Anda di halaman 1dari 8

Poin 1: Nabila dan Nibbana

Poin 6 : Maya dan Tasya

POIN 1
A. Ketidaksesuaian Kasus
1. Terdapat ketidaksesuaian pada alat timbang yang dipakai. Menurut CPOB tahun
2018 poin 6.59 halaman 30 kapasitas, ketelitian dan ketepatan alat timbang dan alat
ukur yang dipakai hendaklah sesuai dengan jumlah bahan yang ditimbang atau
ditakar. Sedangkan pada kasus ini digunakan 3 sendok timbang untuk menimbang 6
jenis bahan sehingga kemungkinan akan terjadi kontaminasi antar bahan.
2. Terkait penimbangan bahan. Dalam CPOB tahun 2012, urutan menimbang bahan
adalah dimulai dari penimbangan eksipien terlebih dahulu dan dilanjutkan dengan
penimbangan zat aktif obat. Sedangkan pada kasus ini yang ditimbang terlebih
dahulu merupakan zat aktifnya, padahal yang sesuai penimbangan dimulai dari
bahan penolong atau eksipien kemudian zat aktif.
3. Terdapat ketidaksesuaian dalam pemindahan lokasi pada kasus ini, yaitu seharusnya
dalam pemindahan lokasi dilakukan kualifikasi desain lantaran terjadi perubahan
jumlah produksinya yang semula 5000 menjadi 7000 seharusnya dilakukan validasi
ulang salah satunya validasi proses. Unsur berikut misalnya seperti kualifikasi
peralatan, fasilitas, sarana penunjang atau sistem merupakan kualifikasi desain
dimana kepatuhan desain dalam CPOB hendaklah dibuktikan dan didokumentasikan
4. Terjadi ketidaksesuaian ketika waktu penarikan kembali produk pada kasus tertera
bahwa direktur melakukan penarikan sehari setelah diterimanya keluhan.
Seharusnya masih ada proses / prosedurnya yang wajib dilewati terlebih dahulu
dalam menangani keluhan produk.
5. Terdapat ketidaksesuaian pada jumlah batch berturut-turut. Dalam CPOB 2012
halaman 81 poin 12.24, secara teoritis, jumlah proses produksi dan pengamatan yang
dilakukan sudah cukup menggambarkan variasi dan menetapkan tren sehingga dapat
memberikan data yang cukup untuk keperluan evaluasi. Secara umum, 3 (tiga) bets
berurutan yang memenuhi parameter yang disetujui dapat diterima telah memenuhi
persyaratan validasi proses. sedangkan dalam kasus ini hanya digunakan 2 batch
berturut-turut.
B. Kategori Ketidaksesuaian
1. Pada ketidaksesuaian point no. 1 yaitu dalam bagian urutan penggunaan sendok
yang kurang atau tidak sesuai termasuk dalam kategori kritikal karena hal ini
berpengaruh besar terhadap kualitas produk
2. Ketidaksesuaian poin no.2 yaitu ketdaksesuaian urutan penimbangan dari zat aktif
kemudian zat eksipien termasuk kategori kritikal karena dapat berpengaruh pada
mutu produk.
3. Pada ketidaksesuaian point no. 3 (yakni terkait pemindahan lokasi yang
berhubungan dengan kualifikasi dan validasi), termasuk kategori kritikal. Karena
ditinjau dari tingkatan risiko atau tingkat keparahan (severity) termasuk sub-kategori
severe/parah sebab akan berpengaruh penting pada kualitas produk (keamanan,
khasiat) dan / atau cacat yang berpotensi mengancam kehidupan atau dapat
menyebabkan risiko kesehatan yang serius.
4. Pada ketidaksesuaian point no. 4 (yakni terkait penarikan kembali produk dalam
jangka waktu sehari atas dasar terdapat keluhan), termasuk kategori minor. Karena
ditinjau dari tingkatan risiko atau tingkat keparahan (severity) termasuk sub-kategori
minor sebab hal ini mengarah ke produk, yang tidak menyebabkan reaksi merugikan
pada kesehatan. Hal ini dapat menimbulkan kendala bagi pengguna atau dapat
mengganggu citra pasar dari produk.
5. Ketidaksesuaian poin no.5 yaitu jumlah batch yang dipakai termasuk ke dalam
kategori mayor karena batch yang dipakai harus sesuai dengan ketentuan prosedur
produksi dan akan berpengaruh pada kualitas dan mutu produk yang dihasilkan.

C. Tindakan Ketidaksesuaian
1. Produksi hendaklah dilakukan dan diawasi oleh personil yang kompeten.
2. Penanganan bahan dan produk jadi, seperti penerimaan dan karantina, pengambilan
sampel, penyimpanan, penandaan, penimbangan, pengolahan, pengemasan dan
distribusi hendaklah dilakukan sesuai dengan prosedur atau instruksi tertulis dan bila
perlu dicatat.
3. Seluruh bahan yang diterima hendaklah diperiksa untuk memastikan kesesuaiannya
dengan pesanan. Wadah hendaklah dibersihkan dimana perlu dan diberi penandaan
dengan data yang diperlukan.
4. Kerusakan wadah dan masalah lain yang dapat berdampak merugikan terhadap mutu
bahan hendaklah diselidiki, dicatat dan dilaporkan kepada Bagian Pengawasan
Mutu.
5. Pengolahan produk yang berbeda tidak boleh dilakukan secara bersamaan atau
bergantian dalam ruang kerja yang sama kecuali tidak ada resiko terjadi kecampur
bauran ataupun kontaminasi silang.
6. Produk dan bahan hendaklah dilindungi terhadap pencemaran mikroba atau
pencemaran lain pada tiap tahap pengolahan.
7. Bila bekerja dengan bahan atau produk kering, hendaklah dilakukan tindakan khusus
untuk mencegah debu timbul serta penyebarannya. Hal ini terutama dilakukan pada
penanganan bahan yang sangat aktif atau menyebabkan sensitisasi.
8. Selama pengolahan, semua bahan, wadah produk ruahan, peralatan atau mesin
produksi dan bila perlu ruang kerja yang dipakai hendaklah diberi label atau
penandaan dari produk atau bahan yang sedang diolah, kekuatan (bila ada) dan
nomor bets. Bila perlu, penandaan ini hendaklah juga menyebutkan tahapan proses
produksi.
9. Label pada wadah, alat atau ruangan hendaklah jelas, tidak berarti ganda dan dengan
format yang telah ditetapkan. Label yang berwarna seringkali sangat membantu
untuk menunjukkan status (misal:karantina, diluluskan, ditolak, bersih dan lain-lain).
8
10. Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi dan kesimpulan hendaklah
dicatat.
11. Studi validasi hendaklah memperkuat pelaksanaan CPOB dan dilakukan sesuai
dengan prosedur yang telah ditetapkan. Hasil validasi dan kesimpulan hendaklah
dicatat.
12. Apabila suatu formula pembuatan atau metode preparasi baru diadopsi, hendaklah
diambil langkah untuk membuktikan prosedur tersebut cocok untuk pelaksanaan
produksi rutin, dan bahwa proses yang telah ditetapkan dengan menggunakan bahan
dan peralatan yang telah ditentukan, akan senantiasa menghasilkan produk yang
memenuhi persyaratan mutu.
13. Perubahan signifikan terhadap proses pembuatan termasuk perubahan peralatan atau
bahan yang dapat memengaruhi mutu produk dan atau reprodusibilitas proses
hendaklah divalidasi.
14. Hendaklah secara kritis dilakukan revalidasi secara periodik untuk memastikan
bahwa proses dan prosedur tetap mampu mencapai hasil yang diinginkan.
15. Hendaklah tersedia sistem yang menjelaskan secara rinci penomoran bets/lot dengan
tujuan untuk memastikan bahwa tiap bets/lot produk antara, produk ruahan atau
produk jadi dapat diidentifikasi.
16. Sistem penomoran bets/lot yang digunakan pada tahap pengolahan dan tahap
pengemasan hendaklah saling berkaitan.
17. Sistem penomoran bets/lot hendaklah menjamin bahwa nomor bets/lot yang sama
tidak dipakai secara berulang.
18. Alokasi nomor bets/lot hendaklah segera dicatat dalam suatu buku log. Catatan
tersebut hendaklah mencakup tanggal pemberian nomor, identitas produk dan
ukuran bets/lot yang bersangkutan.
19. Penanganan keluhan dan laporan suatu produk termasuk hasil evaluasi dari
penyelidikan serta tindak lanjut yang dilakukan hendaklah dicatat dan dilaporkan
kepada manajemen atau bagian yang terkait. 9
20. Catatan keluhan hendaklah dikaji secara berkala untuk mengidentifikasi hal yang
spesifik atau masalah yang berulang terjadi, yang memerlukan perhatian dan
kemungkinan penarikan kembali produk dari peredaran.

POIN 6
Komplain (Keluhan dan Penarikan)
Pada tahap komplain terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan yaitu:
A. Prosedur Komplain
Berdasarkan CPOB 2018 halaman 96:
1. Menyediakan prosedur tertulis yang terperinci berupa tindakan yang diambil setelah
menerima keluhan titik, semua keluhan setidaknya didokumentasikan dan dinilai
untuk menetapkan apakah terjadi cacat mutu atau masalah lain.
2. Hendaknya memberikan perhatian khusus untuk menetapkan apakah nantinya
keluhan atau cacat mutu tersebut yang dicurigai berkaitan dengan pemalsuan.
3. Tidak semua keluhan yang akan diterima disebabkan oleh cacat mutu. Sehingga
untuk keluhan yang tidak menunjukkan adanya kemungkinan cacat mutu hendaknya
disertai dokumentasinya dengan tepat. Kemudian dikomunikasikan kepada bagian
atau personel yang bertanggung jawab atas investigasi dan pengelolaan keluhan
yang bersangkutan, seperti dugaan efek samping diharapkan dapat menyediakan
prosedur untuk memfasilitasi permintaan investigasi mutu dari suatu bets obat
dengan tujuan menginvestigasi dugaan efek samping yang dilaporkan.
4. Pada saat investigasi cacat mutu dimulai, setidaknya tersedia prosedur yang dapat
mencakup beberapa hal-hal berikut:
a. Deskripsi cacat mutu yang dilaporkan.
b. Penentuan luas dari cacat mutu. seharusnya dilakukan pemeriksaan atau
pengujian sampel pembanding dan/atau sampel pertinggal, dan dalam kasus
tertentu, peninjauan catatan produksi bets, catatan sertifikasi bets dan catatan
distribusi bets (khususnya untuk produk yang tidak tahan panas) harus
dilakukan.
c. Hal-hal yang dibutuhkan untuk meminta sampel atau produk cacat yang
dikembalikan, sehingga apabila sampel telah tersedia kebutuhan untuk
melakukan evaluasi memadai.
d. Penilaian risiko yang ditimbulkan akibat cacat mutu, berdasarkan tingkat
keparahan dan luas dari cacat mutu.
e. Proses pengambilan keputusan yang akan digunakan terkait dengan
kemungkinan kebutuhan tindakan pengurangan-risiko dalam jaringan distribusi,
seperti penarikan bets/produk atau tindakan lain.
f. Penilaian dampak dari tindakan penarikan obat terhadap ketersediaannya di
peredaran bagi pasien, dan kebutuhan untuk melaporkan dampak penarikan obat
kepada otoritas terkait.
g. Komunikasi internal dan eksternal yang perlu dilakukan sehubungan dengan
cacat mutu dan investigasi.
h. Identifikasi potensi akar masalah dari cacat mutu.
i. Kebutuhan untuk melakukan identifikasi dan mengimplementasikan Tindakan
Korektif dan Pencegahan yang tepat, dan penilaian terhadap efektivitasnya.
(CPOB No.13 Tahun 2018 BAB 9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan
Penarikan Kembali Produk poin 9.2)
B. Kategori Komplain
Komplain atau keluhan merupakan umpan balik dari konsumen atau pelanggan yang
cenderung sifatnya negatif yang ditujukan untuk perusahaan. Komplain diberikan karena
adanya ketidakpuasan konsumen ketika memakai dan membeli suatu barang baik itu
produk atau jasa. Komplain dimaksukan agar suatu perusahaan dapat memperbaiki
kualitas produknya dan meningkatkan kepuasan bagi pelanggannya.
Untuk dapat melindungi kesehatan dan kenyamanan masyarakat, suatu sistem dan
prosedur yang sesuai hendaknya tersedia untuk mencatat, menilai, menginvestigasi dan
meninjau lebih lanjut terhadap komplain atau keluhan dari pelanggan termasuk potensi
cacat mutu dan, jika perlu, segera melakukan penarikan obat termasuk obat uji klinik dari
jalur distribusi secara efektif.
Prinsip-prinsip dari Manajemen Risiko Mutu sudah seharusnya diterapkan pada
proses investigasi, penilaian cacat mutu dan proses pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan tindakan penarikan produk, tindakan perbaikan dan pencegahan serta
tindakan pengurangan risiko lain. Panduan atau cara yang berkaitan dengan prinsip-
prinsip tersebut tercantum dalam Bab 1 Sistem Mutu Industri Farmasi. (CPOB No. 13
Tahun 2018 BAB 1 Manajemenen Mutu, hal : 3)
Jika terdapat cacat mutu yang terkonfirmasi (kesalahan pembuatan, kerusakan produk,
temuan pemalsuan, ketidakpatuhan terhadap izin edar atau spesifikasi produk, atau isu
mutu serius lain) terhadap obat atau obat uji klinik yang dapat mengakibatkan penarikan
produk atau pembatasan pasokan, semua otoritas pengawas obat terkait harus segara
diberitahu. Apabila ditemukan produk yang beredar tidak sesuai dengan izin edarnya,
segera laporkan kepada Badan POM atau otoritas pengawas obat yang terkait sesuai
dengan ketentuan berlaku. (CPOB No.13 Tahun 2018 BAB 9 Penanganan Keluhan
Terhadap Produk dan Penarikan Kembali Produk poin Prinsip)

C. Pelaporan Komplain
Investigasi dan Pengambilan Keputusan
9.10 Informasi yang dilaporkan terkait kemungkinan cacat mutu hendaklah dicatat,
termasuk semua data yang asli dan rinci. Keabsahan dan luas dari cacat mutu yang
dilaporkan hendaklah didokumentasikan dan dinilai sesuai dengan prinsip Manajemen
Risiko Mutu untuk mendukung keputusan tingkat investigasi dan tindakan yang diambil.
9.11 Jika ditemukan atau dicurigai cacat mutu pada suatu bets, maka hendaklah
dipertimbangkan untuk memeriksa bets atau mungkin produk lain untuk memastikan
apakah bets lain atau produk lain tersebut juga terkena dampak. Terutama hendaklah
diinvestigasi apabila bets lain mengandung bagian atau komponen yang cacat.
9.12 Investigasi cacat mutu hendaklah mencakup tinjauan terhadap laporan cacat mutu
sebelumnya atau informasi terkait lain untuk mencari indikasi masalah spesifik atau
berulang yang memerlukan perhatian dan mungkin memerlukan tindakan regulasi lebih
lanjut.
9.13 Keputusan yang dibuat selama dan setelah investigasi cacat mutu hendaklah
mencerminkan tingkat risiko yang ditunjukkan oleh cacat mutu serta keseriusan setiap
ketidakpatuhan terhadap persyaratan dokumen izin edar/spesifikasi produk atau CPOB.
Keputusan tersebut hendaklah diambil tepat waktu untuk memastikan keselamatan
pasien dengan cara yang sesuai dengan tingkat risiko yang diakibatkan oleh masalah
tersebut.
9.14 Informasi yang komprehensif tentang jenis dan luas dari cacat mutu tidak selalu
diperoleh pada tahap awal investigasi, oleh karena itu proses pengambilan keputusan
hendaklah tetap memastikan bahwa tindakan pengurangan-risiko yang tepat diambil
selama investigasi dilakukan. Semua keputusan dan tindakan yang diambil sebagai
akibat dari cacat mutu hendaklah didokumentasikan.
9.15 Cacat mutu hendaklah dilaporkan tepat waktu oleh pabrik pembuat kepada
pemegang izin edar dan semua otoritas pengawas obat terkait dalam kasus-kasus di mana
cacat mutu dapat mengakibatkan penarikan atau pembatasan pasokan produk. (CPOB
No.13 Tahun 2018 BAB 9 Penanganan Keluhan Terhadap Produk dan Penarikan
Kembali Produk poin Prinsip)

Produk Kembalian
1. Produk yang telah dikembalikan dari peredaran dan sudah di lepas dari pengawasan
industri pembuat harus dimusnahkan, karena produk tersebut dapat dijual lagi, diberi
label kembali atau dipulihkan ke bets. Tetapi jika keraguan mutunya masih
memuaskan setelah dilakukan evaluasi secara kritis dengan cara mengevaluasi
pertimbangan sifat produk, kondisi penyimpanan khusus yang diperlukan, kondisi
dan riwayat produk serta lama produk dalam peredaran oleh kepala bagian
Manajemen Mutu (Pemastian Mutu) sesuai prosedur tertulis dan jika terdapat
keraguan terhadap mutu, produk tidak boleh dipertimbangkan untuk didistribusikan
atau dipakai lagi, walaupun pemrosesan ulang secara kimia untuk memperoleh
kembali bahan aktif dimungkinkan. Tiap tindakan yang diambil hendaknya dicatat
dengan baik.
2. Industri hendaknya menyiapkan prosedur untuk penahanan, penyelidikan dan
pengujian produk kembalian serta pengambilan keputusan, apakah produk
kembalian dapat diproses ulang atau harus dimusnahkan setelah dilakukan evaluasi
secara kritis. Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, produk kembalian dapat
dikategorikan sebagai berikut:
a. Produk kembalian yang masih memenuhi spesifikasi dapat dikembalikan ke
dalam persediaan;
b. Produk kembalian yang dapat diproses ulang; dan
c. Produk kembalian yang tidak memenuhi spesifikasi tidak dapat diproses ulang.

3. Prosedur yang dilakukan dapat mencakup beberapa hal sebagai berikut :


a. Identifikasi dan catatan mutu produk kembalian;
b. Penyimpanan produk kembalian dalam karantina;
c. Penyelidikan, pengujian dan analisis produk kembalian oleh bagian pengawasan
mutu;
d. Evaluasi yang kritis sebelum manajemen mengambil keputusan apakah produk
dapat diproses ulang atau tidak; dan
e. Pengujian tambahan terhadap persyaratan dari produk hasil pengolahan ulang.
4. Produk kembalian yang tidak dapat diolah ulang hendaknya dimusnahkan. Prosedur
ini mencakup tindakan pencegahan terhadap pencemaran lingkungan dan
penyalahgunaan bahan atau produk oleh orang yang tidak mempunyai wewenang.

Anda mungkin juga menyukai