BAB I
PENDAHULUAN
1
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
2
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
BAB II
3
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
4
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
2. Jalan provinsi
Jalan provinsi merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau
antaribukota kabupaten/kota dan jalan strategsi provinsi.
3. Jalan kabupaten
Jalan kabupaten merupakan jalan lokal dalam sistem jaringan primer, yang
menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antaribukota
kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antarpusat kegiatan
lokal, serta jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder dalam wilayah
kabupaten, dan jalan strategis kabupaten.
4. Jalan kota
Jalan kota adalah jalan umum dalam sistem jaringan jalan sekunder yang
menghubungkan antarpusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat
pelayanan dengan persil, menghubungkan antarpersil, serta menghubungkan
antarpusat permukman yang berada di dalam kota.
5. Jalur desa
Jalur desa merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau
permukiman di dalam desa, serta jalan lingkungan.
Jalan Raya menurut undang-undang Nomor 13 tahun 1980 tentang Jalan raya,
serta peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 1985, maka sistem jaringan jalan raya di
Indonesia dibedakan atas sistem jalan raya primer dan sistem jalan sekunder.
Jalan Arteri: Jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan
jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara
efisien,
5
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
Sistem jalan raya primer adalah system jaringan jalan dengan peranan pelayanan
jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah pada tingkat nasional, yaitu denagn
semua simpul distribusi yang kemudian berwujud kota. Pada system ini jaringan jalan
raya primer menghubungkan simpul-simpul jasa distribusi penting meliputi :
a. Jalan raya dalam satu satuan wilayah pengembangan yang menghubungkan secara
menerus ibu Kota Provinsi, Ibu Kota kabupaten/Kota, Kota-kota Kecamatan, dan
kota-kota lebih kecil dibawahnya.
b. Menghubungkan antar Ibu Kota Propinsi yang satu dengan Ibu Kota yang
lainnya(antar Ibu Kota Propinsi)
Jalan raya primer diperuntukkna untuk melayani keperluan lalu lintas kendaraan
berat seperti bus, truk, truk gandengan dengan kecepatan 60 sampai dengan 129
km/jam, serta melayani tingkat kepadatan lau lintas yang sangat tinggi.
Jalan Raya primer disebut juga ”Jalan Arteri atau Jalan raya Utama” yaitu
jalan tray yang berperan sebagai urat nadi perekonomian bangsa, berfungsi untuk
menjamin kelancaran lalu lintas orang dan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Oleh sebab itu jalan raya primer umumnya menghubungkan natar kota yang bernilai
stategis dan potensial.
6
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
mempunyai funsi primer dan fungsi sekunder serta pelayanan jaringan jalan dari rumah
ke rumah.
Selain itu, jaringan jalan sekonder juga berfungsi untuk melayani keperluan lalu
lintas mulai dari jenis kendaraan berat, hingga kendaraan ringan. Dengan kecepatan
sedang hingga cepat, yaitu 40 sampai 80 km/jam.
Yaitu jaringan jalan yang menghubungkan antar Ibu Kota kabupaten/Kota, atau
menghubungkan Kota kabupaten dengan kota Kecamatan dengan cirri antara lain :
7
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
d. Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata.
e. Jaln masuk dibatasi, sehinnga kecepatan rencana dan kapasitas jalan tidak
terganggu.
Yaitu jalan yang menghubungkan antar kota kecamatan, dengan kota pada
jenjang dibawahnya sampai persil dengan syarat antara lain, bahwa kecepatan
kendaraan dibawah 40 km/jam, dan lebar jalan min. 6 m.
Yaitu jaln yang menghubungkan antar kawasan sekunder ke 1, atau jalan yang
mernghubungkan antar kawasan sekunder ke II dengan sekunder ke II. Dengan syarat
melayani kecepatan rencana rendah dan lebar jalur lalu lintas min. adalah 2 X 3 m.
8
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
365 hari
Karena lalu lintas yang lewat pada suatu jalan raya terdiri dari kendaraan ringan
sampai kendaraan berat, maak akan diperhitungkan factor Ekivalen Mobil Penumoang
(EMP) = 1. Dengan demikian LHR dihitung dengan mempergunakan satuan mobil
penumpang (SMP), yaitu jumlah masing-masing jenis kendaraan dilkalikan dengan nilai
factor ekivalen dari masing-masing jenis kendaraan yang bersangkutan.
Makin berat kendaraan-kendaraan yang melalui suatu jalan, rnakin berat pula
syarat-syarat yang ditentukan untuk pembuatan jalan itu.
• Kelas I
Kelas jalan ini mencakup semua jalan utama dan dimaksudkan untuk dapat
melayani lalu lintas cepat dan berat. Dalam komposisi lalu lintasnya tak terdapat
kendaraan lambat dan kendaraan tak bermotor. Jalan raya dalam kelas ini merupakan
jalan-jalan raya yang berjalur banyak dengan konstruksi perkerasan dari jenis yang
terbaik dalam arti tingginya tingkatan pelayanan terhadap lalu lintas.
• Kelas II
Kelas jalan ini mencakup semua jalaln-jalan sekunder. Dalam komposisi Ialu
lintasnya terdapat lalu lintas lambat. Kelals jalan ini, selanjutnya berdasarkan komposisi
dan sifat lalu lintasnya, dibagi dalam tiga kelas, yaitu : IIA, IIB dan IIC.
• Kelas IIA
Adalah jalan-jalan raya sekuder dua jalur atau lebih dengan konlstruksi
permukaan jalan dari jenis aspal beton (hot mix) atau yang setaraf, di mana dalam
9
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
komposisi lalu lihtasnya terdapat kendaraan lambat tapi, tanpa kendaraan tanpa
kendaraan yang tak bermotor. Untuk lalu lintas lambat, harus disediakan jalur tcrsendiri.
• Kelas IIB
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan
dari penetrasi berganda atau yang setaraf di mana dalam komposisi lalu lintasnya
terdapat kendaraan lambat, tapi tanpa kendaraan yang tak bermotor.
• Kelas IIC
Adalah jalan-jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan
dari jenis penetrasi tunggal di mana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan
lambat dari kendaraan tak bermotor.
• Kelas III
a. Jalan kelas I, yaitu jalan arterti yang dapat dilalui kendaraan berotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebihi 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan lebih besar
dari 10 ton
b. Jalan kelas II, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak
melebih 18.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkn 10 ton.
c. Jalan kelas III A, yaitu jalan arteri atau kolektor yang dapat dilalui kendaraan
bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter,
ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.
10
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
d. Jalan kelas III B, yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton,
e. Jalan kelas III C, yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor
termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang
diizinkan 8 ton.
a. Jalan kelas I, yaitu jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui kendaraan berotor
engan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm,ukuran panjang tidak melebihi 18.000
mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
b. Jalan kelas II, yatu jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 mm, ukuran panjang
tidak melebihi 12.000 mm, ukuran paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu
terberat 8 ton.
c. Jalan kelas III, yaitu jalan arteri, kolektor, lokal dan lingkungan yang dapat dilalui
kendaraan bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 mm, ukuran panjang
tidak melebihi 9.000 mm, ukuran paling tinggi 3.500 mm dan muatan sumbu terberat
8 ton.
d. Jalan kelas khusus, yaitu jalan arteri yang dapat dilalui kendaraan bermotor dengan
ukuran lebar melebihi 2.500 mm, ukuran panjang melebihi 18.000 mm, ukuran
paling tinggi 4.200 mm, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.
11
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
Adapun nilai factor Ekivalen dari setiap jenis kendaraan tersebut, menurut
beberapa sumbner adalah sbb :
KELAS
FUNGSI PELAYANAN JALAN
12
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
Keadaan terrain suatu jaln raya dapat dibedakan menutrut topografi daerah
disekitarnya, yaitu diklasifikasikan sebagai daerah datar, berbukit, dan topografi
pegunungan. Penetapan keadaan terrain topografi tersebar didasarkan oleh besarnya
lereng melintang tegak lurus terhadap sumbu jaln yaitu diukur dari perbedaan tinggi
natara 2 titik yang terdapat pad kedua sisi luar badan jalan yang dinyatakan dalam
satuan persen. Pada umumnya posisi kedua titik tsb terletak pada daerah batas milik
jalan ( DMJ)
13
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
1) Jalan Negara, yaitu semua jalan utama, yang berperan sebagi urat nadi pengendali
perekonomian bangsa, guna menjamin kelncaran pengangkutan hasil produksi dan
hasil bumi, serta untuk menjamin perindustrian bahan pokok kebutuhan masyarakat
sehari-hari di seluruh wilayah Nusantara. Jadi pemerintah pusat, dalam hal ini
Departemen pekerjaan umum RI memikul tanggung jawab dan mempunyai
wewenang sepenuhnya atas jalan negara tersebut.
2) Jalan Propinsi, yaitu jalan raya sekunder yang berada dalam wilayahnya, yang
berfungsi untuk menjamin kelancaran pengangkutan hasil produksi industri dan
hasl bumi, serta untuk mendistribusikan bahan kebutuhan pokok masyarakat sehari-
hari, yaitu ibu kota propinsi ke kota-kota kabupaten dan kota-kota di sekitarnya.
3) Jalan Kabupaten/kota madya, yaitu semua ruas jalan sekunder dan jalan lokal yang
ada dalam wilayahnya. Jadi pemerintah daerah baik pemerintah tingkat I maupun
tingkat II, masing-masing memikul tanggung jawab sepenunya atas aspek
penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan raya di daerahnya.
1) Jalan “Express way” (Jalan Cepat), yaitu jalan raya primer atau jalan arteri, akan
tetapi pada jalan ini prioritas jalan diberikan pada kendaraan untuk lalu lintas
menerus (bergerak lurus). Pada daerah persimpangan yang arus lalu lintasnya
saling memotong (crossing) jalan raya utama seharusnya dilengkapi dengan
persimpangan jalan yang tidak seimbang (Floyer). Kecepatan kendaraan rata-rata
14
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
2) Jalan “Free way” (Jalan beban hambatan), yaitu jalan raya arteri yang
memungkinkan kendaraan bergerak dengan kecepatan labih dari 100 km/jam.
Dengan tanpa mengalami rintangan apapun, baik rintangan yang disebabkan oleh
adanya persimpangan jalan, dan oleh gerakan kendaraan membelok maupun oleh
para penyebrang jalan, dan hambatan-hambatan lain. Selain itu, jalan free way ini
harus disertai harus dengan system pengendalian jalan masuk penuh.
Jika dibandingkan dengan jenis jalan yang lain jalan bebas hambatan ini
merupakan jalan raya yang memiliki fasilitas tingkat tinggi dibangun dengan biaya
yang sangat mahal, akan tetapi jalan raya bebas hambatan ini juga memiliki
beberapa keuntungan atau kelebihan tertentu, antara lain:
- mengurangi waktu tempuh, yang disebabkan oleh waktu yang hilang oleh
ditiadakannya beberapa rintangan dalam perjalanan
- mengurangi terjadinya konflik lalu lintas terutama pada daerah persimpangan
jalan dan kecelakaan lalu lintas,
- labih nyaman dan memenuhi persyaratan keamanan di sepanjang perjalanan
karena disepanjang jalan dibatasi oleh pagar pemisah dan pejalan kaki
dietmpatkan di luar daerah milik jalan,
- bersifat permanent, dengan pengendalian jalan masuk di sepangjang jalan dapt
mencegah terjadinya pertumbuhan sector sosial ekonomi. Jika dibandingkan
dengan tanpa pengendalian jalan masuk, maka pada sepanjang jalan akan terjadi
pertumbuhan sector sosila ekonomi yang lebiih cepat.
- Mengurangi biaya operasional kendaraan, antara lain pengurangan pemakain
bahan bahan baker dan bahan pelumas, mengurangi kebisingan dan polusi udara
serta meningkatnya daya tahan mesin dan perangkat kendaraan lainnya.
15
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
1. Jalur lalu lintas pejalan kaki (trotoir di dalam kota bahu-bahu di luar kota).
4. Jalur lalu lintas untuk mobil. truk dan kendaraan lain yang sejenis.
Jalur sepeda adalah jalur yang khusus diperuntukkan untuk lalu lintas untuk
pengguna sepeda dan kendaraan yang tidak bermesin yang memerlukan tenaga manusia,
dipisah dari lalu lintas kendaraan bermotor untuk meningkatkan keselamatan lalu lintas
pengguna sepeda. Penggunaan sepeda memang perlu diberi fasilitas untuk
meningkatkan keselamatan para pengguna sepeda dan bisa meningkatkan kecepatan
berlalu lintas bagi para pengguna sepeda. Di samping itu penggunaan sepeda perlu
didorong karena hemat energi dan tidak mengeluarkan polusi udara yang signifikan.
Lebar jalur lalu lintas untuk sepeda ditetapkan 0,75 m karena ukuran lebar
sepeda berikut pengendaranya kurang lebih 0,60 m.
Lebar jalur lalu lintas untuk sepeda motor ditetapkan 1 m. Tetapi jika lalu lintas
kendaraan ini digabungkan dengan lalu lintas kendaraan penumpang lainnya (mobil
dll.), maka haruslah lebar jalur itu ditambah dengan 1-1,5 m. Kalau lalu lintas sepeda
motor itu harus diperbesar maka lebar jalur lalu lintas itu harus diperbesar menurut
keperluan.
16
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
Lebar Jalur Lalu-Lintas Untuk Mobil, Truk Dan Kendaraan Bermotor Lainnya
Yang Sejenis
Lebar jalur lalu lintas untuk mobil, truk dan kendaraan-kendaraan lain yang
sejenis itu tidak dapat ditetapkan dengan setepat-tepatnya karena beraneka ragam
bentuk dan ukuran-ukuran kendaraan-kendaraan tersebut.
Sebelum menetapkan lebar jalur lalu lintas terlebih dahulu harus diadakan
penelitian dan pengamatan mengenai keadaan lalu lintas kendaraan-kendaraan di jalan
tersebut di kemudian hari.
Lebar jalan lalu lintas yang normal untuk mobil dan truk yang ditetapkan
diberbagai negara itu tidak sama. Sebagian perbandingan diberikan contoh sebagai
berikut: Lebar jalur lalu lintas yang normal untuk mobil dan truk di Amerika (U.S.A.)
dan di lnggris ialah 12 feet = 3,65 m, di Negeri Belanda 3,60 m dan di Jerman Barat
3,75 m.
Di Indonesia lebar jalur lalu lintas itu ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Bina Marga
seperti yang tercantum, pada daftar "Standar Perencanaan Geometrik".
Standar desain geometri untuk Trans Asia dan standar nasional ditetapkan seperti pada
Tabel-2 dan Tabel-3. Dalam PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan pada pasal 31 (3)
mengklasifikasi kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan sebagai berikut:
1) Jalan Bebas Hambatan, yaitu jalan minimum 4 lajur 2 arah dengan median,
kontrol akses penuh, dan pagar pembatas atas kepemilikan jalan (rumija),
dengan lebar lajur paling sedikit 3,50 m.
2) Jalan Raya, yaitu jalan minimum 4 lajur 2 arah terbagi dengan kontrol akses
yang terbatas, dengan lebar lajur paling sedikit 3,50 m.
3) Jalan Sedang, yaitu jalan 2 lajur 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 7,00 m,
dan;
4) Jalan Kecil, yaitu jalan 2 lajur 2 arah dengan lebar jalur paling sedikit 5,50 m.
17
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
18
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
B. Jalan Propinsi
- Jalan Kolektor Primer, yang menghubungkan ibukota propinsi dengan ibukota
Kabupaten/Kotamadya.
19
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
20
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
Arteri I >8
II 10
III A 8
Kolektor III A
III B 8
Lokal III C 8
Fungsi Kelas
PRIMER I
Arteri II
Kolektor
SEKUNDER II
Arteri
21
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
Primer - Arteri - I
- Kolektor > 10.000 I
< 10.000 II
D B G
50 – 200 III B2 40 30 30
< 50 III C 30 30 20
( Sumber: Petunjuk Perencanaan Teknis jalan Kabupaten – 1992 Dirjen Bina Marga)
22
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
23
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
darurat, cadangan lajur dan mengurangi silau dari lampu kendaraan pada malam
hari dan dari arah berlawanan.
5. Trotoar adalah jalur pejalan kaki yang terletak pada DAMIJA, diberi lapisan
permukaan, diberi elevasi yang lebih tinggi dari permukaan perkerasan dan
umumnya sejajar dengan jalur lalu lintas kendaraan.
6. Saluran tepi/samping, adalah selokan yang berfungsi untuk menampung dan
mengalirkan air hujan, limpasan dari permukaan jalan dan daerah sekitarnya.
7. Jalur parkir adalah jalur khusus yang disediakan untuk parkir atau berhenti yang
merupakan bagian dari jalur lalu lintas.
8. Jalur lalu lintas lambat adalah jalur yang ditentukan khusus untuk kendaraan
lambat.
9. Jalur putaran adalah jalur khusus kendaraan yang disediakan untuk percepatan /
perlambatan kendaraan pada saat akan masuk / keluar jalur lalu lintas menerus.
Elemen Geometrik
1. Alinyemen Horisontal adalah proyeksi sumbu jalan pada bidang horisontal ,
terdiri dari bagian lurus dan lengkung.
2. Alinyemen Vertikal adalah potongan bidang vertikal dengan bidang permukaan
perkerasan jalan, melalui sumbu/as jalan, yang umumnya di sebut profil /
penampang memanjang jalan.
3. Alinyemen pada tikungan adalah seluruh bagian dari lengkung peralihan dan
lengkung lingkaran.
4. Jalur Pendakian adalah jalur jalan yang disediakan pada bagian ruas jalan
dengan kemiringan besar, untuk menampung kendaraan berat pada saat
menanjak, agar tidak mengganggu kendaraan lain, yang lebih cepat.
5. Jalur samping adalah jalan yang dibangun sejajar sepanjang jalur lalu lintas
menerus, berfungsi sebagai akses tambahan pada lahan sekitar atau jalan lokal,
biasa dipisahkan oleh struktur fisik.
6. Pengaturan jalan masuk adalah suatu kaidah mengenai jalan masuk, yang
diterapkan memalui suatu aturan dan hak jalan masuk umum dari dan ketempat
– tempat yang berada disepanjang jalan.
24
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
7. Ruang bebas jalan adalah ruang pengandaian yang dibuat pada permukaan jalan
yang hanya disediakan untuk kendaraan atau pejalan kaki, dimana dalam batas
ruang tersebut, tidak diijinkan adanya struktur lain selain struktur jalan, pohon
atau benda yang bergerak lainnya.
Komponen Geometrik
1. Jari – jari lengkung / tikungan adalah jari jari tikungan yang ditarik dari pusat
lengkung dengan memenuhi kriteria geometrik yang disyaratkan.
2. Derajat kelengkungan adalah sudut yang dibentuk oleh kedua jari – jari suatu
kelengkungan atau tikungan yang menghasilkan panjang busur 25 m.
3. Kelandaian adalah kemiringan memanjang dari suatu bagian ruas jalan.
4. Superelevasi jalan adalah kemiringan melintang permukaan jalan pada bagian
tikungan suatu alinyemen horisontal yang dibuat untuk mengimbangi gaya
sentrifugal diakibatkan oleh kendaraan.
5. Lengkung peralihan adalah lengkung pada tikungan yang digunakan untuk
mengadakan peralihan dari bagian jalan yang lurus ke bagian jalan yang
mempunyai jari – jari lengkung dengan kemiringan tikungan tertentu atau
sebaliknya.
6. Bagian tangen adalah bagian yang berbentuk lurus, sebelum atau sesudah terjadi
perubahan bentuk menjadi suatu lengkungan pada suatu tikungan.
7. Bagian lengkung adalah bagian berbentuk lengkung yang merupakan transisi
peralihan dan penyesuaian kecepatan kendaraan, pada saat meninggalkan atau
menuju bagian tangen kembali kebagian lurus suatu ruas jalan. Bagian lengkung
ini biasanya berbentuk spiral atau lingkaran.
8. Daerah bebas samping adalah ruang yang disediakan pada suatu tikungan agar
pengemudi mempunyai kebebasan pandangan, sesuai jarak pandang yang
dipersyaratkan.
9. Pelebaran tikungan adalah penambahan lebar suatu perkerasan agar kendaraan ,
pada saat melewati tikungan dengan kecepatan tertentu, tetap pada jalur yang
sudah ditentukan.
25
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
Perencanaan Geometrik
1. Kecepatan Rencana adalah kecepatan maksimum yang aman dan bisa tetap
dipertahankan pada suatu ruas jalan, apabila keadaan jalan tersebut baik dan
sesuai dengan yang ditentukan dengan yang ditentukan dalam perencanaan awal.
2. Kendaraan rencana adalah kendaraan dengan berat, dimensi dan karateristik
operasi tertentu yang digunakan untuk perencanaan jalan, agar dapat
menampung kendaraan dari tipe yang direncanakan.
3. Volume lalu lintas harian rata – rata (LHR) adalah volume total kendaraan yang
melintasi suatu titik atau ruas jalan untuk kedua jurusan selama satu tahun dibagi
jumlah hari dalam satu tahun.
4. Volume jam rencana (VJR) adalah prakiraan volume lalu lintas perjam, pada
jam sibuk tahun rencana, dinyatakan dalam satuan SMP/jam, dihitung dari
perkalian VLHR dengan faktor K (faktor volume lalu lintas jam sibuk).
5. Volume lalu lintas harian rencana (VLHR) adalah prakiraan volume lalu lintas
harian, untuk masa yang akan datang, pada bagian jalan tertentu.
6. Satuan Mobil Penumpang (SMP) adalah jumlah mobil penumpang, yang
digantikan tempatnya oleh kendaraan jenis lain dalam kondisi jalan, lalu lintas
dan pengawasan yang berlaku.
7. Kapasitas adalah volume lalu lintas maksimum (mantap) yang dapat
dipertahankan (tetap) pada suatu bagian jalan dalam kondisi tertentu yang
merupakan jumlah lalu lintas atau kendaraan yang dapat melewati suatu
penampang dalam waktu, kondisi jalan dan lalu lintas tertentu.
8. Tingkat pelayanan adalah tolak ukur untuk menilai kualitas pelayanan suatu
sistem transportasi jalan.
9. Gaya sentrifugal adalah gaya yang mendorong kendaraan ke arah radial keluar
dari lajur jalan, akibat suatu kecepatan kendaraan yang melalui tikungan.
10. Koefisien geser melintang adalah besarnya besarnya gesekan yang timbul antara
ban kendaraan dengan permukaan jalan dan arah melintang jalan.
11. Jarak pandang henti adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap
pengemudi untuk menghentikan kendaraannya dengan aman begitu melihat
adanya halangan di depan.
26
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
12. Jarak pandang menyiap adalah jarak yang memungkinkan suatu kendaraan
mendahului kendaraan lain didepannya, dengan aman sampai kendaraan tersebut
kembali ke lajur semula.
27
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
28
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
29
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
Pada prinsipnya standar geometrik jaringan jalan Trans Asia mengacu kepada
AASHTO sebagaimana yang dikembangkan di Indonesia. Klasifikasi jalan Trans Asia
dibagi ke dalam empat kelas yaitu Primer, kelas I, II, dan III seperti diberikan pada
Tabel-1 berikut.
30
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
a. Lebar ROW; di dalam standar jalan Indonesia menetapkan ROW jalan minimal 30
meter untuk jalan bebas hambatan dan 25 meter untuk jalan raya. Trans Asia
menetapkan lebar ROW 50 meter untuk kelas jalan primer 4/2-D dan 40 meter untuk
jalan kelas I. Membandingkan perbedaan ROW jalan lebih berimplikasi kepada
perbedaan ruang bebas samping. ROW jalan yang lebih lebar akan memberi ruang
bebas samping yang lebih luas dibandingkan dengan ROW yang lebih rendah.
Mengikuti standar Trans Asia jelas akan meningkatkan tingkat keselamatan, akan tetapi
di sisi lain memiliki konsekuensi pendanaan untuk pelebaran ROW jalan yang tidak
kecil bila diterapkan untuk semua ruas jalan yang menjadi bagian Trans Asia.
b. Vertical Clearance; tinggi ruang bebas jalan yang akan diterapkan untuk semua ruas
jalan nasional yang menjadi bagian Trans Asia harus mempertimbangkan standar Trans
31
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
Asia. Standar tinggi ruang bebas yang ditetapkan Trans Asia adalah 4,50 meter. Secara
prinsip di dalam standar geometrik jalan Indonesia sebetulnya sudah menetapkan 5,00
meter. Pertanyaannya apakah semua ruas jalan nasional, kecuali jalan tol, sudah
menerapkan standar yang sama ?
c. Lebar perkerasan jalan; konsekuensi penerapan Trans Asia di sejumlah negara mau
tidak mau harus mengikuti standar yang ditetapkan oleh Trans Asia termasuk lebar lajur
jalan nasional. Berdasarkan data yang didapatkan, pada sebagian besar ruas jalan
nasional yang menjadi bagian Trans Asia, beberapa segmen ruas jalan masih di bawah
standar Trans Asia untuk kelas arteri primer. Lebar jalan nasional yang masih di bawah
7,00 meter masih berkisar 62% pada koridor AH-25, sedangkan untuk koridor AH-2
hanya berkisar 1,4%. Untuk koridor AH-25 diperkirakan masih banyak memerlukan
usaha untuk bisa menyesuaikan diri dengan standar Trans Asia.
d. Lebar bahu jalan; lebar bahu masih menjadi persoalan bila mengikuti standar Trans
Asia, yang menstandarkan lebar bahu jalan untuk arteri primer 2,00-3,50 meter. Kondisi
eksisting lebar bahu jalan nasional memperlihatkan sebagian masih berada di bawah
2,00 meter baik untuk koridor AH-25 dan koridor AH-2. Oleh karena itu tugas berat
kedepan adalah bagaimana menyiapkan bahu yang standar yang tentu saja memiliki
konsekuensi pendanaan yang tidak kecil.
Sedangkan beberapa permasalahan yang akan muncul untuk ruas jalan nasional
di mana pada ruas jalan Trans Asia di negara lain tidak diulas antara lain :
a) Pembatasan akses; pembatasan akses sebagai persyaratan jalan arteri primer masih
menjadi persoalan di ruas-ruas jalan nasional. Sebuah pertanyaan yang menarik dari
para ahli jalan yang sering menggelitik adalah dapatkah ruas Pantura Jawa sebagai ruas
arteri primer dipandang sebagai kelas jalan raya dengan fungsi arteri? Permasalahan ke
depan adalah bagaimana menerapkan standar geometrik secara maksimal pada ruas-ruas
jalan arteri primer sesuai kelas dan fungsinya.
32
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
didesain dengan kecepatan relatif tinggi sangat beresiko terhadap konflik lalu lintas
yang pada akhirnya akan menimbulkan kecelakaan lalu lintas.
d) Lalu lintas sepeda motor; Populasi penggunaan sepeda motor di negara-negara Asia
termasuk Indonesia tergolong tinggi. Akan tetapi, keberadaan sepeda motor pada ruas-
ruas jalan Trans Asia tidak mendapatkan perhatian khusus. Tingginya proporsi
kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor di negara-negara Asia (81% untuk
Indonesia) seyogianya menjadi catatan penting di dalam penyediaan prasarana yang
berkeselamatan bagi semua pengguna jalan. Riset berkaitan dengan sepeda motor
dipandang perlu guna memberi saran penting terhadap kebijakan lajur sepeda motor di
Indonesia. Puslitbang Jalan dan Jembatan dalam dua tahun terakhir telah melakukan
beberapa kajian penting, sambil menunggu kebijakan perlu tidaknya lajur sepeda motor.
Dalam waktu dekat, Puslitbang Jalan dan Jembatan akan melakukan seminar nasional
terkait dengan infrastruktur sepeda motor.
1) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, dalam tingkat
kepadatan tertentu dimana volume sepeda motor belum tinggi, dapat dilakukan
33
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, sepeda motor
diwajibkan hanya menggunakan lajur paling kiri.
2) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, jika tingkat kepadatan
lalu-lintas cukup tinggi dimana volume sepeda motor juga cukup tinggi, perlu dilakukan
pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, dapat
dikembangkan ”jalur lambat” yang sejajar dengan jalur utama, dipisahkan oleh jalur
pembagi, sebagai jalan untuk sepeda motor bercampur dengan kendaraan lambat
lainnya.
3) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan sedang, pada tingkat
kepadatan tertentu dan volume sepeda motor cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan
sepeda motor dari kendaraan bermotor roda-4. Pemisahan tersebut dapat dilakukan
dengan meningkatkan jalan dimana bahu jalan diperlebar untuk jalan sepeda motor dan
kendaraan lambat lainnya, atau meningkat menjadi jalan raya sesuai butir 1) atau butir
2) di atas.
4) Bila kebutuhan sepeda motor sudah cukup tinggi sehingga sudah sangat tidak efisien
jika digabungkan dengan kendaraan bermotor roda-4, maka perlu dipikirkan kedepan
bagaimana pengembangan Jalur Khusus Sepeda Motor (JKSM) yang merupakan
pengembangan dari jaringan jalan yang ada.
Pengaturan kecepatan aliran lalu-lintas yang diizinkan dalam setiap ruas jalan
tersebut, dapat mengacu kepada batasan-batasan kecepatan rencana yang diatur dalam
PP 34/2006. PP tersebut mengatur bahwa untuk jalan arteri dalam sistem primer,
kecepatan rencana minimum 60km/jam, sementara itu dalam sistem sekunder minimum
30km/jam. Kecepatan yang diizinkan untuk pengguna jalan dibatasi tidak melebihi
kecepatan rencana jalan tersebut.
1) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, dalam tingkat
kepadatan tertentu dimana volume sepeda motor belum tinggi, dapat dilakukan
pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, sepeda motor
diwajibkan hanya menggunakan lajur paling kiri.
34
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
2) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan raya, jika tingkat kepadatan
lalu-lintas cukup tinggi dimana volume sepeda motor juga cukup tinggi, perlu dilakukan
pemisahan sepeda motor dari mobil. Pada jalan 4 lajur 2 arah terbagi, dapat
dikembangkan ”jalur lambat” yang sejajar dengan jalur utama, dipisahkan oleh jalur
pembagi, sebagai jalan untuk sepeda motor bercampur dengan kendaraan lambat
lainnya.
3) Pada jalan dengan fungsi arterial dengan spesifikasi jalan sedang, pada tingkat
kepadatan tertentu dan volume sepeda motor cukup tinggi, perlu dilakukan pemisahan
sepeda motor dari kendaraan bermotor roda-4. Pemisahan tersebut dapat dilakukan
dengan meningkatkan jalan dimana bahu jalan diperlebar untuk jalan sepeda motor dan
kendaraan lambat lainnya, atau meningkat menjadi jalan raya sesuai butir 1) atau butir
2) di atas.
4) Bila kebutuhan sepeda motor sudah cukup tinggi sehingga sudah sangat tidak efisien
jika digabungkan dengan kendaraan bermotor roda-4, maka perlu dipikirkan kedepan
bagaimana pengembangan Jalur Khusus Sepeda Motor (JKSM) yang merupakan
pengembangan dari jaringan jalan yang ada.
Pengaturan kecepatan aliran lalu-lintas yang diizinkan dalam setiap ruas jalan tersebut,
dapat mengacu kepada batasan-batasan kecepatan rencana yang diatur dalam PP
34/2006. PP tersebut mengatur bahwa untuk jalan arteri dalam sistem primer, kecepatan
rencana minimum 60km/jam, sementara itu dalam sistem sekunder minimum
30km/jam. Kecepatan yang diizinkan untuk pengguna jalan dibatasi tidak melebihi
kecepatan rencana jalan tersebut.
35
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
bagian dari Trans Asia harus mempertimbangkan MST di negara-negara lainnya. Untuk
Indonesia, dimensi kendaraan dan MST yang berlaku adalah seperti diberikan pada
Tabel-4. Dimensi dan MST kendaraan pada tabel tersebut merupakan standar pelayanan
jalan berdasarkan klasifikasi, fungsi dan pemanfaatannya sebagaimana termuat di dalam
UU No. 38 tahun 2004 dan PP No. 34 tahun 2006 tentang Jalan, serta PP No. 44 tahun
1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi, dan revisi UU No. 14 tahun 1992 (yang saat
ini sedang dalam pengesahan).
36
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
37
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
BAB III
KAJIAN
3.1.Kajian
Dilihat dari ketentuan dan peraturan pada Bab II, menunjukan bahwa
adanya perkembangan suatu peraturan lalu lintas dan jalan dari tahun 1992
hingga tahun 2009. Dalam perkembangan yang paling signifikan terjadi pada
pembagian kelas jalan yang dimana pada PP no 43 tahun 1993 yang
mengklasifikasikan jalan menjadi kelompok jalan kelas I, II, IIIA, IIIB dan IIIC
dan pada UU no.22 tahun 2009 mengklasifikasi kelmopok jalan menjadi kelas
I,II,III dan Jalan khusus. Untuk klasifikasi jalan menurut jenis, fungsi pelayanan,
topografi dan administrasi tidak terjadi perubahan yang signifikan.
Lalu perkembangannya saat ini bahwa kita dapat merencanakan
bagaimana lebar ruas jalan dan alternative desain untuk berbagai jenis jalan,
jenis kendaraan hingga daerah tertentu karena lebar ruas jalan sangat
berpengaruh dari social, budaya dan ekonomi, misalnya di daerah kota akan
sangat diperlukan lebar tambahan untuk lajur sepeda dan lain sebagainya. Dari
hal tersebut dapat pula dipelajari dari undang – undang dan peraturan
pemerintah dari 1980 hingga 2009. Dari hal tersebut kita dapat mempelajari
bagaimana sebuah peraturan terus berkembang menyesuaikan kebutuhan
pengguna jalan raya dan kita harus mematuhinya.
Klasifikasi jalan berdasarkan fungsi/peran merupakan hal mendasar
namun mempunyai peranan yang sangat penting dalam merencanakan suatu
sistem jaringan jalan. Telah disinggung dalam penjelasan di atas tentang
peraturan yang harus dipatuhi dalam merencanakan suatu sistem jaringan jalan
dan fungsi sistem jaringan jalan untuk suatu wilayah. Namun menurut penulis
peraturan – peraturan yang diterapkan dalam perencanaan suatu sistem jaringan
jalan belum sepenuhnya berhasil, karena banyak jaringan jalan yang digunakan
belum tepat pada sasaran, contohnya pada jalan lokal primer, jalan ini sengaja
didesain dengan lebar jalan tidak kurang dari 6 m. Tetapi pada kenyataanya
38
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
terjadi penyempitan badan jalan akibat adanya pedagang – pedagang kaki lima
yang menjualan dangannya di pinggir jalan sampai masuk ke badan jalan, hal ini
yang dapat mengakibatkan kemacetan dan kecelakaan, sehingga tujuan dari
perencanaan jalan yang memberikan rasa aman dan nyaman kepada pengguna
jalan belum tercapai dengan baik. Begitu pula pada jalan lokal sekunder, jalan
lokal primer yang didesain dengan lebar jalan tidak kurang dari 5 m, badan
jalannya menyempit karena banyak pedagang yang berdagang sampai masuk ke
badan jalan.
Hal – hal inilah yang dapat merusak jalan, karena secara tidak langsung
sampah – sampah pedagang berserakan dipinggir jalan sehingga sistem drainase
yang terdapat pada sisi – sisi jalan tersumbat maka jika terjadi hujan yang besar
air akan meluap dengan membawa sampah – sampah yang ada di dalamnya,
jalan pun yang harusnya bersih dari sampah dan mempunyai sistem drainase
yang berfungsi dengan baik malah menjadi banyak sampah dan sistem drainase
tersumbat. Tentunya masih banyak hal – hal yang bermasalah dalam pemakaian
jalan ini akibat kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga
lingkungan sekitarnya.
Jalan harus didesain agar kendaraan dapat melewatinya. Produksi
kendaraan akhir – akhir mulai mengalami peningkatan, tetapi peningkatan
produksi kendaraan ini tidak diimbangi dengan peningkatan jalan, sehingga kita
dapat melihat kemacetan dimana-mana, seharusnya pemerintah harus segera
menyelesaikan masalah ini karena jika tidak diselesaikan dengan cepat akan
bertambah masalah-masalah baru lagi. Jika volume kendaraan yang melewati
jalan melebihi syarat perencanaan yang diijinkan ,mak dapat mengakibatkan
kerusakan pada jalan.
39
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI
KAJIAN KLASIFIKASI JALAN RAYA 2014
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil kajian dari berbagai ketentuan dan peraturan jalan
yang ada di Indonesia bahwa dalam perkembangnya peraturan-peraturan
tersebut mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan bentuk kendaraan
dan volume kendaraan. Perkembangan yang terjadi sangat signifikan pada
perubahan klasifikasi kelas jalan yangterus mengalami perubahan. Untuk
ketentuan lain berkembang menurut kebutuhan tiap daerah seperti halnya di
dalam perkotaan harus dibuat jalur khusus sepeda pada daerah jalan.
4.2. Saran
Diperlukan suatu pembuatan pedoman yang tidak hanya berbentuk tulisan
yang dikeluarkan oleh pemerintah melainkan harus dikembangkan lagi dalam
bentuk teblaris dan gambar.
40
Zaky Prawira (1103614) – Prodi Teknik Sipil S-1 UPI