Anda di halaman 1dari 109

Dasar-Dasar Perencanaan Pendidikan 9

Judul dan nomor u n i t da!ara seri ini adalah :


1. Apakah Perencanaan Pendidikan I tv ?
Philip H. Coombs
2. Hubungan Rencana Pendidikan dengan Rencana Ekonomi dan
Sostai .
R. Poignant
3. Perencanaan Pendidikan dan Sumber Daya Manusia
F. Harbinson
i. Perencanaan dan Administrator Pendidikan
C E . Beeby
5. Konteks Sosial Perencanaan Pendidikan
G.A. Anderson
6. Biaya Rencana Pendidikan
J. Vaizey, J.D. Chesswas
7. Masalah Pendidikan di Daerah Pedeiaan
V.L. Griffiths
8. Perencanaan Pendidikan : Peranan Penasihat
Adam Curie
9. Aspek-aspek Demografi* pada Perencanaan Pendidikan
Ta Ngoc Châu
10. Analisis Biaya dan Pengeluaran untuk Pendidikan
J. Hallak
11. Identitas Profesional Perencanaan Pendidikan
Adam Curie
12. Kondisi untuk Kebeihasilan Perencanaan Pendidikan
G.C. Ruscoe
13. Analisis Biaya dan Manfaat pada Perencanaan Pendidikan
Maureen Woodhall
14. Rencana Pendidikan dan Pemuda tanpa Pekerjaan
Archibald Callaway
15. Politik Perencanaan Pendidikan di Negara Berkembang
G.D. Rowley
16. Perencanaan Pendidikan untuk Masyarakat Majemuk
Chai Hon-Chan
17. Perencanaan Kurikulum Sekolah Dosar di Negara Berkembang
H.W.R. Hawes
18. Belajar di Luar Negeri dan Perkembangan Pendidikan
William D . Carter
19. Perencanaan Pendidikan yang Realistik
K.R. McKinnon
20. Merencanakan Pendidikan Sehubungan dengan Pembangunan
Daerah Pedesaan
G M . Coverdale

Ü
21. Pilihan dan Kepulusrn dalam Pereneanaan Pendidikan
John D. Montgomery
22. Merencanakan Kurikulum Sekolah
Arieh Lewy
23. Faktor Biaya daiam Pereneanaan Teknologi Pendidikan yang
Bereistem
Dean T. Jamison
24. Pereneana dan Pendidikan Seumur Hidup
Pierre Furter
'J.5. Pendidikan dan Lapangan Kerja: Sebuah Penilaian yang Kritis
Martin (Jarnoy
26. Merencanakan Kebutuhan akan l'enaga Pengajar dan Penyediaannya
i'eter William
27. Pereneanaan Pemehiiaraan dan Pendidikan Anak Usia Balita
ai cegara öeiKemuang
Alastair rieron
28. Media Komunikasi di Bidang Pendidikan untuk Negara Berpeng-
nasilaii tiendan : lmptiKasi untuk Pereneanaan
Emile Lr. McAnany aan j o n n K. Mayo
29. Pereneanaan Pendidikan Non-Formal
David K .tvans
3U. Pendidikan, Latinan dan Sektor Tradisional
Jacques Haüak dan Françoise Caillods

üi
International Institute for Educational Planning

ASPEK-ASPEK DEMOGRAFIK PERENCANAAN


PENDIDIKAN

Oleh

Ta Ngoc Châu

Penerjemah

Dewan Redaksi Bhratara

¡ I . I . E . P . - I. I. P.E.
}9,rue E.Or.'actoix 7S016 PARIS'

2 2. JUIN 1988:
J
C E N T R E DE
¡DOCUMENTATION
1986

PENERBIT BHRATARA KARYA AKSARA — JAKARTA

dan

UNESCO — PARIS

v
Demographic aspects of educational planning

First published in 1969 by the United Nations


Educational, Scientific and Cultural Organization
7, piace de Fontenoy, 75 700 Paris, France
t Unesco 1969
Indonesian translation published in 1986
This translation <s) PT Bhratara Karya Aksara
Hnk pener biran edisi bahasa Indonesia 1986 pada
PT Bhratara Karya Aksara — Jakarta

Cetakan pertama, 1984


Cetakan kedua, 1986

VI
DAFTAR ISI

DASAR-DASAR PERENCANAAN PENDIDIKAN ...


PENDAHULUAN
Bagian Pertama
STRUKTUR KEPENDUDUKAN DAN DAMPAK-
NYA PADA PENDIDIKAN

Seksi I
SENSUS DAN STUDI S T R U K T U R KEPENDU-
DUKAN
1 Berbagai Tipe Sensus 4
2 Nilai Relatif Data Demografik 6
a. Kesalahan yang disebabkan pengambilan contoh 6
b. Kesalahan yang disebabkan pengorganisasian survei
c. Kesalahan observasi 7
Seksi II
S T R U K T U R KEPENDUDUKAN M E N U R U T
USIA DAN JENIS KELAMIN
1 Ketidaktepatan Data Usia dan Metode Penyuaian
Piramide Usia 11
a. Pemulusan piramide usia 13
b. Perincian kelompok usia 10 tahun menjadi ke-
lompok usia 5 tahun 15
c. Perincian kelompok usia 5 tahun menjadi ke-
lompok usia tahunan 16
2 Struktur Usia Kependudukan dan Pengembangan
Pendidikan
a. Struktur usia dan kebutuhan akan pengajar 18
b. Struktur usia dan beban relatif pengeluaran pen-
didikan 19
c. Struktur usia dan laju pendaftaran masuk sekolah 22
d. Struktur usia pengajar dan pengaruhnya pada
pengerahan tenaga pengajar dan biaya staf peng-
ajar 26

A4i
Seksi III
STRUKTUR KEPENDUDUKAN MENURUT KE-
GIATAN EKONOMI DAN MASALAH PE-
RAMALAN TENAGA KERJA 29

1 Pcnduduk yang Produktif dan yang tidak Produktif 29


a. Definisi penduduk produktif 30
b. Penduduk produktif dan laju kegiatan menurut
usia dan jenis kelamin 31

2 Distribusi Kependudukan Menurut Sektor Kegiatan


Ekonomi 32
3 Distribusi Penduduk Menurut Lapangan Kerja 33

Seksi IV
DISTRIBUSI GEOGRAFIK PENDUDUK DAN
MASALAH LOKASI LEMBAGA PENDIDIKAN 35
1 Mengukur Distribusi Geografik Penduduk suatu Ne-
gara 35
2 Merencanakan Lokasi Sekolah 37

Bagian kedua
PERUBAHAN KEPENDUDUKAN DAN DAMPAK-
NYA PADA PERENCANAAN PENDIDIKAN ... 41

Seksi I
KELAHIRAN 42
1 Metode untuk Mengukur Kelahiran 42
a. Laju kelahiran kotor 42
b. Laju kesuburan 43
2 Trend Kelahiran di Negara-negara Tertentu 45

Seksi II
MORTALITAS 50

vüi
1 Metode Mengukur Mortalitas 51
a. Angka mortalitas menurut usia 52
b. Daftar hidup (life-tables) 56
2 Trend Mortalitas di Beberapa Negara Tertentu 61

Seksi III
PERTUMBUHAN PENDUDUK DAN PERAMAL-
AN ANGKA PENDAFTARAN MASUK SEKOLAH 66
1 Pertumbuhan Penduduk 66
a. Laju pertumbuhan alamiah penduduk 66
b. Laju reproduksi 70
2 Penyiapan Proyeksi Kependudukan 73
a. Mengkalkulasikan yang tahan hidup 74
b. Proyeksi kelahiran 76
3 Menyusun Peramalan Pendaftaran Masuk Sekolah 79
a. Skala nasional 79
b. Skala lokal 83

KESIMPULAN 86
LAMPIRAN 88

Pembagian Kelompok usia Lima Tahunan Menjadi


Kelompok Usia Tiap Setahunan : Pengganda Sprague 88

ix
DASAR-DASAR PERFA T CANAAN PENDIDIKAN

Rangkaian buku kecil ini terutama ditujukan kepada dua


kclompok orang : pertama, mereka yang bertugas •— atau yang
sedang mcnyiapkan diri untuk itu — dalam perencanaan dan
administrasi pcndidikan, khususnya di negara-negara berkem-
bang. Selanjutnya ia juga ditujukan kepada mereka yang wa-
lau kurang mendalami bidang tersebut, seperti misalnya, pejabat
senior pemerintah atau pemimpin rakyat, namun menghendaki
pengertian yang lebih umum perihal perencanaan pendidikan,
dan ingin mengetahui bagaimana perencanaan pendidikkan da-
pat menunjang pembangunan nasional pada umumnya. Ia
disusun baik untuk belajar sendiri maupun untuk dimasukkan
dalam suatu program latihan formal.
Konsepsi modern mengenai perencanaan pendidikan banyak
menarik perhatian para spesialis di berbagai disiplin ilmu, yang
masing-masing berkecenderungan untuk memandang perenca-
naan pendidikan dari sudut pandangan masing-masing yang
agak berbeda. Berkenaan dengan itu, tujuan beberapa buku
kccil (dalam rangkaian ini) ialah memberi kesempatan kepada
mereka (spesialis itu) untuk saling mengungkapkan sudut pan-
dangan masing-masing, di samping juga menjelaskan kepada
para pria dan wanita yang lebih muda dan sedang dalam la-
tihan serta menyiapkan diri untuk kelak menggantikan mereka.
Dalam pada itu, di balik keanekaragaman itu terdapat suatu
kesatuan yang makin bertumbuh juga. Para spesialis dan ad-
ministrator di negara-negara berkembang mulai dapat mene-
rima prinsip-prinsip dasar dan praktek-praktek tertentu yang
sedikit banyak berutang kepada berbagai disiplin ilmu yang

x
saling terpisah namun hasilnya sebagai suatu kesatuan meru-
pakan sumbangan yang unik bagi pengetahuan. Dan sum-
bangan ini berasal dari sekelompok pelopor yang secara ber-
sama harus mengatasi masalah-masalah kepcndidikan yang de-
mikian sukar dan demikian mendesaknya, yang sampai sekarang
belum pernah dialami dunia. Seperti juga buku kecil lainnya,
dalam rangkaian buku kecil ini pun menunjukkan latar bela-
kang pengalaman bersama tersebut, di samping mengemukakan
secara ringkas gagasan dan pengalaman yang terbaik perihal
;ispek-aspek terpilih dari perencanaan pendidikan.
Dcngan mengingat latar belakang sidang pembaca yang
sangat berbeda, maka kepada para pengarang diletakkan be-
ban yang berat untuk memperkenalkan subjek masing-masing
mulai dari awal, di samping harus menjelaskan istilah-istilah
teknis yang telah biasa bagi sebagian sidang pembaca namun
masih asing bagi yang lain. Dalam pada itu, para pengarang
tetap menaati standar ilmiah dan, dengan pengecualian dalam
beberapa bidang spesialisasi tertentu, demi para pembaca, pe-
ngarang berusaha mclakukan penyederhanaan dalam penu-
lisannya tanpa scdikit pun mengorbankan kadarnya. Cara
pendekatan ini mempunyai keuntungan bahwa dengan demi-
kian rangkaian buku kecil ini dapat diccrnakan oleh pembaca
umum.
Sungguhpun rangkaian buku kecil ini di bawah penilikan
Dr. C.E. Beeby dari New Zealand Council for Educational
Research di Wellington selaku editor umum, direncanakan
berdasarkan suatu pola tertentu, namun tidak dilakukan usaha
menghindari perbedaan, bahkan pertentangan, di antara ber-
bagai sudut pandangan para pengarangnya. Dalam Lembaga
(Lembaga Internasional untuk Perencanaan Pendidikan =
International Institute for Educational Planning) adalah ter-
lampau pagi (premature) bila sekarang juga sudah menggaris-
kan suatu doktrin resmi serba tegas serta jelas, dalam sebuah
bidang pengetahuan dan praktek yang baru namun berkem-
bang dengan pesat seperti perencanaan pendidikan ini. Dengan
demikian, walaupun pandangan para pengarang menjadi tang-
gung jawab masing-masing, yang senantiasa tidak sama dengan
pandangan Unesco atau Lembaga, ia menjamin bahwa akan
banyak menarik perhatian di dalam pasaran gagasan (peren-

xi
Canaan pendidikan) international Singkatnya, sekarang iniiah
waktunya untuk mengadakan suatu usaha lintas sektoral dalam
pandangan berbagai ahli, yang pengalaman bersamanya menca-
kup demikian banyak disiplin ilmu dan sebagian besar negara
di dunia. Semua dari antara kita yang terlibat dalam peren-
canaan pendidikan, atau menulis tentang itu, akan menghadapi
masalah sulit yang sama. Bidang perencanaan pendidikan de-
mikian luasnya dan demikian beragamnya, sehingga hampir
di setiap sudut darinya kita jumpai spesialis-spesialis yang be-
kerja berdampingan dengan kita, yang di bidangnya masing-
masing lcbih banyak mengetahui daripada kita. Keadaan de-
mikian sebenarnya lebih dapat dipandang sebagai suatu hik-
mah daripada menganggapnya suatu kekurangan, dengan sya-
rat kita mau mengakui kekurangan kita sendiri. Namun pada
umumnya mengakui kekurangan sendiri tidaklah semudah hu,
seperti misalnya, sering kita alami dalam menyambut seorang
kenalan sebagai sahabat karib yang lama tidak bersua layak-
nya, namun beberapa jam kemudian secara tersipu-sipu me-
nanyakan namanya. Banyak di antara kita mempunyai peng-
alaman yang sama dalam menghadapi istilah-istilah teknis dan
konsep sejawat kita dari disiplin ilmu lain. Menggunakannya
secara sambii lalu sampai berlusin kali di berbagai sidang rea-
mi atau percakapan biasa,pada suatu ketika malu-malu untuk
menanyakan arti sebenarnya. Sebaliknya rumusan lisan yang
sangat berguna yang disampaikan seorang ahli yang dimaksud-
kan sebagai ungkapan yang tegas-jelas dari suatu gagasan, da-
pat saja tergelincir menjadi kata-kata tumpul dan ungkapan
sehari-hari.
Semuanya itu membuat buku kecil Dr. Ta Ngoc Châu de-
mikian berharganya dan benar-benar (ditulis) tepat pada wak-
tunya. Bahan-bahan yang didapat seorang demograf menjadi
landasan sebagian besar bangunan rencana pendidikan. Mereka
yang bertanggung jawab atas bagian atas bangunan tidak boleh
kabur akan makna istilah-istilah yang digunakan oleh si de-
mograf atau pun harus memahami sepenuhnya arti angka-ang-
ka yang dikemukakannya. Kesalahan yang paling besar yang
dapat dilakukan oleh seorang perencana yang belum terampil,
ialah mengabaikan baik seluruh maupun sebagian efek per-
ubahan demografik atas rencana-rencana pendidikan. Dalam


pada itu, hampir sama bcrbahayanya seperti menelan secara
mentah-mentah (to take at face value) segala data demografik
yang diterbitkan. T a Ngoc Châu sejak awal sudah memper-
ingatkan kita akan kedua sikap yang ekstrim itu. Buku kecil-
nya tidak berpretensi sebagai buku pedoman dalam demografi
—- sungguhpun pada akhir buku ini tercantum sebuah daftar
yang sangat berguna perihal itu — dan dalam sebuah karangan
yang demikian singkatnya, topik-topik tertentu, misalnya, teori-
teori perihal kependudukan dan análisis demografik, terpaksa
tidak disinggungnya. Tetapi tiada seorang awam pun yang
cukup cakap — setelah mempelajari esai ini — tidak akan
tcrsadar sepenuhnya betapa pentingnya karya seorang demo-
graf bagi setiap tahap perencanaan pendidikan, dan menginsafi
sepenuhnya pula betapa orang yang kurang berhati-hati dapat
terperangkap kecuali bila ia mengetahui bagaimana angka-
angka (demografis) itu diperoleh. Dengan pengekangan diri
secara profesional yang patut dikagumi, pengarang nienelaah
berbagai teknik demografi hanya sampai pada titik tertentu
saja, yang memang diperlukan untuk difahami seseorang guna
mengetahui sampai sejauh mana hasil akhir dapat dipercayai.
Bagi sebuah buku kecil yang tujuannya dalam menjelas-
kan konsep-konsep dan penyajian yang sistematis dalam pro-
ses teknis (demografi) kepada sidang pembaca yang awam,
Lembaga (Lembaga Internasional untuk Perencanaan Pen-
didikan = International Institute for Educational Planning)
beruntung benar telah menemukan seorang pengarang yang
terdidik dalam tradisi Perancis. T a Ngoc Châu adalah se-
orang Viet-Nam yang telah memperoleh gelar pertamanya
dari Institute d'études politiques di Paris, dengan melaksana-
kan satu tahun dari seluruh kurikulumnya di Stanford Uni-
versity di Amerika Serikat. l a kemudian memperoleh gelar
doktornya dalam bidang ekonomi pada Faculté de droit et de
sciences économiques di Paris, dan menjabat asisten pada fa-
kultas tersebut sebelum ia menjadi anggota stai dari Lembaga.
Pengarang buku kecil ini berpendirian bahwa ia bukan
seorang dcmograf profesional tetapi seorang ekonomi yang
mendalami demografi karena minatnya kepada perencanaan
pendidikan. Pendiriannya inilah sebenarnya yang membuat
buku kecil ini bersifat praktis; ia ditulis dengan tujuan agar

xiii
digunakan oleh para perencana dan administrator dalam bi-
dang percncanaan pendidikan dan bagi mereka yang sedang
menyiapkan diri dalam menclusuri jenjang karir yang sama,
i a sanaa sekali bukan dimaksudkan untuk menyiapkan setiap
perencana menjadi demograf, tetapi lebih merupakan ban-
luan bagi si perencana untuk menggunakan bahan-bahan
— dan khususnya proyeksi-proyeksi — yang dihasilkan para
c'emograf, dengan ramuan sikap yang tepat, penuh keper-
cayaan sambil tetap berhati-hati. Seyogyanya buku kecil ini
mempunyai nilai khusus bagi negara-negara berkembang,
yang seringkali sukar ditemukan data yang dapat dipercaya,
dan asumsi-asumsi yang dijadikan dasar proyeksi demografik
adalah sedemikian keadaannya sehingga angka-angka yang
akan dijadikan dasar perencanaan pendidikan untuk seluruh
negara, harus ditafsirkan secara ahli oleh para perencana
pendidikan negara yang bersangkutan.

C E . BEEBY

Editor Umum

xi\
PENDAHULUAN

Analisis dcmografik dapat didefinisikan scbagai studi perihai


kelompok-kelompok manusia. Salah satu cara pendekatan
studi ini ialah mencoba menjelaskan fakta-fakta demografik,
dan mcncari sabab-musabab yang melatarbelakanginya. Cara
pendekatan ini dapat dinamakan análisis demografik teoretis
(theoretical demographic analysis). Cara lain ialah cukup
dengan studi deskriptif murni dan berakhir dengan deskripsi
Statistik kepcndudukan (statistical description of population).
Pada kenyataannya perbedaaan tersebut tidak sejelas seperti
dinyatakan di atas; peramalan kependudukan (population
forecast) tidak dapat dilakukan tanpa mengadakan suatu
análisis demografik walaupun dalam takaran minimum.
Cara pendekatan mana pun yang ditcrapkan, terdapat dua
bidang yang mungkin akan dijadikan studi yang baik objek
inaupun metodenya saling berbeda. Minat dapat dipusatkan
pada kenyataan keadaan mutakhir dari kependudukan. Inilah
yang secara umum dikatakan studi kependudukan statik
(static population study), dan yang jadi pusat penclitian ialah
keadaan (state) kependudukan atau dengan kata lain, struk-
tur dan komposisinya. Selain itu minat dapat dipusatkan pada
trend kependudukan, yang merupakan aspek dinamis dari aná-
lisis kependudukan (dynamic aspect of population analysis).
Trend kependudukan bergantung kepada sejumlah faktor ter-
tentu, khususnya pada peristiwa-peristiwa demografik, seperti
misalnya, kelahiran, perkawinan, dan kematian.
Untuk mudahnya, kami akan berpegangan pada pembedaan
yang tradisional seperti dinyatakan di atas, dan selanjutnya
akan meneliti di Bagian Pertama struktur kependudukan dan
dampaknya pada masalah pendidikan, serta dalam Bagian
Kedua perihal trend atau dinamika kependudukan dan dam-
paknya pada perencanaan pendidikan.

xv
Bagian Pertama

S T R U K T U R K E P E N D U D U K A N DAN DAMPAKNYA
PADA PENDIDIKAN

Sebagaimana telah dikatakan di atas, studi perihal struktur


kcpendudukan adalah studi mengenai komposisinya — me-
ngenai pcnyebarannya dengan kriterium yang tclah ditetapkan
terlebih dahulu. Seorang perencana pendidikan bcrminat akan
penyebaran kcpendudukan karena bcrmacarn alasan. Pcr-
tama-tama, ia merasa tertarik pada penyebaran kcpenduduk-
an menurut usia dan jenis kelamin. Penelitiannya akan me-
mungkinkan si perencana pendidikan untuk mengukur jumlah
relatif (dari) penduduk usia-sekolah, yang jelas merupakati
landasan dan titik tolak sctiap kebijakan pendidikan.
Kedua, ia tertarik atas penyebaran kependudukan menurut:
sektor kegiatan ekonomi, dan dalam setiap sektor tersebut
menurut pekerjaan/mata pencarian. Jelaslah bahwa hanya
berdasarkan pengetahuan yang tepat perihal penyebaran ke-
pendudukan menurut sektor-sektor kegiatan ekonomi dan
pekcrjaan/mata pencarian dapat dilakukan estimasi kebutuh-
an tenaga kerja,!) yang dengan demikian dapat menetapkan
sasaran-sasaran pendidikan teknik, kejuruan, dan pcrguruan
tinggi.

1. Haruslah dipcrhatikan bahwa serangkaian faktor dapat mempunyai


dainpak pada kebuluhan tenaga kerja, dan peramalan kebutuhan
semacam itu dengan demikian, secara umum hanya merupakan pen-
dekatan (approximative) saja.

1
D P P 9 (2)
Ketiga, seorang percncana pendidikan dapat tertarik pada
penyebaran penduduk secara geografe — suatu penyebaran
yang mempengaruhi biaya pendidikan — dan juga pilihan tipe,
ukuran, dan lokasi sekolah.
Bagian buku kecil mengenai struktur kependudukan ini
hanya akan membatasi diri pada ketiga aspek tersebut di atas.
Namun dipandang perlu untuk pertama-tama memberikan
garis besar dari metode penganalisisan struktur kependudukan
pada umumnya dan metode-metode pelaksanaan sensus
khususnya.

2
Seksi 1

SENSUS DAN STUDI S T R U K T U R KEPENDUDUKAN

Scbuah pcmerintah scnantiasa merasa perlu untuk mengctahui


bcrapa banyak rakyat yang diperintahnya. Angka-angka ini
misalnya, diperlukan untuk mcnetapkan jumlah pengerahan
guna angkatan bersenjata, untuk penyebaran beban pajak,
untuk pembagian tanah yang seadil-adilnya, dan sebagainya.
Sejalan dengan bertambah banyaknya fungsi Negata dan
bertambah luasnya bidang kegiatannya, suatu sensus makin
menjadi pcnting dan informasi yang pcilu dikumpulkan sc-
makin bertambah banyak jumlahnya, Sensus tidak lagi ha-
nya merupakan penghitungan jumlah penduduk; sekarang
ia merupakan kesempatan untuk mempcroleh berbagai ma-
cam informasi. l a berubah menjadi kegiatan yang makin hari
semakin bertambah rumit, dan diperlukan sebuah stai pelak-
sana yang bertambah besar jumlahnya, sementara anggota-
anggotanya makin berspcsialisasi. Karena itu, biaya pelaksa-
naan sensus makin meningkat.
Selain daripada itu, berkenaan dengan jangkauan kegiatan-
nya yang pada prinsipnya meliputi seluruh penduduk (sebuah
negara), dan disebabkan juga karena jumlah dan bermacam
ragamnya data Statistik yang harus dikumpulkan, pemerincian
(breakdown) dan penyortirannya (sorting) mcmerlukan wak-
tu yang bertambah panjang saja. Namun dalam bidang
análisis kependudukan, seperti juga dalam bidang lain, data
Statistik dapat berkurang nilainya apabila tidak segera dise-
barluaskan untuk diketaliui umum, Data-data ini tidak hanya
dimaksudkan untuk memuaskan minat ilmiah semata-mata,

3
tetapj bagaimana juga dimaksudkan untuk membantu dalam
perencanaan lata. Ini berarti bahwa kita harus memperoleh
data-data terscbut secepat mungkin. Naniun sebaliknya, mem-
pcrccpat prc-cs berarti pula mcmbatasi jumlali pcrtanyaan
(sensus) yang diajukan.
Adanya bcrbaeai mctodc pclaksanaan sensus. dan pilihaii
mctodc mana yang akan ditcrapkan sampai tingkat tertentu
bcrgantung pada fasilitas yang tcrscdia dan juinlah pelaksana
yang dapat digunakan dalam seluruh kcgiatannya.

1. BERBAGAI TIPE SENSUS

Tipe-tipc sensus dapat digolongkan scsuai dengan kctcpatan


data yang hendak dikumputkan. Pcnggolongan itu adalah
sebagai berikut.

1. Suatu sensus kependudukan yang lengkap.


2. Suatu survci dengan uji contoh (sampling).
3. Suatu estimasi (estimate) diadakan apabila suatu sensus
yang sebenarnya tidak mungkin dilakukan.

jelas, bahwa suatu sensus kependudukan yang lengkap ada-


lah mefoe'e yang menghasilkan data paling tcrperinci dan
paling tcpat. l a mcliputi hai menghubungi semna penduduk
sebuah wilayah dan mcngnmpulkan data secara terpisah dari
setiap penduduk terscbut. Naniun segera dapat dipahami, bah-
wa suatu sensus seluruh penduduk yang tuntas serta menye-
luruh mcrnerlukan biava yang besar, di samping jumlah ic-
naga pelaksana yang besar pula. Ral ini mi-rupakan suatu
alasan untuk mcngguiiakan sensus secara uji contoh (sample
census) sebagai pengganti sensus tuntas. Cara ini biasanya
ditcrapkan di banyak negara berkembang, mengingat sangat
kurangnya pelaksana yang mampu dan terbatasnya sumber
kcuangan.

Sctiap jenis sensus mempunyai kelcmahan-kelemahannya


masing-masing, namun sensus dengan uji contoh rambang
(random sampling) menambah lagi suatu tipe kesalahan
yang khas, yang disebabkan karena kemungkinan bahwa con-
toh yang diambii tidak mewakili keseluruhan sepenuhnya.
4
Namun kcnyataannya adaiah tctap bahwa pada sensus de-
ngan uji contoh rambang, seluruh tugas dapat dilaksanakan
olch stai yang lebih kecil, yang dapat dilatih dan diawasi
secara lebih baik. Kesalahan-kesalahan observasi dengan de-
niikian dapat dikurangi seminimal mungkin. Pada akhirnya
hai yang di capai dengan sensus uji contoh rambang yang
dilakukan secara baik kadang kala terbukti lebih memuas-
kan dari pada yang diperoleh dengan sensus secara tuntas
yang dilakukan dalam keadaan yang kurang sepadan.

Bila sensus kependudukan yang lengkap atau sensus uji


contoh rambang tidak dapat dilaksanakan, suatu estimasi
(estimate) penduduk dapat dilakukan berdasarkan sensus se-
bagian-sebagian atau partial (penduduk tani, penduduk yang
bersekolah, dan sebagiannya) atau berdasarkan data pada daf-
tar-daftar tertentu, misalnya, daftar pajak, daftar pemilihan,
daftar pembagian (pencatuan) bahan makanan dan sebagai-
nya. Dalam setiap prosedur estimasi, dengan sendirinya, timbul
kemungkinan baik kesalahan yang dapat berpengaruh pada
jumlah penduduk keseluruha.nnya maupun dari kesalahan yang
dibuat pada waktu pemerincian (breakdown), atau dari peng-
gunaan kocfisien, atau dari berbagai faktor penyuaian (factors
of adjustment) untuk mernperoleh jumlah penduduk sellinih-
nya. Dengan demikian, estimasi semacam itu harus ditcrap-
kan secara berhati-hati.

Di negara-negara yang menerapkan sensus lengkap pun,


sensus dilaksanakan dengan jarak waktu yang relatif panjang
(sepuluh tahun, misalnya). Suatu masalah besar yang de-
ngan demikian akan timbul, ialah bagaimana mernperoleh
data demografik di tahun-tahun antara sensus. Metode yang
paling aman ialah memelihara sebuah daftar permanen yang
membuat dai a penduduk. Pclaksanaannya yaitn dengan me-
nyiapkan sebuah kartu bagi setiap individu yang terdapat di
wiîayah national pada suatu saat tertentu, dengan menambah
kartu-kartu baru pada waktu kelahiran atau adanya orang
yang masuk mcnetap di wiîayah nasional, dan menguranginya
pada waktu adanya kematian atau adanya orang yang pindah
keluar wilayah nasional. Dengan pendaftaran yang demikian
akan memungkinkan pada setiap saat untuk menentukan
jumlah dan struktur kependudukan. Apabila tidak dibuat

5
daítar scmacam itu, maka dapat diusahakan dengan jalan
ekstrapolasi (extrapolation) angka-angka bcrdasarkan trend
yang diperoleh pada dua sensus yang tclah dilakukan sebe-
lum itu. Namun ekstrapolasi semacam itu dapat menghasilkan
angka-angka yang kurang tepat, karena tiada satu jaminan
bahv/a trend yang telah diobservasi di masa lalu akan ber-
langsung pula di hari-hari yang akan datang. Bila laju kesu-
buran dan laju tallan hidup (survival) menurut usia diketa-
hui juga, malea dapat disusun proycksi untuk kemudian hari
berdasarkan data-data sensus yang terakhir. Pada kcsempatan
di Bagian Kedua akan kami bahas masalah ini.
Sampai kini kami tclah mencoba untuk menggambarkan
beberapa metode untuk mengadakan sensus kependudukan.
Dari uraian itu dapatlah diketahui betapa rumitnya kegiatan
pelaksanaan sensus dan betapa banyak kesukaran yang harus
dihadapi untuk mempercleh data Statistik yang tepat, khu-
susnya apabila fasilitas yang diperlukan tidak terscdia, di
samping pengetahuan bahv/a data demografia pada umum-
nya tidak terbebas dari kesalahan.

2. NILAI RELATIF DATA DEMOGRAFIK


Dapat dibedakan tiga tipe kesalahan yang mungkin dibuat :
pertama, ialah yang disebabkan oleh pengambilan contoh;
kedua, yang disebabkan olch pengorganisasian survei, dan
terakhir, karena kesalahan obscrvasi.

a. Kesalahan yang disebabkan pengambilan contoh


Sebagaimana telah diketahui, kesalahan ini berkaitan erat
dengan kemungkinan bahwa contoh yang diambil bersifat
tidak représentatif bagi keseluruhan. Dengan demikian ia ber-
gantung pula pada jurnlah contoh yang diambil, makin besar
jumlah contoh yang diambil maka lebih besar pula kemung-
kinan ia mendekati fakta sebenarnya. Selanjutnya ia bergan-
tung pula pada kualitas pengambilan contoh, atau dengan
kata lain, pada kcterampilan anggota staf yang bertugas me-
laksanakan prosedur percontohan.

b. Kesalahan yang disebabkan pengorganisasian survei


Penyelenggaraan survei demografik sangat sulit dan kritis,

6
khususnya di negara-negara berkembang. Jelas bahwa kc-
adaan yang tidak sepadan dalam infrastruktur — jalur-jalur
komunikasi yang serba kurang dan seringkali kualitasnya jauh
dari memuaskan, dikaitkan pula dengan jarak-jarak yang sa-
ngat jauh guna menghubungi penduduk yang seringkali se-
nantiasa bergerak atau bertempat tinggal berserakan saling
berjauhan —, dan masalah keadaan lapangan dan cuaca
seringkali menghambat operasi dan pengawasan suatu sensus.
Disamping itu, tidaklah mudah untuk memperoleh tenaga
yang bersedia melakukan sensus, yang cukup terlatih dan
mampu serta bcrkehendak untuk melaksanakannya dalam
keadaan demikian. Pada akhirnya, kualitas data yang diper-
oleh selama sensus dilaksanakan bergantung pada kemampuan
dan kesungguhan hati serta ketelitian (conscientiousness) para
pelaksana sensus.
c. Kesalahan observasi
Jenis kesalahan ini biasanya juga banyak dilakukan di negara-
negara berkembang. Sebagian besar data demografik diper-
oleh dari pernyataan perorangan (individu). Apabila seba-
gian dari penduduk masih buta huruf dan mereka kurang
menghargai akan arti yang tepat dari waktu dan tanggal,
maka kemungkinan besar pernyataan-pernyataan mereka akan
kurang tepat.
Juga pernyataan-pernyataan palsu — ialah pernyataan yang
dengan sengaja tidak sesuai dengan kenyataan — harus pula
diperhitungkan. Hal ini terjadi apabila penduduk yang ber-
sangkutan tidak mengetahui dengan pasti makna dan tujuan
pertanyaan-pertanyaan sensus, dan mereka curiga bahwa
pertanyaan-pertanyaan itu adalah penyelidikan pemerintah
yang akan merugikan mereka dalam bentuk, misalnya, pu-
ngutan pajak, dinas militer, dan kewajiban lain semacamnya.
Dijumpai juga kasus-kasus takhayul atau tabu, yang melarang
pemberitahuan fakta-fakta tertentu kehidupan seseorang. De-
ngan demikian, dapatlah disadari betapa penting dan rumit-
nya tugas seorang pelaksana sensus, karena hanya berdasar-
kan kepercayaan penduduk yang bersangkutan dengan men-
jelaskan kepada mereka mengapa informasi itu harus diper-
oleh, atau dengan kata lain, merebut kepercayaan dan kerja
sama mereka.

7
DPP 9 (3)
Sebagian besar kesalahan yang menelusupi operasi pelak-
sanaan sensus yang disebabkan faktor-faktor tersebut di atas,
hanya dapat dikoreksi sampai scjauh arah kesalahan — apa-
kah ke atas atau ke bawah — dan jumlah atau ukuran relatif
kesalahan itu diketahui. Inilah yang menjadi alasan untuk
dilakukannya sensus kontrol; ia dilakukan oleh sejumlah ke-
lompok atau unit yang lebih kecil namun terdiri dari stai
yang lebih mampu dan dilengkapi dengan fasilitas yang lebih
baik. Perbandingan antara hasil yang diperoleh dari sensus
kontrol dan hasil yang dicapai dalam sensus awal akan me-
mungkinkan ditemukannya tipe kesalahan yang dilakukan,
baik trend ke atas atau ke bawah maupun jumlah atau ukuran
relatifnya.
Sungguhpun data demografik sering kali mengandung ke-
salahan, namun perencana pendidikan haruslah mengguna-
kannya guna dijadikan dasar bagi pengambilan keputusan
tertentu dan untuk menetapkan sasaran-sasaran pendidikan
tertentu. Maka dari itu, ia harus memperoleh informasi pe-
rihal metode bagaimana memperoleh data tersebut, dan khu-
susnya tingkat ketepatannya. Si perencana pendidikan dalam
menyusun rencana-rencananya senantiasa harus memperhi-
tungkan nilai relatif Statistik tersebut. Berdasarkan itu, ia ha-
rus pula menyediakan suatu kelonggaran (margin) tertentu,
atau suatu ruang bebas guna memungkinkan penyuaian
(adjusment) dalam rencana-rencananya, sehingga pada akhir-
nya ia mungkin mengimbangi (compensate) dampak kesa-
lahan-kesalahan yang dilakukan pada estimasi kependudukan.
Salah satu data yang paling penting dalam mengumpulkan
informasi pada suatu sensus ialah usia setiap individu, yang
akan memungkinkan ditetapkannya struktur usia kependu-
dukan.

8
Scksi II

STRUKTUR KEPENDUDUKAN MENURUT USTA


DAN JENIS K E L A M I N
Metode yang paling mudah untuk menelaah struktur kepen-
dudukan menurut usia dan jenis kelamin ialah dengan jalan
menyusun piramide usia. Sebagai contoh Gambar 1 melukis-
kan piramide usia penduduk Perancis dalam tahun 1968.
Suatu telaah atas struktur usia kependudukan sangat pen-
ting dalam suatu análisis kependudukan, karena ia menggam-
barkan ringkasan sejarah demografik suatu bangsa. Selan-
jutnya, seperti nanti akan dijelaskan lebih lanjut pada Bagian
Kedua, ia menguasai pula sampai tingkat tertentu trend masa
depannya.
Struktur usia mencerminkan ringkasan sejarah demografik
suatu bangsa. Jumlah setiap usia atau setiap kelompok usia
bergantung kepada :
(a) jumlah kelahiran yang berasal dari suatu generasi atau
beberapa generasi;
(b) dampak angka kematian pada generasi atau generasi-
generasi yang bersangkutan, dan
(c) jumlah perpindahan (migration) pada pelbagai saat, dan
usia penduduk yang berpindah itu.
Dengan demikian, pembahasan secara teliti atas piramide
kependudukan akan cukup membuka peristiwa-peristiwa lalu
yang telah dialami oleh penduduk suatu negara. Pada kasus
piramide usia penduduk Perancis, dampak Perang Dunia II
jelas terlihat. Suatu penurunan yang tegas dalam jumlah
kelahiran dapat disaksikan pada waktu perang berkecamuk,
namun penurunan itu lebih dari cukup terimbangi dengan
peningkatan angka kelahiran pada tahun-tahun pascaperang

9-
M u tatito»
-IM

CAMBAR 1
Penduduk Perancis : evaluasi Dada 1 Tannar! 1968
Sumber: Institut nasional de la statistique et des études économiques, Paris. 196R
( 1 9 4 6 - 1 9 5 0 ) , suatu peningkatan yang sering dinamakan
"peledakan bayi" (baby boom). Peledakan bayi ini jelas ber-
akhir pada tahun 1951, sungguhpun penurunan angka ke-
lahiran pada titik itu sangat melandasi. Dampak dcmografik
Perang Dunia I dapat di teliti dengan cara yang sama: penu-
runan angka kelahiran pada tahun-tahun berkecamukknya
perang (1914-1918) dan suatu peningkatan yang sama
pada tahun-tahun pcrtama pascaperang (1920 dan 1921). Di
samping itu, suatu laju kematian yang luar biasa tingginya
dapat disaksikan pada generasi yang dilahirkan antara tahun-
tahun 1880 dan 1900, ialah kaum laki-laki yang masuk dinas
militer selama. tahun-tahun perang.
Itulah jenis informasi yang dapat diperoleh dengan jalan
menafsirkan ketidakbcraturannya sebuah piramide usia. Na-
mun untuk memperoleh kesimpulan yang benar, ketidakber-
aturan piramide tersebut haruslah benar-benar nyata, berda-
sarkan fakta yang sebcnarnya, dan bukan karcna ketidak-
tepatan yang disebabkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang
tidak benar dari penduduk.

1. KET ID AKT EPATAN DATA USIA DAN METODE


PENYUAIAN PIRAMIDE USIA
Usaha untuk menyusun struktur usia kependudukan biasa-
nya dilakukan pada pcristiwa dilaksanakannya suatu sensus
umum. Tugas para pelaksanalah untuk tidak hanya meng-
hitung atau menccgah jumlah penduduk tetapi juga mene-
tapkan usia mereka berdasarkan pernyataan mereka. Dalam
pada itu, para pelaksana sensus mungkin menerima pernya-
taan yang tidak tepat bahkan pernyataan palsu. Keterangan
yang tidak tepat diberikan oleh mereka yang tidak tahu ber-
apa umur mereka sebcnarnya dan karena itu memberikannya
berdasarkan perkiraan saja. Pernyataan palsu biasanya di-
berikan oleh mereka yang sebenarnya tahu benar umur me-
reka, namun karena satu atau sebab lain menyebutkan angka
lain. Perempuan mungkin mengurangi umurnya karena ke-
sombongan atau kegenitan, sedangkan laki-laki biasa mening-
katkan umurnya karena alasan kemungkinan keuntungan, se-
perti misalnya, memperoleh tanah milik bersama pada usia
18 tahun.

11
Struktur usia yang tersusun dari sensus kependudukan di
Turki pada tahun 1945 memberikan contoh yang baik akibat
ketidaktepatan ketcrangan atau pernyataan yang diperoleh.
Pandangan sepintas pada piramide usia Turki, yang didasar-
kan pada pernyataan-pernyataan yang diperoleh selama pe-
laksanaan sensus (lihat Gambar 2), cukup memberikan gam-
baran akan tertariknya orang pada usia yang berakhir pada
angka 0 atau 5. Daya tarik ini dapat disaksikan pula dari
kecilnya jumlah orang yang menyebutkan usianya setahun
sebelum atau sesudah angka-angka yang disukai itu (usia
yang berakhir pada angka 9 atau 1, dan pada angka 4 atau 6).
Lepas dari kesenangan akan angka yang berakhir pada angka
0 atau 5, juga disenangi angka genap daripada angka ganjil.

m A1 "b

WAk ,y j . w ^AWWW:,WM

4\\'«r.,i

40 J 0"h) ¥* 000 200 000 100 000 0 u » lrt»0 20ö MO 300 ¡KO 40Û WO

GAMBAR 2
Penduduk Turki di tahun 1945 menurut jenis kelamin, usia, kelompok
usia lima tahunan sesuai dengan data sensus
Sumber : United Nations, Methods of Appraisal of Quality of Basic Data
for Population Estimates (Berbagai metode untuk menilai kua-
litas data dasar bagi estimasi kependudukan), him. 34, New
York, 1955 (Population studies, no. 23, ST/SOA/Series A.)

12
Kesenangan akan usia yang berakhir pada angka 0 atau 5,
dan kesenangan (yang agak kurang) akan angka genap dari-
pada angka ganjil, ternyata tidak terbatas pada Turki. l a
terdapat di negara-negara, khususnya di antara sebagian be-
sar rakyatnya yang tidak mengetahui benar usianya.
Terdapat berbagai batu ujian untuk mengukur kesenangan
akan usia dengan angka-angka tertentu ini, dan berdasarkan
itu tingkat ketidaktepatan dari pernyataan-pernyataan yang
bersangkutan. Beberapa tes yang paling terkenal adalah dari
Whipple, Myers, dan Bachi. Perserikatan Bangsa-Bangsa
menganjurkan juga cara ujiannya sendiril).
Sebuah piramide usia dari tipe yang terlukis pada Gambar
2 dengan sendirinya tidak dapat digunakan secara langsung
karena ketidaktepatannya. Untuk itu harus diadakan penyu-
aian. Tetapi harus segera ditekankan di sini — karena orang
cenderung untuk terlupa pada tujuannya — bahwa tu-
juan sebenarnya suatu penyuaian ialah berusaha sedapat-
dapatnya mendekati kenyataan. Tujuannya bukanlah untuk
memperoleh sebuah piramide yang berbentuk lebih teratur
(regular), atau mungkin lebih estetik dalam bentuknya, atau
lebih sesuai dengan "model" sebuah piramide usia. Ketidak-
beraturan yang dihasilkan oleh sejarah demografik suatu
bangsa di masa lalu tidak boleh di"mulus"kan dengan alasan
penyuaian. Misalnya, ketidakberaturan yang dapat disaksikan
pada piramide usia Perancis dapat dijelaskan sampai tingkat
jauh dengan peristiwa-peristiwa yang dialaminya di masa lalu.

a. Pemulusan piramide usia


Sejauh ketidaktepatan pernyataan usia disebabkan oleh ke-
senangan akan usia yang berakhir pada angka 0 atau 5, pe-
ngelompokkan usia dalam urut-urutan kelompok lima ta-
hunan akan mengurangi ketidaktepatan itu karena dalam
setiap kelompok lima tahunan terdapat usia yang berakhir
baik pada angka 5 atau 0. Hal ini dilakukan juga pada pi-

1. Dengan mengingat ringkasnya buku kecil ini tidaklah mungkin untuk


membcrikan pembahasan berbagai tes tersebut. Para pembaca yang
berminat dapat memperolehnya dari suatu penjelasan dalam buku
pemandu penerbitan Perserikatan Bangsa-Bangsa tersebut di atas,
halaman 4 0 - 4 3 .

13
ramidc usia Turki ( bagian-bagiannya digambarkan dengan
garis-garis berangka yang tidak diarsir).
Apabila masih tcrdapat juga ketidakberaturan — yang
tidak bisa dijelaskan dcugan kejadian-kejadian di masa lalu2)
— sesudah dilakukan penyuaian pertama, dan apabila ter-
dapat kecurigaan bahwa ia disebabkan oleh kesalahan mcn-
cacah atau pernyataan tidak tepat, suatu metode dapat di-
tcrapkan dengan jalan mengaitkan setiap kelompok usia de-
ngan dua kelompok usia yang mendahuluinya dan dua ke-
lompok usia yang melanjutkannya.
Apabila S melambangkan jumlah kelompok usia yang
sedang dalam tinjauan, S dan S 9 merupakan kedua ke-
lompok usia yang mendahuluinya, dan S serta S kedua ke-
lompok usia yang melanjutkannya, maka formula penyuaian
adalah sebagai berikut.
Si Q = 1/16 (-S 2 + 4S^ + 19S 0 + 4S J - S2)
1
S dengan sendirinya merupakan angka penyuaian dalam
kelompok usia yang dalam tinjauan.
Cara pemulusan ini sangat memuaskan dan berguna, apa-
bila data yang dipcroleh sangat tidak tepat. Satu-satunya
kelemahan (drawback) yang juga merupakan alasan supaya
digunakan dengan sangat berhati-hati, yaitu bahwa ia meng-
hapuskan semua ketidakberaturan tanpa pandang bulu. la
menghapus semua ketidakberaturan baik yang disebabkan
oleh pernyataan yang tidak tepat atau pemerincian (break-
down) yang tidak tepat maupun ketidakberaturan yang be-
nar-benar nyata. Di samping itu, ia menghendaki pengeia-
huan akan jumlah di kedua kelompok usia yang mendahului
dan jumlah di kedua kelompok usia yang melanjutkan ke-
lompok usia yang dalam tinjauan. Dengan demikian ia tidak
bisa diterapkan baik pada kelompok usia 0 - 4 dan 5 - 9 tahun
maupun pada kelompok usia 70 tahun dan lebih. Dengan
sendirinya kelompok usia 70 tahunan dan lebih tidak menjadi
2. Dalam kasus Turki, jumlah kecil anak-anak di bawah usia 5 tahun
dibandingkan dc.igan kelompok usia antara 5 sampai 9 tahun mung-
kin dapat dijelaskan karena terjadi laju kelahiran yang rendan dan
peningkatan laju kematian bayi selama masa Perang Dunia I I .

14
minât langsung si perencana pendidikan, namun ia harus
mempunyai pengetahuan yang setepat mungkin dari kelom-
pok-kelompok usia 0 - 4 sampai dengan 5 - 9 tahun. Pada
umumnya angka sensus mempunyai ketepatan yang baik
mengenai kelompok usia 5 - 9 tahun. Orang tua pada umum-
nya dapat memberikan dengan perkiraan umur anak-anak
mereka dalam kelompok usia itu. Pernyataan yang tidak
tepat kadang kala juga diberikan, khususnya apabila orang
tua meninggikan umur anak-anak mereka untuk segera da-
pat diterima di sekolah. Di pihak lain, pengalaman menun-
jukkan bahwa pencacahan anak-anak dari kelompok usia
0 - 4 tahun sering kali tidak lengkap, dengan akibat bahwa
jumlah dalam kelompok tersebut di bawah perkiraan. Ber-
kenaan dengan itu, angka-angka haruslah digunakan secara
hati-hati dan bila mungkin haruslah diadakan koreksi seper-
lunya pada waktu sensus kontrol yang kadang kala dilaksa-
nakan.

b. Perincian kelompok usia 10 tahun menjadi kelompok


usia 5 tahun
Statistik kependudukan tidak hanya kurang tepat, namun
kadang kala juga kurang terperinci. Misalnya, dapat saja
terjadi bahwa hanya terdapat kelompok usia 10 tahunan
sedangkan diperlukan juga kelompok usia 5 tahunan. Dalam
kasus demikian dapat digunakan formula sebagai berikut.
f a = * [f0 + % ( f . , - ^ ) ]
Dalam formula tersebut f adalah jumlah dalam kelompok
usia 10 tahun yang dalam tinjauan, f adalah jumlah dalam
kelompok usia 10 tahun yang sebelumnya dan f adalah
kelompok usia 10 tahun yang berikutnya. Dengan demikian,
f adalah kelompok usia 5 tahun pertama dari kelompok usia
10 tahun yang dalam tinjauan, dan kelompok usia 5 tahun
yang kedua diperoleh dengan pengurangan: fb = fQ -fa-
Dimisalkan kita mempunyai data angka sebagai berikut.
0 — 9 4.500
10 — 19 4.200
20 — 29 4.050
15
DPD 9 (4)
dan dikehcndaki untuk membagi kelompok usía 1 0 — 19 ta-
hun menjadi 2 kelompok usia 5 tahunan, ialah 1 0 — 14 dan
15 — 19 tahun.
Apabila kita terapkan formula di atas, kita akan memper-
oleh :
f
10-14 = * Cf 10-19 +
* ^0-9 - f 20-29)]
ialah f ,, = i/a [4.200 + '/ 8 (4.500 — 4.050)]
10—14
= 2.128
f = 4.200 —2.128 = 2.072
15 19
c. Perincian kelompok usia 5 tahun menjadi kelompok
usia tahunan
Dapat saja terjadi, bahwa telah tersedia data perihal usia 5
tahun dan dikehendaki kelompok usia tahunan. Misalnya,
dalam perencanaan pendidikan sekolah dasar mungkin di-
kehendaki tidak hanya jumlah anak-anak yang termasuk ke-
lompok usia 5 — 9 dan 10 — 14 tahun, tetapi juga jumlah
sebenarnya yang berusia 6, 7, 8, 9 tahun dan selanjutnya.
Dalam kasus demikian, dapat dilakukan interpolasi dengan
menggunakan pengganda Sprague (Sprague multipliers).
Perincian mengenai penggunaan metode ini tercantum dalam
Lampiran.
Pengganda Sprague dengan mudah dapat digunakan dan
tidak usah diragukan merupakan alat kerja yang sangat me-
muaskan bagi si perencana pendidikan. Namun kiranya pa-
tut untuk senantiasa diingat, bahwa metode ini tidak lain
hanyalah interpolasi. Hasil yang dengan demikian diperoleh
hanyalah sekedar pendekatan atau aproksimasi (approxima-
tions), atau lebih tepat lagi, hasilnya harus dianggap sebagai
dalam kemungkinan (probable). Maka dari itu, metode ini
hanya boleh digunakan apabila tidak bersedia data selain
angka-angka kelompok usia 5 tahun, dan khususnya apabila
terdapat cukup alasan untuk beranggapan bahwa tidak ter-
dapat variasi dalam laju kelahiran (atau, yang akhirnya ha-
silnya sama saja, suatu variasi dalam laju kematian bayi)
dalam tahun-tahun sebelumnya. Sebagai contoh dalam kasus

16
ini dapat disebntkan, ialah adanya penurunan angka kela-
hiran sebagai akibat berkecamuknya perang atau suatu pc-
ledakan bayi di pascaperang. Sudah jelas bahwa penurunan
atau peningkatan dalam laju kelahiran mempunyai pengaruh
yang menentukan pada jumlah anak-anak usia tertentu se-
sudah jangka waktu tertentu. Dalam hai demikian apabila
tersedia Statistik kelahiran yang relatif tepat dan menjangkau
cukup jauh ke belakang, dan ditambah pengetahuan perihal
laju tahan hidup (survivals) untuk berbagai usia, maka lebih
baik untuk mengadakan estimasi jumlah anak-anak pada
berbagai usia berdasarkan jumlah kelahiran dan pada laju
tahan hidup. Kami akan menjelaskan prosedur melakukan
estimasi demikian pada Bagian Kedua.
Memang benar bahwa dengan menggunakan metode
penyuaian — yang telah kami beri beberapa contoh di atas
sebagai gambaran — dan juga dengan melakukan interpol
guna memerinci kelompok-kelompok usia, akan diperoleh
angka-angka yang sepintas lalu terlihat tepat dan terperinci.
Dengan sendirinya, tiada terdapat suatu metode penyuaian
betapa pun cermatnya yang dapat menjamin akan memper-
oleh angka-angka yang tepat dari data yang pada dasarnya
diragukkan ketepatannya. Sungguhpun si perencana pendi-
dikan senantiasa harus berjaga-jaga akan ketidaktepatan Sta-
tistik kependudukan, namun ia tidak bisa mengabaikan sama
sekali data demografik. Data demografik ini merupakan lan-
dasan dari rencana yang disusunnya, dan ia akan memainkan
peranan apabila alternatif harus dipilih atau keputusan harus
diambil. Tetapi ia tidak boleh mengabaikan batas-batas kete-
patannya, yang menghendaki suatu ruang fleksibilitas dan
suatu kebebasan bertindak apabila harus diputuskan masalah
kebijakan.

2. STRUKTUR USIA KEPENDUDUKAN DAN PE-


NGEMBANGAN PENDIDIKAN
Di halaman-halaman sebelumnya telah kami tunjukkan ba-
gaimana kita bisa menafsirkan piramide kependudukan. Suatu
telaah yang lebih mendalam akan menunjukkan karakteristik-
karakteristik lain dari suatu piramide, yang mungkin sangat
penting juga bagi si perencana pendidikan.

17
a. Struktur usia dan kebutuhan akan pengajar
Piramide usia dari Perancis (Gambar 1 pada halaman 10)
menggambarkan bahwa telah terjadi suatu penurunan laju
kelahiran yang berkesinambungan di Perancis sejak tahun
1922 — suatu penurunan yang jelas diperlihatkan dengan
merampingnya piramide —-, yang terlihat lebih menonjol lagi
selama Perang Dunia II. Penurunan dalam laju kelahiran
ini tidak diragukan lagi disebabkan perubahan (pada pa-
sangan-pasangan suami-istri) dalam sikap mempunyai anak.
Namun di samping itu, ia ditimbulkan juga oleh sebab-sebab
lain, seperti Perang Dunia I (1914- 1918) yang mengurangi
kelahiran di masa itu dan yang mencapai usia produksi ku-
rang lebih 20 atau 25 tahun kemudian.
Dalam pada itu, sejak tahun 1945 dapat disaksikan suatu
peningkatan yang tetap dalam laju kelahiran. Tidak hanya
terdapat suatu peledakan bayi di masa segera setelah pasca-
perang, namun trend peningkatan laju kelahiran tetap ber-
lanjut. Fenomena kependudukan semacam ini dengan sendi-
rinya mempunyai pengaruh besar pada pendidikan. Dengan
demikian, di Perancis pada saat karangan ini ditulis (1969)
pada umumnya dapat dikatakan bahwa orang-orang yang
dilahirkan sejak tahun 1945 sekarang ini sedang bersekolah
— baik di sekolah dasar atau sekolah menengah di perguruan
tinggi —, dan sebagaimana telah dapat disaksikan, laju ke-
lahiran sejak tahun 1945 adalah tinggi. Sebaliknya, staf peng-
ajar harus dikerahkan dari generasi-generasi yang dilahirkan
sebelum tahun 1945, dan generasi-generasi ini menurut per-
bandingan kurang jumlahnya. Jadi, data demografik untuk
sebagian sudah dapat memberikan penjelasan akan kekurang-
an relatif dan kesukaran dalam pengerahan tenaga pengajar.
Keadaan ini dengan sendirinya akan mengalami perbaikan
yang tepat di hari kemudian, apabila staf pengajar sudah da-
pat dikerahkan dari jumlah besar yang dilahirkan sejak Pe-
rang Dunia II.
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila oleh berbagai
sebab terdapat peningkatan dalam laju kelahiran -— ataupun
penurunan dalam laju kematian bayi —, peningkatan jumlah
anak-anak ini 6 tahun kemudian akan mengakibatkan pe-
ningkatan dalam pendaftaran masuk sekolah dasar, 12 tahun

18
kemudian peningkatan dalam pcndaftaran masuk sekolah
menengah, dan. 18 tahun kemudian peningkatan dalam pen-
daftaran masuk universitas.1) Perkembangan tersebut demi-
kian logis, sampai-sampai kadang kala terabaikan dan pcr-
siapan untuk penampungannya tidak diadakan. Dalam ke-
adaan demikian, pada saat jumlah anak didik tambahan telah
mencapai berbagai tahap usia pendidikan, pada detik-detik
terakhir barulah diadakan pengaturan seada-adanya (impro-
visan). Masalahnya seringkali tambah dipersukar dengan me-
ningkatnya permintaan masyarakat akan pendidikan, di sam-
ping pada saat bersamaan meningkatnya jumlah anak-anak
yang mencapai usia pendidikan. Dengan demikian jumlah
anak didik secara tiba-tiba meningkat pada saat yang ber-
samaan, baik karena para anak didik tersebut secara bersama
termasuk dalam tahun-tahun dengan laju kelahiran yang
tinggi, maupun karena peningkatan laju pendaftaran masuk
sekolah disebabkan telah tercapainya usia pendidikan.

b. Struktur usia dan beban relatif pengeluaran pendidikan


Pengeluaran pendidikan adalah sebanding dengan pendaf-
taran masuk sekolah, dan berkenaan dengan itu, secara tidak
langsung bergantung pada jumlah penduduk usia sekolah.
Pembiayaan pendidikan ini dapat dianggap sebagai suatu
pungutan atas bagian penduduk yang (ekonomis) produktif.
Apabila penduduk usia sekolah terdiri dari anak-anak yang
berusia 5 sampai dengan 14 tahun, dan penduduk produktif
dikerahkan dari penduduk yang berusia 15 sampai 64 tahun,
suatu estimasi dari beban relatif pengeluaran pendidikan da-
pat diperoleh dengan jalan membandingkan bagian penduduk
yang berusia 5 sampai 14 tahun dengan yang berusia 15 sam-
pai 64 tahun. Perbandingan ini tidak sama di berbagai negara
di dunia, seperti digambarkan dalam Tabel 1.
Perbandingan ini menunjukkan kemudaan dan ketuaan
penduduk. Sejumlah penduduk dikatakan muda apabila
jumlah yang sangat muda dibandingkan dengan jumlah se-
luruh penduduk relatif tinggi. Apabila perbandingan itu ren-
dan, maka dikatakan penduduk itu tua.
1. Dengan mengambil usia resmi, sebagaimana biasa, masuk sekolah
dasar pada usia 6 tahun dan selanjutnya, baik sekolah dasar maupun
sekolah menengah memerlukan 6 tahun untuk penyelesaiannya.

19
Tabel 1. Penduduk usia sekolah dan penduduk usia produktif

(1) (2)
Negara Pendijd'ik Penduduk %
A usia 5-14 usia 15-64 (1) :(2)

Nikaragua 1963 462 710 749 745 61.7


Kosta Rika 1963 387 718 655 259 59.1
Honduras 1961 542 889 936 931 57.9
Filipina 1960 7 804 825 13 792 280 56.6
Taiwan 1963 3 392 241 6 033 555 56.2
Mauritius 1963 199 900 360 500 55.4
Togo 1961 406 580 744 480 54.6
Zimbabwe 1962 991 700 1 820 100 54.5
Siria 1960 1 163 238 2 132 099 54.5
Nigeria 1962 856 268 1 575 003 54.4
Sudan 1964 3 651 000 6 749 000 54.1
Puerto Riko 1960 648 736 1 224 199 53.0
Venezuela 1964 2 289 157 4 361 544 52.4
Martinik 1961 il 513 152 314 51.0
Peru 1961 2 618 558 5 236 393 50.0
Panama 1960 262 010 526 140 49.8
Maroko 1960 2 955 570 5 981 930 49.4
Ghana 1960 1 699 881 3 516 832 48.3
Korea Selatan 1960 6 233 369 13 366 055 46.6
India 1961 113 937 000 245 110 000 46.5
Indonesia 1961 23 502 368 53 249 000 44.1
Cili 1960 1 817 798 4 134 852 44.0
Selandia Baru 1961 529 620 1 407 393 37.6
Kanada 1961 3 935 521 10 655 171 30.9
Jepang 1960 20 222 173 59 939 100 33.7
Amerika Serikat 1960 35 465 272 106 977 422 33.1
Australia 1961 2 067 505 6 436 945 32.1
Uruguay 1963 ^67 300 1 653 600 28.3
Perancis 1962 8 238 302 29 137 697 28.2
Italia 1961 8 208 867 33 365 537 24.6
Swedia 1960 1 143 670 4 949 016 23.1
Jerman Barat 1961 7 740 800 36 221 018 21.4

Sumber : United Nations, Demographic Yearbook (Buku Tahunan


Demografik), 1964, New York 1965

Kemudaan atau ketuaan penduduk (suatu negara) dengan


mudah dapat dilihat dari piramide usia (Iihat Gambar 3).
Di sebuah negara yang laju kelahirannya sangat tinggi dan
laju kematiannya juga sangat tinggi, piramide usianya akan
menunjukkan dasar yang sangat Iebar namun tingkat-tingkat
selanjutnya akan meramping secara cepat. Dan ini disebabkan
oleh laju kematian yang tinggi. Inilah yang digambarkan oleh
Bentuk 1.

20
n

Bentuk 1

Bentuk 2 Bentuk 3

Bc-ntuk 4 Bentuk 5

Gambar 3 : Piramide usia

21
Apabila laju kclahirannya berlanjut tcrus namun dibarengi
dengan laju kematian yang menurun — khususnya penurunan
laju kematian bayi —, maka dasar piramide tetap lebar na-
mun tingkat-tingkat selanjutnya meramping secara berangsur.
Inilah yang digambarkan oleh Bentuk 2.
Apabila penurunan dalam laju kematian dibarengi dengan
penurunan pula dalam laju kelahiran, maka piramidenya
akan berkecenderungan mengambil Bentuk 3.
Apabila laju kelahiran berlanjut menurun, dasar piramide
akan makin menyempit, seperti ditunjukkan pada Bentuk 4.
Akhirnya, apabila laju kelahiran setelah menurun menun-
jukkan kembali kecenderungan meningkat — yang berarti
peremajaan penduduk —, ia akan menunjukkan Bentuk 5.
Patut dicatat bahwa semua piramide mempunyai lúas yang
sama. Perbedaannya, dengan demikian, bukan terletak pada
jumlah seluruh penduduk, tetapi terletak pada perbedaan
distribua kependudukan menurut uña, yang memberikan ben-
tuk berbeda-beda pada piramide. Jelaslah bahwa pada pira-
mide Bentuk I dan Bentuk 2 perbandingan penduduk muda
usia sangat tinggi, yang sebaliknya ditunjukkan oleh Bentuk
4. Dalam pada itu, penduduk muda ini berkecenderungan
meningkat lagi seperti diperlihatkan pada Bentuk 5. Piramide
usia Bentuk 1 banyak terdapat di negara-negara berkembang,
dan lebih banyak lagi adalan Bentuk 2, sedangkan ketiga ben-
tuk lainnya sangat dominan di negara-negara maju.

c. Struktur usia dan laju pendaftaran masuk sekolah


Sebagaimana telah dapat disaksikan, struktur usia memung-
kinkan kita untuk mengadakan estimasi jumlah penduduk
usia sekolah. l a memungkinkan pula untuk mengukur secara
tepat laju masuk sekolah. Di Negara-negara berkembang, laju
masuk sekolah dihitung dengan jalan membandingkan jum-
lah seluruh yang akan masuk sekolah tingkat tertentu —
misalnya, sekolah dasar — dengan kelompok usia yang sama
untuk tingkat sekolah tersebut yang terdaftar s e cara re-mi
(sebagai data Statistik). Metode penghitungan ini biasanya
menghasilkan estimasi laju masuk sekolah yang berlebihan,
yang disebabkan oleh lambatnya masuk atau pengulangan
kelas, dan karena itu, yang terdaftar secara resmi banyak

22
anak-anak yang lebih tua. Dengan deniikian, usia anak-anak
sekolah yang sebcnarnya hanya dalam garis besar sesuai de-
ngan usia resmi pada tingkat sekolah yang bersangkutan.
Tabel 2, misalnya, menggambarkan distribusi usia anak didik
di sekolah dasar dan sekolah menengah tingkat pertama di
Uganda dalam tahun 1965. Distribusi ini digambarkan se-
lanjutnya di Gambar 4 dalam bentuk piramide usia.
Tabel 2. Uganda, anak didik sekolah dasar dan sekolah menengah
tingkat pertama, menurut usia dan jenis kelamin, 1965

Usia Anak perempuan Anak laki-lakik Jumlah

5 tahun lebih muda 6 410 7 505 13 915


6 23 029 27 343 50 372
7 24 296 31 578 55 874
8 24 806 32 768 57 1.74
9 23 240 32 466 55 706
10 25 972 41 096 67 068
11 20 147 34 497, 54 64 i
12 23 925 48 359 72 284
13 20 313 45 481 65 794
14 14 095 40 778 54 873
15 3 931 14 709 18 640
16 tahun lebih tua 1 443 10 072 11 515

Sumber : Pemerintah Uganda, Kementerian Pendidikan, Education


Statistics (Statistik Pendidikan) 1965, tabel A 15

Usta
16
tahun

h
Aiukküc -laki ^nalc PC rmp'jnr
, | lebih tua
| 15

1 14
1
1 1'
12
I |
1 | 11
I
1 10 , 1
I 9

1| ft
7
J
| 6
1
1

LJ 5
1 4« 30

GAMBAR 4
20

in
10
D
alun ribiu
u 10 20 li

Piramide usia berdasarkan data pada tabel 2

23
Sungguhpun usia resrni untuk sekolah dasar dan sekolah
menengah tingkat pertama antara 6 sampai dengan 13 tahun,
namun anak didik yang berusia 16 tahun dan lebih tua lagi
kadang kala terdapat juga. Dengan demikian, perbandingan
jumlah seluruh anak didik pada sekolah dasar dan sekolah
menengah tingkat pertama dengan penduduk yang berusia
antara 6 sampai dengan 13 tahun, akan menghasilkan suatu
estimasi yang berlebih dari jumlah anak-anak berusia 6 sam-
pai dengan 13 tahun yang benar-benar masuk sekolah.
Kadang kala, sebagai pengganti perbandingan jumlah se-
luruh anak didik pada tingkat sekolah tertentu dengan jum-
lah anak-anak yang secara resmi telah mencapai usia sekolah
untuk tingkat itu, dilakukan perbandingan antara jumlah anak
didik yang terdapat di berbagai kelas dengan jumlah anak-
anak yang secara resmi telah mencapai usia sesuai dengan
kelas-kelas itu. Selanjutnya dapat dianggap bahwa apa yang
benar pada seluruh tingkat pendidikan akan benar juga bagi
setiap kelas pada tingkat pendidikan itu. Suatu contoh yang
baik digambarkan pada Tabel 3, yang memberikan perincian
Tabcl 3. Distribusi usia anak didik kelas 6 di Gabon, 1962

Usia Anak perempuan Anak laki-laki Jumlah

70 li 1 2
11 5 4 9
12 23 11 34
13 96 38 134
14 115 50 165
15 95 52 147
16 108 54 162
17 61 21 82
18 26 4 30
19 8 — 8
20 9 — 9
21 3 — 3
22 1 — 1
23 1 — 1
Jumlah 552 235 787

Sumber : J. Proust, "Les déperditions scolaires au Gabon" (Penurunan


(jumlah) sekolah di Gabon), dalam Etudes "Tiers Monde",
Problèmes de planification de l'éducation (Penelaahan "Tiers
Monde": Masalah perencanaan pendidikan), Paris, Presses
universitaires de France, 1964, him. 120.

24
distribusi usia anak didik di kclas 6 pada 25 buah sekolah
dasar di Gabon dalam tahun 1962. (Patut dicatat bahwa
usia resmi anak didik kelas 6 adalah 11 tahun).
Karcna alasan ini, maka untuk memperoleh gambaran yang
tepat perihal pendaftaran masuk sekolah di sebuah negara
adalah perlu dihitung laju masuk sekolah menurut usia, atau
dengan kata lain, jumlah anak-anak dari setiap usia yang
benar-benar masuk sekolah. Penting juga untuk mengadakan
perbedaan menurut jenis kelamin, karena mungkin saja laju
kedua jenis kelamin dapat berbeda.
Sebagai gambaran, Tabel 4 menunjukkan laju masuk se-
kolah di Filipina dalam tahun 1960. Data dari penduduk
usia sekolah dan jumlah yang sebenarnya masuk sekolah di-
gambarkan dalam bentuk piramide pada Gambar 5.
Dapatlah disaksikan bahwa di Filipina, sepelí juga di Tur-
ki, terdapat kesenangan yang jelas untuk menyebutkan usia
anak-anak dengan angka genap. Hal ini berlaku baik bagi
Tabel 4. Pendaftaran masuk sekolah di Filipina menurut usia dan jenis
kelamin 1960 ___

Anak laki-laki Anak perempuan

Seluruh Jumlah Persentase Seluruh Jumlah Persentase


penduduk yang yang penduduk yang yang
Usia (ribuan) masuk masuk (ribuan) masuk masuk
sekolah sekolah sekolah sekolah
(ribuan) (ribuan)

6 481 15 3.2 448 16 3.7


7 484 121 25.0 455 124 27.3
8 434 209 48.2 408 210 51.5
9 359 227 63.1 343 228 66.4
10 436 289 66.3 405 280 69.0
11 298 215 72.0 283 209 74.0
12 417 278 66.7 379 255 67.2
13 313 200 63.9 306 188 61.5
14 301 155 51.7 296 140 47.3
15 288 122 42.2 277 104 37.5
16 275 95 34.5 292 85 29.2
17 268 76 28.2 271 62 22.7
Sumber : Census of the Philippines, 1960, Population and housing,
vol. 11 Summary report (Sensus di Filipina, 1960, Penduduk
dan perumahan, Jilid II Laporan ringkas), Manila, 1961.

25
Ulta
Anale lakMaki Anale pciempuan

loo Dalam ribuan ioo

GAMBAR 5
Piramide u-ùa berdasarkan data pad a Tabel 4

anak-anak yang di luar sekolah maupun yang benar-benar


bersekolah. Misalnya, jumlah anak-anak yang usianya dika-
takan 10 atau 12 tahun jauh melebihi yang dikatakan berusia
11 tahun.
Teknik piramide usia dapat juga digunakan untuk tujuan
lain daripada menghitung penduduk usia sekolah. Misalnya,
ia dapat juga digunakan untuk menghitung staf pengajar.
d. Struktur usia pengajar dan pengaruhnya pada pengerahan
tenaga pengajar dan biaya staf pengajar
Salah satu sebab besar pada kemunduran dalam jumlah staf
pengajar ìalah pensiun. 1 ) Dengan demikian pengetahuan

1. Hai ini tidak selamanya demikian. Badián dati mereka yang me«
ninggalkan angkatan pengajar sebelum pensiun dapat sangat tinggi.
Di Inggris dan Wales, misalnya, dari 1.000 orang wanita yang me-
masuki akademi pendidikan 900 orang menjadi pengajar. Hanya
267 orang tetap menjadi pengajar setelah 8 tahun. Sejumlah dari
mereka kemudian kembali lagi mengajar, namun jumlah mereka tidak

26
yang tepat akan struktur usia tenaga pengajar tersebut pen-
ting untuk mcnyiapkan diri terhadap kemunduran ini. Mi-
salnya, Gambar 6 menunjukkan piramide usia dari para
pengajar fisika "berijasah" di sekolah menengah di Perancis
dalam tahun 1957. Piramide ini jelas menunjukkan bahwa
jumlah pengajar yang berusia lebih dari 45 relatif besar.
Pensiun boleh diminta pada usia antara 60 sampai 65 tahun,

Usia
LakHaki 65 Perempuan

100 50
"D
0 0 50 100
Jumlah dalam kelompok usia lima tahun

GAMBAR 6
Piramide usia tenaga pengajar fisika "berijasah" pada sekolah menengah
di Perancis, 1957
Sumber : Piramide di atas dikutip dari karya (sangat baik) Roland
Pressât, L'analyse démographique, Paris, Presses, universitaires
de France, (Analisis demografik, Paris, Penerbit Universitas
Perancis), 1961, halaman. 250 (Publication of the Institut
national d'études démographique).

melampaui 409 orang. Perihal pria, dari 1.000 orang yang memasuki
akademi pendidikan, 673 orang setelah 8 tahun tetap sebagai peng-
ajar, namun jumlah tersebut setelah itu berkurang secara teratur.
(United Kingdom, Departement of Education and Science, The
Demand for and Supply of Teachers, 7963 — 1986. Ninth Report
of the National Advisory Council on the Training and Supply of
Teachers (Permintaan dan Penyediaan Pengajar, 1963 — 1986. La-
poran Kesembilan dari Dewan Penasihat Nasional mengenai Penye-
diaan Pengajar), London, H M S O , 1965, him. 84). Dalam pada itu,
karena tiadanya data yang lebih terperinci, para pengajar yang me-
ninggalkan lembaga pendidikan umum untuk mengajar di lembaga-
lembaga teknik atau mengajar di luar negeri dianggap juga mening-
galkan angkatan pengajar.

27
namun wajib pada usia 65 tahun. Berdasarkan itu dapatlah
dengan mudah diperhitungkan bahwa selama masa 15 tahun
berikutnya jumlah pengajar yang berpensiun akan relatif be-
sar, yang karena itu perlu meningkatkan pengerahan tenaga
pengajar untuk mengamati yang akan berpensiun, di samping
menanggapi pendaftaran masuk sekolah yang mcningkat.
Suatc kemungkinan lain dalam penerapan piramide usia
yang berkenaan dengan staf pengajar, ialah penggajiannya.
Mengingat bahwa gaji para pengajar disesuaikan dengan
tingkat senioritas mereka, struktur usia atau lebih tepat lagi
tahun senioritas staf pengajar memungkinkan suatu perki-
raan yang tepat dalam efek keuangan pada skala gaji. Je-
laslah bahwa gaji rata-rata, dan dengan demikian biaya per
unit, akan tinggi apabila mayoritas para pengajar sendiri
dari orang-orang yang relatif berusia lanjut daripada bila
mayoritas para pengajar relatif muda usia (lihat Gambar
6, yang menggambarkan para pengajar fisika di Perancis).

28
Seksi III

S T R U K T U R K E P E N D U D U K A N M E N U R U T KEGI-
ATAN E K O N O M I DAN MASALAH PERAMALAN KE-
B U T U H A N TENAGA KERJA

Masalah pertama perihal ini ialah mengetahui pcrsentase


jumlah penduduk keseluruhannya yang terikat pada berbagai
kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, ia mengenai masalah
pembedaan antara penduduk yang produktif dan yang tidak
produktif.

1. PENDUDUK YANG PRODUKTIF DAN YANG


TIDAK PRODUKTIF
Pembedaan sepintas lalu yang sangat sederhana ini pada
hakikatnya menimbulkan banyak persoalan. Masalahnya ialah
memberikan suatu definisi yang tepat dan tegas-jelas dari
penduduk produktif — suatu hai yang tidak mudah apabila
düngat betapa rumitnya keadaan yang sebenarnya. Untuk
memberikan gambaran keadaan rumit ini, di sini akan di-
berikan beberapa contoh kesukaran yang dihadapi.
Memang benar kalau menganggap pembantu rumah tang-
ga sebagai orang-orang yang produktif. Namun bagaimana-
kah dengan ibu rumah tangga dan kaum wanita lainnya
yang melaksanakan pekerjaan yang sama? Kesukaran yang
sejenis juga dihadapi dalam hubungan dengan bidang per-
tanian. Dalam bidang ini, pada dasarnya kegiatan adaiah
musiman dan pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan ber-
beda-beda baik menurut intensitasnya maupun menurut mu-

29
sim ke musim dalam setahun. Pada waktu masa sibuk-sibuk-
nya, misalnya musim panen, banyak orang disewa tenaganya
namun hanya pada musim itu saja. Apakah mereka ini dapat
dimasukkan dalam orang-orang yang produktif ? Masalah yang
sama timbul mengenai pekerjaan penggal waktu (part-time
workers), para pemuda yang masuk dinas militer, dan se-
bagainya.

a. Definisi penduduk produktif


Untuk menunjukkan kerumitan penggolongan penduduk pro-
duktif, berikut ini adalah definisi yang disusulkan oleh Per-
serikatan Bangsa-Bangsa. Penduduk produktif terdiri dari
"orang-orang dari kedua jenis kelamin yang merupakan sum-
ber daya manusia bagi produksi barang dan jasa". 1 ) Secara
teoretis ia meliputi kelompok-kelompok sebagai berikut.
1. Majikan swasta, karyawan swasta, pengusaha pribadi,
dan pekerja anggota keluarga tanpa bayaran.
2. Anggota angkatan bersenjata.
3. Orang-orang yang bekerja dan yang belum bekerja, tcr-
masuk mereka yang pertama kalinya mencari lapangan
kerja.
4. Orang-orang yang secara penggal waktu terikat pada ke-
giatan ekonomi.
5. Pembantu rumah tangga.

Penduduk yang tidak produktif, ialah mereka yang tidak


melakukan kegiatan ekonomi sama sekali. Termasuk di dalam-
nya ibu rumah tangga, mahasiswa dan pelajar, orang yang
telah pensiun, dan anak-anak di bawah umur.
Dalam pada itu, definisi yang sangat luas dari Perserikatan
Bangsa-Bangsa ini tidak diterima secara merata di seluruh
dunia. Karena itu haruslah berhati-hati dalam mengadakan
perbandingan antara beberapa negara. Misalnya, di banyak
negara penduduk yang untuk pertama kalinya mencari la-

1. United Nations, Principles and Recommendations for National Popu-


lation Censuses (Prinsip dan Rekomendasi untuk Sensus Nasional),
New York, 1958, paragraf 414 (58. X V I I I . 5 ) .

30
pangan kerja tidak dimasukkan dalam penduduk yang pro-
duktif, seperti halnya juga dengan pekerja anggota keluarga
tanpa bayaran, anggota angkatan bersenjata, dan pekerja
penggal waktu.

b. Penduduk produktif dan laju kegiatan menurut usia dan


jenis kelamin
Jelaslah bahwa bagian penduduk yang produktif akan ber-
beda menurut usia dan jenis kelamin. Karena itu sangat ber-
guna untuk menghitung menurut jenis kelamin persentase
penduduk dalam setiap kelompok usia yang termasuk sebagai
ekonomis produktif. Tabel 5, misalnya, menunjukkan be-
berapa angka dari penduduk produktif dan laju kegiatan
menurut usia dan jenis kelamin di tempat negara.
Tabel 5. Penduduk ekonomis produktif dan laju kegiatan menurut usia
dan jenis kelamin (%)
Kelompok Cjuinea 1955 Kosta Kika 1%3 Korea I960 Amerika Senkat
1960
Umur
L P L P L P L P
15—19 85.9 84.9 77.8 19.7 45.2 25.5 43.2 27.5
20—24 95.1 88.3 94.1 24.4 75.9 30.7 84.6 44.8
20—29 97.5 89.5 79.8 20.3 90.9 26.6 93.9 35.1
30—34 97.1 91.7 98.2 18.7 95.7 29.0 95.8 35.5
35—39 97.9 92.0 98.4 18.0 96.3 32.9 95.8 40.3
40—44 97.3 91.7 98.2 16.5 96.9 34.8 95.4 45.3
45—49
50—54 97.4 86.8 98.0 14.8 96.4 35.2 94.4 47.4
55—59 95.0 73.5 96.8 12.7 91.1 32.8 92.2 45.8
60—64 91.8 59.6 95.4 10.5 88.5 29.3 87.7 39.7
79.6 37.0 90.4 8.6 71.1 16.8 77.6 29.5
Sumber : United Nations, Demographic Yearbook (Buku Tahunan De-
mografik), 1964, New York 1965, tabel 8

Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel, laju kegiatan bagi


kaum laki-laki yang berusia 20 sampai 59 tahun sangat
tinggi, dan hampir sama untuk ke-4 negara. Namun di pihak
lain, perbedaan sangat menyolok dalam kelompok usia 15
- 1 9 tahun — yang bergantung pada jangka masa sekolah-
nya — dan juga dalam data kaum perempuan. Laju kegiatan
ekonomi pada kaum perempuan di Kosta Rika sangat rendah,

31
DPP 9 (5)
sedangkan di Guinea sangat tinggi. Perbedaan ini mungkin
sebagian disebabkan oleh perbedaan sifat nasional, namun
sebagian besar disebabkan oleh perbedaan definisi mengenai
penduduk produktii.
Apabila penduduk produktii telah diperkirakan, maka pen-
ting untuk mengetahui bagaimana penyebarannya di berbagai
sektor kegiatan ekonomi.

2. DISTRIBUSI KEPENDUDUKAN MENURUT


SEKTOR KEGIATAN EKONOMI
Secara tradisional dibedakan 3 (tiga) sektor ekonomi : sektor
primer, sektor sekunder, dan sektor terrier. Sektor primer
meliputi kegiatan produktii berdasarkan sumber daya alam,
seperti pertanian, pertambangan, dan sebagainya. Sektor se-
kunder meliputi kegiatan ekonomis dalam bidang industri
manufaktur dan proses sedangkan sektor terrier meliputi bi-
dang jasa. Segera dapat disaksikan bahwa sektor terrier me-
liputi kegiatan-kegiatan yang sangat beraneka-ragam (hete-
rogeneous), la meliputi semua jenis kegiatan, namun dua
jenis subsektor patut disebut secara khusus: pertama, ialah
subsektor perdagangan dalam arti yang luas (perbankan,
asuransi, transpor, dan jasa distribusi) dan subsektor kebuda-
yaan dan rekreasi (pendidikan, radio, televisi, media massa,
hiburan, dan sebagainya).
Ruang lingkup ketiga sektor telah berkembang sangat
berbeda dengan lampaunya waktu di negara-negara yang se-
Tabel 6:. Distribusi penduduk produktii menurut sektor ekonomi, ne-
gara-negara tertentu, 1960 (%)

Negara Sektor primer Sektor sekunder Sektor tertier

Ghana 59.7 12.4 27.9


Maroko 57.9 10.8 31.2
Mesir 56.9 31.6 11.5
Jepang 33.5 29.2 37.2
Perancis 21.4 36.1 42.5
Jerman Barat 13.4 47.7 38.9
Amerika Serikat 7.5 34.0 58.5
SumOer : Disadur dari data pada United Nations, Demographic Yearbook
(Buku Tahun Demografik), 1964, New York, 1965, him. 240
dan selanjutnya.

32
karang dinamakan negara maju. Demikian pula perbedaan
akan sangat menyolok apabila diadakan perbandingan antara
negara-negara berkembang. Di negara-negara berkembang
sektor primerian yang sangat dominan, sedangkan sektor se-
kunder baru berkembang sekedamya. Sebaliknya di negara-
negara maju, di mana sektor primer telah menjadi kecil di-
bandingkan dengan sektor-sektor sekunder dan tertier. Tabel
6 menggambarkan distribusi penduduk produktif menurut sek-
tor ekonomi di beberapa negara dalam tahun 1960.
Pengelompokan hanya dalam tiga sektor kegiatan ekonomi
jelas terlampau umura untuk digunakan bagi suatu penghi-
tungan yang sangat terperinci. Untuk memperoleh suatu per-
bandingan antara berbagai negara. Perserikatan Bangsa-
Bangsa telah menyiapkan suatu standar klasifikasi interna-
sional untuk semua kegiatan ekonomi (ISIC), yang didasar-
kan pada 9 (sembilan) kelompok kegiatan ekonomi.l). Dalam
pada itu, di samping distribusi penduduk dalam kelompok
kegiatan, diperlukan juga pengetahuan tentang mata penca-
rían atau lapangan pekerjaan untuk dapat meramalkan ke-
butuhan tenaga kerja.

3. DISTRIBUSI PENDUDUK MENURUT LAPANGAN


KERJA
Distribusi penduduk menurut lapangan kerja (occupation)
tidak harus sama dengan distribusi menurut sektor kegiatan.
Apabila semua petard dengan sendirinya dimasukkan dalam
sektor pertanian, seorang mekanik atau ahli teknik mesin,
misalnya, dapat bekerja di berbagai bidang yang demikian
berbedanya, seperti pertanian, pertambangan, industri ma-
nufaktur, pembangkit tenaga listrik, dan transpor.
Untuk mcmudahkan perbandingan internasional, Badan
Buruh Internasional (International Labour Office) telah me-
nyiapkan suatu klasifikasi standar internasional dalam lapang-
an kerja (ISCO), yang didasarkan pada 10 (sepuluh) ke-

1. United Nations, International Standard Industrial Classification of


All Economic Activities (Klasifikasi Industri Standar Internasional
mengenai Semua Kegiatan Ekonomi), New York, 1958. (Statistical
series M., 4, rev. 1).

33
lompok besar lapangan kerja. 1 ). Untük dapat mengadakan
peramalan kebutuhan tenaga kerja, sering kali perlu — ka-
rena semua sektor kegiatan ekonomi tidak berkembang dengan
laju yang sama — mengadakan lintasklasifikasi yang menun-
jukkan, misalnya, klasifikasi lapangan kerja di setiap sektor.
Dengan cara ini, apabila peningkatan produksi dalam setiap
sektor kegiatan diketahui, maka kebutuhan tenaga kerja untuk
berbagai lapisan kerja atau tipe pekerjaan dapat diestimasi
atas dasar lintas-klasifikasi. Sungguhpun demikian, suatu raa-
salah yang sangat sulit masih tetap harus dihadapi ialah
mengaitkan pekerjaan pada persyaratannya untuk itu, atau
dengan kata lain, menyesuaikan lapangan kerja dan jenis
latihan yang diperlukan.
Bagaimanapun, betapapun cermatnya kita mengadakan
peramalan kebutuhan tenaga kerja, peramalan itu hanyalah
sekedar pendekatan (approximative) saja. Maka dalam hu-
bungan ini, haruslah berhati-hati dalam perencanaan pene-
rimaan pada pendidikan teknik dan perguruan tinggi ...2)
Jenis informasi mengenai struktur kependudukan menurut
kegiatan ekonomi sangat penting bagi perencanaan pendi-
dikan. Namun di samping itu masih ada aspek lain dari
struktur kependudukan yang mungkin juga menjadi perha-
tiannya, ialah distribusi geografik dari penduduk.

1. International Labour Office, International Standard Classification of


Occupations (Klasifikasi Standar Internasional dalam Lapangan
Kerja), Geneve, 1958.
2. Buku-buku berikut ini sangat dianjurkan untuk dipelajari masalah
tersebut : F. Harbison, Educational Planning and Human Resource
Development (Perencanaan Pendidikan dan Pengembangan Sumber
Daya Manusia), Paris, U n e s c o / I I E P , 1967. (Fundamentals of Edu-
cational Planning (Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan), 3 ) ; H.S.
Parnés, Forecasting Educational Needs for Economic and Sosial
Development (Peramalan Kebutuhan Pendidikan guna Pembangunan
Ekonomi dan Sosial), Paris, O E C D , 1962.

34
Seksi IV

DÏSTRIBUSI GEOGRAFIK PENDUDUK DAN MASA-


LAH LOKAST LEMBAGA PENDIDIKAN

Distribuai penduduk eli dalam sebuah negara, dengan sendiri-


nya, tidak merata: beberapa wilayah rapat penduduknya,
wilayah-wilayah lain jauh lebih jarang penduduknya.
Apabila tidak digariskan suatu kebijakan yang terkoordinasi
— misalnya, rencana pembangunan daerah —, pembangunan
wilayah-wilayah tertentu akan saling berbeda dan perbedaan
ini akan terus berkembang. Dengan demikian, penduduk di
wilayah yang telah padat penduduknya terus berkembang dan
sebaliknya. wilayah yang tadinya sudah jarang penduduknya
dapat berkurang lagi jumlah penduduknya. Dengan kata lain,
distribusi geografik penduduk tidak akan pemah statis, yang
dengan sendirinya merupakan masalah bagi si perencana pen-
didikan.

1. MENGUKUR DISTRIBUSI GEOGRAFIK PENDU-


DUK SUATU NEGARA
Suatu telaah perihal kepadatan penduduk di berbagai wilayah
merupakan suatu penilaian pandangan dari suatu distribusi
penduduk, namun untuk melakukan survei semacam ini yang
mempunyai arti dan kegunaan ia harus memusatkan dirinya
pada unit administratif atau geografis yang terkecil karena
suatu angka kepadatan (penduduk) rata-rata saja dengan
sendirinya kurang berarti. Namun apabila data kependudukan

35
yang tersedia adalah didasarkan uji rambang (random sam-
pling) dari sejumlah unit administratif yang terbatas, dan
apabila kemudian hasilnya diekstrapolasikan untuk seluruh
wilayah negara, angka-angka yang akan diperoleh tidak me-
mungkinkan untuk mengetahui jumlah penduduk sebenarnya
dari berbagai wilayah lainnya. Dalam kondisi demudan, esti-
masi kepadatan penduduk setidak-tidaknya dapat dikatakan
sangat kabur. Sebuah kota atau kota besar di dalam suatu
wilayah, dengan sendirinya akan meningkatkan laju kepa-
datan dari unit administratif yang bersangkutan, dan dengan
demikian akan memalsukan atau mengaburkan data daerah-
daerah pedesaan yang juga termasuk dalam unit tersebut.
Karena alasan ini, maka biasanya penduduk daerah perkota-
an (urban areas) dikecualikan dalam estimasi yang dilakukan.
Suatu cara lain dalam mengadakan estimasi distribusi geo-
grafik penduduk ialah dengan jalan mengelompokkan (clas-
sify) unit-unit administratif yang terdapat dalam sebuah ne-
gara, sesuai dengan jumlah penduduknya. Tetapi di sini pun
terdapat kelemahan, karena jumlah penduduk secara keselu-
ruhan tidak memberikan indikasi perihal karakteristik lokal
dari setiap masyarakat (dalam setiap unit administratif), apa-
kah ia merupakan masyarakat yang padat atau yang berpen-
car. Data demikian merupakan faktor penting dalam meren-
canakan lokasi bangunan pendidikan.
Untuk memberikan sekedar contoh, Tabel 7 menggambar-
kan distribusi desa-desa di Maroko sesuai dengan jumlah pen-
duduknya. Dapatlah dicatat bahwa sebagian besar desa Ma-
roko mempunyai penduduk kurang dari 500 orang, suatu ka-

Tabel 7. Distribusi desa-desa di Maroko, sesuai dengan jumlah pendu-


duknya

Penduduk Jumlah desa Persentase dari keseluruhan

Kurang dari 300 orang 20 662 68.6


Dari 300 sampai 499 orang 5 580 18.5
Dari 500 sampai 999 orang 3 132 10.3
Dari 1 000 sampai 2 000 orang 601 1.9
Lebih dari 2 000 orang 136 0.7

Sumber : dokumen yang tidak diterbitkan

36
rakteristik yang menimbulkan masalah dalam pengembangan
pendidikan di daerah pedesaan.
Selain itu, yang penting juga bagi si perencana pendidikan
tidak hanya distribusi penduduk pada saat ini tetapi juga
trend kependudukan di kemudian hari. Maka dari itu, ia
berkepentingan juga untuk mempelajari perpindahan pen-
duduk dalam negeri (internal migrations). Haruslah diakui
bahwa pada umumnya sedikit sekali diketahui perihal per-
pindahan penduduk di dalam wilayah nasional sebuah negara.
Sensus umum berkala memungkinkan diketahuinya laju per-
kembangan berbagai wilayah — khususnya pusat-pusat per-
kotaan atau urban —, namun persentase dari perkembangan
itu yang disebabkan oleh peningkatan alamiah dan yang di-
sebabkan oleh perpindahan dalam negeri tidaklah diketahui,
dan lebih tidak diketahui lagi adalah usia dan asal dari daerah
yang penduduknya hidup terpencar, khususnya di daerah
penduduk yang berpindah itu ! )

2. MERENCANAKAN LOKASI SEKOLAH


Dua pertimbangan yang kadang kala saling bertentangan,
harus menjadi perhatian pada waktu menetapkan lokasi se-
kolah: jumlah penduduk suatu wilayah, dan daerah pelayanan
sekolah (catchment areas of the school) yang bersangkutan.
Sepanjang mengenai jumlah penduduk satu hai adalah
jelas. Di suatu wilayah haruslah terdapat anak didik dalam
suatu jumlah minimum tertentu untuk dapat membenarkan
dibangunnya sebuah sekolah. Masalah ini bertambah sukar
pada kasus pembangunan sebuah sekolah lanjutan, yang mem-
punyai lebih banyak mata pelajaran, baik yang wajib mau-
pun yang bersifat pilihan.
Yang juga penting adalah bahwa daerah yang dilayani
oleh sekolah tidak demikian luas, sehingga para anak didik
dapat mencapainya dengan mudah dari rumah masing-ma-
sing. Batas-batas daerah yang masih dapat diterima untuk
itu, dengan sendirinya, bergantung pada usia anak-anak,

1. Kami akan membahas kembali masalah ini di Bagian Kedua buku


kecil ini, khususnya pada waktu membahas pergerakan penduduk.
Lihat khususnya, halaman-halaman 64 dan 71.

37
kemudahan-kemudahan yang dapat diberikan (dalam hai ini,
misalnya, disebabkannya makan siang atau tidak), pengang-
kutan yang bisa disediakan, dan apakah cuaca di daerah itu
keras atau tidak. Dengan sendirinya, masalah itu tidak akan
dialami di daerah dengan penduduk yang sangat padat.
Bagaimanapun di daerah padat terdapat cukup penduduk,
sehingga daerah yang menjadi pelayanan sekolah tidak usah
luas. Namun keadaannya sangat lain, apabila yang dihadapi
adalah daerah yang penduduknya hidup terpencar, khusus-
nya di daerah pedesaan.
Pada pendidikan dasar, yang memungkinkan digunakannya
sekolah dengan sebuah ruangan kelas tanpa mengurangi per-
timbangan pedagogisnya, masalah lokasi sekolah tidak mem-
berikan kesukaran-kesukaran yang tidak teratasi. Hal ini se-
kali lagi digambarkan dengan jelas oleh Maroko: Tabel 8
rrienunjukkan distribusi sekolah dasar di daerah pedesaan, se-
suai dengan jumlah ruangan kelas yang tersedia pada sekolah-
sekolah.

Tabel 8. Sekolah dasar di pedesaan di Maroko, sesuai dengan jumlah


ruangan kelas

Tipe sekolah Jumlah Persentase

1 ruangan kelas 1 625 36


2 ruangan kelas 1 400 31
3 ruangan kelas 468 10
4 ruangan kelas 342 7
5 ruangan kelas 239 5
6 ruangan kelas atau lebih 481 11
Jumlah 4 555 100

Karena ukuran desa-desa Maroko yang kecil, 89 persen


dari jumlah seluruh sekolah mempunyai ruangan kelas hanya
sebuah untuk sekolah dasar yang mempunyai tingkat 6
kelas. Keadaan ini menunjukkan secara implisit bahwa se-
kolah-sekolah (di Maroko) hanya memberikan sebagian saja
(partial schooling) penyekolahan dasar atau memberikan
pelajaran pada berbagai tingkat di sebuah ruangan saja de-
ngan guru yang sama. Dalam pada itu, haruslah dicatat bah-
wa rasio anak didik terhadap pengajar adalah lebih rendah

38
di sekolah-sekolah di daerah pedesaan daripada di daerah
urban (31,7 : 1 dibandingkañ dengan 44 : 1).
Pada pendidikan tingkat sekolah lanjutan, dengan meng-
ingat kurikulum yang dapat dipilih dan mata pelajaran yang
wajib diajarkan, jumlah anak didik haruslah lebih besar untuk
dapat membenarkan dibangunnya sebuah sekolah. Bergan-
tung kepàda jumlah penduduk setempat, distribusi usianya
dan jumlah anak-anak yang mengunjungi sekolah, daerah
pelayanan sekolah harus juga lebih lúas lagi. Apabila daerah
itu terlampau luas, maka mungkin perlu disediakannya bus
sekolah atau penyediaan asrama anak didik. Namun semua-
nya ini dengan sendirinya meningkatkan biaya — dan adalah
atas dasar perbandingan biaya apakah cara pemecahan yang
ini atau yang lain yang akan dipilih.
Namun bagaimanapun, haruslah dipahami bahwa lokasi
sekolah tidak boleh didasarkan hanya atas pertimbangan teo-
retis belaka. Banyak faktor harus diperhitungkan —• trend ke-
pendudukan, alat pengangkutan, dan faktor-faktor sosial dan
ekonomi lainnya -— dan semua faktor ini dapat berbeda dari
satu wilayah ke wilayah lain. Semua faktor ini diketahui pa-
ling baik oleh penduduk pada tingkat lokal, dan iniiah meng-
apa — sepanjang masih memungkinkan — para pejabat se-
tempat harus dilibatkan sepenuhnya dalam menetapkan lo-
kasi sekolah.
Sebuah masalah lain akan timbul dari perbedaan jumlah
anak-anak yang mengunjungi sekolah di berbagai daerah.
Dalam memilih lokasi sekolah, apakah daerah yang laju kun-
jungan sekolahnya lebih rendah didahulukan dengan risiko
akan memperoleh kunjungan anak didik yang kecil, ataukah
secara mudah menyediakan lebih banyak sekolah di daerah
yang penduduknya padat sehingga pembangunan sekolah le-
bih dapat dibenarkan? Tidaklah mudah untuk menjawab
pertanyaan ini, karena ia menyangkut soal prinsip. Apakah
jumlah anak didik keseluruhannya ditingkatkan sampai jum-
lah maksimum, ataukah sebaliknya, diberikan kesempatan
yang sama kepada anak laki-laki dan perempuan tanpa mem-
perhitungkan di mana mereka tinggal? Masalah ini tambah
dipersukar dengan kenyataannya, bahwa biaya per unit di
berbagai daerah adalah tidak sama (antara lain, disebabkan

39
oleh rasio anak didik/pengajar yang rendah dan perlunya
diberikan imbalan perangsang kepada para pengajar untuk
kesediaan mengajar di tempat-tempat yang kurang disenangi).
Dengan tetap mengikuti jalan pikiran ini, harus juga diingat
bahwa apabila laju kunjungan sekolah meningkat masalah
pembangunan sekolah akan berlipat ganda pula, dan sa-
saran wajib belajar secara implisit akan berarti pembangunan
sekolah di tempat-tempat yang jauh dan tidak atau kurang
disenangi, dengan segala konsekuensinya pada biaya per unit
pada pembangunannya.
Perencanaan lokasi sekolah selanjutnya dapat lebih diper-
sukar lagi di negara-negara yang mempunyai banyak suku
bangsa dan bahasa daerah, yang harus memperhitungkan
pula karakteristik lokal itu.
Sampai sekarang ini, kami telah mendiskusikan struktur
kependudukan dalam berbagai aspeknya dan mencoba mem-
berikan gambaran perihal efek struktur tersebut pada peren-
canaan pendidikan. Namun harus diingat bahwa si perencana
pendidikan tidak boleh puas hanya dengan mengetahui ke-
adaan sekarang saja. la harus pula mempunyai gambaran
yang tepat tentang masalah yang mungkin dihadapinya di
kemudian hari. Secara khusus ia harus mengetahui trend ke-
pendudukan di tahun-tahun yang akan datang. Itulah pokok
bahasan yang akan dipelajari di halaman-halaman berikut ini,
dengan jalan menelaah perubahan kependudukan dan dam-
paknya pada perencanaan pendidikan.

40
Bagian Kedua

PERUBAHAN KEPENDUDUKAN DAN DAMPAKNYA


PADA PERENCANAAN PENDIDIKAN

Suatu telaah perihal kependudukan harus memperhitungkan


trend setiap peningkatan (atau sangat jarang terjadi, juga
setiap penurunan) dalam penduduk setelah suatu jangka
waktu tertentu. Jelaslah bahwa dua buah faktor mempeng-
aruhi trend ini, yaitu kelahiran dan kematian. Kombinasi ke-
dua faktor ini, ditambah perpindahan, menentukan perubahan
dalam jumlah penduduk. Faktor-faktor inilah yang sekarang
akan didiskusikan.

M
Srksi J

KELAHIRAN

Dalam seksi ini pertama-tama kami akan mendiskusikan cara-


cara mengukur kelahiran, dan kemudian mempelajari ber-
bagai trend dalam kelahiran di beberapa negara tertentu.

1. METODE UNTUK MENGUKUR KELAHIRAN


Dur. jcnis laju pokok digunakan untuk mengestimasi kelahiran,
yaitu laju kelahiran kotor dan laju kesuburan.

a. Laju kelahiran kotor


Laju yang diperoleh secara mudah ialah dengan jalan mem-
bandingkan jumlah kelahiran hidup selama satu tahun dengan
jumlah rata-rata penduduk untuk tahun yang sama. Jumlah
rata-rata penduduk untuk tahun tertentu dapat diperoleh da-
ri jumlah penduduk pada 1 Juli dari tahun tersebut, atau
jumlah rata-rata penduduk pada awal tahun dan pada akhir
tahun tersebut.
Haruslah dicatat bahvva sebagai kebiasaan laju kelahiran
dihitung dengan perbandingan per seribu. Hai ini juga di!a-
kukan bagi laju demografik lainnya.
Sungguhpun laju kelahiran kotor mempunyai keuntungan
sebagai suatu kelajuan yang sangat scderhana dan bisa di-
peroleh dari data umum, namun ia mempunyai kelemahan-
kelemahan tertentu. Salah satu kelemahannya ialah bahwa ia
menunjukkan rasio antara kelahiran hidup dan penduduk

42
keseluruhan, sedangkan pada hakikatnya hanya sebagian dari
pcnduduk terdiri dari pcrempuan yang berusia subur (of child-
bearing age). Dengan demikian, laju kelahiran kotor berubah-
ubah sesuai dengan struktur usia penduduk, khususnya dari
persentase perempuan berusia subur dalam hubungan dengan
jumlah penduduk keseluruhannya. Laju ini, dengan demikian
tidak bisa digunakan untuk mengadakan perbandingan antara
negara-negara, mengingat kemungkinan struktur usia yang
sangat berbeda. Inilah alasannya, mengapa para demograf
lebih banyak menggunakan laju kesuburan daripada laju icc-
lahiran kotor.

b. Laju kesuburan
Dalam mendiskusikan kesuburan, !) pertama-tama harus di-
katakan bahwa istilah itu sendiri menunjukkan akan adanya
hubungan antara jumlah kelahiran dengan jumlah perem-
puan berusia subur. Dalam pada itu, dapat pula diadakan
perbedaan antara laju kesuburan umum dan laju kesuburan
menurut usia.
1. Laju kesuburan umum. Laju ini adalah hasil rasio antara
kelahiran hidup dengan jumlah perempuan yang berusia
subur (secara umum dianggap perempuan yang berusia an-
tara 15 sampai 4 9 ) . Sebagaimana halnya dengan laju ke-
lahiran kotor, laju ini pun dinyatakan dalam perbandingan
per seribu. Apabila jumlah seluruh kelahiran dibandingkan
dengan jumlah seluruh perempuan yang berusia 15 sampai
49 tahun (baik yang menikah maupun tidak), maka kita
memperoleh laju kesuburan umum. Namun apabila kita ha-
nya memperhitungkan kelahiran yang sah dan perempuan
yang menikah, maka kita akan memperoleh laju kesuburan
yang sah (legitimate fertility rate).
1. Kadang kala dalam suatu análisis demografik diadakan perbedaan
antara "kesuburan aktual" (fertility) dan "kesuburan pontensial
(fecundity). Kesuburan potensial menunjukkan akan potensi biologis
untuk melahirkan anak, sedangkan kesuburan aktual adalah kelahiran
yang nyata. Kedua istilah akan berarti sama apabila tidak diadakan
pembatasan kelahiran yang disengaja, dengan kata lain, kelahiran
yang direncanakan. Sebaliknya, kedua istilah akan berbeda, karena
suatu pasangan (suami-isteri) dapat saja "potensial subur" (fecund)
namun secara sukarela tidak mempunyai anak, dan karena itu tidak
"aktual subur" (fertility).

43
Salah satu kelemahan laju kesuburan umum ini ialah, ia
tidak memberikan gambaran yang tepat tentang kesuburan.
Diketahui secara umum bahwa kesuburan bergantung pada
usia, dan secara khusus mencapai puncaknya pada perempu-
an yang berusia antara 20 dan 30 tahun. Berkaitan dengan
ini, laju kesuburan umum penduduk dapat tinggi atau rendah
sesuai dengan jumlah perempuan yang berusia antara 20
dan 30 tahun. Karena alasan inilah, para perencana lebih
menghendaki penghitungan laju kesuburan menurut usia
(fertility rate by age).
2. Laju kesuburan menurut usia. Laju kesuburan dengan
sendirinya dapat dihitung untuk setiap usia per tahun (de-
ngan jalan memperoleh rasio antara jumlah kelahiran hidup
oleh ibu berusia 20 tahun dan jumlah keseluruhan perempuan
yang berusia 20 tahun). Namun pada umumnya, laju kesu-
buran hanya ditentukan menurut kelompok usia (usia 15 —
19, 20 -— 24, 25 — 29 tahun, dan seterusnya). Sebagaimana
telah ditunjukkan di atas, laju kesuburan umum menurut
usia dan laju kesuburan yang sah menurut usia dapat dihitung
secara terpisah.
Apabila tidak terdapat keluarga berencana yang dilakukan
secara sukarela, maka laju kesuburan menurut usia membe-
rikan suatu pengukuran yang relatif tepat bagi jumlah kela-
hiran. Apabila laju ini telah diketahui, maka mungkinlah
untuk memperkirakan kelahiran di kemudian hari dengan
suatu ketepatan tertentu. Namun apabila dilakukan keluarga
berencana, penerapan laju kesuburan untuk memperkirakan
kelahiran akan sangat sukar. Sebab apabila jumlah anggota
keluarga dibatasi secara sukarela dan jarak kelahiran juga
secara sukarela dijarangkan, maka usia perempuan tidak
lagi menj adi satu-satunya faktor yang mempengaruhi kesu-
buran. Berbagai faktor lain ikut memainkan peranan, misal-
nya, usia pada waktu menikah, usia pernikahan, jumlah anak-
anak sebelum suatu kelahiran. Dalam keadaan demikian, mu-
dah dipahami bahwa laju kesuburan menurut usia menjadi
kurang penting. Sungguhpun demikian, walau adanya kele-
mahan-kelemahan itu, selama digunakan secara berhati-hati
laju kesuburan menurut usia merupakan cara terbaik untuk
memperkirakan kelahiran di kemudian hari. (Perihal ini akan

44
dibahas kembali pada waktu menelaah metode-metode meng-
adakan proyeksi kependudukan).
Setelah menganalisis berbagai cara mengukur kelahiran,
maka sekarang kita akan menelaah berbagai trend kelahiran
di negara-negara tertentu.

2. TREND KELAHIRAN DI NEGARA-NEGARA


TERTENTU
Kiranya pandangan sepintas lalu pada Gambar 7, yang meng-
gambarkan jumlah kelahiran di Swedia dari tahun 1900
sampai tahun 1965, telah menunjukkan bahwa laju kelahiran
dapat berbeda dalam suatu jangka waktu tertentu.
Dengan pengecualian yang menyolok dalam tahun 1920,
jumlah kelahiran di Swedia antara tahun 1900 dan tahun
1935 menurun secara berkelanjutan. Kemudian ia mening-
kat, yang terjadi dengan sangat menyolok antara tahun 1940
dan tahun 1945. Ia kemudian menurun kembali; penurunan

1900 1910 1920 1930 1940 1950 1960 1970


Gambar 7

Trend kelahiran di Swedia (1900 — 1955)


Sumber : O E C D , Education Policy and Planning in Sweden (Kebijakan
Pendidikan dan Perencanaan di Swedia), Paris, Directorate
for Scientific Affairs (Direktorat Urusan Ilmiah), 1966, him.
19 (DAS/EIP/66.37)

45
ini dapat dikaitkan dengan jumlah yang dilahirkan setelah
tahun 1920 yang pada akhir tahun-tahun 1940-an dan 1950-
an mencapai usia reproduksi. Dalam tahun 1960 arah kurva
berubah lagi.
Menghadapi perbedaan-perbedaan yang demikian menyo-
loknya, dengan demikian mudahlah untuk mengetahui betapa
banyaknya mengadakan ekstrapolasi dalam jumlah kelahiran
di kemudian hari berdasarkan trend di masa lalu. Sungguh-
pun demikian, jumlah kelahiran di kemudian hari adalah
sangat penting bagi para perencana pendidikan. Jelas, bah-
wa jumlah kelahiran di tahun-tahun kemudian sangat menen-
tukan jumlah anak didik pada berbagai tingkat pendidikan.
Sungguhpun dewasa ini di sebagaian besar negara berkem-
bang perencanaan pendidikan lebih banyak berkaitan de-
ngan peningkatan jumlah anak didik, namun di negara-ne-
gara lain — setelah suatu masa penurunan angka kelahiran
—• perencanaan pendidikan dapat berkenan dengan penu-
runan jumlah anak didik.
Dalam pada itu, haruslah disadari bahwa suatu penurunan
dalam laju kelahiran bukanlah satu-satunya sebab penurunan
jumlah anak didik. Seperti nanti dapat dilihat, perpindahan
penduduk di dalam negeri dapat menyebabkan perubahan
dalam jumlah penduduk di daerah pedesaan dengan sangat
menentukan. Dalam hai demikian, akibatnya ialah penurunan
secara menyolok dalam jumlah anak didik dan kurang pe-
manfaatan sekolah-sekolah di pedesaan, sedangkan di pihak
lain, sekolah-sekolah baru harus dibangun di daerah urban
untuk menampung anak-anak dari keluarga yang baru ber-
pindah. Dengan cara ini, perencanaan peningkatan jumlah
anak didik harus dilaksanakan sekaligus dengan perencanaan
penurunan jumlah anak didik.
Penurunan kelahiran yang dapat disaksikan di Swedia pada
akhir abad ke-19 dan pada awal abad ke-20 merupakan su-
atu fenomena umum di semua negara Eropa Barat. Di ke-
banyakan negara ini, dalam abad ke-18 laju kelahiran kotor
adalah sekitar 40 per seribu, ia kemudian menurun secara
menyolok sampai 18 per seribu, yang merupakan laju teren-
dah antara kedua Perang Dunia.

46
Apabila sebuah negara mengikuti kebijakan keluarga be-
rencana dan kebijakan itu diterapkan secara sistematis, maka
dapat disaksikan suatu penurunan dalam laju kelahiran yang
sangat menyolok. Tabel 9 menunjukkan laju kelahiran kotor
. di Jepang menurun dengan sangat dari 30 per seribu sam-
pai 18 per seribu, yaitu suatu tingkatan yang sama dengan
yang terdapat di negara-negara Eropa Barat.
Tabel 9. Trend laju kelahiran kotor di Jepang (%o).
Tahun Laju Tahun Laju

1940—4a 30.2 1962 17.1


1950—54 23.7 1963 17.3
1955—59 18.2 1964 17.7
1960 17.2 1965 18.6
1961 16.9

buinuer : United Nations, Démographie Yearbook (üuku tahunan De-


mografik), 1965, New York, 1966, him. 293.

Negara-negara lain yang berpendapat bahwa penduduknya


berkembang terlampau cepat, juga berusaha menerapkan
kebijakan keluarga berencana. Hasilnya sering kali mengece-
wakan, baik karena tantangan dari penduduk maupun dari
rumitnya cara yang diterapkan. Mengingat kedua sebab ini-
lah, kiranya tingkat pendidikan umum dari penduduk — dan
dalam hai ini contoh Jepang telah memberikan buktinya —
merupakan suatu faktor yang menentukan bagi berhasilnya
kebijakan keluarga berencana.
Apabila laju kelahiran berbeda menurut waktu, ia lebih
menunjukkan perbedaan yang lebih menyolok apabila dilaku-
kan perbandingan antara negara-negara. Sebagai contoh. Ta-
bel 10 memberikan laju kelahiran kotor di beberapa negara
di dunia dalam tahun 1964.
Tabel 10. Laju kelahiran kotor di beberapa negara di tahun 1964 (%o).

Negara " Laju Negara Laju


Negara-negara maju Amerika Latin
Amerika Serikat 21.2 El Salvador 46.3
Kanada 23.8 Honduras *46.3
Inggris 18.7 Meksiko 45.2
Jerman Barat 18.2 Venezuela *43.4
Perancis 18.1 Nikaragua 41.8
Jepang 17.7
47
DPP 9 (6)
Afrika Asia
Gambia 44.9 Burma 39.7
Réunion 43.3 Malaysia *39.4
Madagaskar 42.4 Taiwan 34.5
Mauritius 38.1
Sumber : United Nations, Demographic Yearbook (Buku T a h u n a n De-
mografik), 1964, New York, 1965, him. 527—536.

Sebagaimana dapat disaksikan, laju kelahiran kotor ne-


gara-negara berkembang mencapai rata-rata antara 40 dan
45 per seribu, yang berarti kurang lebih dua kali laju seba-
gian besar negara-negara maju. Namun karena laju kelahiran
kotor bergantung kepada struktur usia penduduknya, ia bu-
kan merupakan cara yang paling tepat untuk mengadakan
perbandingan antarnegara. Akan lebih baik bila mengadakan
perbandingan laju kesuburan menurut usia, seperti yang di-
berikan pada Tabel 11.
Tabel 11. Laju kesuburan menurut usia di beberapa negara maju dan
negara berkembang ( %o ) •

Negara 15—19 20—24 25—29 30 —34 35—39 40—44 45—49


Sweuia iyt>2 4Ü 133 142 84 38 10 0.6
Inggris 1960 34 165 172 101 46 14 0.8
Jerman
Barat 1963 30 145 185 103 50 17 0.8
Perancis 1962 23 167 177 107 53 19 1.1
Portugal 1963 27 139 178 137 95 45 3.3
Peru 1961 78 231 245 201 153 75 18
Taiwan 1963 43 252 337 231 139 61 9.8
Panama 1962 15! 310 288 199 129 41 7.2
Mauritius 1962 104 309 288 245 161 67 6.8

Sumber : Dikalkulasikan dari data dalam United Nations, Demograph.it


Yearbook (Buku Tahunan Demografik), 1964, New York,
1965, him. 130 — 155 dan him. 537 — 543.

Seperti dapat diperkirakan, pertama-tama yang menarik


perhatian ialah bahwa laju kesuburan pada semua usia adaiah
lebih tinggi di negara-negara berkembang daripada di negara-
negara maju. Namun apa yang juga menarik perhatian ialah
bahwa perbedaan itu relatif rendah pada kelompok usia 20
— 24 tahun, namun lebih tinggi untuk kelompok-kelompok
usia lainnya dan khususnya untuk kelompok usia antara 40
dan 49 tahun. Gejala ini menunjukkan perbedaan antara

48
orang yang secara sukarela mencrapkan keluarga berencana
dan yang tidak, atau setidak-tidaknya tidak sampai suatu
tingkat yang jauh. Di negara yang menerapkan keluarga be-
rencana, segera jumlah anggota keluarga telah mencapai
jumlah yang diingini dilakukan usaha untuk mencegah ke-
lahiran lebih lanjut, dan jumlah anggota keluarga yang di-
ingini ini telah dicapai pada waktu si ibu menurut perban-
dingan masih muda usia. Di mana tidak diterapkan keluarga
berencana, kesuburan potensial (fecundity) dan kesuburan
aktual (fertility) adalah sama, dan trend kesuburan aktual
menurut usia banyak berkaitan dengan faktor-faktor biologis.
Dalam kasus ini, sebagaimana telah kami tunjukkan, adalah
mungkin untuk mengadakan peramalan yang hampir-hampir
tepat dalam kelahiran di kemudian hari berdasarkan laju ke-
suburan menurut usia.
Setelah membahas kelahiran, kami sekarang akan mem-
bahas faktor kedua yang mempengaruhi perubahan kepen-
dudukan, yaitu mortalitas.

49
Seksi II

MORTALITAS

Biasanya dibedakan antara dua jcnis mortalitas, sesuai de-


ngan sebab kematian: mortalitas endogenous dan mortalitas
eksogenous.
Mortalitas endogenous diartikan dengan kematian yang
clisebabkan oleh sesuatu yang ada dalam diri individu. De-
ngan demikian, misalnya, apabila seorang bayi dilahirkan
dengan kelainan dan kemudian mati karena kelainannya itu,
kematiannya dapat dimasukkan dalam kategori ini. Dapat
dimasukkan juga dalam kategori ini kematian karena usia tua
atau penyakit-penyakit yang menyertai usia tua, seperti misal-
nya, jejas pembuluh darah, kanker, dan sebagainya.
Mortalitas eksogenous sebaliknya, biasanya dikaitkan de-
ngan sebab-sebab lain, misalnya, kecelakaan, penyakit me-
nular, penyakit penccrnaan, dan sebagainya.
Sungguhpun pembedaan di atas terlihat seolah-olah tajam
dan jelas, namun dalam menghadapi praktek kenyataan tidak
demikian jelasnya, karena sering kali sebab kematian tidak
diketahui atau secara resmi tidak diberikan keterangan, atau
karena kematiannya dikaitkan berbagai sebab secara bersa-
maan. Sungguhpun demikian, perbedaan tersebut banyak gu-
nanya. Suatu hai yang menarik perhatian ialah, sungguhpun
kemajuan higiene dan perawatan kesehatan di satu pihak, dan
peningkatan standar kehidupan di lain pihak, telah mampu
menurunkan mortalitas eksogenous sampai suatu tingkat yang

50
lanjut, namun hanya mempunyai sedikit pengaruh pada mor-
talitas endogenous. Kemajuan dalam bidang kedokteran benar
dapat mencegah kematian yang terlampau dini (premature
deaths) namun tidak dapat memperpanjang usia di luar suatu
batas tertentu. Berkenaan dengan itu, apabila terjadi suatu
penurunan dalam mortalitas, ia lebih banyak bertalian de-
ngan generasi yang lebih muda daripada generasi yang lan-
jut. Akibatnya ialah bahwa penurunan dalam angka mor-
talitas mempunyai dampak membentuk penduduk yang lebih
muda (atau suatu peningkatan dalam bagian yang lebih
muda dari penduduk dibandingkan dengan bagian yang lebih
tua).
Sebagaimana halnya dengan kelahiran, kita akan mem-
bahas secara berturut-turut bagaimana cara mengukur mor-
talitas, dan kemudian trend dari mortalitas di beberapa negara
tertentu.

METODE MENGUKUR MORTALITAS


Cara termudah untuk mengukur mortalitas ialah melalui
angka kematian kotor. Angka ini diperoleh dengan jalan
membagi jumlah seluruh kematian dalam satu tahun dengan
jumlah rata-rata seluruh penduduk dalam tahun itu juga.
Penghitungan angka dengan cara demikian sangatlah seder-
hana, karena ia tidak membutuhkan Statistik kematian yang
terperinci. Dalam pada itu, ia mempunyai kelemahan-kele-
mahannya, khususnya apabila digunakan untuk mengadakan
perbandingan antamegara. Sebagai contoh dapat disebutkan
bahwa angka kematian kotor di Taiwan dalam tahun 1964
adalah 5,7 per seribu, sedangkan di Amerika Serikat dalam
tahun yang sama angka tersebut adalah 9,4 per seribu. Na-
mun jelas omong kosong untuk menyatakan bahwa tingkat
kematian di Amerika Serikat lebih tinggi daripada di Taiwan.
Yang sepintas lalu terlihat sebagai paradox secara mudah
dapat dijelaskan dengan fakta bahwa angka kematian banyak
berbeda sesuai dengan usia, yang biasanya sangat rendah
pada usia muda dan lebih tinggi pada usia lanjut. Perban-
dingan kematian dengan jumlah seluruh penduduk dengan
demikian bergantung dari struktur usia seluruh penduduk.
Penduduk yang muda (ialah penduduk, yang mempunyai

51
bagian berusia muda dalam pcrbandingan relatif lebih besar
daripada bagian yang berusia lanjut) berdasarkan itu akan
menunjukkan angka kematian kotor yang lebih rendah dari-
pada penduduk yang tua.
Karena sifat yang umum dari angka kematian kotor itu,
bagi para demograf mengurangi bobotnya, yang serentak meng-
hadapi fakta bahwa tingkat mortalitas berbeda-beda sesuai
dengan usia maka berkecenderungan untuk mengukur angka
mortalitas menurut usia. Cara terakhir ini jelas memberikan
indikasi yang lebih tepat bagi mortalitas penduduk tertentu.
Patut kiranya diperhatikan pula bahwa angka mortalitas di-
perhitungkan secara terpisah bagi laki-laki dan perempuan,
karena keduanya jelas berbeda. Di banyak negara angka
mortalitas bagi laki-laki adalah lebih tinggi daripada bagi pe-
rempuan, dan ini berlaku bagi semua usia,

a. Angka mortalitas menurut uña


Dalam mengkalkulasikan angka mortalitas menurut usia, ba-
nyak digunakan istilah "kohort" (cohort) yang menunjukkan
sekelompok penduduk yang dilahirkan dalam période yang
sama, misalnya, dalam tahun kalender yang sama. Jelas
bahwa dengan berjalannya waktu, jumlah orang dalam suatu
kohort akan berkurang karena kematian. Dengan mengikuti
trend sebuah kohort — dengan sendirinya juga kohort-kohort
lain — kita dapat mengadakan dampak dari mortalitas. Mi-
salnya, dengan jalan mengadakan perbandingan angka ke-
matian dalam sebuah kohort pada usia 50 tahun dengan
angka yang tahan hidup pada usia yang sama dari kohort
yang sama, kita akan memperoleh suatu ukuran dari mor-
talitas pada usia 50 tahun. Ukuran inilah yang merupakan
angka mortalitas.
Menghitung angka mortalitas memerlukan data Statistik
yang terperinci, termasuk di dalamnya angka kematian pada
usia tertentu dan jumlah yang tahan hidup pada usia yang
sama dari kohort yang sama. Namun dalam banyak hai Sta-
tistik yang terperinci ini tidak tersedia. Maka dari itu, terpak-
sa diadakan kalkulasi angka kematian pada usia berbeda-beda,
dan angka ini menunjukkan proporsi kematian orang-orang

52
pada usia masing-masing dalam tahun ¡calender yang sama
dibandingkan dengan seluruh jumlah rata-rata dori orang-
orang yang sama usia dalam tahun holender yang soma.
Angka kematian dengan demikian secara pasti memberi-
kan informasi berharga perihal karakteristik mortalitas pada
penduduk. Namun ia tidak memungkinkan kita untuk meng-
adakan kalkulasi terperinci, dan khususnya menyusun tabel-
tabel mortalitas, yang akan kita bahas kemudian. Untuk tu-
juan itu, akan diusahakan untuk mengubah angka kematian
dalam angka mortalitas.
1. Pengubahan angka kematian menjadi angka mortalitas:
metode Reed-Merell. Dengan mempelajari penduduk berba-
gai negara bagian di Amerika dalam tahun-tahun 1910, 1920,
dan 1930, yang telah tersedia baik angka kematian maupun
angka mortalitasnya, Reed dan Merell berusaha untuk meng-
adakan kaitan yang menghubungkan antara kedua nilai ter-
sebut.1) Tidaklah mungkin untuk menjelaskan metode kal-
kulasi mereka sampai terperinci pada kesempatan mi. Namun
hasil karya Reed-Merell telah diterbitkan dalam bentuk tabel-
tabel, yang menunjukkan ekivalen dari angka mortalitas dari
semua nilai angka kematian yang patut disebut bagi kelompok
usia empat tahun, lima tahun, dan sepuluh tahun.
Jelas, bahwa fakta Reed dan Merell mendasarkan dirinya
pada Statistik Amerika Serikat untuk menghubungkan kaitan
antara angka kematian dan angka mortalitas sedikit memba-
tasi jangkauan karya mereka, karena tidak dapat disangkal
bahwa struktur mortalitas dan angkanya menurut usia di ne-
gara-negara berkembang tidak senantiasa sejalan secara tepat
dengan apa yang dapat disaksikan di Amerika Serikat sdama
période yang sama.
Walaupun adanya catatan tersebut, haruslah dinyatakan
bahwa tabel-tabel Reed-Merell merupakan alat kerja yang
sangat berguna dan yang memungkinkan untuk cepat meng-
ubah angka kematian menjadi angka mortalitas apabila tidak
ada cara lain untuk melakukannya.
1. L.J. Reed and M. Merell, "A short method for constructing and
abridged life table (Suatu metode singkat untuk menyusun tabel
umur yang diringkaskan", The American Journal of Hygiene (Ma-
jalah Amerika perihal Higiene), Sept. 1939, vol. 30, no. 2, him.
33 — 62.

53
2. Perbandingan tingkat mortalitas antarnegara. Telah kita
ketahui bahwa laju kematian kotor merupakan salah satu cara
yang tidak tepat untuk mengadakan perbandingan tingkat
mortalitas antarnegara. Laju mortalitas menurut usia me-
mang jauh lebih tepat untuk tujuan ini, namun ia mempu-
nyai kelemahan bahwa ia terlampau terperinci dan analitik.
Dengan demikian, apabila diperlukan suatu perbandingan ma-
ka digunakan laju kematian yang distandarkan menurut
usia (an age-standardized death-rate) yang didasarkan pada
data terperinci. Laju ini dapat dihitung baik dengan mene-
rapkan laju mortalitas yang berbeda pada penduduk yang
telah distandarkan (yang dinamakan metode standar lang-
sung) maupun dengan menerapkan suatu perangkat laju pa-
da penduduk yang berbeda-beda (yang dinamakan metode
standar yang tidak langsung). Kedua metode akan mengha-
silkan suatu estimasi dari jumlah kematian dalam satu jumlah
penduduk, yang didasarkan pada informasi dari sejumlah
penduduk lain. Jumlah kematian yang diperkirakan ini dapat-
lah digunakan sebagai laju kematian standar (standardized
death-rate).
Sebagai contoh, apabila diperlukan suatu perbandingan
antara mortalitas di Amerika Serikat dan di Taiwan, kedua
cara di atas dapat saja digunakan untuk memperoleh laju
kematian standar.
Metode langsung memulai dengan menanyakan berapa ba-
nyak kematian yang diperkirakan di Amerika Serikat, apabila
struktur usianya sama dengan yang di Taiwan. Dengan cara
ini suatu laju yang standar dapat diperoleh dan menghilang-
kan perbedaan yang disebabkan oleh struktur usia yang ber-
beda.
Dengan metode yang tidak langsung, angka kematian me-
nurut usia di Taiwan diterapkan pada penduduk Amerika
Serikat. Kemudian, dengan membagi jumlah kematian se-
benarnya yang terjadi di Amerika Serikat dengan angka ke-
matian yang mungkin akan terjadi apabila Amerika Serikat
mempunyai angka kematian yang sama dengan Taiwan, akan
diperoleh laju standar yang selanjutnya memungkinkan per-
bandingan mortalitas dari kedua negara.

54
3. Mortalitas bayi. Dalam penelaahan mortalitas perhatian
khusus harus diberikan kepada mortalitas bayi, karena laju
mortalitas pada anak-anak yang sangat muda usia sangat ting-
gi. Di samping itu, tingkat mortalitas bayi mendapat perhatian
dari para perencana pendidikan karena jumlah anak-anak
yang harus diberikan penyekolahan di kemudian hari bergan-
tung dari tingkat tersebut. Mortalitas bayi diukur dengan
laju mortalitas pada usia 0, ialah rasio kematian mulai dari
kelahiran sampai usia 1 tahun dibandingkan dengan seluruh
jumlah kelahiran hidup. Lahir-mati (still-birth) dapat juga
diperbedakan dari mortalitas bayi, dan perbedaan ini bahkan
dapat dilanjutkan dengan memasukkan pula ke dalamnya
mortalitas perinatal (perinatal mortality), atau kematian yang
terjadi segera setelah kelahiran.

Kita telah membicarakan perbedaan antara mortalitas


endogenous dan mortalitas eksogenous, dan telah menunjuk-
kan bahwa mortalitas endogenous berkenaan dengan bayi yang
dilahirkan hidup namun bernasib tidak lama hidupnya sete-
lah itu, dengan mengingat kemajuan ilmu kedokteran dewasa
ini. Mortalitas perinatal dengan demikian diperoleh dengan
jalan menambahkan mortalitas endogenous pada yang lahir-
mati. Akhirnya kita mempunyai dua konsep yang bertum-
pang tindih:

Mortalitas perinatal =? lahir-mati + mortalitas endogenous


Mortalitas bayi = mortalitas endogenous + mortalitas
eksogenous

Apabila konsep perihal mortalitas perinatal dan mortalitas


bayi secara teoretis sangat cermat, pengukurannya (dalam
praktek) sering kali kurang tepat, khususnya di negara-negara
berkembang. Sebagian besar kematian bayi (dan juga kela-
hiran bayi) sering kali tidak terdaftar. Perbedaan antara lahir-
mati yang sebenarnya dan yang lahir-mati tidak sebenarnya
(bayi yang dilahirkan hidup namun mati sebelum kelahiran-
nya dengan resmi) merupakan suatu sumber kesukaran, bah-
kan juga di negara-negara yang mempunyai cara pendaftaran
yang terorganisasi dengan baik.

55
b. Daftar hidup (life-tables)
Daftar hidup menunjukkan jumlah yang tahan hidup (sura-
rivors) pada berbagai usia dari sekelompok individu dari
kohort atau generasi yang sama. Misalkan, sebagai suatu
contoh, kita dapat mengikuti nasib 10.000 orang sejak ke-
lahirannya 1000 tahun yang lalu sampai sekarang ini. Dari
kelompok ini 1.600 orang mati sebelum mencapai usia 1 tahun,
300 orang sebelum mencapai usia 2 tahun, 200 orang sebelum
mencapai usia 3 tahun, dan selanjutnya. Dari angka-angka
ini kita dapat memperoleh jumlah yang tahan hidup pada
berbagai usia.
10.000 kelahiran
8.400 tahan hidup pada usia 1 tahun
8.100 tahan hidup pada usia 2 tahun
7.900 tahan hidup pada usia 3 tahun, dan selanjut-
nya.
Tabel semacam ini jelas mempunyai nilai historis, karena
ia mengikuti kejadian yang dialami suatu generasi melalui
suatu masa tertentu. Dalam pada itu, ia tidak mempunyai ke-
gunaan praktis untuk masa sekarang, karena ia berkait dengan
karakteristik mortalitas di masa lampau. Misalnya, jumlah
yang tahan hidup pada usia 1 tahun yang ditunjukkan di atas,
adalah hasil mortalitas bayi satu abad yang lalu. Dengan alasan
ini, maka sebagai pengganti tabel hidup yang didasarkan pada
kohort yang sebenarnya disusunlah tabel-tabel berdasarkan ke-
adaan mutakhir — didasarkan pada kohort-kohort teoretis.
Prinsip penyusunan tabel ini sangat sederhana; diawali dengan
sebuah kohort teoretis dari 10.000 orang, kondisi mortalitas
mutakhir, yaitu laju mortalitas menurut usia yang sekarang
berlaku, diterapkan pada kohort teoretis tersebut.
Sebagai contoh, dapat diasumsikan laju mortalitas sebagai
berikut.
Usia Laju mortalitas (%o)
0 70
1 18
2 12
3 8

56
Apabila digunakan kohort yang berjumlah 10.000 orang,
maka dengan mudah dapat dihitung jumlah kematian pada
usia kurang dari 1 tahun:

10.000 X 70
= 700
1.000
dan selanjutnya bahwa yang tahan hidup pada usia 1 tahun
ialah 10.000 — 700 = 9.300 orang
Dari 9.300 orang ini suatu jumlah tertentu mati sebelum
mencapai usia 2 tahun, suatu jumlah yang segera dapat di-
peroleh dengan jalan menerapkan koefisien mortalitas pada
usia 1 tahun:

9.300 X 18
167
1.000
Dengan demudan, jumlah yang tahan hidup pada usia 2 ta-
hun ialah 9.300 — 167 = 9.133 orang. Melanjutkan per-
hitungan ini, akan diperoleh tabel yang sebagai berikut.
Usia Yang tahan hidup
0 10.000
1 9.300
2 9.133
3 9.024
4 8.952
Lewat cara ini, yaitu dengan mengetahui laju mortalitas
pada berbagai usia, akan mudah bagi kita untuk menyusun
sebuah tabel hidup. Dalam pada itu, sepcrti telah kami te-
gaskan di atas, penghitungan laju mortalitas mengasumsikan
adanya data Statistik yang terperinci dan tepat. Di sebagian
besar negara berkembang Statistik demudan sering kali sangat
tidak lengkap dan ketepatannya meragukan, sehingga penyu-
sunan tabel hidup akan sangat dipersukar. Namun bagaima-
napun, kita telah dapat memahami bahwa tabel semacam
itu sangat diperlukan untuk mengadakan proyeksi kependu-
dukan di kemudian hari.

57
Apabila penyusunan tabel hidup secara baik tidak mung-
kin, maka berdasarkan setidak-tidaknya data perihal morta-
litas yang tidak lengkap (fragmentary), mungkinlah untuk
menyiisunnya juga, berdasarkan modal tabel hidup yang te-
lali disiapkan oleh bagian pelayanan demografik dari Persc-
rikatan Bangsa-Bangsa.
1. Model tabel hidup. Penyusunan tabel-tabel ini didasarkan
pada observasi yang relatif sederhana. Dalam mempelajari
tabel-tabel hidup yang telah ada, dapat diketahui bahwa
terdapat hubungan tertentu antara laju mortalitas dari ber-
bagai usia. Dengan kata lain, apabila laju mortalitas pada
usia 35 tahun sekelompok penduduk mempunyai nilai terten-
tu, maka laju mortalitas penduduk yang sama pada usia 45
tahun bukan hanya mempunyai nilai sembarang, namun se-
baliknya, mempunyai nilai yang sampai tingkat tertentu ber-
hubungan dengan nilai yang dulu.
Dengan demikian, berdasarkan data yang tercantum pada
158 tabel hidup nasional yang meliputi 1900 — 1950, ba-
gian pelayanan demografik dari Perserikatan Bangsa-Bangsa
telah menyusun model tabel hidup1) yang mencantumkan
jumlah yang tahan hidup dari setiap jenis kelamin pada ber-
bagai usia sesuai dengan berbagai tingkat mortalitas.
Tidak mungkin untuk menguraikan di sini bagaimana cara-
cara menyusun tabel-tabel tersebut sampai terperinci.2) Se-
cara ringkas kiranya cukup dikemukakan bahwa pada awal
mulanya disusun empat puluh tabel yang sesuai dengan ting-
kat mortalitas bayi mulai dari 20%o sampai 330%o. Ke-
mudian, dengan menggunakan ke-40 tabel tersebut diinter-
polasikan 24 lainnya, yang sesuai dengan harapan hidup (Ufe
expectations) pada waktu lahir yang mencakup jangka usia
mulai 20 tahun sampai 73,9 tahun. (Pada kesempatan lain
1. Tabel-tabel ini dimuat United Nations, Methods for Population
Projections by Sex and Age (Metode-metode untuk Penyusunan
Proyeksi Kependudukan menurut Jenis Kelamin dan Usia), New
York, 1956 (Population studies no. 25, ST/SOA/Series A.)
2. Untuk penjelasan terperinci lihat United Nations, Age and Sex Pa-
terns of Mortality. Model Life-tables for Under-developed Countries
(Pola-pola Mortalitas menurut Usia dan Jenis Kelamin. Model
Tabel Hidup untuk Negara-negara Berkembang), New York, 1955
(Population studies No. 22, ST/SOA/Series A.)

58
kita akan kembali membahas konsep harapan hidup pada
lahir ini, yang merupakan salah satu komponen dari indikator
berbagai tingkat mortalitas).
Tabel-tabel ini dengan sendirinya hanya memberikan indi-
kator rata-rata yang diperoleh dari data yang berkenaan
dengan kelompok-kelompok orang dari berbagai masa, yang
dipengaruhi pula oleh kondisi sosial dan ekonomi. Dengan
demikian, penerapan salah sebuah tabel ini pada suatu ke-
lompok penduduk tertentu akan menimbulkan kemungkinan
adanya kesalahan dan ketidaktepatan. Sungguhpun demikian
akan sangat menyenangkan untuk merujuk pada modal tabel
ini, apabila hanya tersedia data mortalitas yang tidak lengkap
dan tidak terdapat kemungkinan untuk menyusun suatu tabel
mortalitas dengan cara lain. Dengan jalan memilih salah
sebuah model tabel yang paling sesuai dengan Statistik morta-
litas yang tidak lengkap yang tersedia, maka dapat diperoleh
data — sungguhpun hanya mendekati (approximative) saja
— yang mempunyai kelebihan bahwa ia lengkap dan dengan
demikian memungkinkan untuk menyusun proyeksi-proyeksi
kependudukan.
2. Harapan hidup. Di atas telah kita singgung perihal konsep
harapan hidup dan sekaranglah saat tepat untuk menjelaskan
konsep ini. Harapan hidup dapat didefinisikan sebagai jumlah
tahun rata-rata yang diharapkan dapat dicapai oleh sekelom-
pok individu dari berbagai usia dalam hidupnya. Misalnya,
untuk sekelompok penduduk harapan hidup pada kelahiran
menunjukkan jangkauan hidup rata-rata dari individu-indi-
vidu yang menj adi anggota kelompok tersebut. Di pihak lain,
harapan pada usia 60 tahun adalah jumlah tahun rata-rata
dari setiap individu yang berusia 60 tahun — dari kelompok
tersebut — yang masih bisa diharapkan dapat dilampirkan
sesudahnya.
Kalkulasi harapan hidup harus didasarkan pada suatu tabel
hidup, ialah data mengenai jumlah yang tahan hidup dari
berbagai usia. Karena harapan hidup adalah ekivalen dari
jumlah rata-rata tahun yang masih dapat dialami oleh se-
orang anggota sebuah kohort atau kelompok, maka untuk
memperoleh angka harapan hidup perlu dijumlahkan seluruh
jumlah tahun yang masih bisa diharapkan oleh semua ang-

59
gota kohort yang kemudian dibagi oleh jumlah anggota kohort
tersebut. Di pihak lain, apabila dikehendaki harapan hidup
pada usia tertentu, misalnya pada usia 40 tahun, perlu meng-
kalkulasikan seluruh jumlah tahun yang masih bisa diharap-
kan dari yang tahan hidup pada usia 40 tahun dan kemudian
membaginya dengan jumlah yang tahan hidup itu.
Untuk menggambarkannya, suatu kalkulasi akan dicantum-
kan dari harapan hidup pada waktu lahir yang sebagai berikut.
SQ = jumlah anggota sebuah kohort
Sj = yang tahan hidup pada usia 1 tahun
S = yang tahan hidup pada usia 2 tahun, dan seterusnya.
Mudahlah dipahami, bahwa sejak lahimya para yang tahan
hidup pada usia 1 tahun telah hidup 1 tahun lamanya, yang
tahan hidup pada usia 2 tahun telah hidup dengan tambaban
1 tahun, yang tahan hidup pada usia 3 tahun ditambah 1 ta-
hun lagi, dan seterusnya. Dengan demikian seluruh jumlah
yang dialami oleh semua yang tahan ekivalen dengan:
s, + s2 + s3 + ...
Namun dapat juga dianggap bahwa para anggota kohort
yang mati antara kelahiran dan usia 1 tahun telah hidup
rata-rata setengah tahun, dan juga mungkin untuk meng-
adakan asumsi yang sama untuk yang mati antara usia 1
dan 2 tahun, juga untuk yang mati antara usia 2 dan 2 tahun,
dan seterusnya. Jumlah dari mereka yang mati antara kela-
hiran dan usia 1 tahun adalah ekivalen dengan S — S dari
mereka yang mati antara usia 1 dan 2 tahun ekivalen dengan
S — S dari mereka yang antara usia 2 dan 3 tahun ekivalen
dengan S — S , dan seterusnya.

Koreksi seluruhnya dengan demikian akan berbentuk :


y* ( S o - v + V2 (Si-sp + i/a ( s 2 - s 3 + ...)
ialah sama dengan
/ 2 ( s 0 - $ 1 + $ 1 - $ 2 + $ 2 - s 3 + - ) = I/2s0
60
Seluruh jumlah tahun yang dapat dicapai dalam kehidupan
seluruh kohort adalah
y* s 0 + Sj + s2 + s 3 + ...
dan jumlah tahun rata-rata yang dapat dicapai oleh setiap
anggota kohort, atau dengan kata lain, harapan hidup dari
kohort pada kelahiran adalah ekivalen dengan :
/ 2 S 0 + Sx + S 2 + S 3 + ...

sx + s 2 + s 3 + ...

Dengan sendirinya prosedur yang sama dapat digunakan da-


lam mengkalkulasikan harapan hidup pada usia lain.
Demikianlah cara-cara pokok untuk mengukur mortalitas.
Sekarang kami akan membahas trend mortalitas di beberapa
negara tertentu.
2. TREND MORTALITAS DI BEBERAPA NEGARA
TERTENTU
Di negara-negara Eropa Barat mortalitas telah menurun se-
jak awal abad kesembilan belas. Laju kematian kotor, yang
di tahun 1800 sebesar 30%o sekarang telah menjadi ku-
rang lebih 30%o. Penurunan telah terjadi secara bertahap
dan disebabkan oleh kemajuan ilmu serta perbaikan fasilitas-
fasilitas medis dan sosial, dan juga baik oleh standar kehidupan
yang tinggi maupun tingkat kultural yang lebih tinggi dari
penduduknya.
Di negara-negara berkembang, penurunan laju kematian
terjadi lebih cepat, sebagaimana digambarkan dalam Tabel 12.
Tabel 12. Trend laju kematian kotor di beberapa negara tertentu (%0)

Negara 1945-49 1950.54 1955-59 1960 1961 1962 1963

Afrika
Madagaskar 18.7 14.5 13.3 12.3 12.7 14.8 15.8
Gambia 19.9 17.5 17.9 12.1 14.5 15.0 15.7
Mauritius 25.0 15.2 12.0 11.3 9.8 9.3 9.6

61
11,1
Amerika Latin . ,;, . _' "'
Colombia 14.7 13.4 13.0 13.0 12.1 12.0 11.7
Meksiko 17.8 15.4 12.5 11.5 10.8 10.8 10.5
Venezuela 13.5 10.6 9.7 7.1 7.3 7.0 7.2
Atta
Burma 37.1 29.8 20.3 19.9 18.4 18.9 21.3
Malaysia 17.5 14.0 11.3 9.5 9.2 9.3 8.9
China (Taiwan) 15.1 10.0 8.0 6.9 6.7 6.4 6.1
Sumber United Nations, Buku Tahunan Demografi, 1963, New York,
1964, him. 536—553, dan United Nations, Buku Tahunan De-
mografi, 1964, New York, 1965, him. 558—567.

Dalam pada itu, haruslah dikemukakan bahwa penurunan


mortalitas di negara-negara berkembang berbeda sekali dengan
yang terjadi di negara-negara Eropa Barat. Penurunan bukan
disebabkan oleh peningkatan standar kehidupan, namun lebih
merupakan hasil penemuan-penemuan dalam bidang kedok-
teran yang memungkinkan memberantas dengan cara yang
efektif — dan dengan biaya yang relatif rendah — penyakit-
penyakit yang sebelumnya banyak mengambil korban (kolera,
cacar, malaria, dan sebagainya).
Dengan demikian, dewasa in' laju kematian kotor di negara-
negara berkembang adalah sama dengan laju yang terdapat
di negara-negara maju, bahkan di berbagai kasus lebih ren-
dah lagi. Namun sebagaimana dapat kita saksikan di atas,
laju kematian kotor merupakan cara yang kurang tepat untuk
mengadakan perbandingan mortalitas antarnegara. Laju ke-
matian kotor yang sangat rendah di negara-negara berkem-
bang disebabkan tidak hanya oleh penurunan yang baru-baru
saja tetapi pada tingkat mortalitas tetapi juga oleh usia muda
penduduknya. Jadi, yang seharusnya diperbandingkan ialah
mortalitas menurut usia, dengan mengawalinya dari mortaJitas
bayi.
Pada umumnya mortahtas bayi di negara-negara berkem-
bang diketahui sangat tidak tepat, yang disebabkan oleh pen-
daftaran yang sangat tidak lengkap dari kelahiran dan juga
dari kematian pada usia yang sangat dini. Harus dicatat bah-
wa laju mortalitas bayi ini sangat tinggi, jauh lebih tinggi
daripada di negara-negara maju. Apabila laju ini di negara-
negara Eropa sekitar 20 sampai 25%o, angka ini adalah

62
sekitar 80%o bagi negara-negara berkembang. Dalam pada
itu, sejak akhir Perang Dunia II mortalitas bayi di negara-
negara berkembang telah menurun secara deras, sebagaimana
ditunjukkan dalam Tabel 13.
Perbandingan ini dapat dilanjutkan dengan memperhati-
kan perbedaan dalam laju mortalitas yang terdapat di antara
penduduk berasal dari berbagai keturunan dan pada ber-
bagai usia. Tabel 14 memberikan data kependudukan di

Tabel 13. Trend dalam laju mortalitas bayi di beberapa negara ter-
tentu (%,)

Negara 1945-49 1950- 1955-59 1960 1961 1962 1963

Afrika
Madagaskar 132.5 91.9 73.9 69.1 70.6 • >•

Gambia 114.7 104.9 87.4 66.9 64.6 68.1 68.1


Mauritius 142.8 83.1 67.7 69.5 62.0 60.1 59.3
Amerika Latin
Colombia 141.8 113.3 100.9 99.8 89.6 89.6 88.2
Meksiko 104.5 91.8 77.7 74.2 70.2 69.9 67.7
Venezuela 97.5 75.0 64.1 53.9 52.9 47.0 47.9
Asia
Burma 303.9 240.3 156.4 148.6 ». t 139.3 • ••

Singapore 100,4 81.8 56.8 41.5 37.7 36.9 33 0


Hong Kong 98.7 69.4 42.3 34.3 32.1 31.0 27.9
Sumber : United Nations, Buku Tahunan Demografi, 1967, him. 282
dan selanjutnya

Tabel 14. Laju mortalitas menurut usia dari penduduk keturunan Afrika,
Asia dan Eropa di Afrika Selatan, 1961 (%o)

Kelompok Keturunan Afrika Keturunan Asia Keturunan Errpa


Usia Laki-laki.Perempuan Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

0—4 50.5 46.0 18.8 14.0 7.8 6.1


5—9 1.7 1.6 1.0 1.5 0.7 0.5
10—14 1.1 1.2 1.0 0.6 0.6 0.4
15—19 2.2 1.7 1.7 1.3 1.3 0.4
20—24 3.8 2.5 1.8 1.5 2.6 0.8
25—29 5.0 3.1 2.4 2.3 2.1 1.2
30—34 6.4 4.6 3.1 2.7 2.8 1.4
35—39 8.0 6.8 3.7 3.9 3.5 1.9
40—44 10.7 6.6 6.5 5.7 5.6 3.2
45—49 15.2 9.1 14.2 9.4 8.0 4.3

63
DPP 9 (7)
50—54 22.5 14.0 18.7 13.7 13.1 7.3
55—59 26.2 16.2 26.6 20.0 20.6 10.8
60—64 42.4 34.6 37.4 37.6 30.7 17.0
65—69 54.6 40.8 64.2 75.4 46.3 25.2
70 + 107.5 94.0 135.6 125.6 125.6 76.7
Seluruh ke
lompokusia 16.7 14.2 8.6 6.1 9.9 7.3
Sumber : Dikalkulasikan dari data dalam United Nations, Buku Tahunan
Demografi, ¡964, New York, 1965, tabel-tabel 5 dan 21.

Afrika Selatan dari keturunan Afrika, Asia serta Eropa, dan


menunjukkan perbedaan-perbedaan yang menyolok di dalam
laju mortalitas pada berbagai usia. Penelaahan lebih lanjut
atas tabel ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam laju ke-
matian sangat besar pada usia dini (kelompok-kelompok
0 — 5 dan 5 — 9 ). Perbedaan ini memperkuat apa yang di-
katakan di atas, bahwa penurunan mortalitas lebih banyak
mengenai tingkat usia muda daripada tingkat usia lanjut dan
bahwa sebagai hasilnya dari penurunan mortalitas itu seluruh
penduduk menjadi lebih muda pada umumnya.
Akhirnya, kita pun dapat mengadakan perbandingan ting-
kat mortalitas dengan dasar harapan hidup pada perbagai
usia. Misalnya, Tabel 15 menggambarkan harapan hidup di

Tabel 15. Harapan hidup pada berbagai usia di beberapa negara tertentu

India El Salvador Portugal Swedia


(1951-60) (1951-61) (1959-62) (1962)

Negara L P L P L P L P

0 41.89 40.55 44.71 47.39 60.73 66.35 71.32 75.39


1 48.42 46.02 51.77 54.13 65.71 70.92 71.64 75.43
5 48.72 47.01 51.95 53.94 63.94 69.13 67.88 71.62
10 45.21 43.78 49.05 50.88 59.33 64.48 63.05 66.76
2U 36.99 35.63 42.00 43.59 49.88 54.85 53.40 56.96
30 29.03 27.86 34.72 36.08 40.72 45.40 43.94 47.21
40 22.07 22.37 27.99 29.14 31.81 36.12 34.50 37.59
50 16.45 17.46 21.99 22.90 23.33 27.17 25.45 28.29
60 11.77 12.98 16.38 17.07 15.71 18.56 17.25 19.55
70 8.07 9.28 11.00 11.53 9.46 11.13 10.55 11.84
80 5.13 6.02 6.34 6.65 6.07 5.85 5.72 6.20

Sumber :: United Nations , Buku Tahunan Demografi, 1964, New York,


1965, him. 620 — 624

64
beberapa negara tertentu. Di sini pun dapat disaksikan bahwa
perbedaan sangat menyolok pada usia dini. Di pihak lain,
pada usia 80 tahun harapan hidup bagi semua negara praktis
sama. Dapat pula disaksikan, dengan pengecualian yang me-
nyolok di India, bahwa harapan hidup bagi perempuan se-
nantiasa lebih tinggi daripada bagi laki-laki. Pokok lain yang
menarik perhatian ialah bahwa harapan hidup pada usia 1
tahun lebih tinggi daripada waktu melahirkan, yang disebab-
kan oleh ortalitas bayi. Namun perbedaan ini sangat sedikit
pada kasus di Swedia.

65
Seksi III

P E R T U M B U H A N P E N D U D U K DAN PERAMALAN
ANGKA PENDAFTARAN MASUK SEKOLAH

Pertumbuhan penduduk menarik perhatian khusus para pe-


rencana pendidikan karena dampaknya pada penduduk usia
sekolah dan sebagai kelanjuiannya, angka pendaftaran masuk
sekolah (school enrolment figures) di lembaga-lembaga pen-
didikan pada berbagai tingkat. Bertalian dengan itu, di seksi
ini kami akan memberikan banyak perhatian pada metode
menyusun proyeksi kependudukan dan meramalkan pendaf-
taran masuk sekolah sebagai kelanjutannya.

1. PERTUMBUHAN PENDUDUK
Sudah jelas, bahwa yang menentukan pertumbuhan penduduk
ialah aksi bersama dari kelahiran dan mortalitas. Memang
benar bahwa migrasi intemasional pun memainkan peranan,
namun karakteristik migrasi atau perpindahan ini mempunyai
ciri khas bagi setiap negara dan bagi setiap peristiwa. Berke-
naan dengan itu, gerakan perpindahan penduduk biasanya
dibahas tersendiri. Dalam pertumbuhan penduduk sebagai
keseluruhan, biasanya pertumbuhan alamiah, yang hanya men-
cakup kelahiran dan ortalitas, dibahas tersendiri pula.
a. Laju pertumbuhan alamiah penduduk
Karena pertumbuhan alamiah ekivalen dengan perbedaan
antara kelahiran dan kematian, maka sudah mencukupi bila
kita dapat mengkalkulasikan perbedaan antara laju kelahiran

SB
kotor dan laju kematian kotor untuk memperoleh tolok ukur
bagi pertumbuhan penduduk. Hasil ini dinamakan laju per-
tumbuhan penduduk. Tabel 16 menunjukkan trend laju ini
di beberapa negara tertentu selama période 1945 — 1964.
Apa yang segera menarik perhatían pada tabel tersebut
ialah bahwa laju pertumbuhan penduduk di sebagian besar
negara berkembang telah meningkat dan dapat mencapai
tingkat yang tinggi. Di Kolombia dan Venezuela, misalnya, laju
ini melampaui 35%o. Apabila laju ini berlangsung terus
di kemudian hari, maka penduduk negara-negara itu setiap
20 tahun akan berlipat dua. Ini berarti bahwa dengan meng-
ingat pertumbuhan eksponensial secara teoretis penduduk
negara-negara itu akan berkembang sampai 32 kali dalam
100 tahun! Inilah yang diartikan dengan "ledakan penduduk"
dan adanya keharusan bagi negara-negara tertentu untuk me-
lancarkan keluarga berencana.
Peningkatan dalam laju pertumbuhan alamiah pertama-
tama disebabkan oleh penurunan yang deras dalam laju ke-
matian kotor. Fenomena ini, sebagaimana telah dikemukakan
pada kesempatan terdahulu, merupakan hai yang umum di
semua negara berkembang. Dalam pada itu, tabel menun-
jukkan bahwa laju kematian masih tetap tinggi di negara-
negara Gambia dan Madagaskar. Di pihak lain, laju ini sa-
ngat rendah di negara-negara lain, seperti Venezuela dan
Taiwan. Dengan kata lain, mortalitas ini di kemudian hari
akan menurun lebih lanjut di negara-negara Afrika, dan ne-
gara-negara ini di kemudian hari depan yang dekat akan
menghadapi keadaan demografik yang sama seperti negara-
negara Amerika Latin dan Asia dewasa ini.
Berbarengan dengan penurunan mortalitas di semua ne-
gara, laju kelahiran di beberapa negara menunjukkan kecen-
derungan untuk meningkat. Dan kombinasi antara penurunan
mortalitas dan peningkatan kelahiran inilah yang menyebab-
kan peningkatan "meledak" dalam penduduk negara-negara,
seperti Kolombia dan Venezuela.
Dan ini pulalah yang membedakan keadaan kependudukan
di negara-negara Eropa Barat pada akhir abad ke-19 dari ke-
adaan dewasa ini di negara-negara berkembang. Sebagaimana

67J
Cl
Tabel 16. Laju kelahiran kotor, laju kematian dan laju pertumbuhan alamiah di bebetapa
negara tcitentu, 1945 - 1964 (o/oo)

Negata 1945-49 1950-54 1955-59 1960 1961 1962 1963 1964

Inggris Laju kelahiran 18.3 15.9 16.4 17.5 17.9 18.3 18.4 18.7
Laju kematian 11.6 11.7 11.6 11.5 12.0 11.9 ll2 11.3
Pertumbuhan alamiah 6.7 4.2 4.8 6.0 5.9 i.4 6.2 7.4
Jepang Lajn kelahiran 30.1 23.7 18.2 17.2 16.9 17.1 17.3 17.7
Laju kematian 16.8 9.4 7.8 7.6 7.4 7.5 7.0 6.9
Pertumbuhan alamiah 13.3 14.3 10.4 9.6 9.5 9.6 10.3 10.8
Madagaskas Laju kelahiran 24.0 31.9 34.9 32.8 34.8 40.0 41.8 42.4
Laju kematian 18.7 14.5 13.3 12.3 12.7 14.8 15.8 16.5
Pertumbuhan alamiah 5.3 17.4 21.6 20.5 22.1 25.2 26.0 25.»
Gambia Laju kelahiran 33.6 37.3 44.4 44.0 43.2 47.9 46.7 44.9
Laju kematian 19.9 17.5 17.9 111 14.5 15.0 15.7 13.2
Pertumbuhan alamiah 13.7 19.8 26.5 31.9 28.7 32.9 31.0 31.7
Kolombia Laju kelahiran 33.7 37.4 42.4 42.4 43 4- 44.1 47.6
Laju kematian 14.7 13.4 13.0 13.» 13.0 12.1 110
Pertumbuhan alamiah 19.0 24.0 29.4 29.4 31.3 32.1 35.9
Venezuela Laju kelahiran 38.5 44.7 47.1 45.9 45.3 43.4 43.4
Laju kematian 13.5 10.6 9.7 71 7.3 7.0 7.2
Pertumbuhan alamiah 25.0 34.1 37.4 38.8 38.0 36.4 36.2
Taiwan Laju kelahiran 40.2 45.9 42.8 39.5 38.3 37.4 36.3 34.5
Laju kematian 15.1 10.0 8.0 6.9 67 6.4 6.1 5.8
Pertumbuhan alamiah 25.1 35.9 34.8 32 6 31.6 31.0 30.2 28.8

Sumber: United Nations, Buku Tahunan Demografik, 1963, New York, tabel-tabel 19 dan 2 3 ; dan
United Nations. Buku Tahunan Demografik. 1964; New York, 1965, tabel-tabel 16 dan 20.
telah kami tunjukkan, penurunan mortalitas di negara- ne-
gara Eropa telah berlangsung secara bertahap, sungguhpun
ia mendahului penurunan laju kelahiran. Gejala terakhir ini
kemudian menyamai yang pertama, sehingga penurunan mor-
talitas yang dibarengi dengan penurunan laju kelahiran tidak
menyebabkan peningkatan yang terlampau deras dalam pen-
duduk. Patut kiranya diperhatikan, bahwa proses bertambah-
nya usía penduduk (disebabkan penurunan laju kelahiran)
telah mencegah mortalitas menurun secara deras sampai ting-
kat yang sangat rendan.
Sebaliknya keadaan di negara-negara berkembang, yang
menunjukkan penurunan mortalitas sangat curam di samping
laju kelahiran yang tetap tinggi, bahkan yang tersebut di
akhir ini menunjukkan peningkatan pula. Semuanya ini me-
nyebabkan peningkatan yang sangat dalam jumlah penduduk.
Dengan sendirinya sangat berbahaya untuk menemukan
trend hanya berdasarkan laju kotor yang tersedia saja, dan
khususnya apabila tidak terdapat kepastian akan ketepatan
laju-laju tersebut. Di beberapa negara bahkan sampai terjadi
bahwa peningkatan laju kelahiran hanya disebabkan oleh
pendaftaran kelahiran yang lebih baik ! Sungguhpun demikian,
nampaknya bahwa di negara seperti Taiwan setelah laju ke-
lahiran menunjukkan suatu peningkatan dan mencapai ting-
kat yang tinggi kemudian secara bertahap menurun kem-
bali. Bahkan di Jepang penurunan ini lebih cepat dan lebih
jelas lagi.
Suatu ciri yang sangat menarik dari Tabel 16 ialah bahwa
apa-bila tidak dilakukan keluarga berencana secara sukarela,
laju kelahiran kotor akan mencapai tingkat yang sangat ting-
gi sampai 48%o, seperti yang terjadi di Kolombia . Di pihak
lain, angka kematian di antara penduduk muda dapat menu-
run dengan mudah sampai 6%o, seperti yang terjadi di
Taiwan. Dengan demikian selisih antara kedua angka tersebut
menyisakan pertumbuhan penduduk yang sangat besar.
Dalam pada itu, haruslah diperhitungkan pula bahwa laju
kotor dari pertumbuhan alamiah yang dihasilkan dari per-
bedaan antara laju kotor mortalitas dan natalitas mempunyai
kelemahan yang sama yang melekat pada kedua tolok ukur

69
itu sendiri, dalam arti, bahwa kedua-duanya tidak memperhi-
tungan struktur usia yang dapat sangat berbeda antarnegara,
dan bahkan juga di negara yang sama namun pada waktu
yang berbeda. Karena alasan inilah konsep "reproduksi" da-
pat diganti dengan konsep pertumbuhan penduduk. Gagasan
dasar dalam ini adalah, sampai sejauh manakah suatu gene-
rasi dapat menggantikan generasi yang telah mereproduksi-
kannya. Gagasan ini kemudian menggantikan kita kepada
gagasan perbandingan kuantitatif antara generasi sekarang
dan generasi yang mendahuluinya.

b. Laju reproduksi
Apabila kita mengikuti proses suatu generasi sejak kelahirannya
sampai saat ini selesai mereproduksikan seluruh keturunannva,
dan apabila kita membandingkan jumlah keturunan ini de-
ngan jumlah anggota generasi yang mereproduksikannya, ma-
ka kita memperoleh ukuran "penggantian" (replacement)
suatu generasi oleh generasi lain. Inilah prinsip yang menjadi
dasar kalkulasi laju reproduksi.
Dalam pada itu, sebagai pengganti perbandingan jumlah
seluruh keturunan dengan jumlah seluruh generasi yang me-
reproduksikannya biasa pula untuk membandingkan jumlah
kelahiran perempuan keturunan dengan jumlah perempuan
dari generasi yang mereproduksikannya.1) Dengan demikian
laju reproduksi adalah sama dengan jumlah rata-rata bayi
perempuan yang dilahirkan oleh jumlah perempuan dari ge-
nerasi yang sedang dalam pokok pembahasan.
Namun dengan sendirinya, kita harus memperhitungkan
pula tidak hanya fertilitas sebenarnya namun juga mortalitas
sebenarnya dari jumlah perempuan yang sedang dibahas.
Suatu jumlah tertentu di antara perempuan itu mati sebelum
mencapai usia subur (15 tahun) atau selama période usia
subur (15 — 19 tahun). Dengan alasan ini maka dikalkula-

1. Patut diperhatikan bahwa pada umumnya lebih banyak dilahirkan


anak laki adalah sekitar 1.05. Dengan kata lain, dari rata-rata/
sejumlah 1.000 kelahiran terdapat kl. 512 orang anak laki-laki dan
488 orang perempuan 512
( 1.05).
488
70
sikan suatu laju reproduksi bersih, yang telah memperhitung-
kan baik fertilitas maupun mortalitas perempuan.
Dalam prinsipnya laju reproduksi adalah laju generasi.
untuk memperoleh kalkulasi yang tepat, perlu mengikuti
"perjalanan" sebuah kohort yang terdiri dari 1.000 orang
perempuan yang telah dilahirkan 50 tahun yang lalu dan
kemudian menghitung jumlah seluruh bayi perempuan yang
dilahirkan mereka. Namun dalam prakteknya, prosedur ini
tídaklah biasa, karena sebagai pengganti kalkulasi laju generasi
yang sebenarnya digunakan laju yang berlaku (current rates).
Perbedaan antara kedua metode telah disinggung pada kesem-
patan terlebih dulu dalam hubungan tabel hidup.1) Untuk
memperoleh laju reproduksi yang berlaku mutakhir, kita
mengambil asumsi suatu kohort yang terdiri dari 1.000 anak
perempuan. Dari kohort ini dapat dikalkulasikan yang tahan
hidup pada berbagai usia dengan menggunakan laju mortalitas
yang berlaku. Kemudian kita menerapkan laju fertilitas usia
yang berlaku pada yang tahan hidup ini, darinya akan
kita peroleh jumlah seluruh kelahiran. Dari hasil ini sudah
cukup untuk menerapkan persentase laju kelahiran perempu-
an untuk memperoleh jumlah anak perempuan yang dilahir-
kan, dan dengan itu, memperoleh laju reproduksi yang berlaku.
Sebagai contoh, Tabel Kalkulasi A menggambarkan be-
Tabel Kalkulasi A
Jumlah ke-
lahiran sela-
ma période
Yang tahan kelompok
Kelom- hidup (dari Laiu ferti usia yang
pok seiumlah Utas (per Kelahiran bersang-
usia 1000 orang) 1000 orang) per tahun kutan

15—19 695 43 30 150


20—24 670 252 169 845
25—29 639 337 215 1 075
30—34 605 231 140 700
35—39 571 139 79 395
40—45 536 61 33 165
45—49 502 10 5 25
Total 3 355

1. Lihat halaman 55 - 56 - 57

71
berapa data mortalitas dan fcrtilitas pada suatu kelompok
penduduk. Ini merupakan langkah pertama dalam mengkal-
kulasikan laju reproduksi.
Pada kasus ini hanya tersedia kelompok usia lima tahunan.
Jumlah yang tahan hidup dalam setiap kelompok usia adalah
ekivalen dengan jumlah yang tahan hidup pada usia rata-
rata dari kelompok (usia 17 tahun dari kelompok usia 15 —
19 tahun, usia 22 tahun dari kelompok usia 20 — 24 tahun,
dan seterusnya). Dengan jalan mengalikan jumlah yang hi-
dup dengan laju fertilitas, kita memperoleh jumlah kelahiran
tahunan. Namun karena setiap orang perempuan men-"jalani"
période 5 tahun dalam setiap kelompok usia, kelahiran ini
haruslah dikalikan dengan 5. Dengan jalan menjumlahkan
semua kelahiran, kita memperoleh jumlah seluruhnya 3.355
orang. Dengan mengingat kelahiran perempuan rata-rata
adalah 488 orang dari setiap 1.000 kelahiran ! ), maka laju
reproduksi bersih adalah 3.355 x 0,488 = 1.637 orang anak
perempuan. Karena laju reproduksi bersih lebih tinggi dari 1,
maka dapat diambii kesimpulan bahwa generasi penerus lebih
banyak jumlahnya daripada generasi pendahulunya, dan ka-
rena itu bahwa penduduk mempunyai trend atau berkecen-
derungan untuk meningkat.
Dalam menelaah trend hari depan suatu kelompok pen-
duduk, laju reproduksi bersih lebih baik daripada laju per-
tumbuhan alamiah kotor, karena yang terakhir tidak lain ha-
nya menggambarkan selisih an tara kelahiran dan kematian.
Dalam suatu période menurunnya laju kelahiran, kecende-
rungan menurun ini dapat saja terselubungi oleh suatu laju
kematian yang menurun juga, dengan hasil bahwa selisih
antara kelahiran dan kematian akan tetap positif. Namun,
menurunnya laju kelahiran dapat mencapai tingkat yang se-
demildan rendahnya sehingga terdapat keadaan generasi yang
bersangkutan tidak dapat mengganti dirinya. Penduduk men-
jadi bertambah tua (suatu peningkatan pada proporsi pen-
duduk usia tua) dan setelah suatu masa tertentu ia akan me-
nurun (penurunan dalam jumlah seluruhnya).

1. Lihat halaman 70.

72
Ternyata yang mcnyebabkan laju rcproduksi bersih demi-
kian populer ialah karena fakta bahwa pernah ia menjadi
cara untuk menunjukkan bahaya pengurangan penduduk
(depopulation) Eropa Barat, walaupun terdapat selisih yang
positif antara laju kelahiran dan kematian. Dalam pada itu,
haruslah senantíasa diperhatikan bahwa laju reproduksi be-
tapa pun cermatnya tetap merupakan laju yang berlaku pada
suatu saat dan hanya mempunyai bobot apabila kondisi dc-
mbgrafik dalam keadaan stabil. la harus digunakan secara
berhati-hati apabila terdapat suatu perubahan yang cepat
dalam kondisi demografik.
Sungguhpun demikian, para perencana pendidikan tidak
perlu tahu secara pasti apakah suatu generasi mampu untuk
menggantikan generasi sebelumnya. Tetapi yang harus dila-
kukannya ialah mampu untuk meramalkan trend penduduk
usia sekolah dalam tahun-tahun yang akan datang. Pada ke-
sempatan berikut ini akan ditunjukkan, bahwa peramalan
demikian dapat dilakukan dasar yang relatif pasti.

2. PENYIAPAN PROYEKSI KEPENDUDUKAN


Terdapat dua alasan pokok untuk menyusun suatu proyeksi
kependudukan. Yang pertama, ialah alasan ilmiah murni yang
mengantarkan kita untuk mencoba menjawab, misalnya, per-
tanyaan trend dan struktur kependudukan apa yang akan di-
peroleh apabila terdapat kondisi demografik yang demikian
dan demikian. Dengan cara ini, misalnya, kita dapat mencoba
untuk mengetahui konsekuensi pada suatu kelompok pendu-
duk yang akan mengalami suatu penurunan bertahap akan
mortalitas bayi dalam 20 tahun mendatang. Proyeksi jenis
demikian kadang kala dinamakan juga proyeksi kondisional.
Ia menggambarkan apa yang akan terjadi apabila kondisi
demikian dan demikian terlaksana. Jelaslah bahwa ia bukan
bermaksud menetapkan situasi sebenamya yang akan terjadi
di kemudian hari, dan karena itu, peramalan demikian tidak
akan menyalahi sesuatu pun ! Sungguhpun demikian, ia dapat
sangat berguna dan juga sangat instruktif karena merupakan
suatu cara untuk mengetahui konsekuensi tidak langsung
perubahan kependudukan tertentu yang mungkin terjadi.

73
Alasan kedua memberikan manfaat praktis yang Iebih besar.
Dalam kasus ini, dilakukan usaha yang benar-benar untuk
meramalkan trend kependudukan di kemudian hari. Dengan
berpijak pada situasi dewasa ini, khususnya struktur kepen-
dudukan menurut jenis kelamin dan usia serta tingkat seka-
rang dalam mortalitas dan fertilitas, tujuan utamanya ialah
memproyeksikan karakteristik ini di hari depan. Hal ini akan
mengantarkan kita pada estimasi dari laju proyektif. Dengan
menggunakan laju proyektif ini, mungkinlah untuk mengkal-
kulasikan jumlah yang tahan hidup dan kemudian membu-
latkan gambaran dengan menyusun peramalan dari proyeksi
kelahiran.

a. Mengkalfculasikan yang tahan hidup


Kalkulasi dari yang tahan hidup merupakan salah satu faktor
yang paling aman dalam memproyeksikan penduduk. Kalku-
lasi ini berkenaan dengan sejumlah kohort yang benar-benar
telah ada. Satu-satunya asumsi ialah yang mengenai mortali-
tas. Apabila laju kematian pada usia dini (0 — 4 tahun)
dikecualikan, maka laju kematian pada usia muda (5 — 30
tahun) adalah rendah dan risiko kesalahan akan tidak demi-
kian tinggi. Berdasarkan itu, maka peramalan pendaftaran
masuk sekolah dalam jangka pendek dan proyeksi penduduk
produktif akan mencapai suatu tingkat yang relatif tepat.
Sepanjang mengenai mortalitas, telah ditunjukkan perbe-
daan antara laju mortalitas dan laju kematian. Namun jelas
bahwa daripada kita memperhitungkan jumlah lebih baik
kita menggunakan jumlah yang tahan hidup, yang memung-
kinkan dikalkulasikannya, misalnya, proporsi individu-individu
dari suatu kohort pada usia tertentu yang masih hidup setahun
kemudian. Hasil inilah yang terkena di bawah nama laju
tahan hidup (survival rate).
Apabila sejumlah 2.100 orang anak-anak mati sebelum
mencapai usia 1 tahun dari antara 420.000 orang anak-anak
dari sebuah kohort, maka laju tahan hidup antara usia 0
sampai 1 tahun adalah ekivalen dengan
420.000 — 2.100 nnnc
= 0.995
420.000
74
Dalam pada itu, daripada kita memperhitungkan laju tahan
hidup menurut usia tertentu, kita dapat pula menghitung laju
tahan hidup dari sebuah kelompok usia. Misalnya, kita dapat
menetapkan proporsi anak-anak dari kelompok usia 0 — 4
tahun kemudian akan merupakan kelompok usia 5 — 9
tahun.
Dengan dasar laju tahan hidup sekarang ini dan trend
mortalitas yang mungkin berlangsung di hari depan dekat,
kita dapat mengadakan estimasi dari laju tahan hidup pro-
yektif (projektive survival rates). Karena tingkat mortalitas
bagi laki-laki dan perempuan tidak sama, maka kita hams
mengkalkulasikan tolok ukur ini secara terpisah bagi masing-
masing jenis kelamin.
Dalam hubungan ini, model tabel hidup yang telah ter-
susun oleh pelayanan demografik Perserikatan Bangsa-Bang-
sa dapat dimanfaatkan lagi. Tabel-tabel ini mempunyai kele-
bihan karena ia menggambarkan tingkat mortalitas (yang
berkaitan dengan harapan hidup yang lebih meningkat pada
waktu lahir). Laju tahan hidup yang bersangkutan merupa-
kan lampiran pada tabel-tabel tersebut. Oleh karena itu, apa-
bila tidak terdapat cara lain untuk mengestimasikan proyeksi
laju tahan hidup dan walaupun demikian dapat diperkirakan

Tabel Kalkulasi B
Kelompok usia 1965 Laju. tahan hidup 1970
0—4 512 300 -> 0.900 -—\
b~9 452 100 0.969 '-» 461 070
10—14 377 400 0.970 438 085
15—19 333 000 0.957 366 078
20—24 296 000 0.948 318 681
25—29 259 000 0.944 280 608
30—34 229 000 0.937 244 496
35—39 222 000 0.926 214 573
40—44 199 800 0.908 205 572
45—49 170 200 0.885 181 418
50—54 118 400 0.854 150 627
55—59 143 600 0.811 101 114
60—64 74 000 0.751 84 020
65—69 51 800 _> 0.666 _ [ 55 574
70 et + 51 800.-» 0.520 _- I - * 61 435

75
akan adanya penurunan dalam mortalitas, maka laju tahan
hidup yang berkaitan dengan tingkat mortalitas yang agak
rendah sedikit dapat digunakan sebagai laju proyektif. Namun
dengan sendirinya, keadaan demikian hanya merupakan su-
atu estimasi pendahuluan yang sangat kasar.
Apabila laju proyektif telah ditetapkan, maka ia sudah cu-
kup untuk diterapkan pada angka-angka kependudukan se-
karang ini menurut berbagai usi a atau berbagai kelompok usia
guna memperoleh struktur usia di tahun-tahun yang akan
datang. Misalnya kita mengasumsikan struktur usia penduduk
laki-laki pada 1 Januari 1965 dan laju tahan hidup proyektif
adalah seperti yang dicantumkan pada Tabel Kalkulasi B.
Berdasarkan data ini, kita dengan mudah dapat mengestima-
sikan struktur usia penduduk laki-laki untuk tahun 1970. Tabel
ini memberikan data untuk proyeksi lima tahun, namun apa-
bila disediakan pula laju proyektif yang diperlukan ia dapat
digunakan untuk proyeksi période yang lebih panjang lagi.
Berkenaan dengan itu, dalam suatu proyeksi lima tahun
yang didasarkan pada perhitungan yang tahan hidup tidak
terdapat data perihal kelompok usia 0 — 4 tahun (karena
anak-anak dari kelompok usia ini belum dilahirkan). Dengan
pertimbangan yang sama, maka dalam proyeksi 10 tahun, ti-
dak akan terdapat pula kedua kelompok usia 0 — 4 tahun
dan 5 — 9 tahun, dan seterusnya. Oleh karena itu perlu me-
nyusun proyeksi kelahiran guna memperoleh tabel yang lebih
Iengkap.

b. Proyeksi kelahiran
Apabila kalkulasi yang tahan hidup disusun berdasarkan struk-
tur kependudukan sekarang ini menurut jenis kelamin dan
tingkat mortalitas, maka proyeksi kelahiran disusun berdasarkan
struktur usia bagian perempuan dari penduduk (khususnya
dari usia subur) dan tingkat fertilitas.
Dalam pada itu, haruslah diperhatikan bahwa laju mortalitas
pada usia muda adalah rendah (yang mengurangi kemung-
kinan kesalahan angka dalam mengestimasi yang tahan hidup),
sedangkan sebaliknya, laju fertilitas tidaklah rendah dan bah-
kan mempunyai efek langsung kepada jumlah kelahiran. De-

76
ngan demudan proyeksi kelahiran tidak metnberikan hasil yang
tepat sebagai dasar penghitungan yang tahan hidup 1 ). Hal
ini secara khusus akan nyata kebenarannya apabila terjadi
suatu variasi yang tiba-tiba tidak diperkirakan pada tingkat
fertilitas.
Dalam menyusun proyeksi kelahiran, kita harus mulai dengan
menghitung laju fertilitas proyektif. Hal ini bisa dilakukan de-
ngan mengambil data fertilitas yang berlaku dan menetapkan
asumsi-asumsi pcrihal trend di kemudian hari.
Langkah selanjutnya ialah mengadakan estimasi jumlah
orang perempuan yang terdapat di berbagai kohort. Misalnya,
kita mengasumsikan bahwa laju fertilitas proyektif menurut
usia dan jumlah orang perempuan di berbagai kohort adalah
sebagai yang tercantum dalam Tabel Kalkulasi C.

Tabel kalkulasi C

T a h u n kelahiran Jumlah pada Jumlah pada Laju fertilitas


kohort perempuan 1/1/65 1/1/70 proyektif,
1965—by (%„)

1950—54 400 800 387 173 145


1945—49 370 000 352 980 700
1940—44 340 400 321 338 1 055
1935—39 318 200 298 790 895
1930—34 296 000 276 464 680
1925—29 266 400 247 485 415
1920—24 222 000 204 240 155
1915—19 170 500 159 132 25
Pertama-tama kohort orang perempuan yang dilahirkan
antara 1945 dan 1949 (ialah mereka yang ada dalam kelom-
pok usia 15 — 19 tahun pada 1 Januari 1965) yang akan
ditinjau. Pada tanggal itu jumlah mereka adalah 370.000
orang. Dalam pada itu, karena kematian jumlahnya pada 1
1. Kita perhatikan Tabel B yang menjelaskan pokok ini. Laju tahan
hidup dari kelompok usia 5 — 9 tahun diasumsikan 0,969. Berdasarkan
itu, laju mortalitas kelompok usia tersebut adalah 0,031. Misalkan,
bahwa laju mortalitas itu telah diestimasikan terlampau rendah dengan
10 persen. Ini berarti bahwa laju sebenarnya adalah 0,034 dan jumlah
seluruh kematian dalam kelompok usia 5 — 9 tahun antara 1965 dan
1970 adalah 15.371 dan bukan 11.015. Dengan demikian jumlah yang
tahan hidup adalah 436.729 dan bukan 438.085, dan kesalahan relatif
yang dibuat dalam kalkulasi yang tahan hidup adalah

77
Januari 1970 menjadi 352.980 orang. Dengan demudan jum-
lah rata-rata orang perempuan selama période itu ialah
370.000 + 352.980 „„, _
= 361.490 orang

Di samping itu, tabel menunjukkan bahwa laju fertilitas


kohort ini adalah 700%o. Hasilnya dalam jumlah kelahiran
yang dapat diperkirakan selama période itu dari kohort ini
ialah
361.490x700 nennAn , .
— = 253.043 orang bayi.
7
1.000 *
Prosedur yang sama dapat diterapkan pada kohort-kohort
yang lain: perhitungan pada Tabel Kalkulasi D menunjukkan
hasil-hasilnya.
Tabel kalkulasi D

Jumlah Laju Jumlah


Jumlah rata-rata fertilitas kelahiran
kelahiran selama proyektif, yang di-
kohort Jumlah Jumlah période 1965-69 perkirakan
orang pada pada yang ber- (%o)
perempuan 1/1/65 1/1/70 sangkutan

1950—54 400 800 387 173 393 986 145 57 128


1945—49 370 000 352 980 361 490 700 253 043
1940—44 340 400 321 338 330 869 1 055 349 067
1935—39 318 200 298 790 308 495 895 276 103
1930—34 296 000 276 464 276 232 680 187 838
1925—29 266 400 247 485 266 942 415 110 781
1920—24 222 000 204 240 213 120 155 33 034
1915—19 170 500 159 132 164 816 25 4 120
Jumlah 1 271 114

438.085 — 436.729 356


or Hari ft 10L
438.085 438.085
Dengan kata lain, suatu kesalahan sebanyak 10% dalam meng-
estimasi lain mortalitas menyebabkan kesalahan yang hanya 0 , 1 %
dalam kalkulasi yang tahan hidup.
Sebaliknya, jelas bahwa kesalahan sebanyak 10% dalam laju
fertilitas akan menyebabkan suatu kesalahan sebanyak 10% pula
dalam proyeksi jumlah kelahiran.

78
Dengan telah diproyeksikannya angka kelahiran seluruhnya,
maka sekarang tinggal lagi menghitung jumlah anak laki-laki
dan perempuan. Dengan mengasumsikan bahwa rasio anak
laki-laki/perempuan adalah 105 : 100, jumlah anak laki-laki
adalah 650.810 orang dan jumlah anak perempuan 620.304
orang. Dalam pada itu, sejumlah tertentu dari antara bayi-bayi
itu akan mati sebelum 1 Januari 1970, sehingga untuk mem-
peroleh jumlah dalam kelompok usia 0 — 4 tahun pada 1
Januari 1970 angka-angka di atas harus dikalikan dengan laju
tahan hidup yang bersangkutan. Dengan dasar proyeksi kepen-
dudukan yang dapat tersusun dengan prosedur seperti diurai-
kan di atas, maka kita dapat memperkirakan jumlah pendaf-
taran masuk sekolah.

3. MENYUSUN PERAMALAN PENDAFTARAN


MASUK SEKOLAH
Ada dua tahap yang dapat dibedakan dalam menyusun
peramalan pendaftaran masuk sekolah di kemudian hari. Tu-
juan peramalan demikian antara lain adalah untuk memper-
kirakan biaya pendidikan dan merencanakan cara-cara pem-
biayaannya. Angka-angka yang menjadi pokok pembahasan
dalam hai ini ialah angka-angka yang bersifat menyeluruh
(over-all figures), dan inilah yang dinamakan peramalan
angka pendaftaran masuk sekolah pada skala nasional.
Namun, apabila permasalahannya adalah pelaksanaan
suatu rencana pendidikan, maka juga perlu diketahui bagai-
mana penyebaran pendaftaran masuk sekolah di berbagai dae-
rah dari seluruh negara. Dengan sendirinya hai ini akan me-
nyangkut pula peramalan pada skala lokal.

a. Skala nasional
Pertama-tama yang harus dilakukan dalam hai ini ialah
mengadakan perkiraan dalam penduduk usia sekolah. Proyek-
si kependudukan yang menunjukkan struktur usia di hari de-
pan, dengan mudah memberikan penyelesaian dalam hai ini.
Sebagai contoh, Gambar 8 menunjukkan kasus di Swedia.
Dengan dasar kelahiran yang telah terdaftar dan kelahiran
yang diperkirakan, suatu usaha dilakukan untuk mengadakan
estimasi dalam jumlah penduduk usia sekolah yang termasuk

79
DPP 9 (8)
1900 1910 1920 1930 1940 1950 1960 1970 1980
Angka kelahiran sebenarnya dan escimasi

1100 f-
A 1
1
1000
• - —

900

800
U I I I I I L_J
1950 60 70 80
Kclompok usia 7-15 700
:
/K.
LJ L J I L
1950 60 70 1950 60 70 80
Kclumpok usia 16-19 Kelompok usia 20-24

GAMBAR 8

trend dalam penduduk usia sekolah di Swedia


Sumber : OECD, Kebijakan dan Perencanaan Pendidikan di Swedia,
Paris, 1966, op. cit.

80
dalam wajib belajar (usia 7 — 15 tahun), sekolah lanjutan
tingkat atas (usia 16 — 19 tahun) dan perguruan tinggi
(usia 20 — 24 tahun).
Telah dilakukan tiga asumsi mengenai fertilitas, yang men-
jelaskan mengapa terdapat tiga buah kurva estimasi kelahiran.
Untuk estimasi-estimasi lainnya hanya diberikan asumsi rata-
rata. (Garis biasa pada grafik menunjukkan angka sebenar-
nya, sedangkan garis terputus-putus menunjukkan angka
angka proyeksi.)
Dengan sendirinya harus diperhitungkan pula adanya per-
pindahan atau migrasi internasional. Namun sebagaimana
telah dikemukakan di atas, karakteristik migrasi demikian ada-
lah terlampau khas untuk setiap negara dan untuk setiap
peristiwa guna dianalisis. Sehubungan dengan itu, haruslah
dikatakan bahwa pada umumnya gerakan migrasi demikian
mempunyai efek yang kecil sekali pada penduduk usia seko-
lah, kecuali mungkin pada tingkat perguruan tinggi. Seba-
liknya, ia mungkin mempunyai dampak yang lebih besar pada
penduduk yang ekonomis produktif.
Selama masa usia wajib belajar, peramalan angka-angka
pendaftaran masuk sekolah di suatu negara yang mempu-
nyai sistem eiektif dalam wajib belajar, kurang lebih ekivalen
dengan penduduk usia sekolah. Namun pada tingkat lain laju
pendaftaran mungkin berlainan.
Laju pendaftaran terakhir ini bergantung pada dua faktor
pokok: di satu pihak ia bergantung pada permintaan masya-
rakat (social demand, ialah keinginan dari pihak anak didik
dan orang tuanya), dan di pihak lain, kebijakan yang ditetap-
kan oleh pemerintah. Namun dalam kenyataannya, semua ini
tidaklah semudah seperti yang disebut di atas, Pemerintah
betapapun otokratiknya, mau tidak mau harus memperhi-
tungkan permintaan masyarakat dalam menentukan kebi-
jakannya. Sebaliknya, betapapun liberalnya sebuah pemerin-
tah ia tidak akan melepaskan usaha untuk mempengaruhi
permintaan masyarakat itu. Misalnya, di banyak negara di-
lakukan usaha untuk menitikberatkan bahan mendorong pen-
didikan teknik atau pengajaran dalam subjek ilmiah. Dengan
demikian, hasil kombinasi antara dua faktorlah — permintaan

81
masyarakat dan kebijakaii pemerintah — yang menentukan
tingkat laju pendaftaran pendidikan.
Di negara yang mengadakan usaha untuk memenuhi per-
mintaan masyarakat, trend dari permintaan itu di hari depan
haruslah diestimasikan. Dalam hai ini penelaahan trend di
masa lalu sering kali memberikan pandangan yang membuka
pikiran; berdasarkan laju-laju di masa lalu itu, maka dapat
disusun tingkat yang mungkin akan tercapai di hari depan. 1 )

Sehubungan dengan itu, apabila pengembangan pendidikan


ditetapkan sebagai tugas prioritas, atau dengan kata lain,
dilakukan usaha untuk memperlancar pengembangannya sam-
pai jangkauan yang sebesar-besarnya (dengan demikian juga
menanggapi bahkan mendorong permintaan masyarakat),
maka laju pendaftaran masuk sekolah akan merupakan suatu
sasaran yang harus dapat dicapai. Misalnya, mungkin telah
ditetapkan bahwa laju pendaftaran masuk sekolah harus di-
tingkatkan secara bertahap supaya dalam 20 tahun sudah
mencapai tingkat belajar. Sudan jelas, bahwa haruslah senan-
tiasa diingat akan implikasi biaya dari penetapan sasaran
demikian guna mencegah pengembangan pendidikan akan
melampaui kemampuan keuangan negara.
Apabila penduduk usia sekolah di hari depan telah diketahui
— berdasarkan proyeksi-proyeksi kependudukan —, dan apa-
bila sedapat-dapatnya laju pendaftaran masuk sekolah pada
berbagai tingkat telah diperkirakan, maka akan sangat mudah
untuk membuat peramalan dalam jumlah anak didik. Na-
mun, seperti telah dikemukakan terlebih dulu, untuk pelak-
sanaan suatu rencana pendidikan tidaklah cukup dengan ha-
nya peramalan angka menyeluruh bagi sebuah negara. Perlu
juga diketahui, bagaimana penyebarannya di seluruh negara.
Dengan demikian, setelah membuat peramalan pada skala
nasional maka perlu juga menyusun peramalan sejenis pada
skala lokal.

1. Di tahun-tahun terakhir ini permintaan masyarakat akan pendidikan,


pada umumnya telah meningkat secara deras sekali dan peramalan
angka-angka anak didik di banyak negara sering kali ternyata terlam-
pau rendah.

82
b. Skala lokal
Pada skala lokal akan timbul serangkaian masalah. Pertama-
tama, laju pendaftaran masuk sekolah dapat berbeda dari
satu daerah ke daerah lain. Sebagaimana telah dikemukakan
dalam hubungan dcngan lokasi sekolah, terserah kepada ke-
putusan pejabat-pejabat pemerintah apakah perbedaan-per-
bedaan yang ada itu akan dikurangi atau sebaliknya, pendi-
didikan dikembangkan lebih lanjut di daerah-daerah yang
terdapat permintaan yang paling besar. Ini merupakan suatu
masalah yang tambah dipersukar dengan kenyataan, bahwa
keputusan yang satu mempunyai implikasi keuangan yang
sangat lain daripada keputusan alternatifnya.
Perpindahan penduduk dalam negeri pun harus diperhi-
tungkan pula. Apabila migrasi internasional pada umumnya
mempunyai dampak yang sedikit pada penduduk usia seko-
lah, gerakan perpindahan dalam negeri yang sering kali me-
liputi jumlah yang besar, dapat mempunyai dampak yang
besar. Peningkatan penduduk di kota-kota besar dan kecil
disebabkan baik oleh perpindahan penduduk maupun oleh
pertumbuhan penduduk secara alamiah. Sangat disayangkan
bahwa pada umumnya perpindahan penduduk semacam ini
tidak tercatat secara baik, dan biasanya tidak terdapat data
yang tepat baik mengenai asal maupun usia penduduk yang
pindah. Bahkan jumlah seluruh perpindahan ini pun hanya
sewaktu-waktu dikalkulasikan, khususnya pada waktu dilaku-
kan sensus. Dengan demikian dapatlah difahami bahwa suatu
peramalan dalam perpindahan penduduk di dalam negeri
hanya sekedar suatu pendekatan saja.
Ada tiga jenis perpindahan penduduk dalam negeri.
1. Gerakan perpindahan dari suatu bagian negara ke bagian
lain.
2. Gerakan perpindahan dari daerah pedesaan ke daerah
perkotaan dibagian negara yang sama.
3. Gerakan perpindahan dari pusat daerah perkotaan ke
daerah pinggiran kota (suburbs).
Gerakan perpindahan dari pusat-pusat perkotaan ke daerah
pinggiran kota merupakan suatu ciri khas dari negara-negara
maju. Namun gerakan perpindahan dari daerah pedesaan

83
kc kota-kota besar dan kecil — atau urbanisasi (urbanization)
— sekarang menj adi ciri semua negara, baik yang telah maju
maupun yang sedang berkembang, dan gerakan inilah yang
mempunyai dampak terbesar pada pengembangan pendi-
dikan. Sebagai suatu gambaran Tabel 17 menunjukkan
trend yang terdapat di Sovyet Uni dari tahun 1950 sampai
dengan tahun 1960 dalam jumlah anak didik dan pengajar
di sekolah-sekolah dasar dan lanjutan di daerah-daerah pe-
desaan dan perkotaan.

Tabel 17. Jumlah anak didik dan pengajar, serta pembebanan gaji
pengajar, di sekolah-sekolah dasar dan lanjutan di daerah
perkotaan dan pedesaan di Sovyet U n i 1950—1960

Pembebanan gaji
per anak didik
dalam rouble
Anak didik Pengajar dengan nilai
(dalam ribuan) (dalam ribuan) yang berlaku
Daerah Daerah Daerah Daerah Daerah Daerah
Tahun perkotaan pedesaan perkotaan pedesaan perkotaan pedesaan

1950 11 700 21 600 456 977 401 484


1951 11 800 20 600 483 1 012 443 543
1952 11 700 19 100 512 1 019 480 608
1953 12 100 18 000 545 1 032 490 652
1954 12 300 17 200 573 1 047 506 681
1955 12 200 16 100 599 1 056 527 714
1956 12 400 15 800 622 1 106 511 714
1957 13 000 15 700 668 1 134 516 737
1958 13 760 15 900 689 1 124 517 735
1959 14 600 16 400 724 1 132 507 719
1960 16 100 17 300 754 1 178 495 707

Sumber : Harold Julius Noah, Financing Schools in the Soviet Union


(Pembiayaan sekolah di Sovyet U n i ) , dikutip oleh F . Edding
dalam Methods of Analysing Educational Outly (Metode untuk
Menganalisis Pembebanan Pendidikan), Paris, him. 24 dan 27.

Apa yang digambarkan oleh tabel tersebut ialah pening-


katan yang deras dalam jumlah anak didik di sekolah-sekolah
di daerah perkotaan (dari sejumlah 11,7 menjadi 16,1 juta
orang •— suatu peningkatan tahunan sebesar 3,25%), yang
seimbang dengan suatu penurunan dalam jumlah anak didik
di sekolah-sekolah daerah pedesaan. Hasilnya praktis tidak
terdapat suatu perubahan dalam jumlah seluruh anak didik

84
pada sekolah-sekolah dasar dan lanjutan di Sovyet Uni selama
période 11 tahun itu. Namun jumlah pengajar telah mening-
kat baik di sekolah-sekolah perkotaan (yang dapat diperki-
rakan) maupun di sekolah-sekolah pedesaan, yang secara
implisit menunjukkan jumlah anak didik yang lebih kecil per
kelas di daerah-daerah pedesaan yang disebabkan oleh pengu-
rangan penduduk (depopulation). Rasio anak didik/pengajar
di daerah pedesaan adalah 14 : 1, sedangkan di daerah per-
kotaan rasio ini adalah 21: 1. Dapatlah difahami bahwa de-
ngan demikian biaya pengajar per anak didik di daerah pe-
desaan sangat tinggi bila dibandingkan dengan pengajar di
daerah perkotaan (dalam tahun 1960 biaya ini adalah 707
rouble berbanding 495 rouble).
Mengingat faktor-faktor yang mempengaruhi perpindahan
penduduk dalam negeri sebagian besar terletak di tingkat
lokal — daya tarik kota-kota besar dan kecil pada daerah
lingkungannya, arus orang ke daerah-daerah yang pemba-
ngunannya lebih cepat, dan sebagainya — maka yang lebih
banyak mengetahuinya adalah pejabat-pejabat pemerintah
daerah. Mereka jugalah yang paling mengetahui perihal ma-
salah-masalah pendidikan daerahnya, tingkat pendaftaran ma~
suk sekolah di daerahnya, dan sebagainya. Berdasarkan itu
maka merekalah dalam kedudukan yang terbaik untuk mem-
berikan ramalan mengenai jumlah anak didik di kemudian
hari pada skala lokal. Banyak kesalahan akan dapat dihindari
apabila para pejabat pemerintah lokal diikutsertakan serapat-
rapatnya dalam penyusunan rencana pendidikan.

85
KESIMPULAN

Dalam buku kecil ini kami telah berusaha menunjukkan dam-


pak yang mungkin ditimbulkan faktor demografik pada pe-
ngembangan pendidikan. Kami telah berusaha pula untuk
gambaran, bagaimana menggunakan data kependudukan da-
lam mempersiapkan rencana pendidikan. Kami percaya ka-
dang kala para pembaca memperoleh perasaan, bahwa pokok-
pokok tertentu hanya mendapat pembahasan sepintas lalu
saja. Namun bukanlah menjadi tujuan buku kecil ini untuk
mengadakan análisis berbagai teknik demografik. Teknik-
teknik demografik ini hanya dibahas sampai batas yang di-
perlukan untuk memberikan gambaran cara data kependu-
dukan disusun, asumsi-asumsi yang kadang kala perlu dibuat
karena tidak adanya data yang cukup terperinci, dan penyu-
aian-penyuaian (adjustments) yang harus dilakukan guna
mengadakan koreksi pada kesalahan-kesalahan yang jelas ter-
buat.
Di negara-negara yang statistiknya dapat dipercayai, sensus
khususnya negara-negara berkembang, data yang demikian
tidak dilaksanakan secara berkala dan secermat-cermatnya,
kelompok-kelompok pelaksana Statistik bekerja secara efisicn,
dan data kependudukan tersedia dengan ketepatan yang sa-
ngat tinggi. Setiap peramalan kependudukan atau proyeksi
yang didasarkan atas data demikian mempunyai kemungkinan
besar untuk menjadi suatu peramalan atau proyeksi yang sa-
ngat baik — sungguhpun masih saja ada kemungkinan ke-
salahan dengan terjadinya perubahan yang tiba-tiba dalam

86
perilaku penduduk. Di negara-negara lain, senantiasa tersedia
dan Statistik yang ada haruslah digunakan dengan sangat hati-
hati.
Namun bagaimanapun, data kependudukan sangat penting
bagi perencana pendidikan. Tiada suatu perencanaan yang
efesien dapat disusun tanpa selalu merujuk pada keadaan
demografik negara pada saat sekarang dan di kemudian hari.
Apabila keadaan itu diketahui hanya sampai pada suatu ting-
kat tertentu, maka dalam menentukan sasaran-sasaran pen-
didikan, penting sekali untuk membuatnya cukup fleksibel,
sehingga akan memungkinkan guna mengadakan penyuaian-
penyuaian di dalamnya apabila di kemudian hari diperoleh
data yang lebih tepat.

87
Í.AMPIRAN

PEMBAGIAN K E L O M P O K USÍA LIMA T A H U N A N


MENJADI K E L O M P O K USÍA SETAHUNAN:
PENGGANDA SPRAGUE

Pada prinsipnya metode Sprague dalam mengadakan inter-


polasi tidak hanya didasarkan pada jumlah di dalam kelom-
pok usia yang sedang menjadi pokok pembahasan saja, na-
mun juga pada jumlah kedua kelompok usia yang mendahului
dan juga kedua kelompok usia yang berikutnya. Mengingat
bahwa metode ini mengendalikan pengetahuan akan jumlah
dalam kedua kelompok usia yang mendahuluinya dan juga
jumlah dalam kedua kelompok usia yang berikutnya, ia tidak
dapat diterapkan pada kelompok usia yang sangat muda (0
— 4 tahun dan 5 — 9 tahun) atau pada kelompok usia yang
sangat lanjut (70 — 74 tahun dan lebih dan 75 tahun).
Inilah yang menjadi alasan mengapa interpolasi dari kelom-
pok usia 0 — 4 tahun disusun berdasarkan jumlah dalam tiga
kelompok usia yang berikutnya, dan interpolasi dari kelom-
pok usia 5 — 9 tahun dilakukan atas dasar satu kelompok
usia yang mendahuluinya dan dua kelompok usia yang ber-
ikutnya. Prosedur yang sama diterapkan pula pada kelompok
usia yang sangat lanjut, ialah interpolasi dari kelompok usia
70 — 74 tahun didasarkan pada jumlah dalam kedua kelom-
pok usia yang mendahuluinya dan pada jumlah dalam satu
kelompok usia yang berikutnya, sedangkan interpolasi dari ke-
lompok usia yang lebih lanjut 75 tahun didasarkan pada jum-
lah dalam ketiga kelompok usia yang mendahuluinya.

88
Dengan metode Sprague telah tersusun tabel-tabel koefisien
yang dikatakan di atas, beberapa tabel diperlukan: tabel
pertarna untuk kelompok usia 0 — 4 tahun, memungkinkan
interpolasi dati jumlah di dalam ketiga kelompok usia berikut-
nya; tabel kedua untuk kelompok 5 -— 9 tahun, yang me-
mungkinkan interpolasi dari jumlah dalam satu kelompok
usia yang mendahului dan dari jumlah dalam kedua kelom-
pok usia yang berikutnya; dan sebuah tabel peralihan, yang
dapat digunakan untuk kelompok-kelompok usia yang ber-
urutan berikutnya, karena dalam setiap kasus jumlah-jumlah
dalam dua kelompok usia yang mendahului dan dua kelom-
pok usia yang berikutnya telah diketahui. Dengan sendirinya
masih diperlukan lagi dua tabel koefisien baru yang sesuai
dengan kelompok-kelompok usia yang sangat lanjut.
Seorang perencana pendidikan secara khusus akan memer-
lukan sekali kedua tabel pertarna dan tabel peralihan. Ketiga
tabel tersebut dicantumkan di bawah ini.
Apabila F adaiah jumlah dalam kelompok usia yang men-
jadi pokok pembahasan, maka F F dan F adalah
jumlah-jumlah dalam kelompok usia yang berikutnya atau
yang menyusulnya. Selanjutnya, E dan F adalah
jumlah-jumlah dalam kedua kelompok usia yang mendahu-
luinya, dan kemudian. apabila F , F , F , F dan F ada-
3. D C Cl G

lah melambangkan tahun pertama, tahun kedua, tahun ke-


tiga, tahun keempat dan tahun kelima dari kelompok usia,
maka tabel pengganda Sprague dapat disajikan dalam bentuk
sebagai berikut.

89
Pengganda Sprague
label

Tabel pectina
F. + 0.3616 - 0.2768 + 0.14S8 - 0.0336
+ 0.2Ü40 - 0.0960 + 0.0400 - 0.0080
$ + 0.H4Q + 0.0400 -0.0320 + 0.0080
+ 0.1200 + 0.1360 -0.0720 + 0.0160

í
Tabe! kedua
F + 0-0336
+

+
0.0704

0.2272
+ 0.1968

- 0.0752
-Ü.0848

+ 0.0144
+ 0.0176

+ 0.0080 + 0.2320 -0.0480 + 0.0080


? -0.0080
-0.0160
+
+
0.2160
0.1840
- 0.0080
+ 0.040Ó
+ 0.0000
-0.0080
-0.0176 + 0.1408 + 0.0912 -0.0144
e
l a b e l peralihan
Ho -0.0l.28 + 0.0848 + 0.1504 - 0.02-.0 + 0.0016
I?0 -(Ui')16 + 0.0144 + n.:i24 - 0.0416 + 0X064
+ 0.0064 - 0 031Ú + U.2544 - 0.0336 + n.0054
+ 0.u(J64 -0.0416 + 0.2224 + 0.0144 -0.0016
ci + 0.1504 + 0.0848 -0.0128
1 + 0.0016 -0.0240
e

Sekedar contoh, berikut ini dijelaskan prosedur dalam


mengestimasi jumlah anak-anak berusia 6, 7, 8, 9, 10 dan 11
tahun apabila jumlah individu dalam kelompok-kelompok
usia 0 — 4 tahun, 5 — 9 tahun, 10 — 14 tahun, 15 — 19
tahun dan 20 — 24 tahun telah diketahui.

Angka-angka yang telah diketahui adalah sebagai berikut


Kelompok usia 0 — 4 tahun 161.300 orang
Kelompok usia 5 — 9 tahun 139.515 orang
Kelompok usia 10 — 14 tahun 71.225 orang
Kelompok usia 15 — 19 tahun 47.300 orang
Kelompok usia 20 — 24 tahun 38.820 orang

Sebagaimana telah diuraikan di atas, untuk melakukan


interpolasi kelompok usia 5 — 9 tahun kita akan menggunakan
tabel kedua dari pengganda Sprague, sedangkan tabel per-
alihan akan digunakan untuk kelompok usia 10 — 14 tahun
(atau kelompok usia selanjutnya).

90
Jumlah usía 6 tahun, misalnya, dapat ditelurusi pada baris
F b pada tabel kedua di atas. Dengan demikian kita akan
memperoleh :
Jumlah yang berusia 6 tahun = 0,0080 F + 0,2320 F
—0,0480 F + 0,0080 F + 2
= (0,0080 x 161,300) +
(0,2320 x 139.515)
—(0,0480x71.225) +
(0,0080x47,300)
= 1.290 + 32.367-3.419 +378
= 30.616 orang
Estimasi jumlah anak-anak berusia 6, 7, 8 dan 9 tahun.

dikalikan dikalikan dikalikan dikalikan


dengan dengan dengan dengan
koefisien koefisien koefisien koefisien
yang ber- yang ber- yang ber- yang ber-
Usia sangkutan sangkutan sangkutan sangkutan Jumlah

D +1 290 + 32 367 —3 419 + 378 30 616


7 —1 290 + 30 135 — 570 0 28 275
is —2 581 + 25 671 +2 849 —378 25 561
9 —2 839 + 19 644 +6 496 —681 22 620

Estimasi jumlah anak-anak berusia 10 d a n 11 tahun

161300 139515 71225 47300 38820


dikalikan dikalikan dikalikan dikalikan dikalikan
dengan dengan dengan dengan dengan
koefisien koefisien koefisien koefisien koefisien
yang ber- yang ber- yang ber- yang ber- yang ber-
Usia sangkutan sangkutan sangkutan sangkutan sangkutan Jumlah

10 —2065 +11831 +10712 —1135 + 62 19405


11 — 258 + 2009 + 1 5 8 4 0 —1968 +248 15871

yi
SARAN-SARAN KEPUSTAKAAN LANJUTAN

I. Umum

Ng, L.K.Y. The population crisis (krisis kependudukan).


Bloomington, Indiana, Indiana University Press, 1965

Thompson, W.S.; Lewis, D.T. Population problems (Masalah


kependudukan). New York, London, McGraw-Hill, 1965.

II. Sensus
United Nations. Handbook of population sensus methods
(Buku pegangan metode sensus penduduk). New York.
(Studies in methods, S T / S T A T / S e r . F / 5 / R e v . l )
Vol. 1 General aspects of a population census (Aspek-
aspek umum sensus penduduk). 1958.
Vol. 2 Economic characteristics of the population (Ka-
rakteristik-karakteristik ekonomis penduduk ).
1958.
Vol. 3 Demographic and social characteristics of the
population (Karakteristik-karakteristik demogra-
fik dan sosial penduduk). 1959.

III. Metode estimasi

United Nations. Manuals on methods of estimating population


(Buku petunjuk perihal metode mengestimasi penduduk).
New York. (Population studies).

92
Vol. 1 Methods of estimating total population for cur-
rent dates (Metode mengestimasi penduduk guna
memperoleh data mutakhir yang berlaku). 1952.
(ST/SOA/Series A/10)

Vol. 2 Methods of appraisal of quality of basic data for


population estimates (Metode pendidikan kualitas
data dasar bagi estimasi penduduk). 1955. (ST/
SOA/Series A/23)

Vol. 3 Methods for population projections by sex and


age (Metode proyeksi kependudukan menurut
jenis kelamin dan usia). 1956. (ST/SOA/Series
A/25)

Vol. 4 Methods of estimating demographic measures


from incomplete data (Metode mengestimasi tin-
dakan demografik dari data yang tidak lengkap).
1967 (ST/SOA/Series A/42)

Liu, B.A. Estimating future school enrolment in developing


countries: a manual of methodology (Mengesti-
masi pendaftaran masuk sekolah di negara-negara
berkembang: sebuah buku petunjuk perihal me-
todologi). New York, Unesco/United Nations,
1966. (Statistical reports and studies) (Also in
United Nations Population studies. 1966) (ST/
SOA/Series A/40)

93
Bhr 2Ö-1-84

Anda mungkin juga menyukai