Anda di halaman 1dari 2

Nama : Siti Mariyam

Nim : 1800010210
Kelas : EP/D
1. Proses Keberatan
Keberatan atas penetapan pajak merupakan hak wajib pajak yang dijamin oleh
undang-undang dalam rangka keadailan dalam pemenuhan kewajiban pajak.
Keberatan dapat diajukan oleh wajib pajak apabila wajib pajak merasa tidak puas atas
penetapan pajak yang dilakukan oleh fiscus. Adanya hak mengajukan keberatan
membuat terjadinya keseimbangan antara wajib pajak dan fiscus serta menjamin wajib
pajak terhindar darai kesewenangan fiscus. Dalam hukum pajak Indonesia ketentuan
tentang keberatan diatur dalam beberapa undang-undang pajak, yaitu Undang Undang
KUP, Undang Undang PBB, Undang Undang BPHTB, dan Undang Undang PDRD.
Pengaturan keberatan pajak pusat diatur dalam tiga undang-undang yang disesuaikan
dengan jenis pajak pusat yang diajukan keberatan. Sedangkan untuk jenis pajak daerah
keberatan diatur dalam Undang Undang PDRD dan peraturan daerah yang
memberlakukan pajak daerah pada suatu provinsi, kabupaten, atau kota.1
 Wajib pajak dapat mengajukan keberatan atas :
(a) Surat ketetapan pajak kurang bayar, (b) ketetapan pajak kurang bayar
tambahan, (c) Surat ketetapan pajak lebih bayar, (d) Surat ketetapan pajak nihil, (e)
Pemotongan/pemun gutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan peraturan
perundang undangan perpajakan.
 Syarat Surat Keberatan :
a) Diajukan tertulis dalam Bahasa Indonesia.
b) Mengemukakan jumlah pajak yang terutang/dipotong/dipungut/jumlah rugi
menurut perhitungan wajib pajak dengan disertai alasan-alasan yang menjadi
dasar perhitungan.
c) Surat keberatan diajukan hanya untuk satu surat ketetapan pajak, satu
pemotongan pajak, atau satu pemungutan pajak.
d) Wajib pajak telah melunasi pajak yang masih dibayar paling sedikit sejumlah
yang telah disetujui wajib pajak dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan.
e) Diajukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal dikirim surat ketetapan
pajak atau sejak tanggal pemotongan/pemungutan pajak oleh pihak ketiga
kecuali wajib pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat
dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaan wajib pajak.
f) Surat keberatan ditandatangani oleh wajib pajak, dan dalam hal surat keberatan
ditandatangani oleh bukan wajib pajak, surat keberatan tersebut harus dilampiri
dengan surat kuasa khusus.2

2. Banding
Surat keputusan keberatan yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak untuk jenis
pajak pusat maupun yang diterbitkan oleh kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk itu
disampaikan kepada wajib pajak untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya apabila
wajib pajak tidak setuju dengan isi Surat Keputusan Keberatan yang diterimanya, ia
memiliki hak untuk mengajukan banding kepada badan peradilan pajak yang ditunjuk
atau ditentukan oleh undang-undang pajak. Ketentuan tentang banding diatur dalam

1
Marihot Pahala Siahaan, Seri Hukum Pajak Indonesia, Hukum Pajak Formal, Pendaftaran, Pembayaran,
Pelaporan, Penetapan, Penagihan, Penyelesaian Sengketa, dan Tindak Pidana Pajak, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010, hal.191-217.
2
Amir Hidayatulloh, Keberatan, Banding, Gugatan, Dan Peninjauan Kembali, Prodi Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan, Hal.3-4.

1
Undang Undang KUP , Undang Undang PBB dan Undang Undang BPHTB untuk jenis
pajak pusat, sedangkan untuk pajak daerah diatur dalam Undang Undang PDRD
maupun peraturan daerah tentang pemberlakukan suatu jenis pajak daerah di suatu
provinsi, kabupaten atau kota.3
 Surat putusan banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap
surat keputusan keberatan yang diajukan oleh wajib pajak.4

3. Peninjauan Kembali
Apabila para pihak yang bersengketa tidak puas dengan keputusan yang diambil oleh
majelis hakim Pengadilan Pajak dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan
Pengadilan pajak kepada Mahkamah Agung. Salah satu kemungkinan Putusan
Peninjauan Kembali adalah dikabulkan, baik sebagian maupun seluruhnya. Hal ini
tentunya mengakibatkan pajak terutang menjadi lebih kecil dari surat ketetapan pajak
yang telah diterbitkan oleh fiscus.
 Peninjauan kembali hanya dapat :
a) Pengajuan peninjauan kembali dilakukan dalam jangka waktu paling lambat tiga
bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak
keputusan hakim.
b) Pengambilan keputusan dalam jangka waktu enam bulan sejak peninjauan
kembali diterima.5

4. Peradilan Pajak
Berdasarkan Undang Undang Nomor 14 tahun 2002, Pengadilan Pajak mempunyai
tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak. Pengadilan pajak dalam
hal banding hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan,
kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu,
dapat pula memeriksa dan memutus permohonan banding atas keputusan/ketetapan
yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang sepanjang aturan perundang-undangan
yang terkait mengatur demikian. Pengadilan Pajak merupakan pengadilan tingkat
pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutus sengketa pajak.
 Lembaga Peradilan pajak
Badan peradilan pajak yang dimaksudkan sebagai institusi hukum yang berwenang
untuk menyelesaikan sengketa pajak antar wajib pajak dan fiscus dalam Hukum
PajakIndonesia mengalami perubahan dari masa ke masa. Perubahan dimaksud
dilakukan sesuai dengan kebijakan dari pemerintah yang berkuasa dan persetujuan
perwakilan rakyat. Badan tersebut adalah :
a) Majelis Pertimbangan Pajak (MPP), yang berlaku sejak zaman Hindia Belanda
hingga tahun 1997.
b) Sejak 1 Januari 1998 sampai 11 April 2002 berlaku Badan Penyelesaian
Sengketa Pajak (BPSP).6

3
Marihot Pahala Siahaan, Seri Hukum Pajak Indonesia, Hukum Pajak Formal, Pendaftaran, Pembayaran,
Pelaporan, Penetapan, Penagihan, Penyelesaian Sengketa, dan Tindak Pidana Pajak, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010, hal.191-217.
4
M.Timanta, Pengaruh Penagihan Pajak Dengan Surat Teguran Dan Surat Paksa Terhadap Penerimaan
Pajak (Studi Empiris Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sumedang), Doctoral disertassion,
Universitas Widyatama. (2017). Hal.19
5
Amir Hidayatulloh, Keberatan, Banding, Gugatan, Dan Peninjauan Kembali, Prodi Akuntansi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan, Hal.8
6
Marihot Pahala Siahaan, Seri Hukum Pajak Indonesia, Hukum Pajak Formal, Pendaftaran, Pembayaran,
Pelaporan, Penetapan, Penagihan, Penyelesaian Sengketa, dan Tindak Pidana Pajak, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2010, hal.191-217.

Anda mungkin juga menyukai