Preferensi Dan Motivasi Masyarakat Lokal 3fafaf40
Preferensi Dan Motivasi Masyarakat Lokal 3fafaf40
Abstrak
Banyak pihak masih meragukan nilai masyarakat terkait hutan alasan bahwa masyarakat lokal itu adalah perusak
hutan, tidak dapat membatasi konsumsinya terhadap sumberdaya hutan dan dipandang sebagai masalah dalam konservasi
sumberdaya hutan. Akibatnya, kebijakan pengelolaan hutan yang melibatkan masyarakat masih menjadi bahan
perdebatan, utamanya dalam pengelolaan kawasan konservasi. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran tentang
preferensi dan motivasi masyarakat lokal terhadap pemanfaatan sumberdaya hutan di kawasan Taman Nasional Lore
Lindu (TNLL) provinsi Sulawesi Tengah. Penelitian ini menerapkan metode survei, yang dilaksanakan pada dua tipe
komunitas masyarakat lokal di sekitar TNLL yakni masyarakat desa homogen dan masyarakat desa heterogen. Data
preferensi pemanfaatan hutan diperoleh melalui metode skor dengan menggunakan distribusi kartu yang dilakukan oleh
masyarakat lokal, sedangkan data motivasi diperoleh melalui wawancara kepada masyarakat menggunakan kuesioner.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai preferensi kegunaan hutan yang tertinggi bagi masyarakat lokal adalah
kegunaan hutan untuk perlindungan dan pengaturan air. Nilai tertinggi preferensi kegunaan hutan di zona rimba
kompatibel dengan tujuan pengelolaan TNLL, sedangkan di zona pemanfaatan dan zona rehabilitasi masih ditemukan
nilai preferensi yang tertinggi yang tidak kompatibel dengan tujuan pengelolaan TNLL. Masyarakat lokal yang bermukim
di sekitar TNLL tidak hanya memiliki motivasi atas dasar kebutuhan material yang tinggi terhadap sumberdaya di TNLL
tetapi juga memiliki motivasi sosial yang tinggi dan bahkan memiliki motivasi moral yang sangat tinggi. Dengan
demikian, masyarakat lokal itu perlu dilibatkan dalam pengelolaan taman nasional melalui pengaturan institusi yang tepat.
Kata kunci: preferensi, motivasi, masyarakat lokal, hutan, taman nasional.
Abstract
Many people still doubt the value of local community related to forest, because they think that the local communities
are destroyers of the forest, cannot limit their consumption to forest resources and become a problem of forest resource
conservation. Consequently, forest management policy involving the local community is still a subject of debate,
especially in the management of protected areas. This research aims to provide an overview of the preferences and
motivations of local communities to use forest resources in Lore Lindu National Park (LLNP), Central Sulawesi province.
This research applied a survey method and was conducted on two types of local communities around the village
community LLNP - homogeneous and heterogeneous village communities. Data on forest utilization preferences were
obtained through the scoring method using the distribution of cards conducted by local communities, while data on
motivation were obtained through interviews to local communities using a questionnaire. This study showed that the
highest preference for local community forest use was the uses of forest for protection and regulation of water. The highest
value of preference for local community forest use in wilderness zone was compatible with the objectives of LLNP, while
in utilization zone and rehabilitation zone, it was still found the highest value of preference for local community forest
use which was not compatible with the objectives of LLNP. The Local communities were not only motivated based on
high material needs of resources in LLNP but they also have a high social motivation and even they have a very high
moral motivation. Therefore, the local communities should be involved in the management of national parks through the
appropriate institutional arrangements.
Keywords: preference, motivation, local community, forest, national park.
216 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 23, No. 2
menjaga hutan di wilayahnya. Tindakan kolektif datar dan dekat dengan pemukiman sehingga
muncul karena adanya kepentingan bersama cenderung diprioritaskan oleh masyarakat lokal
(Gautam dan Shivakoti, 2005) dan sense of crisis. sebagai lahan untuk berkebun dan tempat untuk
Kepentingan terhadap air dan ketakutan atas mengambil kayu untuk kebutuhan bangunan dan
bencana tersebut menjadi self-motivation dan perkakas. Preferensi kegunaan hutan itu merupakan
kemudian melahirkan aksi-aksi kolektif bagi alasan dari perilaku masyarakat. Hal ini
masyarakat desa Bobo untuk selalu menjaga hutan. diungkapkan oleh Schmid (2004) bahwa preferensi
Air yang bersumber dari kawasan TNLL merupakan merupakan ekspektasi dan meliputi nilai,
sumber air satu-satunya bagi masyarakat desa ini kepercayaan, dan kapasitas yang menentukan
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi karena tidak tindakan yang akan dilakukan (Bowles, 1998).
tersedia sumber air tanah. Situasi ini juga terjadi Karakteristik masyarakat desa Wuasa bersifat
pada masyarakat desa di sekitar Taman Nasional heterogen. Penduduk asli di desa ini adalah suku
Seblat. Masyarakat menjaga hutan karena motivasi Pekurehua dan suku pendatang berkisar 20%. Suku
menjaga sumber air untuk irigasi, di samping untuk pendatang yang bermukim di desa ini adalah suku
mencegah banjir dan tanah longsor akibat Bugis yang berasal dari Sulawesi Selatan, suku Jawa
deforestasi (Wood dkk., 2014). dan masyarakat pengungsi kerusuhan Poso. Desa
Preferensi kegunaan hutan di TNLL bervariasi Bobo juga memiliki masyarakat yang heterogen.
antara desa satu dengan yang lainnya. Nilai Desa ini dihuni oleh penduduk asli suku Kaili dan
preferensi yang tinggi bagi masyarakat lokal yang suku pendatang seperti suku Bugis dan Jawa
bermukim di sekitar zona rimba TNLL, seperti desa sebanyak 15%. Berbeda halnya dengan karakteristik
Bobo dan Desa Betue, adalah kompatibel dengan masyarakat desa Lempe dan masyarakat desa Betue.
tujuan pengelolaan TNLL, sedangkan nilai Kedua desa ini lebih bersifat homogen. Desa Lempe
preferensi yang tinggi bagi masyarakat lokal yang dihuni oleh penduduk asli suku Behoa sedangkan
bermukim di sekitar zona rehabilitasi dan zona desa Betue dihuni oleh suku Rampi. Karakteristik
pemanfaatan, seperti desa Wuasa dan Lempe, tidak responden berdasarkan tingkat pendidikan dan umur
kompatibel dengan tujuan pengelolaan taman di empat desa sampel tersebut terlihat pada Tabel 2.
nasional. Kebijakan pengelolaan kawasan Skor nilai preferensi kegunaan hutan untuk
konservasi yang tertuang dalam P. 56 /Menhut- lahan berkebun atau berladang sangat berbeda antara
II/2006 dan PP Nomor 28 Tahun 2011 menekankan masyarakat di desa Wuasa dan desa Bobo, padahal
larangan pemanfaatan hutan yang bersifat keduanya memiliki karakteristik masyarakat yang
eksploitatif pada zona tersebut meskipun untuk heterogen. Masyarakat desa Bobo umumnya tidak
pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal (Anonim, lagi memprioritaskan hutan di TNLL sebagai lahan
2006; Anonim, 2011). Namun faktanya, masyarakat berkebun, tetapi lebih memprioritaskan sebagai
sekitar TNLL hidup berbatasan dengan zona-zona sumber mata air dan pengendali erosi dan longsor.
tersebut dan masih bergantung pada sumberdaya Sebelumnya, masyarakat desa Bobo memilih hutan
hutan di zona tersebut. di wilayah TNLL digunakan sebagai lahan
Bagi masyarakat lokal, preferensi tersebut lebih berkebun, namun bencana banjir dan krisis air yang
ditentukan oleh dorongan untuk memenuhi pernah mereka alami mengubah preferensinya.
kebutuhan hidup dibandingkan dengan Nilai tertinggi preferensi kegunaan hutan
pertimbangan karakteristik fisik hutan seperti jarak sebagai penghasil kayu untuk bahan bangunan dan
dari pemukiman, kelerengan dan ketinggian tempat perkakas terdapat di desa Lempe. Hasil wawancara
dari permukaan laut, meskipun ada kecenderungan dengan masyarakat desa Lempe mengungkapkan
bahwa zona rehabilitasi dan zona pemanfaatan itu bahwa sulit untuk menghindari penebangan pohon di
memiliki karakteristik fisik lahan hutan yang relatif kawasan TNLL karena tidak ada sumber alternatif
Tabel 2. Karakteristik responden.
Karakteristik responden Karakteristik responden Persentase per desa (%)
Bobo Wuasa Betue Lempe
Pendidikan SD 20,00 10,00 40,00 16,67
SMP 53,33 43,33 33,33 20,00
SMA 26,67 46,67 20,00 63,33
Diploma/Sarjana 0,00 0,00 6,67 0,00
Gambar 2. Motivasi masyarakat lokal berdasarkan kebutuhannya di TNLL (Sumber: Hasil analisis, 2014).
lain untuk memenuhi kebutuhan kayu bagi mereka. komponen yakni kebutuhan fisiologi, kebutuhan
Saat ini, kebutuhan kayu masyarakat desa lempe dan keselamatan dan keamanan, kebutuhan untuk
desa-desa lain di wilayah penelitian bukan memiliki, cinta dan kasih sayang, kebutuhan atas
digunakan untuk tujuan komersial melainkan hanya pengakuan dan kebutuhan aktualisasi diri. Kelima
untuk kebutuhan lokal seperlunya saja. komponen itu, menurut Edwards-Jones dkk. (2000),
Masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan dikelompokkan menjadi tiga kelompok kebutuhan
TNLL sesungguhnya memahami tentang pentingnya yakni kebutuhan material, kebutuhan sosial dan
melestarikan hutan, namun mereka juga kebutuhan moral.
membutuhkan pemanfaatan hutan yang bersifat Secara keseluruhan, motivasi masyarakat lokal
eksploitatif untuk pemenuhan kebutuhan material. berdasarkan kebutuhan moral di TNLL lebih tinggi
Hal ini juga diungkapkan oleh Vallino (2014) bahwa dibandingkan dengan motivasi berdasarkan
masyarakat lokal sesungguhnya peduli terhadap kebutuhan sosial dan kebutuhan material. Motivasi
lingkungan, namun mereka juga butuh eksploitasi masyarakat lokal berdasarkan kebutuhan moral
sumberdaya hutan dalam memenuhi kebutuhan termasuk kategori sangat tinggi sedangkan motivasi
rumah tangga. Menurut Abdullahi dan masyarakat berdasarkan kebutuhan sosial dan
Abdulhameed (2012), masyarakat lokal yang hidup motivasi masyarakat berdasarkan kebutuhan
di sekitar hutan sesungguhnya memberikan material termasuk kategori tinggi. Hal ini terlihat
kontribusi terhadap kegiatan konservasi karena pada Gambar 2.
mereka telah menggunakan sumberdaya selama Motivasi masyarakat lokal yang sangat tinggi
ratusan tahun, budaya dan pengetahuan mereka berdasarkan kebutuhan material di TNLL adalah
berakar dari lingkungannya. motivasi atas dasar kebutuhan keamanan,
keselamatan dan perlindungan seperti kebutuhan
Motivasi Masyarakat Lokal terhadap terhindar dari banjir, kebutuhan menjaga sumber air
Sumberdaya Hutan di TNLL dan kebutuhan terhindar dari longsor dan erosi.
Preferensi kegunaan hutan itu berkaitan erat Motivasi ini secara lengkap disajikan pada Tabel 3.
dengan motivasi masyarakat untuk memenuhi Pada Tabel 3 tersebut juga terungkap bahwa
kebutuhan. Motivasi menurut Robbins (2008), motivasi masyarakat berdasarkan kebutuhan
adalah proses yang ikut menentukan intensitas, arah material yang juga tergolong tinggi adalah motivasi
dan ketekunan individu dalam usaha mencapai untuk kebutuhan obat-obat tradisional dan
sasaran. Maslow (1970) mengungkapkan bahwa kebutuhan kayu untuk bahan bangunan dan
kebutuhan manusia pada prinsipnya terdiri atas lima
perkakas. Di satu sisi, masyarakat memiliki motivasi kebutuhan mendapatkan pengakuan dari pihak lain.
yang sangat tinggi terhadap kebutuhan perlindungan Di desa Betue, motivasi sosial yang sangat tinggi
dan rasa aman tetapi di sisi lain juga memiliki adalah motivasi untuk kebutuhan bergotong royong
motivasi tinggi untuk memenuhi kebutuhan kayu menjaga dan memanfaatkan hutan, dan kebutuhan
bersifat lokal. Situasi seperti ini memerlukan menjaga identitas bersama, sedangkan di desa
pengaturan institusi yang tepat. Lempe motivasi sosial yang sangat tinggi adalah
Menurut Ostrom (1990) dan Uphoff (1986), motivasi atas dasar kebutuhan mendapatkan
keberadaan institusi yang tepat dalam mengatur pengakuan lahan, kebutuhan bergotong royong
pemanfaatan sumberdaya akan menyebabkan menjaga dan memanfaatkan hutan dan kebutuhan
sumberdaya tersebut tetap terjaga, sehingga tidak menjaga identitas bersama.
menimbulkan bencana. Keberadaan institusi lokal Berdasarkan kebutuhan moral, motivasi
melalui aturan adat dalam pemanfaatan hutan yang masyarakat lokal yang sangat tinggi adalah motivasi
masih berjalan di desa Betue dan Lempe atas dasar kebutuhan melestarikan nilai-nilai
menyebabkan hutan di wilayah tersebut tidak budaya, kebutuhan hidup harmonis dengan alam,
mengalami kerusakan walaupun masyarakat lokal kebutuhan menjaga keindahan alam, dan kebutuhan
kedua desa tersebut memiliki motivasi melestarikan flora dan fauna. Gambaran motivasi
pemanfataatan kayu yang tinggi untuk kebutuhan berdasarkan kebutuhan moral itu di tampilkan pada
lokal. Sebaliknya, kerusakan sumberdaya hutan Tabel 5.
terjadi di desa Wuasa karena aturan adat dan Menurut Edwards-Jones dkk. (2000) kebutuhan
kesepakatan konservasi masyarakat yang telah moral itu disebut juga kebutuhan aktualisasi diri dan
dibangun tidak berjalan karena tidak dikuatkan. bersifat sangat penting sehingga tidak bersifat
Motivasi masyarakat lokal sekitar TNLL hirarki. Nilai moral berkaitan dengan kebajikan,
berdasarkan kebutuhan sosial yang termasuk kebenaran tindakan dan keadilan. Masyarakat lokal
kategori sangat tinggi adalah motivasi untuk di sekitar TNLL memiliki kebutuhan moral yang
menjaga identitas bersama. Hal tersebut terlihat pada tergolong sangat tinggi tetapi di sisi lain mereka juga
Tabel 4. memiliki motivasi material bersifat eksploitatif yang
Tingkat motivasi masyarakat berdasarkan masih tergolong tinggi. Hasil penelitian Golar
kebutuhan sosial berbeda antara satu desa dengan (2010) juga menemukan bahwa masyarakat
desa lainnya. Di desa Bobo, motivasi masyarakat perambah di zona rehabilitasi TNLL ternyata
berdasarkan kebutuhan sosial yang sangat tinggi memiliki kesadaran terhadap aspek lingkungan
adalah motivasi untuk kebutuhan bergotong royong bukan saja bagi dirinya pribadi namun lebih jauh
dalam menjaga dan memanfaatkan hutan dan bagi mahluk lainnya. Menurut North (1990)
222 J. MANUSIA DAN LINGKUNGAN Vol. 23, No. 2
motivasi aktor sangat rumit untuk dipahami, sangat pengaturan institusi dengan mengintegrasikan aturan
kontroversial dan kurang dimengerti berkenaan formal dan aturan lokal yang berkembang di
dengan asumsi perilaku. Meskipun begitu, dalam masyarakat.
memenuhi kebutuhannya, masyarakat lokal
khususnya penduduk asli di sekitar TNLL, memiliki DAFTAR PUSTAKA
kearifan dalam pemanfaatan sumberdaya alam.
Kearifan suku Kaili Ija, yang merupakan suku Abdullahi, M.B., dan Abdulhameed, A., 2012. An
asli desa Bobo, membagi landscape menjadi Overview of Local People’s Livelihood and
beberapa wilayah pemanfaatan meliputi wana, Biodiversity Conservation in Maladumba
pangale, lopo, bonde dan tinalu. Wana adalah Lake and Forest Reserve (MLFR) Bauchi,
wilayah hutan yang bebas dari aktivitas manusia Nigeria. Environmental Research Journal,
yang terdapat pada bagian hulu atau pegunungan dan 6(3):239-245.
merupakan sumber mata air. Pangale adalah wilayah Anonim, 2006. Peraturan Menteri Kehutanan
hutan yang digunakan mengambil obat-obat Nomor. 56/Menhut-II/2006 Tentang Pedoman
tradisional, rotan, perburuan, dan pengambilan hasil Zonasi Taman Nasional. Kementerian
hutan bukan kayu lainnya, dan tidak untuk kegiatan Kehutanan. Jakarta.
perladangan. Lopo adalah hutan sekunder yang Anonim, 2007. Identifikasi Desa Dalam Kawasan
sebelumnya pernah di kelola menjadi kebun. Hutan 2007. Departemen Kehutanan dan
Mengingat tingkat kesuburannya yang menurun, Badan Pusat Statistik. Jakarta.
wilayah ini diistirahatkan/diberakan selama sekitar Anonim, 2009. Identifikasi Desa di Dalam dan
10 tahun sehingga tumbuh vegetasi dengan diameter Sekitar Kawasan Hutan 2009. Departemen
rata-rata 30 cm. Bonde adalah kebun yang telah Kehutanan dan Badan Pusat Statistik. Jakarta.
ditanami dengan beberapa jenis tanaman untuk Anonim, 2011. Peraturan Pemerintah Nomor 28
kebutuhan sehari-hari. Tinalu adalah kebun yang Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Kawasan
masih digarap atau ditanami dengan tanaman Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
palawija. Kementerian Sekretariat Negara RI. Jakarta.
Anonim, 2014. Statistik Taman Nasional Lore Lindu
KESIMPULAN Tahun 2013. Balai Taman Nasional Lore
Lindu. Palu.
Akomodasi kepentingan masyarakat lokal Berkes, F., 2008. Scared Ecology. Second Edition.
terhadap sumberdaya hutan di TNLL melalui Rouledge Taylor dan Prancis Group, New
pengaturan institusi kesepakatan konservasi York.
masyarakat penting untuk dijalankan dan diperkuat, Bowles, S., 1998. Endogenous Preferences: The
sebab masyarakat lokal tidak hanya memiliki Cultural Consequences of Markets and Other
motivasi atas dasar kebutuhan material yang tinggi Economic Institutions. Journal of Economic
di TNLL, tetapi juga memiliki motivasi sosial yang Literature, 36(1):75-111.
tinggi dan bahkan motivasi moral yang sangat tinggi. Creswell, J.W., 2012. Research Design; Pendekatan
Preferensi kegunaan hutan di TNLL yang sangat Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Edisi
penting bagi masyarakat lokal adalah untuk Ketiga. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
perlindungan dan pengaturan tata air, meskipun di Cubbage, F., Harou, P., dan Sills, E., 2007. Policy
zona rehabilitasi dan zona pemanfaatan masih Instruments to Enhance Multi-Functional
ditemukan nilai tertinggi preferensi masyarakat yang Forest Management. Forest Policy and
tidak kompatibel dengan aturan pengelolaan taman Economics, 9(7):833-851.
nasional. Dietrich, F., dan List, C., 2013. Where Do
Aturan formal peruntukkan zona rehabilitasi Preferences Come From? International
dan zona pemanfaatan taman nasional menekankan Journal of Game Theory, 42(3):613-637.
larangan pemanfaatan hutan yang bersifat Edwards-Jones, G., Davies, B., dan Hussain, S.,
eksploitatif pada zona tersebut walaupun untuk 2000. Ecological Economic. An Introduction.
pemenuhan kebutuhan masyarakat lokal. Namun Blackwell Science, Oxford.
faktanya, masyarakat sekitar TNLL hidup Farber, S.C., Costanza, R., dan Wilson, M.A., 2002.
berbatasan dengan zona-zona tersebut dan masih Economic and Ecological Concepts for
bergantung pada sumberdaya hutan di zona itu. Valuing Ecosystem Services. Ecological
Situasi tersebut memerlukan perubahan kebijakan Economics, 41(3):375-392.
pengelolaan taman nasional yang dapat Feeny, D., Berkes, F., McCay, B.J., dan Acheson
mengakomodasi keberlanjutan matapencaharian J.M., 1990. The Tragedy of The Commons:
masyarakat dan kelestarian hutan melalui
Juli 2016 SUDIRMAN DAENG MASSIRI DKK.: PREFERENSI DAN MOTIVASI 223
Twenty-Two Years Later. Human Ecology, Ostrom, E., Gardner, R., dan Walker, J., 1994. Rules,
18(1):1-19. Games, and Common-Pool Resources.
Gautam, A.P., dan Shivakoti, G.P., 2005. Conditions University of Michigan Press, Ann Arbor.
for Successful Local Collective Action in Ostrom, E., dan Nagendra, H., 2006. Insights on
Forestry: Some Evidence from the Hills of Linking Forests, Trees, and People from The
Nepal. Society and Natural Resources, Air, on The Ground, and in The Laboratory.
18(2):153-171. Proceedings of The National Academy of
Gibson, C.C., dan Koontz, T., 1998. When Sciences, 103(51):19224-19231.
“Community” is Not Enough: Institutions and Robbins, S.P., 2003. Organizational Behavior. 10th
Values in Community-Based Forest Edition. Pearson Education International, New
Management in Southern Indiana. Human York.
Ecology, 26(4):621-647. Safitri, M.A., 2013. Keniscayaan Trans-
Golar, 2010. Orientasi Nilai Sosial Perambahan disiplinaritas dalam Studi Sosio-Legal
Hutan di Zona Rehabilitasi Taman Nasional terhadap Hutan Hukum dan Masyarakat,
Lore Lindu (TNLL). Studi Kasus Aktivitas dalam: Kartodihardjo H, (ed), Kembali ke
Perambahan Dongi-Dongi. Jurnal Jalan Lurus. Kritik Penggunaan Ilmu dan
Forestsains, 8(1):10-17. Praktek Kehutanan Indonesia. Forci
Hyytiä, N., dan Kola, J., 2006. Finnish Citizens’ Development, Bogor.
Attitudes Towards Multifunctional Salosa, S.T., Awang, S.A., Suryanto, P., dan
Agriculture. International Food and Purwanto, R.H., 2014. Hutan dalam
Agribusiness Management Review, 9(3):1-22. Kehidupan Masyarakat Hatam di Lingkungan
Kadir, A.W., Awang, S.A., Purwanto, R.H., dan Cagar Alam Pegunungan Arfak. Jurnal
Poedjirahardjoe, E., 2012. Analisis Kondisi Manusia dan Lingkungan, 21(3):349-355.
Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Taman Schmid, A.A., 2004. Conflict and Cooperation;
Nasional Bantimurung Bulusaraung, Provinsi Institutional and Behavioral Economics.
Sulawesi Selatan. Jurnal Manusia dan Blackwell Publishing, London.
Lingkungan. 19(1):1-11. Sheil, D., dan Liswanti, N., 2006. Scoring The
Kant, S., dan Lee, S., 2004. A Social Choice Importance of Tropical Forest Landscapes
Approach to Sustainable Forest Management: with Local People: Patterns and Insights.
An Analysis of Multiple Forest Values in Environmental Management, 38(1):126-136.
Northwestern Ontario. Forest Policy and Soekmadi, R., 2003. Pergeseran Paradigma
Economics, 6(3):215-227. Pengelolaan Kawasan Konservasi: Sebuah
Kijazi, M.H., dan Kant, S., 2010. Forest Wacana Baru dalam Pengelolaan Kawasan
Stakeholders' Value Preferences in Mount Konservasi. Media Konservasi, 3(3):87-93.
Kilimanjaro, Tanzania. Forest Policy and Uphoff, N., 1986. Local Institutional Development:
Economics, 12(5):357-369. Analytical Sourcebook with Cases. Kumarian
Maslow, A.H., 1970. Motivation and Personality. Press, New York.
Harper & Row Publisher, New York. Vallino, E., 2014. The Tragedy of The Park: An
North, D.C., 1990. Institutions, Institutional Change Agent-Based Model of Endogenous and
and Economic Performance. Cambridge Exogenous Institutions for Forest
University Press, New York. Management. Ecology and Society, 19(1):35-
Norton, B., Costanza, R., dan Bishop, R.C., 1998. 54.
The Evolution of Preferenses. Why Wood, P., Sheil, D., Syaf, R., dan Warta, Z., 2014.
'Sovereign' Preferences May Not Lead to The Implementation and Sustainability of
Sustain Policy and What to Do About It. Village Conservation Agreements Around
Ecological Economics, 24:193-211 Kerinci Seblat National Park, Indonesia.
Ostrom, E., 1990. Governing the Common: The Society and Natural Resources, 27(6):602-
Evolution of Institution for Collective Action. 620.
Cambridge University Press, New York. Wang, S., 2013. Forest Economics in an Increasingly
Urbanized Society: The Next Frontier. Forest
Policy and Economics, 35:45-49.