yatu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang
tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu
terberat 8 ton.
c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang
tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm dan muatan sumbu terberat
8 ton.
d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan
ukuran lebar melebihi 2.500 mm, ukuran panjang melebihi 18.000 mm, ukuran
paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.

11
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Adapun nilai factor Ekivalen dari setiap jenis kendaraan tersebut, menurut
beberapa sumbner adalah sbb :
Tabel 2. Daftar Nilai Ekivalen Kendaraan
JENIS LALU LINTAS

AASTHO (1954)

Mobil Penumpang

Truk Ringan < 5 ton

Truk Sedang < 10 ton

2,5

Truk Berat > 10 ton

Bus

Sepeda motor

Sepeda

0,5

Kendaraan tak Bermotor

Selanjutnya, setelah memperhitungkan jumlah total LHR dalam satuan SMP,


maka dapat ditetapakan klasifikasi jalan raya menurut kelas dengan berpedoman pada
daftar dibawah ini
Tabel 3. Ketentuan standar klasifikasi jalan raya
KLASIFIKASI JALAN RAYA

TOTAL LHR (SMP)

BEBAN GANDAR
TUNGGAL

KELAS
FUNGSI PELAYANAN
Jalan Raya Utama

Jalan Sekunder

Jalan penghubung

JALAN
I

>20000

> 10 ton

II A

600-20000

> 5 ton

II B

1500-8000

< 5 ton

II C

< 2000

< 2 ton

III

12
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

2.6. Klasifikasi Jalan Menurut Medan Topografi


Keadaan terrain suatu jaln raya dapat dibedakan menutrut topografi daerah
disekitarnya, yaitu diklasifikasikan sebagai daerah datar, berbukit, dan topografi
pegunungan. Penetapan keadaan terrain topografi tersebar didasarkan oleh besarnya
lereng melintang tegak lurus terhadap sumbu jaln yaitu diukur dari perbedaan tinggi
natara 2 titik yang terdapat pad kedua sisi luar badan jalan yang dinyatakan dalam
satuan persen. Pada umumnya posisi kedua titik tsb terletak pada daerah batas milik
jalan ( DMJ)
Rumus : Kemiringan Topografi = Beda Tinggi x 100 %
Jarak
Maka dapat ditetapkan klasifikasi medan topografi suatu badan jalan
berdasarkan ketentuan standar topografi pada table ini .
Tabel 4. Ketentuan standar klasifikasi medan topografi
KLASSIFIKASI TERRAIN MEDAN

LERENG MELINTANG (%)

TOPOGRAFI

0-9,99

Datar (D)

10-24,9

Bukit (B)

>25

Pegunungan )G)

2.7. Klasifikasi Jalan Menurut Penggolongan Layanan Administrasi


Pemerintah RI mempunyai hak menguasai atas penyelenggaraan lalu lintas dan
angkatan raya disebut wilayah kesatuan RI. Hak dan wewenang tersebut, meliputi:
1. Aspek pengaturan, yaitu perencanaan, perumusan, dan kebijaksanaan
2. Aspek

pengendalian,

yaitu

dalam

bidang

pembangunan

dan

operasi

penyelenggaraan lalu lintas, dan


3. Aspek pengawasan.

13
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Berdasarkan keputusan Persiden RI nomor 45 tahun 1974, maka Departemen


Pekerjaan umum ditugaskan atas nama Pemerintah memikul tanggungjawab untuk
melksanaakan haka dan wewenang hukum tersebut, serta mendapatketentuan-ketentuan
tentang pembangunan, pemeliharaan, dan pengaturan jalan raua di Indonesia.
Dengan demikian berdasarkan wewenang dan Tanggungjawab atas aspek-aspek
penyelenggaraan Lalu lintas, maka secara administratif penyelenggaraan jalan raya di
Indonesia diklasifikasikan:
1) Jalan Negara, yaitu semua jalan utama, yang berperan sebagi urat nadi pengendali
perekonomian bangsa, guna menjamin kelncaran pengangkutan hasil produksi dan
hasil bumi, serta untuk menjamin perindustrian bahan pokok kebutuhan masyarakat
sehari-hari di seluruh wilayah Nusantara. Jadi pemerintah pusat, dalam hal ini
Departemen pekerjaan umum RI memikul tanggung jawab dan mempunyai
wewenang sepenuhnya atas jalan negara tersebut.
2) Jalan Propinsi, yaitu jalan raya sekunder yang berada dalam wilayahnya, yang
berfungsi untuk menjamin kelancaran pengangkutan hasil produksi industri dan
hasl bumi, serta untuk mendistribusikan bahan kebutuhan pokok masyarakat seharihari, yaitu ibu kota propinsi ke kota-kota kabupaten dan kota-kota di sekitarnya.
3) Jalan Kabupaten/kota madya, yaitu semua ruas jalan sekunder dan jalan lokal yang
ada dalam wilayahnya. Jadi pemerintah daerah baik pemerintah tingkat I maupun
tingkat II, masing-masing memikul tanggung jawab sepenunya atas aspek
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan raya di daerahnya.

2.8. Klasifikasi Jalan Menurut Jenis Jalan


1) Jalan Express way (Jalan Cepat), yaitu jalan raya primer atau jalan arteri, akan
tetapi pada jalan ini prioritas jalan diberikan pada kendaraan untuk lalu lintas
menerus (bergerak lurus). Pada daerah persimpangan yang arus lalu lintasnya
saling memotong (crossing) jalan raya utama seharusnya dilengkapi dengan
persimpangan jalan yang tidak seimbang (Floyer). Kecepatan kendaraan rata-rata

14
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

diperkirakan hingga 100km/jam. Pengendalian jalan masuk ini dilakukan secara


penuh, sebagian terhadap pemakai jalan dan penghuni di daerah sekitarnya.
2) Jalan Free way (Jalan beban hambatan), yaitu jalan raya arteri yang
memungkinkan kendaraan bergerak dengan kecepatan labih dari 100 km/jam.
Dengan tanpa mengalami rintangan apapun, baik rintangan yang disebabkan oleh
adanya persimpangan jalan, dan oleh gerakan kendaraan membelok maupun oleh
para penyebrang jalan, dan hambatan-hambatan lain. Selain itu, jalan free way ini
harus disertai harus dengan system pengendalian jalan masuk penuh.
Jika dibandingkan dengan jenis jalan yang lain jalan bebas hambatan ini
merupakan jalan raya yang memiliki fasilitas tingkat tinggi dibangun dengan biaya
yang sangat mahal, akan tetapi jalan raya bebas hambatan ini juga memiliki
beberapa keuntungan atau kelebihan tertentu, antara lain:
-

mengurangi waktu tempuh, yang disebabkan oleh waktu yang hilang oleh
ditiadakannya beberapa rintangan dalam perjalanan

mengurangi terjadinya konflik lalu lintas terutama pada daerah persimpangan


jalan dan kecelakaan lalu lintas,

labih nyaman dan memenuhi persyaratan keamanan di sepanjang perjalanan


karena disepanjang jalan dibatasi oleh pagar pemisah dan pejalan kaki
dietmpatkan di luar daerah milik jalan,

bersifat permanent, dengan pengendalian jalan masuk di sepangjang jalan dapt


mencegah terjadinya pertumbuhan sector sosial ekonomi. Jika dibandingkan
dengan tanpa pengendalian jalan masuk, maka pada sepanjang jalan akan terjadi
pertumbuhan sector sosila ekonomi yang lebiih cepat.

Mengurangi biaya operasional kendaraan, antara lain pengurangan pemakain


bahan bahan baker dan bahan pelumas, mengurangi kebisingan dan polusi udara
serta meningkatnya daya tahan mesin dan perangkat kendaraan lainnya.

15
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

2.9. Klasifikasi Jalur Lalu-Lintas


Berhubungan dengan perbedaan kecepatan kendaraan yang menggunakan jalan
raya, maka jalan raya itu dibagi dalam berbagai jalur lalu-Iintas, vaitu:
1. Jalur lalu lintas pejalan kaki (trotoir di dalam kota bahu-bahu di luar kota).
2. Jalur lalu lintas untuk sepeda.
3. Jalur lalu lintas untuk sepeda motor.
4. Jalur lalu lintas untuk mobil. truk dan kendaraan lain yang sejenis.

Lebar Jalur Lalu-Lintas Untuk Sepeda


Jalur sepeda adalah jalur yang khusus diperuntukkan untuk lalu lintas untuk
pengguna sepeda dan kendaraan yang tidak bermesin yang memerlukan tenaga manusia,
dipisah dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas
pengguna sepeda. Penggunaan sepeda memang perlu diberi fasilitas untuk
meningkatkan keselamatan para pengguna sepeda dan bisa meningkatkan kecepatan
berlalu lintas bagi para pengguna sepeda. Di samping itu penggunaan sepeda perlu
didorong karena hemat energi dan tidak mengeluarkan polusi udara yang signifikan.
Lebar jalur lalu lintas untuk sepeda ditetapkan 0,75 m karena ukuran lebar
sepeda berikut pengendaranya kurang lebih 0,60 m.
Lebar Jalur Lalu-Lintas untuk Sepeda Motor
Lebar jalur lalu lintas untuk sepeda motor ditetapkan 1 m. Tetapi jika lalu lintas
kendaraan ini digabungkan dengan lalu lintas kendaraan penumpang lainnya (mobil
dll.), maka haruslah lebar jalur itu ditambah dengan 1-1,5 m. Kalau lalu lintas sepeda
motor itu harus diperbesar maka lebar jalur lalu lintas itu harus diperbesar menurut
keperluan.

16
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Lebar Jalur Lalu-Lintas Untuk Mobil, Truk Dan Kendaraan Bermotor Lainnya
Yang Sejenis
Lebar jalur lalu lintas untuk mobil, truk dan kendaraan-kendaraan lain yang
sejenis itu tidak dapat ditetapkan dengan setepat-tepatnya karena beraneka ragam
bentuk dan ukuran-ukuran kendaraan-kendaraan tersebut.
Sebelum menetapkan lebar jalur lalu lintas terlebih dahulu harus diadakan
penelitian dan pengamatan mengenai keadaan lalu lintas kendaraan-kendaraan di jalan
tersebut di kemudian hari.
Lebar jalan lalu lintas yang normal untuk mobil dan truk yang ditetapkan
diberbagai negara itu tidak sama. Sebagian perbandingan diberikan contoh sebagai
berikut: Lebar jalur lalu lintas yang normal untuk mobil dan truk di Amerika (U.S.A.)
dan di lnggris ialah 12 feet = 3,65 m, di Negeri Belanda 3,60 m dan di Jerman Barat
3,75 m.
Di Indonesia lebar jalur lalu lintas itu ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga
seperti yang tercantum, pada daftar "Standar Perencanaan Geometrik".
Standar desain geometri untuk Trans Asia dan standar nasional ditetapkan seperti pada
Tabel-2 dan Tabel-3. Dalam PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan pada pasal 31 (3)
mengklasifikasi kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan sebagai berikut:
1) Jalan Bebas Hambatan, yaitu jalan minimum 4 lajur 2 arah dengan median,
kontrol akses penuh, dan pagar pembatas atas kepemilikan jalan (rumija),
dengan lebar lajur paling sedikit 3,50 m.
2) Jalan Raya, yaitu jalan minimum 4 lajur 2 arah terbagi dengan kontrol akses
yang terbatas, dengan lebar lajur paling sedikit 3,50 m.
3) Jalan Sedang, yaitu jalan 2 lajur 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 7,00 m,
dan;
4) Jalan Kecil, yaitu jalan 2 lajur 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,50 m.

17
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Tabel 5. Klasifikasi & Spesifikasi Jalan berdasarkan Penyediaan Prasarana Jalan

Tabel 6. Klasifikasi & Spesifikasi Jalan berdasarkan MST

18
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Tabel 7. Persyaratan teknis jalan (PP34/2006)

2.1.4 Klasifikasi Jalan Menurut Wewenang Pembinaan


Jaringan jalan dikelompokkan menurut wewenang pembinaan, terdiri dari :
A. Jalan Nasional
-

Jalan Arteri Primer.

Jalan Kolektor Primer yang menghubungkan antar ibukota propinsi.

Jalan selain dari yang termasuk arteri / kolektor primer , yang


mempunyai nilai strategis terhadap kepentingan nasional, yakni jalan
yang tidak dominan terhadap pengembangan ekonomi, tetapi mempunyai
peranan jaminan kesatuan dan keutuhan nasional, yakni melayani daerah
daerah yang rawan dan lain - lain.

B. Jalan Propinsi
- Jalan Kolektor Primer, yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota
Kabupaten/Kotamadya.

19
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

- Jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota

kabupaten

kotamadya.
- Jalan selain dari yang disebut diatas, mempunyai nilai strategis terhadap.
kepentingan propinsi,

yakni jalan biarpun tidak dominan terhadap

perkembangan ekonomi, tetapi mempunyai peranan tertentu dalam menjamin


terselenggaranya pemerintahan dalam pemerintah daerah.
- Jalan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, kecuali jalan yang termasuk Jalan
Nasional.
C. Jalan Kabupaten
- Jalan Kolektor Primer, yang tidak termasuk dalam kelompok jalan Nasional
dan Kelompok Jalan Propinsi.
- Jalan Lokal Primer.
-

Jalan Sekunder Lain, selain sebagaimana dimaksud sebagai jalan Nasional

dan jalan propinsi.


- Jalan selain yang disebutkan diatas, mempunyai nilai strategis terhadap
Kepentingan, yakni jalan yang walaupun

tidak dominan terhadap

pengembangan ekonomi, tetapi mempunyai peranan tertentu dalam menjamin


terselenggaranya pemerintahan dalam pemerintah daerah.
D. Jalan Kotamadya
- Jaringan Jalan Sekunder di dalam Kotamadya.
E. Jalan Desa
-

Jaringan jalan sekunder didalam desa, yang merupakan hasil swadaya

masyarakat, baik yang ada di desa maupun di kelurahan.


F. Jalan khusus
- Jalan yang dibangun dan dipelihara oleh instansi / Badan Hukum / Perorangan
untuk melayani kepentingan masing masing.

20
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Tebel 8. Klasifikasi Jalan Antar Kota


Fungsi

Kelas

Muatan Sumbu Terberat (ton)

Arteri

>8

II

10

III A

Kolektor

III A

Lokal

III B

III C

2.

Klasifikasi Jalan Perkotaan

a.

Jalan Tipe I (Pengaturan jalan Masuk : Penuh)


Tabel 9. Klasifikasi jalan tipe I
Fungsi

Kelas

PRIMER

Arteri

II

Kolektor
SEKUNDER

II

Arteri

21
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

c. Jalan Tipe II (Pengaturan Jalan Masuk : Sebagian atau tanpa Pengaturan)


Tabel 10. Klasifikasi jalan tipe II
Fungsi

Volume Lalu Lintas

Kelas

(dalam SMP)
Primer - Arteri

- Kolektor

> 10.000

< 10.000

II

> 20.000

< 20.000

II

- Kolektor

> 6.000

II

- Jalan Lokal

< 6.000

III

> 500

III

< 500

IV

Primer - Arteri

2. Klasifikasi Jalan Kabupaten


Table 11. Klasifikasi Jalan Kabupaten
Fungsi

Volume Lalu Lintas

Kelas

Kecepatan

(dalam SMP)

(Km / Jam)
D

SEKUNDER

> 500

III A

50

40

30

Jalan Lokal

201 500

III B1

40

30

30

50 200

III B2

40

30

30

< 50

III C

30

30

20

( Sumber: Petunjuk Perencanaan Teknis jalan Kabupaten 1992 Dirjen Bina Marga)

22
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

2.10. Bagian Jalan


1.

Daerah Manfaat Jalan ( DAMAJA )


UU 13/1980 tentang jalan dan PP 26/85 tentang jalan menyebutkan bahwa
DAMAJA adalah suatu ruang sepanjang jalan, yang dibatasi oleh lebar, tinggi
dan kedalaman ruang bebas tertentu, yang dimanfaatkan untuk konsturksi jalan,
terdiri dari badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya,

2.

Daerah Milik Jalan (DAMIJA) atau ROW (Right of Way), meliputi Damaja dan
sejalur tanah tertentu, dibatasi oleh patok tanda batas DAMIJA,

3..

Daerah Pengawasan Jalan (DAWASJA) adalah sejalur tanah, yang terletak


diluar DAMIJA yang penggunaannya diawasi oleh Pembina jalan, dengan
maksud agar tidak mengganggu pandangan pengemudi dan bangunan konstruksi
jalan,

4.

Tanah Dasar (Subgrade) adalah lapisan tanah asli / tidak asli yang disiapkan /
diperbaiki kondisinya, untuk meletakkan perkerasan jalan.

2.11. Geometrik Jalan


A.

Penampang Melintang Jalan

1.

Jalur Lalu Lintas adalah bagian jalan yang

digunakan

untuk

lalu

lintas

kendaraan yang secara fisik berupa perkerasan jalan.


2.

Lajur adalah bagian jalur lalu lintas yang memanjang, diabatasi oleh marka lajur
jalan, memiliki lebar yang cukup untuk dilewati suatu

kendaraan bermotor

sesuai kendaraan rencana.


3.

Bahu jalan adalah bagian jalan yang berdampingan di tepi jalur lalu lintas, dan
harus diperkeras, berfungsi untuk lajur lalu lintas darurat, ruang bebas samping
dang penyangga perkerasan terhadap beban lalu lintas.

4.

Median adalah bagian jalan yang secara fisik memisahkan dua jalur lalu lintas
yang berlawanan arah, guna memungkinkan kendaraan bergerak cepat dan
aman. Fungsi median adalah : memisahkan dua aliran lalu lintas yang
berlawanan, ruang lapak tunggu penyeberangan jalan, penempatan fasilitas
jalan, tempat prasarana pekerjaan sementara, penghijauan, pemberhantian

23
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

darurat, cadangan lajur dan mengurangi silau dari lampu kendaraan pada malam
hari dan dari arah berlawanan.
5.

Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak pada DAMIJA, diberi lapisan
permukaan, diberi elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan dan
umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.

6.

Saluran tepi/samping, adalah selokan yang berfungsi untuk menampung dan


mengalirkan air hujan, limpasan dari permukaan jalan dan daerah sekitarnya.

7.

Jalur parkir adalah jalur khusus yang disediakan untuk parkir atau berhenti yang
merupakan bagian dari jalur lalu lintas.

8.

Jalur lalu lintas lambat adalah jalur yang ditentukan khusus untuk kendaraan
lambat.

9.

Jalur putaran adalah jalur khusus kendaraan yang disediakan untuk percepatan /
perlambatan kendaraan pada saat akan masuk / keluar jalur lalu lintas menerus.

Elemen Geometrik
1.

Alinyemen Horisontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horisontal ,


terdiri dari bagian lurus dan lengkung.

2.

Alinyemen Vertikal adalah potongan bidang vertikal dengan bidang permukaan


perkerasan jalan, melalui sumbu/as jalan, yang umumnya di sebut profil /
penampang memanjang jalan.

3.

Alinyemen pada tikungan adalah seluruh bagian dari lengkung peralihan dan
lengkung lingkaran.

4.

Jalur Pendakian adalah jalur jalan yang disediakan pada bagian ruas jalan
dengan kemiringan besar, untuk menampung kendaraan berat pada saat
menanjak, agar tidak mengganggu kendaraan lain, yang lebih cepat.

5.

Jalur samping adalah jalan yang dibangun sejajar sepanjang jalur lalu lintas
menerus, berfungsi sebagai akses tambahan pada lahan sekitar atau jalan lokal,
biasa dipisahkan oleh struktur fisik.

6.

Pengaturan jalan masuk adalah suatu kaidah mengenai jalan masuk, yang
diterapkan memalui suatu aturan dan hak jalan masuk umum dari dan ketempat
tempat yang berada disepanjang jalan.

24
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

7.

Ruang bebas jalan adalah ruang pengandaian yang dibuat pada permukaan jalan
yang hanya disediakan untuk kendaraan atau pejalan kaki, dimana dalam batas
ruang tersebut, tidak diijinkan adanya struktur lain selain struktur jalan, pohon
atau benda yang bergerak lainnya.

Komponen Geometrik
1.

Jari jari lengkung / tikungan adalah jari jari tikungan yang ditarik dari pusat
lengkung dengan memenuhi kriteria geometrik yang disyaratkan.

2.

Derajat kelengkungan adalah sudut yang dibentuk oleh kedua jari jari suatu
kelengkungan atau tikungan yang menghasilkan panjang busur 25 m.

3.

Kelandaian adalah kemiringan memanjang dari suatu bagian ruas jalan.

4.

Superelevasi jalan adalah kemiringan melintang permukaan jalan pada bagian


tikungan suatu alinyemen horisontal yang dibuat untuk mengimbangi gaya
sentrifugal diakibatkan oleh kendaraan.

5.

Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang digunakan untuk


mengadakan peralihan dari bagian jalan yang lurus ke bagian jalan yang
mempunyai jari jari lengkung dengan kemiringan tikungan tertentu atau
sebaliknya.

6.

Bagian tangen adalah bagian yang berbentuk lurus, sebelum atau sesudah terjadi
perubahan bentuk menjadi suatu lengkungan pada suatu tikungan.

7.

Bagian lengkung adalah bagian berbentuk lengkung yang merupakan transisi


peralihan dan penyesuaian kecepatan kendaraan, pada saat meninggalkan atau
menuju bagian tangen kembali kebagian lurus suatu ruas jalan. Bagian lengkung
ini biasanya berbentuk spiral atau lingkaran.

8.

Daerah bebas samping adalah ruang yang disediakan pada suatu tikungan agar
pengemudi mempunyai kebebasan pandangan, sesuai jarak pandang yang
dipersyaratkan.

9.

Pelebaran tikungan adalah penambahan lebar suatu perkerasan agar kendaraan ,


pada saat melewati tikungan dengan kecepatan tertentu, tetap pada jalur yang
sudah ditentukan.

25
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Perencanaan Geometrik
1.

Kecepatan Rencana adalah kecepatan maksimum yang aman dan bisa tetap
dipertahankan pada suatu ruas jalan, apabila keadaan jalan tersebut baik dan
sesuai dengan yang ditentukan dengan yang ditentukan dalam perencanaan awal.

2.

Kendaraan rencana adalah kendaraan dengan berat, dimensi dan karateristik


operasi tertentu yang digunakan untuk perencanaan jalan, agar dapat
menampung kendaraan dari tipe yang direncanakan.

3.

Volume lalu lintas harian rata rata (LHR) adalah volume total kendaraan yang
melintasi suatu titik atau ruas jalan untuk kedua jurusan selama satu tahun dibagi
jumlah hari dalam satu tahun.

4.

Volume jam rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas perjam, pada
jam sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari
perkalian VLHR dengan faktor K (faktor volume lalu lintas jam sibuk).

5.

Volume lalu lintas harian rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas
harian, untuk masa yang akan datang, pada bagian jalan tertentu.

6.

Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang, yang


digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas
dan pengawasan yang berlaku.

7.

Kapasitas adalah volume lalu lintas maksimum (mantap) yang dapat


dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu yang
merupakan jumlah lalu lintas atau kendaraan yang dapat melewati suatu
penampang dalam waktu, kondisi jalan dan lalu lintas tertentu.

8.

Tingkat pelayanan adalah tolak ukur untuk menilai kualitas pelayanan suatu
sistem transportasi jalan.

9.

Gaya sentrifugal adalah gaya yang mendorong kendaraan ke arah radial keluar
dari lajur jalan, akibat suatu kecepatan kendaraan yang melalui tikungan.

10.

Koefisien geser melintang adalah besarnya besarnya gesekan yang timbul antara
ban kendaraan dengan permukaan jalan dan arah melintang jalan.

11.

Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depan.

26
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

12.

Jarak pandang menyiap adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan

mendahului kendaraan lain didepannya, dengan aman sampai kendaraan tersebut


kembali ke lajur semula.

Gambar 1. Ruang Jalan

Sumber: UU 38/2004 & PP 34/2006, tentang Jalan

Gambar 2. Tipikal Jalan Raya

27
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Gambar 3. Tipikal Jalan Sedang

Gambar 4. Tipikal jalan Kecil

28
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Tabel 12. Pembagian Jalan

Tabel 13. Definisi Tingkat Pelayanan PerMen Hub No 14/2006

29
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

2.12. Standar Geometri


Pada prinsipnya standar geometrik jaringan jalan Trans Asia mengacu kepada
AASHTO sebagaimana yang dikembangkan di Indonesia. Klasifikasi jalan Trans Asia
dibagi ke dalam empat kelas yaitu Primer, kelas I, II, dan III seperti diberikan pada
Tabel-1 berikut.
Tabel 14. Standar jalan Trans Asia

Tabel 15. Standar Trans Asia

Sumber: Asian Highway ; L=level; R=rolling; M=mountainous; S=steep

30
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Tabel 16. Standar Indonesia

Sumber: Iskandar, 2008; D=datar; B=bukit; G=gunung


Membandingkan standar desain jalan pada UU No.38 tahun 2004, PP No. 34
tahun 2006, standar gometrik jalan antar kota [Kusnandar, 2008], serta standar desain
Trans Asia, pada prinsipnya standar desain jalan yang diterapkan di Indonesia sebagian
besar memenuhi standar Trans Asia. Beberapa bagian standar jalan nasional yang sudah
beroperasional yang dipandang secara teknis masih di bawah standar Trans Asia antara
lain:
a. Lebar ROW; di dalam standar jalan Indonesia menetapkan ROW jalan minimal 30
meter untuk jalan bebas hambatan dan 25 meter untuk jalan raya. Trans Asia
menetapkan lebar ROW 50 meter untuk kelas jalan primer 4/2-D dan 40 meter untuk
jalan kelas I. Membandingkan perbedaan ROW jalan lebih berimplikasi kepada
perbedaan ruang bebas samping. ROW jalan yang lebih lebar akan memberi ruang
bebas samping yang lebih luas dibandingkan dengan ROW yang lebih rendah.
Mengikuti standar Trans Asia jelas akan meningkatkan tingkat keselamatan, akan tetapi
di sisi lain memiliki konsekuensi pendanaan untuk pelebaran ROW jalan yang tidak
kecil bila diterapkan untuk semua ruas jalan yang menjadi bagian Trans Asia.
b. Vertical Clearance; tinggi ruang bebas jalan yang akan diterapkan untuk semua ruas
jalan nasional yang menjadi bagian Trans Asia harus mempertimbangkan standar Trans

31
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Asia. Standar tinggi ruang bebas yang ditetapkan Trans Asia adalah 4,50 meter. Secara
prinsip di dalam standar geometrik jalan Indonesia sebetulnya sudah menetapkan 5,00
meter. Pertanyaannya apakah semua ruas jalan nasional, kecuali jalan tol, sudah
menerapkan standar yang sama ?
c. Lebar perkerasan jalan; konsekuensi penerapan Trans Asia di sejumlah negara mau
tidak mau harus mengikuti standar yang ditetapkan oleh Trans Asia termasuk lebar lajur
jalan nasional. Berdasarkan data yang didapatkan, pada sebagian besar ruas jalan
nasional yang menjadi bagian Trans Asia, beberapa segmen ruas jalan masih di bawah
standar Trans Asia untuk kelas arteri primer. Lebar jalan nasional yang masih di bawah
7,00 meter masih berkisar 62% pada koridor AH-25, sedangkan untuk koridor AH-2
hanya berkisar 1,4%. Untuk koridor AH-25 diperkirakan masih banyak memerlukan
usaha untuk bisa menyesuaikan diri dengan standar Trans Asia.
d. Lebar bahu jalan; lebar bahu masih menjadi persoalan bila mengikuti standar Trans
Asia, yang menstandarkan lebar bahu jalan untuk arteri primer 2,00-3,50 meter. Kondisi
eksisting lebar bahu jalan nasional memperlihatkan sebagian masih berada di bawah
2,00 meter baik untuk koridor AH-25 dan koridor AH-2. Oleh karena itu tugas berat
kedepan adalah bagaimana menyiapkan bahu yang standar yang tentu saja memiliki
konsekuensi pendanaan yang tidak kecil.
Sedangkan beberapa permasalahan yang akan muncul untuk ruas jalan nasional
di mana pada ruas jalan Trans Asia di negara lain tidak diulas antara lain :
a) Pembatasan akses; pembatasan akses sebagai persyaratan jalan arteri primer masih
menjadi persoalan di ruas-ruas jalan nasional. Sebuah pertanyaan yang menarik dari
para ahli jalan yang sering menggelitik adalah dapatkah ruas Pantura Jawa sebagai ruas
arteri primer dipandang sebagai kelas jalan raya dengan fungsi arteri? Permasalahan ke
depan adalah bagaimana menerapkan standar geometrik secara maksimal pada ruas-ruas
jalan arteri primer sesuai kelas dan fungsinya.
b) Pembatasan bukaan median; di negara-negara maju penggunaan U-Turn tidak
sepopuler di Indonesia. Penggunaan U-Turn untuk ruas-ruas jalan arteri primer yang
32
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

didesain dengan kecepatan relatif tinggi sangat beresiko terhadap konflik lalu lintas
yang pada akhirnya akan menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
c) Drainase jalan; kebanyakan drainase jalan ruas-ruas jalan nasional, sebagaimana
diungkapkan oleh berbagai media, masih memerlukan perhatian tersendiri. Bentuk dan
dimensi drainase jalan harus didesain sedemikian rupa agar mampu mengalirkan air di
permukaan jalan dengan baik. Fakta yang sering dihadapi pada kondisi eksisting,
seringkali air permukaan jalan tidak teralirkan dengan baik sehingga mengakibatkan
banjir. Selain berpengaruh terhadap kerusakan jalan, kondisi ini juga berpengaruh
terhadap kecelakaan lalu lintas. Penanganan drainase jalan ke depan harus
mempertimbangkan pengaruh banjir akibat perubahan iklim global.
d) Lalu lintas sepeda motor; Populasi penggunaan sepeda motor di negara-negara Asia
termasuk Indonesia tergolong tinggi. Akan tetapi, keberadaan sepeda motor pada ruasruas jalan Trans Asia tidak mendapatkan perhatian khusus. Tingginya proporsi
kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor di negara-negara Asia (81% untuk
Indonesia) seyogianya menjadi catatan penting di dalam penyediaan prasarana yang
berkeselamatan bagi semua pengguna jalan. Riset berkaitan dengan sepeda motor
dipandang perlu guna memberi saran penting terhadap kebijakan lajur sepeda motor di
Indonesia. Puslitbang Jalan dan Jembatan dalam dua tahun terakhir telah melakukan
beberapa kajian penting, sambil menunggu kebijakan perlu tidaknya lajur sepeda motor.
Dalam waktu dekat, Puslitbang Jalan dan Jembatan akan melakukan seminar nasional
terkait dengan infrastruktur sepeda motor.
Mempertimbangkan perkembangan penggunaan sepeda motor yang tumbuh
cepat, pesatnya pengembangan penyediaan angkutan masal untuk orang, munculnya
kemacetan-kemacetan, dan kecelakaan lalu-lintas yang banyak melibatkan sepeda
motor, serta klasifikasi jalan, maka perlu untuk dipikirkan pengembangan infrastruktur
jalan sebagai berikut:
1) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, dalam tingkat
kepadatan tertentu dimana volume sepeda motor belum tinggi, dapat dilakukan

33
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, sepeda motor
diwajibkan hanya menggunakan lajur paling kiri.
2) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, jika tingkat kepadatan
lalu-lintas cukup tinggi dimana volume sepeda motor juga cukup tinggi, perlu dilakukan
pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, dapat
dikembangkan jalur lambat yang sejajar dengan jalur utama, dipisahkan oleh jalur
pembagi, sebagai jalan untuk sepeda motor bercampur dengan kendaraan lambat
lainnya.
3) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan sedang, pada tingkat
kepadatan tertentu dan volume sepeda motor cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan
sepeda motor dari kendaraan bermotor roda-4. Pemisahan tersebut dapat dilakukan
dengan meningkatkan jalan dimana bahu jalan diperlebar untuk jalan sepeda motor dan
kendaraan lambat lainnya, atau meningkat menjadi jalan raya sesuai butir 1) atau butir
2) di atas.
4) Bila kebutuhan sepeda motor sudah cukup tinggi sehingga sudah sangat tidak efisien
jika digabungkan dengan kendaraan bermotor roda-4, maka perlu dipikirkan kedepan
bagaimana pengembangan Jalur Khusus Sepeda Motor (JKSM) yang merupakan
pengembangan dari jaringan jalan yang ada.
Pengaturan kecepatan aliran lalu-lintas yang diizinkan dalam setiap ruas jalan
tersebut, dapat mengacu kepada batasan-batasan kecepatan rencana yang diatur dalam
PP 34/2006. PP tersebut mengatur bahwa untuk jalan arteri dalam sistem primer,
kecepatan rencana minimum 60km/jam, sementara itu dalam sistem sekunder minimum
30km/jam. Kecepatan yang diizinkan untuk pengguna jalan dibatasi tidak melebihi
kecepatan rencana jalan tersebut.
1) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, dalam tingkat
kepadatan tertentu dimana volume sepeda motor belum tinggi, dapat dilakukan
pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, sepeda motor
diwajibkan hanya menggunakan lajur paling kiri.
34
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

2) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, jika tingkat kepadatan
lalu-lintas cukup tinggi dimana volume sepeda motor juga cukup tinggi, perlu dilakukan
pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, dapat
dikembangkan jalur lambat yang sejajar dengan jalur utama, dipisahkan oleh jalur
pembagi, sebagai jalan untuk sepeda motor bercampur dengan kendaraan lambat
lainnya.
3) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan sedang, pada tingkat
kepadatan tertentu dan volume sepeda motor cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan
sepeda motor dari kendaraan bermotor roda-4. Pemisahan tersebut dapat dilakukan
dengan meningkatkan jalan dimana bahu jalan diperlebar untuk jalan sepeda motor dan
kendaraan lambat lainnya, atau meningkat menjadi jalan raya sesuai butir 1) atau butir
2) di atas.
4) Bila kebutuhan sepeda motor sudah cukup tinggi sehingga sudah sangat tidak efisien
jika digabungkan dengan kendaraan bermotor roda-4, maka perlu dipikirkan kedepan
bagaimana pengembangan Jalur Khusus Sepeda Motor (JKSM) yang merupakan
pengembangan dari jaringan jalan yang ada.
Pengaturan kecepatan aliran lalu-lintas yang diizinkan dalam setiap ruas jalan tersebut,
dapat mengacu kepada batasan-batasan kecepatan rencana yang diatur dalam PP
34/2006. PP tersebut mengatur bahwa untuk jalan arteri dalam sistem primer, kecepatan
rencana minimum 60km/jam, sementara itu dalam sistem sekunder minimum
30km/jam. Kecepatan yang diizinkan untuk pengguna jalan dibatasi tidak melebihi
kecepatan rencana jalan tersebut.
Dimensi dan MST Kendaraan
Jika diperkirakan dengan beroperasinya Trans Asia di Indonesia akan membawa
sejumlah konsekuensi tersendiri terutama bagi lalu lintas nasional. Dimensi kendaraan
sebagai salah satu parameter di dalam perencanaan desain geometri harus
mempertimbangkan dimensi kendaraan yang beroperasi di negara-negara Asia lainnya.
Demikian juga dengan penerapan MST untuk ruas-ruas jalan nasional yang menjadi
35
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

bagian dari Trans Asia harus mempertimbangkan MST di negara-negara lainnya. Untuk
Indonesia, dimensi kendaraan dan MST yang berlaku adalah seperti diberikan pada
Tabel-4. Dimensi dan MST kendaraan pada tabel tersebut merupakan standar pelayanan
jalan berdasarkan klasifikasi, fungsi dan pemanfaatannya sebagaimana termuat di dalam
UU No. 38 tahun 2004 dan PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan, serta PP No. 44 tahun
1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, dan revisi UU No. 14 tahun 1992 (yang saat
ini sedang dalam pengesahan).
Dimensi dan MST kendaraan sebagaimana diatur di dalam perundang-undangan
menjadi standar minimum [Iskandar, 2008] yang harus dipenuhi guna mewujudkan
keselamatan transportasi darat. Penerapan dimensi dan MST kendaraan untuk ruas arteri
bagi ruas-ruas jalan yang menjadi bagian Trans Asia khusus untuk jalan kelas I dengan
fungsi arterial dijinkan dengan MST >10 ton. Namun bila memasuki kelas dan fungsi
jalan yang lebih rendah, tentunya diperlukan pengaturan sehingga kendaraan dengan
MST>10 ton tidak serta merta diperkenankan. Oleh karena itu, tantangan ke depan
perpindahan moda berdasarkan ukuran dan MST kendaraan harus difasilitasi dengan
terminal barang. Di sisi lain, untuk ruas-ruas jalan Trans Asia baik pada koridor AH-2
dan AH-25 yang belum memiliki standar jalan dengan MST>10 ton ke depan harus
menyesuaikan dengan standar Trans Asia untuk jalan kelas primer dan kelas I yang
berstandar MST 10 ton. Pembatasan beban seperti yang dinyatakan di dalam
perundang-undangan pada dasarnya selain untuk mewujudkan parasarana transportasi
yang aman, juga untuk mencegah terjadinya overloading yang dapat berdampak
terhadap kerusakan permukaan jalan. Konsekuensi kerusakan jalan tidak saja terhadap
terjadinya penurunan umur rencana jalan, tetapi memiliki dampak yang lebih luas ke
bidang lain seperti kecelakaan lalu lintas dan makin lamanya waktu perjalanan,
sebagaimana yang terjadi pada ruas-ruas jalan di jalur Pantura Jawa.
2.13. Tingkat Pelayanan (Level Of Service)
Adalah tolak ukur digunakan untuk menyatakan kualitas pelayanan suatu jalan.
Tingkat pelayanan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kecepatan perjalanan dan
perbandingan antara volume dengan kapasitas (V/C). Kecepatan perjalanan merupakan
indikator dari pelayanan jalan, makin cepat berarti pelayanan baik atau sebaliknya.
36
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

Highway Capacity Manual membagi tingkat pelayanan jalan menjadi 6 kendaraan ,


yaitu :
1.

Tingkat Pelayanan A , dengan ciri ciri :


- Arus lalu lintas tanpa hambatan
- Volume dan kepadatan lalu lintas rendah
- Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi.

2.

Tingkat Pelayanan B, dengan ciri ciri :


- Arus lalu lintas stabil
- Kecepatan mulai dipengaruhi oleh kendaraan lalu lintas, tetapi dapat

dipilih
sesuai kehendak pengemudi
3.

Tingkat Pelayanan C, dengan ciri ciri :


- Arus lalu lintas masih stabil
- Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh
besarnya volume lalu lintas.

4.

Tingkat Pelayanan D, dengan ciri ciri :


- Arus lalu lintas sudah mulai tidak stabil
- Perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan
perjalanan

5.

Tingkat Pelayanan E, dengan ciri ciri :


- Volume lalu lintas sudah tidak stabil
- Volume kira kira sama dengan kapasitas
- Sering terjadi kemacetan

6.

Tingkat Pelayanan F, dengan ciri ciri :


- Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah
- Seringkali terjadi kemacetan
- Arus lalu lintas rendah

37
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

BAB III
KAJIAN
3.1.Kajian
Dilihat dari ketentuan dan peraturan pada Bab II, menunjukan bahwa
adanya perkembangan suatu peraturan lalu lintas dan jalan dari tahun 1992
hingga tahun 2009. Dalam perkembangan yang paling signifikan terjadi pada
pembagian kelas jalan yang dimana pada PP no 43 tahun 1993 yang
mengklasifikasikan jalan menjadi kelompok jalan kelas I, II, IIIA, IIIB dan IIIC
dan pada UU no.22 tahun 2009 mengklasifikasi kelmopok jalan menjadi kelas
I,II,III dan Jalan khusus. Untuk klasifikasi jalan menurut jenis, fungsi pelayanan,
topografi dan administrasi tidak terjadi perubahan yang signifikan.
Lalu perkembangannya saat ini bahwa kita dapat merencanakan
bagaimana lebar ruas jalan dan alternative desain untuk berbagai jenis jalan,
jenis kendaraan hingga daerah tertentu karena lebar ruas jalan sangat
berpengaruh dari social, budaya dan ekonomi, misalnya di daerah kota akan
sangat diperlukan lebar tambahan untuk lajur sepeda dan lain sebagainya. Dari
hal tersebut dapat pula dipelajari dari undang undang dan peraturan
pemerintah dari 1980 hingga 2009. Dari hal tersebut kita dapat mempelajari
bagaimana sebuah peraturan terus berkembang menyesuaikan kebutuhan
pengguna jalan raya dan kita harus mematuhinya.
Klasifikasi jalan berdasarkan fungsi/peran merupakan hal mendasar
namun mempunyai peranan yang sangat penting dalam merencanakan suatu
sistem jaringan jalan. Telah disinggung dalam penjelasan di atas tentang
peraturan yang harus dipatuhi dalam merencanakan suatu sistem jaringan jalan
dan fungsi sistem jaringan jalan untuk suatu wilayah. Namun menurut penulis
peraturan peraturan yang diterapkan dalam perencanaan suatu sistem jaringan
jalan belum sepenuhnya berhasil, karena banyak jaringan jalan yang digunakan
belum tepat pada sasaran, contohnya pada jalan lokal primer, jalan ini sengaja
didesain dengan lebar jalan tidak kurang dari 6 m. Tetapi pada kenyataanya

38
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

terjadi penyempitan badan jalan akibat adanya pedagang pedagang kaki lima
yang menjualan dangannya di pinggir jalan sampai masuk ke badan jalan, hal ini
yang dapat mengakibatkan kemacetan dan kecelakaan, sehingga tujuan dari
perencanaan jalan yang memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna
jalan belum tercapai dengan baik. Begitu pula pada jalan lokal sekunder, jalan
lokal primer yang didesain dengan lebar jalan tidak kurang dari 5 m, badan
jalannya menyempit karena banyak pedagang yang berdagang sampai masuk ke
badan jalan.
Hal hal inilah yang dapat merusak jalan, karena secara tidak langsung
sampah sampah pedagang berserakan dipinggir jalan sehingga sistem drainase
yang terdapat pada sisi sisi jalan tersumbat maka jika terjadi hujan yang besar
air akan meluap dengan membawa sampah sampah yang ada di dalamnya,
jalan pun yang harusnya bersih dari sampah dan mempunyai sistem drainase
yang berfungsi dengan baik malah menjadi banyak sampah dan sistem drainase
tersumbat. Tentunya masih banyak hal hal yang bermasalah dalam pemakaian
jalan ini akibat kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
lingkungan sekitarnya.
Jalan harus didesain agar kendaraan dapat melewatinya.

Produksi

kendaraan akhir akhir mulai mengalami peningkatan, tetapi peningkatan


produksi kendaraan ini tidak diimbangi dengan peningkatan jalan, sehingga kita
dapat melihat kemacetan dimana-mana, seharusnya pemerintah harus segera
menyelesaikan masalah ini karena jika tidak diselesaikan dengan cepat akan
bertambah masalah-masalah baru lagi. Jika volume kendaraan yang melewati
jalan melebihi syarat perencanaan yang diijinkan ,mak dapat mengakibatkan
kerusakan pada jalan.

39
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014

BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian dari berbagai ketentuan dan peraturan jalan
yang

ada di Indonesia bahwa dalam perkembangnya peraturan-peraturan

tersebut mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan bentuk kendaraan


dan volume kendaraan. Perkembangan yang terjadi sangat signifikan pada
perubahan klasifikasi kelas jalan yangterus mengalami perubahan. Untuk
ketentuan lain berkembang menurut kebutuhan tiap daerah seperti halnya di
dalam perkotaan harus dibuat jalur khusus sepeda pada daerah jalan.

4.2.Saran
Diperlukan suatu pembuatan pedoman yang tidak hanya berbentuk tulisan
yang dikeluarkan oleh pemerintah melainkan harus dikembangkan lagi dalam
bentuk teblaris dan gambar.

40
Zaky Prawira (1103614) Prodi Teknik Sipil S-1 UPI

Anda mungkin juga menyukai