Anda di halaman 1dari 14

NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal.

61-74)

Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Skizofrenia Dalam


Mengontrol Halusinasi Di RS Jiwa Menur Surabaya

Yosi Apriliania, Esti Widiania


a
Poltekkes Kemenkes Malang (Kampus 2 Lawang), Jl. A.Yani Sumberporong Lawang,
Kabupaten Malang, 65212, Indonesia
e-mail korespondensi: yoshi.apriliani20@gmail.com, esti_widiani@poltekkes-malang.ac.id

Abstract
Hallucinations are absorption (perception) of the five senses without any stimulation from outside. The way to
control hallucinations was by conducting therapeutic communication. Therapeutic communication is
communication done by nurses during nursing interventions to help the patient's healing process and help patients
overcome their problems through communication. Nurse's therapeutic communication has four phases of
communication namely pre-interaction, orientation or introduction, work and termination. This study aims to
improve the ability of people with schizophrenia in controlling hallucinations in Menur Mental Hospital Surabaya.
The method in this research was a case study using two subjects. The results of this study indicate that after doing
therapeutic communication with a frequency of 6 sessions in 6 days both subjects experienced an increase in the
ability to control hallucinations. Therapeutic communication can improve the ability to control the hallucinations
of the subject if it is done according to the stages.

Keywords: hallucinations, therapeutic communication, schizophrenia

Abstrak
Halusinasi adalah penyerapan (persepsi) panca indra tanpa adanya rangsangan dari luar. Cara untuk mengontrol
halusinasi adalah dengan melakukan komunikasi terapeutik. Komunikasi Terapeutik merupakan komunikasi yang
dilakukan perawat pada saat melakukan intervensi keperawatan untuk membantu proses penyembuhan pasien dan
membantu pasien mengatasi masalah yang dihadapinya melalui komunikasi. Komunikasi terapeutik perawat
mempunyai empat fase komunikasi yaitu fase preinteraksi, orientasi atau perkenalan, kerja dan terminasi.
Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan pasien skizofrenia dalam mengontrol halusinasi di RS
Jiwa Menur Surabaya. Metode dalam penelitian ini adalah studi kasus dengan menggunakan dua subjek. Hasil
penelitian ini menunjukkan setelah dilakukannya komunikasi terapeutik dengan frekeunsi 6 sesi selama 6 hari
kedua subjek mengalami peningkatan kemampuan dalam mengontrol halusinasi. Komunikasi terapeutik dapat
meningkatkan kemampuan mengontrol halusinasi subjek jika dilakukan bertahap sesuai prosesdur yang bisa
digunakan.

Kata kunci: halusinasi, komunikasi terapeutik, skizofrenia

PENDAHULUAN

Perkembangan yang pesat dalam mampu menghindari tekanan-tekanan hidup


berbagai bidang kehidupan manusia, yang yang dialami. Kondisi kritis ini membawa
meliputi bidang ekonomi, teknologi, sosial dampak terhadap peningkatan kualitas
dan budaya serta bidang bidang yang lain maupun kuantitas penyakit mental-emosional
telah membawa pengaruh yang besar bagi manusia (Yusuf et al., 2015). Merujuk data
manusia itu sendiri. Kehidupan yang sulit dan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
komplek dengan meningkatnya kebutuhan 2018 bahwa prevalensi rumah tangga dengan
menyebabkan bertambahnya stressor anggota yang menderita skizofrenia atau
psikososial telah menyebabkan manusia tidak psikosis sebesar 7 per 1000 dengan cakupan
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 61
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

pengobatan 84,9 persen (Kemenkes RI, n.d.). tujuan yang ingin dicapai (Yusuf et al., 2015).
Psikosis ada dua jenis yaitu psikosis organik, Pelaksanaannya adalah dengan menggunakan
dimana didapatkan kelainan pada otak dan komunikasi terapeutik yang dilakukan
psikosis fungsional, tidak terdapat kelainan perawat dengan pasien yang mempunyai
pada otak. Psikosis sebagai salah satu bentuk tujuan yaitu klien mampu mengontrol
gangguan jiwa merupakan ketidakmampuan halusinasi. Dengan teknik komunikasi
untuk berkomunikasi atau mengenali realitas terapeutik ini berguna untuk membangun
yang menimbulkan kesukaran dalam hubungan terapeutik perawat dan klien,
kemampuan seseorang untuk berperan mengidentifikasi masalah klien, mengkaji
sebagaimana mestinya dalam kehidupan persepsi klien tentang masalah yang
sehari-hari. Tanda dan gejala psikosis antara dihadapinya. Teknik komunikasi terapeutik
lain : perilaku regresi, perasaan tidak sesuai, merupakan salah satu teknik dalam proses
berkurangnya pengawasan-pengawasan penyembuhan pasien terutama dengan
terhadap impuls-impuls, waham dan masalah keperawatan gangguan jiwa tak
halusinasi. Pengobatan pada psikosis adalah terkecuali pasien gangguan jiwa dengan
neuroleptik misalnya Chlorpromazine yang halusinasi (Stuart, 2013).
diberikan secara intra muscular, Berdasarkan fenomena di atas pasien
Trannquilaizer misalnya Valium atau Stesolid dengan halusinasi merupakan kategori 10
yang diberikan secara intra vena. Sedangkan besar diagnosa prioritas dan dominan
terapi oral yang diberikan pada psikosis persentase terbanyak jumlah pasien dengan
adalah Triflouperazine (Stelazine) dan diagnosa halusinasi dibandingkan dengan
Haloperidol (Direja, 2011). diagnosa lainnya di RS Jiwa Menur Surabaya
Salah satu gejala psikosis yang dialami sehingga penulis tertarik untuk mengadakan
penderita gangguan jiwa adalah halusinasi penelitian untuk mengetahui bagaimanakah
yang merupakan gangguan persepsi dimana kemampuan pasien skizofrenia dalam
klien mempersepsikan sesuatu yang mengontrol halusinasi sebelum dan sesudah
sebenarnya tidak terjadi (Stuart, 2013). dilakukannya komunikasi terapeutik.
Halusinasi merupakan persepsi sensorik Sehingga dengan ini penulis mengambil judul
penglihatan, sentuh, pendengaran, Kemampuan Pasien Skizofrenia dalam
penghidu/pengecap tanpa rangsang luar. Mengontrol Halusinasi di RS Jiwa Menur
Tindakan pengobatan yang dapat dilakukan Surabaya.
kepada klien dengan halusinasi yaitu
pengobatan psikofarmaka dan terapi kejang
listrik (Direja, 2011). Tindakan keperawatan METODE
yang dapat diberikan yaitu terapi modalitas Penelitian ini merupakan rancangan
yang meliputi terapi individu, terapi studi kasus. Populasi dalam penelitian ini
lingkungan, terapi kognitif, terapi kelompok adalah pasien dengan diagnosa medis
terapi perilaku dan terapi keluarga melalui skizofrenia yang dirawat di RS. Menur
komunikasi (Keliat & Prawirowiyono, 2016). Surabaya. Subjek dari penelitian ini adalah 2
Pelayanan keperawatan yang diberikan (dua) pasien skizofrenia yang berdasarkan
kepada klien terutama dengan halusinasi, pengkajian memiliki halusinasi serta
yaitu klien diberikan pengobatan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang
psikofarmaka dan terapi modalitas telah ditetapkan. Kriteria inklusinya adalah
keperawatan (terapi aktivitas kelompok, pasien pria maupun wanita yang dirawat di
terapi rekreasi, terapi lingkungan, terapi RSJ Menur Surabaya yang telah dilakukan
individu dan terapi okupasi). Terapi individu pengkajian keperawatan dengan masalah
merupakan salah satu bentuk terapi yang utama keperawatan halusinasi. Kriteria
dilakukan secara individu oleh perawat eksklusinya adalah pasien yang mengalami
kepada klien secara tatap muka perawat-klien kesulitan dalam berkomunikasi. Fokus studi
dengan durasi waktu tertentu sesuai dengan kasus pada penelitian ini adalah untuk
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 62
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

mengetahui kemampuan pasien skizofrenia wawancara yang didapatkan, menurut subjek


dalam mengontrol halusinasi setelah beliau di rawat di RS Jiwa karena subjek
diberikan komunikasi terapeutik. Instrumen mengamuk kepada adiknya karena subjek
yang digunakan untuk mengumpulkan data merasa melihat adiknya seperti melihat
adalah lembar wawancara pre post test untuk monster.
mengetahui kemampuan pasien mengenali Subjek studi kasus yang kedua (II)
dan mengontrol halusinasi yang dibuat oleh berusia 44 tahun beragama Islam dengan
peneliti, lembar observasi harian untuk tingkat pendidikan terakhir SMA. Subjek II
mengetahui kemampuan pasien mengenali tinggal bersama ibunya, karena sudah
dan mengontrol halusinasi yang dibuat oleh diceraikan oleh suaminya setelah 1 (satu)
peneliti, standart operating proccedur (SOP) minggu pernikahannya. Subjek anak pertama
komunikasi terapeutik yang dibuat oleh dari 3 bersaudara. Pekerjaan subjek yaitu
peneliti dan alat perekam wawancara berjualan sembako di depan rumahnya di
menggunakan gawai pintar. bantu oleh ibunya. Dari hasil wawancara yang
Kegiatan pengambilan data dilakukan didapat, subjek dirawat di RS Jiwa Menur
selama 6 (enam) hari. Peneliti bekerja sama Surabaya karena kambuh, teriak-teriak dan
dengan pihak perawat RS Jiwa Menur berhalusinasi
Surabaya dalam penerapan komunikasi
terapeutik pada pasien halusinasi, peneliti 2. Pemaparan Fokus Studi Kasus
mengidentifikasi kemampuan pasien A. Hasil Wawancara Pre dan Post Test
mengontrol halusinasi sebelum dan sesudah Untuk Mengetahui Kemampuan Pasien
dilakukan komunikasi terapeutik oleh Dalam Mengenali Dan Mengontrol
peneliti. Komunikasi terapeutik kepada Halusinasi
subjek dilakukan selama 6 hari sesuai Kunjungan pertama di RS Jiwa Menur
pedoman SOP komunikasi terapeutik, setiap Surabaya peneliti mendatangi Ruang
harinya dilakukan sebanyak 1 kali sesi pada Flamboyan untuk melakukan wawancara pre
pagi selama 20-30 menit setiap kali. test. Peneliti memberikan penjelasan maksud
Data yang terkumpul berupa lembar dan tujuan dari penelitian sebelum melakukan
wawancara pre test, lembar penilaian pre test. Hasil wawancara pre test pada subjek
pelaksanaan komunikasi terapeutik dan I dan subjek II disajikan dalam tabel 1 dan 2.
lembar observasi harian respon kemampuan
pasien serta lembar wawancara post test Tabel 1. Hasil Wawancara Pre test pada
dikumpulkan untuk dianalisa dengan Subjek I
No Pertanyaan Tanggapan
mengambil kesimpulan serta dinarasikan oleh
peneliti. 1 Bagaimana kabar “Alhamdulillah baik
bapak/ibu hari ini? mbak “
HASIL
1. Gambaran Subjek Penelitian 2 Apakah bapak/ibu “Bisa, halusinasi saya
bisa menjelaskan itu banyak mbak ada
Subjek studi kasus pertama (I) adalah tentang halusinasi wahamnya juga’
subjek berusia 50 tahun beragama Islam yang dialami?
dengan tingkat pendidikan terakhir S1. Subjek
I tinggal sebelum sakit tinggal bersama suami 3 Halusinasi apa “pendengaran,
yang sedang penglihatan, perasa,
dan ketiga anaknya namun semenjak sering bapak/ibu alami? dan penciuman juga
kambuh akhirnya subjek di titipkan di rumah pokoknya buanyak”
adiknya di Surabaya untuk memudahkan kalau waham saya kata
pengobatan. Subjek bekerja sebagai guru mbaknya itu waham
disalah satu pondok pesantren, dan suaminya kebesaran mbak”
bekerja sebagai sopir dan jarang pulang.
Subjek dirawat di RS Jiwa Menur Surabaya di
Ruang Flamboyan. Berdasarkan hasil
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 63
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

4 Seperti apa isi “ kalau pendengaran cara menanggapi ketika halusinasi muncul
halusinasi tersebut? saya seperti mendengar dan mengatasi kekambuhannya. Disamping
suara orang menyuruh
wiritan kalau gak
itu halusinasi yang dialami subjek I
wiritan berarti sudah bermacam-macam sehingga diperlukan
mati saya, kalau komunikasi terapeutik untuk menangani
penglihatan saya halusinasinya.
melihat disekitar saya
itu nabi, malaikat, Tabel 2. Hasil Wawancara Pre Test Subjek
bidadari, monster” II
No Pertanyaan Tanggapan
5 Kapan halusinasi “ Sewaktu-waktu
itu muncul? mbak”
1 Bagaimana kabar “baik”
6 Berapa lama “ tidak ngukur saya , bapak/ibu hari ini?
frekuensi kira-kira ya sekilas
halusinasi itu gitu” 2 Apakah bapak/ibu “saya tidak
muncul? bisa menjelaskan halusinasi”
tentang halusinasi
7 Bagaimana “ biasa saya mbak, toh yang dialami?
perasaan bapak/ibu ya sudah sering dulu
saat halusinasi itu dari saya SMA” 3 Halusinasi apa “tidak tahu’
muncul? yang sedang
bapak/ibu alami?
8 Apa yang “ kalau suara yang
dilakukan ketika muncul saya jawab 4 Seperti apa isi “rambut saya ditarik-
halusinasi muncul? mbak (saya ladeni) halusinasi tersebut? tarik, saya disuruh
kalau penglihatan pas nulis”
lihat monster saya
teriak ketakutan” 5 Kapan halusinasi “tidak tahu”
itu muncul?
9 Apakah dengan “ menghardik itu yang
menghardik gimana ya mbak,saya 6 Berapa lama “tidak tahu”
halusinasi hilang? lupa” frekuensi
halusinasi itu
muncul?
10 Apakah dengan “sepertinya begitu”
banyak kegiatan 7 Bagaimana “ tidak tahu”
halusinasi perasaan bapak/ibu
berkurang? saat halusinasi itu
muncul?
11 Apakah bercakap “ nggak mesti, kadang
dengan teman masih muncul kalau 8 Apa yang “saya nangis, sakit
dapat saya lagi bicara sama dilakukan ketika rambut saya ditarik”
menghilangkan orang” halusinasi muncul?
halusinasi
9 Apakah dengan “apa menghardik itu
12 Apakah rutin “iya mbak, kalau nggak menghardik mbak”
minum obat minum duhh saya halusinasi hilang?
halusinasi hilang? sudah kambuh lagi
10 Apakah dengan “tidak tau”
mbak”
banyak kegiatan
halusinasi
berkurang?
Dari hasil wawancara pre test pada 11 Apakah bercakap “saya tidak punya
subjek I didapatkan subjek mengutarakan dengan teman teman”
jawaban yang menggambarkan masalah dapat
subjek, yaitu subjek belum mengetahui menghilangkan
halusinasi
frekuensi halusinasi dan tidak tahu bagaimana

Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 64


NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

12 Apakah rutin “saya bosan obat, Tabel 3. Hasil Wawancara Post test Subjek I
minum obat pengen pulang” No Pertanyaan Tanggapan
halusinasi hilang?
1 Bagaimana kabar “ alhamdulillah sudah
bapak/ibu hari ini? baik mbak “
Subjek II mengutarakan jawaban yang
menggambarkan masalahnya, yaitu subjek 2 Apakah bisa “ bisa mbak,sudah
menjelaskan paham saya “
belum mampu mengenali jenis halusinasinya, tentang halusinasi
cara mengontrol halusinasinya, subjek yang dialami?
beranggapan itu bukan halusinasi karena
subjek dulunya pernah dirawat di RSJ Menur 3 Halusinasi apa ” saya halusinasi
dengan Harga Diri Rendah. Sehingga yang sedang pendengaran,
bapak/ibu alami? penglihatan disertai
komunikasi terapeutik tepat dilakukan kepada waham juga mbak ”
subjek II yang baru merasakan halusinasi
untuk membantu subjek mengenali dan 4 Seperti apa isi “ kalau pendengaran
mengontrol halusinasinya. halusinasi tersebut? saya seperti
mendengar suara
Setelah mendapatkan kesimpulan dari orang menyuruh
lembar wawancara pre-test subjek I dan II wiritan kalau gak
yang sesuai dengan kriteria inklusi, kemudian wiritan berarti sudah
peneliti menjelaskan komunikasi terapeutik mati saya, kalau
dapat membatu mengenali jenis halusinasi penglihatan saya
melihat disekitar saya
dan meningkatkan kemampuan dalam itu banyak nabi
mengontrol halusinasi. Setelah subjek paham malaikat bidadari
dan mengerti kemudian menandatangani monster”
lembar Inform Consent sebagai tanda bukti
bahwa subjek penelitian telah setuju untuk 5 Kapan halusinasi “ halusinasi itu
itu muncul? munculnya setiap
berpartisipasi dalam penelitian. setelah selesai adzan
Kemudian, peneliti membuat kontrak sholat, tapi sekarang
waktu bersama subjek, peneliti menjelaskan sudah berkurang kan
komunikasi ini akan dilakukan selama 6 hari saya sudah tau caranya
setiap harinya dimana setiap sesi berlangsung ”
sekitar 30 – 40 menit. Selanjutnya, peneliti 6 Berapa lama “ dulu lama mbak,
bekerja sama dengan enumerator frekuensi kalau sekarang hanya
menyamakan persepsi tentang pelaksanaan halusinasi itu sekilas saja.. sudah
kegiatan. Selanjutnya peneliti bersama muncul? jarang pokoknya ”
enumerator dalam tahap penerapannya dan 7 Bagaimana “ kalau perasaan saya
mengobservasi dan meneliti hasil sesi. perasaan bapak/ibu tetap biasa-biasa saja
Enumerator dalam penelitian ini berjumlah saat halusinasi itu kok mbak tidak takut
satu orang. Enumerator merupakan perawat muncul? saya“
yang bekerja di ruang Flamboyan RS Jiwa
8 Apa yang “ saya terapkan yang
Menur Surabaya. Enumerator terlebih dahulu dilakukan ketika sudah diajarkan mbak
menyamakan persepsi bersama peneliti halusinasi muncul? sebelumnya, seperti
dengan melakukan penilaian penerapan menghardik,
tahapan komunikasi terapeutik terhadap menyibukkan diri dan
pasien berdasarkan format yang dibuat oleh yang penting minum
obat teratur”
peneliti.
9 Apakah dengan “iya mbak langsung
Berikut ini adalah hasil wawancara post menghardik pergi halusinasinya”
test sesudah subjek I dan II dilakukan halusinasi hilang?
penerapan komunikasi terapeutik yang
disajikan pada tabel 3 dan 4.
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 65
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

10 Apakah dengan “ iya mbak, pokoknya Tabel 4. Hasil Wawancara Post test Subjek
banyak kegiatan nggak ngelamun gitu II
halusinasi ya aman” No Pertanyaan Tanggapan
berkurang?
1 Bagaimana kabar “ Sudah baik saya
11 Apakah bercakap “ dulu tidak tentu,
bapak/ibu hari ini? mbk, pengen pulang “
dengan teman mungkin ya karena
dapat saya dikit
menghilangkan omongannya tapi
halusinasi sekarang saya banyak 2 Apakah bisa “ bisa lah”
bercanda canda sama menjelaskan
teman jadi hilang tentang halusinasi
halusinasinya” yang dialami?
12 Apakah rutin “ hilang mbak, kalau 3 Halusinasi apa “halusinasi
minum obat gak minum sudah pasti yang sedang pendengaran, sama
halusinasi hilang? saya kumat lagi mbak” bapak/ibu alami? penglihatan”

4 Seperti apa isi “ Rambut saya seperti


13 Dan bagaimana “alhamdulillah halusinasi ditarik-tarik orang tapi
halusinasi berkurang sudah ‘ tersebut? nggak ada orangnya,
bapak/ibu saat ini, trus saya itu dibisiki
berkurang atau orang disuruh belajar
bertambah? nulis “
14 Apakah “iya mbak, sangat 5 Kapan halusinasi “ Halusinasi saya
komunikasi yang membantu sekali “ itu muncul? muncul ya pas kalau
sudah dilakukan saya melamun,saya
dapat membantu? tiduran dikasur “

6 Berapa lama “ ya enggak terlalu


frekuensi sering “
halusinasi itu
Berdasarkan hasil wawancara post- muncul?
test subjek 1 mengutarakan jawaban yang
menggambarkan kemampuan subjek, yaitu 7 Bagaimana “ ya takut mbk, tapi
subjek sudah mampu mengenali perasaan bapak/ibu lama-lama udah biasa
halusinasinya, mampu mengontrol halusinasi, saat halusinasi itu “
muncul?
menerapkan pelaksanaan setiap sesi
komunikasi terapeutik. Sehingga subjek 8 Apa yang “ saya lebih sering
sudah mengetahui apa yang harus dilakukan dilakukan ketika berkegiatan mbk, yang
ketika halusinasi muncul serta mengatasi halusinasi muncul? penting nggak diem,
tapi ya kalau capek
kekambuhan. Dapat disimpulkan dengan
saya hardik seperti
adanya komunikasi terapeutik yang dilakukan yang mbk ajarkan “
secara bertahap sesuai dengan Standar
Operasional Prosedur dapat meningkatkan 9 Apakah dengan “ iya mbk “
kemampuan pasien skizofrenia dalam menghardik
halusinasi hilang?
mengontrol halusinasi serta mengurangi
frekuensi munculnya halusinasi. 10 Apakah dengan “ betul sekali “
banyak kegiatan
halusinasi
berkurang?

11 Apakah bercakap “ iya mbk “


dengan teman
dapat

Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 66


NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

menghilangkan 2 Mengenal isi ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓


halusinasi halusinasi
3 Mengenal × ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
waktu
12 Apakah rutin “ iya mbk” halusinasi
minum obat 4 Mengenal × ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
halusinasi hilang? frekuensi
halusinasi
5 Mengenal × ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
13 Dan bagaimana “ sudah berkurang ini situasi yang
halusinasi tidak separah dulu “ menimbulkan
bapak/ibu saat ini, halusinasi
berkurang atau 6 Menjelaskan ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
bertambah? respon
terhadap
14 Apakah “ iya mbk sangat
halusinasi
komunikasi yang membantu saya jadi
7 Mampu × × ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
sudah dilakukan tau gimana caranya “
menghardik
dapat membantu?
halusinasi
8 Mampu × × × ✓ ✓ ✓ ✓
bercakap-
cakap jika
Berdasarkan hasil wawancara post-test terjadi
subjek 2 mengutarakan jawaban yang halusinasi
9 Membuat × × × × ✓ ✓ ✓
menggambarkan kemampuan subjek, yaitu jadwal
subjek sudah mampu mengenali kegiatan
halusinasinya, mampu mengontrol halusinasi, harian
menerapkan pelaksanaan setiap sesi 10 Melakukan × × × × × ✓ ✓
komunikasi terapeutik. Sehingga subjek kegiatan
harian sesuai
sudah mengetahui apa yang harus dilakukan jadwal
ketika halusinasi muncul. Dapat disimpulkan 11 Menggunakan ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
dengan adanya komunikasi terapeutik yang obat secara
dilakukan secara bertahap sesuai dengan teratur
standar prosedur operasional dapat
meningkatkan kemampuan pasien skizofrenia Observasi hari 1 subjek I mengutarakan
dalam mengontrol halusinasi. masalahnya dengan pertanyaan apa, dimana,
kapan, siapa, dan bagaimana. Selain itu subjek
B. Hasil Observasi Harian Untuk dapat menyebutkan masalah yang dirasakan,
Mengetahui Kemampuan Pasien dalam serta dapat mengutarakan pikiran dan
Mengontrol Halusinasi memberikan tanggapan dengan rasional,
Peneliti melakukan observasi saat selain itu subjek juga tampak senang dan
penerapan komunikasi terapeutik selama 6 adanya kontak mata. Kemudian didapatkan
hari. Hasil observasi pada subjek I dan II hasil pikiran otomatis subjek 1 adalah subjek
disajikan dalam tabel berikut ini meyakini bahwa memang berhalusinasi dan
mengetahui jenis serta waktu munculnya
halusinasi tetapi untuk frekuensi halusinasi
Tabel 5. Hasil Observasi Harian Subjek I
Hari
subjek mengatakan belum mengukurnya.
Observasi hari 2 subjek dapat
No Kemampuan 1 2 3 4 5 6 7 mengutarakan apa yang dibahas ketika sesi 1
yaitu mengidentifikasi halusinasi yang
1 Mengenal ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ dialami subjek. Kemudian subjek dapat
jenis menyebutkan frekuensi muncul halusinasi
halusinasi
yaitu sehari 5 kali setelah adzan sholat dan
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 67
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

sebentar. Kemudian peneliti melanjutkan Observasi hari 6, pada sesi ini peneliti
strategi pelaksanaan II yaitu tentang mengulang dari strategi pelaksanaan 1 sampai
mengontrol halusinasi dengan cara 5 untuk mengetahui kemampuan subjek
menghardik. Pada sebelumnya saat pre-test dalam menerapkannya apakah perlu diulangi
subjek mengaku lupa apa itu menghardik, atau sudah cukup. Setelah peneliti mengulangi
sehingga peneliti menjelaskan kembali komunikasi terapeutik sampai selesai subjek
pengertian dan cara-cara menghardik. Subjek mampu menerapkannya dan mampu
dapat memahami dan mampu menirukan atau menjelaskan kembali apa yang sudah
mengulangi cara-cara yang sudah diajarkan, dijelaskan. Kemudian peneliti akan
subjek juga mengutarakan perasaan melakukan evaluasi perkembangan
senangnya. Peneliti menulis peningkatan kemampuan subjek dalam mengontrol
kemampuan subjek tersebut dan membuat halusinasi pada sesi ke 7.
rencana tindak lanjut latihan menghardik Observasi hari terakhir setelah 6 hari
untuk di evaluasi pada sesi berikutnya. dilakukan penerapan komunikasi terapeutik,
Observasi hari 3, pada evaluasi diperoleh hasil subjek dapat mengontrol
menghardik subjek mengatakan sudah mampu halusinasinya setelah dilakukan komunikasi
menerapkannya saat halusinasi muncul. terapeutik dengan strategi pelaksanaan per
Kemudian dilanjutkan strategi pelaksanaan sesi sesuai dengan SOP, serta mengerti
III, setelah dilakukan sesi bercakap-cakap tahapan melakukannya dan lembar observasi
subjek bersama temannya diperoleh subjek harian serta wawancara post-test sebagai
dapat berdiskusi serta mampu memulai atau evaluasi menunjukkan terdapat peningkatan
mengawali pembicaraan. Kemudian subjek kemampuan mengontrol halusinasi subjek
dapat mengungkapkan keinginannya bahwa untuk mengurangi frekuensi munculnya
subjek ingin berinteraksi bersama siapa pun halusinasi .
tanpa ada batasan. Kemudian subjek
dikenalkan metode membuat jadwal mengisi Tabel 6. Hasil Observasi Harian Subjek II
waktu luang atau kegiatan harian dan akan Hari
dibahas pada sesi berikutnya.
No Kemampuan
Observasi hari 4, sebelum lanjut ke sesi 1 2 3 4 5 6 7
4 peneliti menanyakan bagaimana
perkembangan bercakap-cakap bersama 1 Mengenal

teman subjek mengatakan sudah menerapkan jenis × ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
halusinasi
dengan baik. Kemudian selanjutnya
2 Mengenal isi ✓
dilakukannya strategi pelaksanaan 4 bersama halusinasi × ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
subjek diperoleh subjek dapat membuat
3 Mengenal
jadwal kegiatan sehari-hari untuk dijadikan ✓
waktu × ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
sebagai aktivitas sehingga halusinasi dapat halusinasi
terkontrol. 4 Mengenal

Observasi hari 5, peneliti mengevaluasi frekuensi × ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
aktivitas subjek sudah sesuai dengan jadwal halusinasi
5 Mengenal
yang dibuat pada sesi 4. Setelah mengevaluasi
situasi yang
✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
dilanjutkan strategi pelaksanaan 5 yaitu ×
menimbulkan
mengontrol halusinasi dengan patuh obat. halusinasi
Disini peneliti dibantu oleh enumerator 6 Menjelaskan
menjelaskan kepada subjek mengenai patuh respon ✓
× × ✓ ✓ ✓ ✓
obat sesuai dengan resep yang sudah terhadap
halusinasi
ditentukan dokter penanggung jawab. Setelah 7 Mampu
dijelaskan subjek dapat memahami patuh ✓ ✓ ✓ ✓ ✓
menghardik × ×
obat, yaitu tepat jenis, jumlah, waktu, cara dan halusinasi
manfaat dari masing-masing obat.
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 68
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

8 Mampu Observasi hari 3, peneliti melanjutkan


bercakap- strategi pelaksanaan II yaitu tentang
✓ ✓ ✓ ✓
cakap jika × × ×
terjadi
mengontrol halusinasi dengan cara
halusinasi menghardik. Peneliti menjelaskan ke
9 Membuat pengertian dan cara-cara menghardik. Subjek
jadwal ✓ dapat memahami dan mampu menirukan atau
× × × × ✓ ✓
kegiatan mengulangi cara-cara yang sudah diajarkan.
harian
Peneliti menulis peningkatan kemampuan
10 Melakukan
kegiatan ✓ subjek tersebut dan membuat rencana tindak
× × × × × ✓ lanjut latihan menghardik untuk di evaluasi
harian sesuai
jadwal pada sesi berikutnya dalam mengontrol
11 Menggunakan halusinasi dan melanjutkan strategi

obat secara ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ ✓ pelaksanaan III yaitu mengontrol halusinasi
teratur
dengan bercakap-cakap bersama teman-teman
subjek.
Observasi hari 1, subjek II kurang bisa
Observasi hari 4, pada evaluasi
menjawab atau menjelaskan masalahnya
menghardik subjek mengatakan sudah mampu
dengan pertanyaan apa, di mana, kapan, siapa,
menerapkannya saat halusinasi muncul.
dan bagaimana. Selain itu subjek juga tampak
Kemudian dilanjutkan Strategi pelaksanaan
adanya kontak mata. Kemudian didapatkan
III, setelah dilakukan sesi bercakap-cakap
hasil pikiran otomatis subjek 1 adalah subjek
subjek bersama temannya diperoleh subjek
tidak yakin bahwa subjek berhalusinasi dan
dapat berdiskusi serta mampu memulai atau
tidak mengetahui jenis serta waktu munculnya
mengawali pembicaraan. Kemudian subjek
halusinasi.
dapat mengungkapkan keinginannya bahwa
Observasi Hari 2, diperoleh subjek
subjek ingin berinteraksi bersama siapapun
dapat mengutarakan sedikit-sedikit jenis, isi,
tanpa ada batasan. Kemudian subjek
frekuensi halusinasinya, yaitu
dikenalkan metode membuat jadwal mengisi
mengidentifikasi halusinasi yang dialami
waktu luang atau kegiatan harian dan akan
subjek. Kemudian subjek dapat menyebutkan
dibahas pada sesi berikutnya .
jenis halusinasinya yaitu halusinasi
Observasi hari 5, peneliti menanyakan
penglihatan seperti merasa rambutnya ditarik-
bagaimana perkembangan bercakap-cakap
tarik, subjek belum mengetahui frekuensi
bersama teman subjek mengatakan sudah
muncul halusinasi. Kemudian peneliti belum
menerapkan dengan baik. Kemudian
bisa melanjutkan pada strategi pelaksanaan II
selanjutnya dilakukannya strategi
karena subjek masih kurang dapat
pelaksanaan 4 bersama subjek diperoleh
mengidentifikasi halusinasinya. Pada sesi 2
subjek dapat membuat jadwal kegiatan sehari-
ini peneliti mengulangi kembali strategi
hari untuk dijadikan sebagai aktivitas
pelaksanaan I yaitu tentang mengontrol
sehingga halusinasi dapat terkontrol.
halusinasi dengan cara menghardik. Pada
Observasi hari 6, ini peneliti
sebelumnya saat pre-test subjek mengaku lupa
mengevaluasi aktivitas subjek sudah sesuai
apa itu menghardik, sehingga peneliti
dengan jadwal yang dibuat pada sesi 5.
menjelaskan kembali pengertian dan cara-cara
Setelah mengevaluasi dilanjutkan strategi
menghardik. Subjek dapat memahami dan
pelaksanaan 5 yaitu mengontrol halusinasi
mampu menirukan atau mengulangi cara-cara
dengan patuh obat. Di sini peneliti
yang sudah diajarkan, subjek juga
menjelaskan kepada subjek mengenai patuh
mengutarakan perasaan senangnya. Peneliti
obat sesuai dengan resep yang sudah
menulis peningkatan kemampuan subjek
ditentukan dokter penanggung jawab. Setelah
tersebut dan membuat rencana tindak lanjut
dijelaskan subjek dapat memahami patuh
latihan menghardik untuk di evaluasi pada
obat, yaitu tepat jenis, jumlah, waktu, cara dan
sesi berikutnya.
manfaat dari masing-masing obat..
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 69
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

Observasi hari terakhir setelah 6 hari untuk mengontrol halusinasinya


penerapan komunikasi terapeutik, peneliti (Sulahyuningsih et al., 2016).
mengulang dari strategi pelaksanaan 1 sampai Halusinasi merupakan keadaan
5 untuk mengetahui kemampuan subjek hilangnya kemampuan individu dalam
dalam menerapkannya apakah perlu diulangi membedakan rangsangan internal (pikiran)
atau sudah cukup. Setelah peneliti mengulangi dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien
komunikasi terapeutik sampai selesai subjek memberi persepsi atau pendapat tentang
mampu menerapkannya dan mampu lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang
menjelaskan kembali apa yang sudah nyata. Sebagai contoh klien mengatakan
dijelaskan. Kemudian peneliti akan mendengar suara padahal tidak ada orang
melakukan evaluasi perkembangan yang berbicara. Gejala gangguan jiwa dimana
kemampuan subjek dalam mengontrol klien mengalami perubahan persepsi sensori:
halusinasi setelah dilakukan komunikasi merasakan sensori palsu berupa suara,
terapeutik dengan strategi pelaksanaan per penglihatan, pengecapan atau penghiduan
sesi sesuai dengan SOP, serta mengerti (Yusuf et al., 2015).
tahapan melakukannya dan lembar observasi Menurut peneliti gangguan persepsi
harian serta wawancara post-test sebagai sensori halusinasi pendengaran dipengaruhi
evaluasi menunjukkan terdapat peningkatan oleh beberapa faktor salah satu yang terjadi
kemampuan mengontrol halusinasi subjek pada subjek I adalah faktor presipitasi dimensi
untuk mengurangi frekuensi munculnya emosional dan dimensi spiritual sangat
halusinasi . berkaitan di mana kondisi emosional yang
Pada tabel observasi kedua subjek, tidak stabil pada saat subjek di tinggal sama
dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan adiknya sehingga subjek merasa tertekan
kemajuan pada subjek dalam mengontrol dengan perintah saudaranya. Kondisi spiritual
halusinasi. Hal ini tampak pada observasi hari yang mempengaruhi adalah di saat subjek
pertama subjek I dapat memahami dan tidak mau beribadah dan meyakini dirinya
mengikuti pelaksanaan komunikasi terapeutik seorang Nabi dan orang lain harus patuh
dengan lancar, untuk subjek II mengalami dengan perintahnya sehingga subjek melihat
hambatan. orang lain adalah setan yang harus taat
kepadanya. Sedangkan pada subjek II adalah
PEMBAHASAN faktor sosiokultural dan psikologis sangat
Berdasarkan hasil penelitian, setelah berkaitan di mana hubungan interpersonal
dilakukan penerapan komunikasi terapeutik yang tidak harmonis pada saat subjek di
selama 6 (enam) hari dapat disimpulkan rumah dan mendapatkan tekanan dari kedua
bahwa kedua subjek mampu mengontrol orang tuanya untuk giat belajar agar pintar
halusinasinya, tetapi ada perbedaan kemajuan seperti saudaranya sehingga subjek merasa
dalam mengontrol halusinasi pada subjek I dirinya tidak mampu dan tidak bisa disamakan
dan II. dengan saudaranya. Faktor presipitasi yang
Hal tersebut sesuai dengan hasil mempengaruhi adalah kondisi di mana subjek
penelitian yang menyatakan bahwa menarik diri menyebabkan klien mengingat
komunikasi terapeutik dapat menurunkan tekanan dari orang tua yang membuat subjek
frekuensi kekambuhan pada pasien halusinasi menjadi diam dan tidak mau berbicara dengan
dikarenakan semakin banyak klien tersebut orang lain sehingga klien mengalami
mendapat terapi pengobatan dan perawatan halusinasi.
dengan baik, sehingga klien dapat mampu Subjek I merupakan anak kedua dari
mengontrol halusinasi yang dialaminya dan empat bersaudara, subjek sebelumnya tinggal
menjadi lebih baik dikemudian hari (Astutik, bersama suaminya dan ke empat anaknya.
2018). Penelitian lain menyatakan bahwa Kemudian subjek tinggal bersama adiknya
komunikasi terapeutik yang dilakukan sesuai karena dekat dari RS Jiwa Menur agar lebih
tahapan dengan tepat akan membantu pasien mudah kontrol dan ada yang mengawasinya.
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 70
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

Subjek mengatakan perannya sebagai ibu mengungkapkan yang dirasakan kepada


rumah tangga dan sebagai kakak untuk perawat. Subjek mengatakan kurang
adiknya, subjek merasa bersalah karena sudah pengetahuan tentang penyakit jiwa, koping,
bersikap yang buruk dan tidak memberi sistem pendukung, dan obat-obatan sehingga
contoh yang baik, bagi subjek orang yang klien tidak mengetahui cara yang tepat untuk
sangat berarti adalah anak-anaknya. Dari hasil mengatasi masalah tersebut.
observasi, cara berpakaian subjek sesuai dan Menurut (Muhith, 2015) penyebab
rapi, rambut rapi. Saat berinteraksi subjek terjadinya halusinasi merupakan biologis
bicara dengan lancar, suara keras tidak gagap dimana abnormalitas perkembangan sistem
dan klien mampu memulai pembicaraan serta saraf yang berhubungan dengan respon
kooperatif. Subjek mengalami persepsi neurobiologis yang maladatif baru mulai
penglihatan yang berupa isi: subjek melihat dipahami. Ini menunjukkan penelitian
orang lain seperti setan atau monster yang pencitraan otak sudah menunjukkan
harus patuh kepada subjek karena subjek keterlibatan otak yang lebih luas dalam
menganggap dirinya seorang Nabi dan perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah
mendengarkan bisikan yang menyuruh subjek frontal, temporal dan limbik berhubungan
untuk wiritan terus agar tidak mati. Subjek dengan perilaku psikotik. Psikologis
kadang-kadang bicara sendiri, frekuensi: merupakan lingkungan klien yang sangat
kadang-kadang, waktu: tidak menentu dan mempengaruhi respon dan kondisi psikologis
secara tiba-tiba, proses pikir klien baik yaitu klien. Pada klien gangguan persepsi sensori
saat interaksi tidak berbelit- belit dan pada pemeriksaan fisik terdapat pengkajian
langsung ke topik dan tujuan yang dibicarakan psikososial yang meliputi: genogram untuk
dengan perawat. Klien mengatakan kurang mengetahui kemungkinan adanya riwayat
pengetahuan tentang, faktor prespitasi, genetik yang menyebabkan atau menurunkan
koping, sistem pendukung, penyakit fisik, gangguan jiwa, konsep diri yaitu pada citra
sehingga klien kurang mengetahui cara yang tubuh, bagaimana persepsi klien terhadap
tepat untuk mengatasi masalah tersebut. tubuhnya yang paling atau tidak disukai,
Sedangkan pada Subjek II merupakan identitas diri bagaimana persepsi tentang
anak pertama dari tiga bersaudara, subjek status dan posisi klien, kepuasan klien
tinggal bersama ibu dan adiknya. Subjek terhadap suatu posisi tersebut, kepuasan klien
mengatakan perannya sebagai anak sudah sebagai laki-laki atau perempuan, peran
salah, subjek merasa berdosa dan bersalah bagaimana harapan klien terhadap tubuhnya,
karena sudah mengamuk kepada ibunya jika posisi, status, tugas atau peran yang
dipaksa minum obat, dan sering teriak-teriak diharapannya dalam keluarga, kelompok,
kesakitan sehingga tetangga ketakutan, bagi masyarakat, dan bagaimana kemampuan klien
subjek orang yang sangat berarti adalah dalam melaksanakan tugas atau peran
ibunya. Dari hasil observasi, cara berpakaian tersebut. Ideal diri bagaimana harapan klien
klien sesuai dan rapi, rambut rapi. Saat terhadap tubuhnya, posisi, status, tugas/peran
berinteraksi subjek bicara dengan lancar, dan harapan klien terhadap lingkungan
suara kecil sedikit gagap dan subjek tidak bisa (Debora, 2011) . Observasi penampilan umum
memulai pembicaraan dan kurang kooperatif. klien yaitu penampilan usia, cara berpakaian,
Subjek mengalami persepsi pendengaran yang kebersihan, sikap tubuh, cara berjalan,
berupa isi: subjek mendengarkan bisikan yang ekspresi wajah, kontak mata, bagaimana
menyuruh subjek untuk belajar terus menulis pembicaraan yang didapatkan pada klien,
tidak boleh berhenti, subjek kadang- kadang apakah cepat, keras, gagap, inkhoheren,
teriak kesakitan karena merasa ada orang apatis, lambat, membisu seperti aktivitas
menarik rambutnya , frekuensi: sering, waktu: motorik berkenaan dengan gerakan titik perlu
di saat subjek melamun dan tidur secara tiba- dicatat dalam hal tingkat aktivitas (latergik,
tiba, proses pikir subjek kurang baik yaitu saat tegang, gelisah, agitasi), jenis (TIK, tremor)
interaksi berbelit-belit dan kurang mampu dan isyarat tubuh yang tidak wajar.
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 71
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

Merupakan nada perasaan yang yang tidak bisa ditepati. Hal ini diperkuat
menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan penelitian (Azizah et al., 2013)
yang menyertai suatu pikiran dan langsung membuktikan bahwa komunikasi terapeutik
relatif lama dengan sedikit komponen adalah hubungan antara perawat dan pasien
fisiologis serta bangga, kecewa. Emosi dalam proses komunikasi perilaku orang lain
merupakan manifestasi afek yang ditampilkan yang tujuannnya merubah perilaku dalam
atau diekspresikan keluar, disertai banyak pencapaian kesehatan yang optimal. Namun
komponen fisiologis dan berlangsung relatif dalam melakukan komunikasi terapeutik ini
lebih singkat atau spontan seperti sedih, perawat memiliki kendala dalam melakukan
ketakutan, putus asa, gelisah atau gembira komunikasi yang sifatnya terapeutik, salah
berlebihan (Diah, 2013) satu kendala yang paling sering dijumpai pada
Menurut penulis klien dengan saat melakukan komunikasi kepada pasien
gangguan persepsi sensori halusinasi yang mengalami halusinasi adalah pada saat
pendengaran salah satunya akan mengalami halusinasi pasien lebih dominan menguasai
gelisah, ngomel-ngomel sendiri, mendengar diri pasien dan pada akhirnya konsentrasi
suara/bisikan yang memberikan persepsi atau pasien terpecah, dan pasien pun sulit
pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek mendapatkan informasi yang di berikan oleh
atau rangsangan yang nyata. perawat. Menurut (Stuart, 2013) menyatakan
Berdasarkan hasil di atas penelitian ini bahwa komunikasi terapeutik merupakan
sejalan dengan teori menurut (Afnuhazi, hubungan interpersonal antara perawat
2015), manusia sebagai makhluk holistik dengan pasien, dalam hubungan ini perawat
dipengaruhi oleh lingkungan dalam dirinya dan klien memperoleh pengalaman belajar
dan lingkungan dari luar, baik keluarga, bersama dalam rangka memperbaiki kondisi
kelompok maupun komunitas. Dalam psikologis atau kejiwaan pasien. Dengan
berhubungan dengan lingkungan, manusia demikian hubungan terapeutik merupakan
harus mengembangkan strategi koping yang suatu hubungan yang bersifat kerja sama yang
efektif agar dapat beradaptasi. Lingkungan bersifat terapeutik yang ditandai adanya
interaksi akan mempengaruhi komunikasi pertukaran perilaku, perasaan, pikiran dan
yang efektif, suasana yang bising, tidak ada pengalaman dalam membina hubungan saling
privasi yang tepat akan menimbulkan percaya.
ketegangan dan ketidaknyamanan. Setelah dilakukan penerapan
Komunikasi terapeutik dalam penelitian komunikasi terapeutik selama 6 kali
ini dilakukan sebanyak 6 kali dalam pertemuan yang dilakukan peneliti sesuai
seminggu, satu hari selama 15-30 menit setiap dengan Standar Operasional Prosedur (SOP)
satu kali pertemuan. Komunikasi terapeutik terhadap kedua subjek gangguan persepsi
pada penelitian ini menggunakan tahapan sensori halusinasi dengan latar belakang
strategi pelaksanaan halusinasi di mana untuk permasalahan berbeda menunjukan adanya
1 kali perlakuan SP dilakukan 1 kali dalam 1 kemajuan kemampuan dalam mengontrol
hari. Tujuan dari penelitian ini melihat ada halusinasinya yang dapat dibuktikan dengan
pengaruh tahapan strategi pelaksanaan hasil wawancara, hasil observasi dan tahap
komunikasi terapeutik pada pasien halusinasi. pelaksanaannya. Jadi dapat disimpulkan
Untuk berkomunikasi dengan klien halusinasi bahwa komunikasi terapeutik dapat
sebaiknya bersikap tenang, bicara lembut, meningkatkan hubungan perawat dengan
bicara tidak dengan cara menghakimi, bicara klien dan bisa membantu pasien untuk
netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa mengontrol halusinasinya sehingga dapat
hormat, kontak mata langsung, mengurangi frekuensi munculnya halusinasi.
demonstrasikan cara mengontrol halusinasi, Berdasarkan uraian di atas dapat
fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan disimpulkan bahwa adanya pengaruh tahapan
klien, jangan terburu-buru strategi pelaksanaan komunikasi terapeutik
menginterpretasikan dan jangan buat janji pada pasien halusinasi hal ini dikarenakan
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 72
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

komunikasi terapeutik dapat meningkatkan yang sebesar-besarnya semua pihak yang


interaksi antara perawat dengan pasien. Di tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang
mana perawat bisa menjadi teman pasien telah membantu penulis dalam menyelesaikan
untuk berbagai cerita tentang permasalahan penelitian dan artikel ini.
yang dihadapi pasien sehingga secara tidak
langsung pasien memiliki ikatan emosional DAFTAR PUSTAKA
dengan perawat. Hal ini bisa menjadi salah Afnuhazi, R. (2015). Komunikasi terapeutik
satu cara untuk membantu pasien dalam dalam keperawatan jiwa. Yogyakarta:
mengontrol halusinasi yang dialaminya Gosyen Publishing.
sehingga dapat menurunkan frekuensi
munculnya halusinasi. Dan diharapkan Astutik, I. (2018). Pengaruh Komunikasi
perawat untuk dapat lebih meningkatkan Terapeutik Terhadap Frekuensi
komunikasi terapeutik agar dapat Kekambuhan Pada Pasien Halusinasi
dilaksanakan secara terus menerus supaya Di Ruang Ipcu Mawar Rsj Dr
pasien dengan gangguan persepsi halusinasi Radjiman Wediodiningrat Lawang
dapat meningkatkan kemampuannya dalam Malang. Skripsi Keperawatan, 0(0),
mengontrol halusinasi serta mengalami Article 0.
perubahan perilaku maupun sikap yang lebih http://103.38.103.27/repository/index.
baik (adaptif). php/S1-KEP/article/view/1097

KESIMPULAN Azizah, S., Lestari, P., & Novitasari, L.


Sebelum dilakukan komunikasi (2013). Pengaruh Komunikasi
terapeutik untuk mengetahui kemampuan Terapeutik Terhadap Kecemasan
pasien skizofrenia dalam mengontrol Lansia yang Tinggal Di Balai
halusinasi didapatkan pada Subjek I Rehabilitasi Sosial “Mandiri” Pucang
mengalami halusinasi dengan penglihatan dan Gading Semarang. Jurnal
pendengaran hal ini dipengaruhi karena Keperawatan Jiwa, 1(1).
waham kebesaran (subjek merasa dirinya
adalah Nabi) dengan waham tersebut muncul Debora, O. (2011). Proses Keperawatan dan
halusinasi subjek yang berlebihan dan tidak Pemeriksaan Fisik. Salemba Medika.
terkontrol dan pada Subjek II memiliki
halusinasi pendengaran hal ini dipengaruhi Diah, N. K. (2013). Studi Kasus Asuhan
karena subjek harga diri rendah. Kebiasaan Keperawatan Pada Klien Gangguan
menyendiri dengan pengalaman masa lalu Persepsi Sensori Halusinasi
subjek yang menyebabkan timbulnya Pendengaran. Surakarta.
halusinasi pendengaran selain itu ketidak
rutinan subjek mengkonsumsi obat Direja, A. H. S. (2011). Buku Ajar Asuhan
membuatnya sering kambuh. Keperawatan Jiwa (1st ed.). Nuha
Setelah dilakukan pendekatan dengan Medika.
komunikasi terapeutik dengan frekuensi 1 kali
sehari selama 6 (enam) hari, Subjek I dan II Keliat, B. A., & Prawirowiyono, A. (2016).
mengalami peningkatan kemampuan dalam Keperawatan jiwa: Terapi Aktivitas
mengenali dan mengontrol halusinasinya. Kelompok (2nd ed.). EGC.

UCAPAN TERIMA KASIH Kemenkes RI. (n.d.). Laporan Riset


Penelitian ini dapat terlaksana oleh Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018.
penulis dengan mendapatkan banyak Retrieved August 6, 2020, from
pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, http://archive.org/details/LaporanRisk
untuk itu dalam kesempatan ini penulis esdas2018NasionalPromkes.net
dengan rendah hati mengucapkan terima kasih
Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 73
NERS: Jurnal Keperawatan,Volume 16, No. 2, Oktober 2020, (Hal. 61-74)

Muhith, A. (2015). Pendidikan Keperawatan


Jiwa: Teori dan Aplikasi (1st ed.).
Penerbit Andi.

Stuart, G. W. (2013). Principles and practice


of psychiatric nursing (10th ed).
Elsevier Saunders.

Stuart, G. W., & Laraia, M. T. (Eds.). (2001).


Principles and practice of psychiatric
nursing (7th ed). Mosby.

Sulahyuningsih, E., Arum Pratiwi, S. K., &


Sahuri Teguh, S. K. (2016).
Pengalaman Perawat Dalam
Mengimplementasikan Strategi
Pelaksanaan (SP) Tindakan
Keperawatan Pada Pasien Halusinasi
di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Surakarta [S1, Universitas
Muhammadiyah Surakarta].
https://doi.org/10/6.%20BAB%20III.
pdf

Yusuf, A., PK, R. F., & Nihayati, H. E.


(2015). Buku Ajar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Salemba Medika.
https://www.academia.edu/33133206/
Buku_Ajar_Keperawatan_Kesehatan
_Jiwa

Yosi Apriliani, dkk., Penerapan Komunikasi Terapeutik Pada,... 74

Anda mungkin juga menyukai