Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Klimakterium merupakan masa yang bermula dari akhir tahap
reproduksi, berakhir pada awal senium dan terjadi pada wanita berumur 40-65
tahun. Masa ini ditandai dengan berbagai macam keluhan endokrinologis dan
vegetatif. Secara endokrinologis, masa klimakterium ditandai oleh turunnya
kadar estrogen dan meningkatnya pengeluaran gonadotropin. Kekurangan
hormon estrogen ini menyebabkan menurunnya berbagai fungsi degeneratif
ataupun endokrinologik dari ovarium yang menimbulkan rasa cemas pada
sebagian besar wanita. Keluhan-keluhan pada masa ini disebabkan oleh
sindroma klimaterik. Sindroma ini dialami oleh seluruh penduduk dunia.
Tercatat di Eropa sekitar 70-80 %, Amerika sekitar 60%, Malaysia sekitar 57
%, China 18 % dan di Jepang serta Indonesia sekitar 10 % (Fajri, 2005).
Wanita pada masa klimakterium akan mengalami berbagai macam
perubahan tertentu yang dapat menyebabkan gangguan baik ringan maupun
berat. Perubahan dan gangguan itu sifatnya berbeda-beda. Tahap awal
perubahan yang dialami oleh wanita masa klimakterium adalah menstruasi
tidak teratur dan sering terganggu. Periode ini disebut sebagai masa
pramenopause. Masa pramenopause sering pula diikuti dengan meningkatnya
aktifitas yang ditandai oleh gejala meningkatnya rangsangan seksual. Selain
perubahan fisik, juga dapat terjadi perubahan bersifat psikis (Proverawati &
Suliswati, 2010).
Gangguan psikis yang muncul pada masa klimakterium meliputi
mudah tersinggung, depresi, kelelahan, semangat berkurang, dan susah tidur.
Perubahan psikologis masa klimakterium pada setiap wanita tidak sama dan
sangat individual tergantung pada kehidupan psikologis emosional serta pada
pandangan sebelumnya terhadap masa klimakterium. Wanita dengan
keseimbangan psikologis emosional yang baik, berpengetahuan luas dan
dikelilingi keluarga yang harmonis, umumnya hanya mengalami sedikit

1
2

gangguan psikologis. Wanita yang memiliki anggapan salah akan diliputi


kecemasan yang berlebihan. Perasaan-perasaan yang demikian bila berlebihan
dapat menimbulkan gejala – gejala seperti susah tidur, mudah marah, gelisah
dan cemas (Proverawati & Suliswati, 2010).
Kecemasan terhadap sindrom klimakterium ini dapat dinyatakan
sebagai adanya perasaan terganggu dengan hadirnya berbagai macam gejala
yang menyertai kondisi masa klimakterium. Penelitian yang dilakukan oleh
Contesha dan Idrus (2010) menemukan bahwa gejala ansietas yang lebih berat
banyak ditemukan pada masa perimenopause (7,7%) dibandingkan dengan
masa klimakterium awal (5,8%) dan masa klimakterium akhir (1,9%). Gejala
ansietas yang lebih berat banyak ditemukan pada wanita yang memiliki
tingkat pendidikan rendah, tidak bekerja, dan status ekonomi rendah.
Masa klimakterium yang diikuti dengan banyak gejala penyerta
berpengaruh terhadap upaya penyesuaian diri. Hurlock (dalam Putri, 2012)
menyatakan bahwa penyesuaian diri yang paling sulit dilakukan pada usia
dewasa madya adalah adanya perubahan fungsi seksual yaitu menopause pada
wanita. Seseorang akan dikatakan memiliki penerimaan diri yang baik, ketika
mereka sudah dapat memahami dan menerima segala kelebihan serta
kekurangan yang dimilikinya.
Perubahan-perubahan inilah yang membuat munculnya sikap negatif
terhadap menopause karena wanita khawatir tentang menopause dan
beranggapan akan kehilangan daya tarik serta khawatir orang-orang yang
dicintainya akan meninggalkannya. Sampai sejauh ini penyesuaian diri yang
paling sulit dilakukan pada usia dewasa madya adalah adanya perubahan
fungsi seksual yaitu menopause pada wanita. Seseorang akan dikatakan
memiliki penerimaan diri yang baik, ketika mereka sudah dapat memahami
dan menerima segala kelebihan serta kekurangan yang dimilikinya (Putri,
2012).
Penelitian yang dilakukan oleh Putri (2012) menemukan bahwa wanita
pada fase perimenopause sejumlah 41 orang (68,33%) yang mengalami
depresi pada masa perimenopause baik dengan nilai sedang maupun tinggi.
3

Berdasarkan hasil analisis data penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan


negatif antara penerimaan diri dengan depresi pada wanita perimenopause.
Berdasarkan data Riskesdas (2010) jumlah wanita Indonesia yang mengalami
masa menjelang menopause atau disebut sebagai masa klimakterium
mencapai 2,9% dari keseluruhan jumlah wanita Indonesia. Jawa Tengah
sendiri ditemukan jumlah wanita yang berusia menjelang menopause
sebanyak 3,2% (Riskesdas, 2010).
Studi pendahuluan di Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti
Kabupaten Pati ditemukan wanita yang berada dalam masa klimakterium
sebanyak 861. Hasil wawancara dengan 10 orang ibu yang memasuki masa
klimakterium 7 orang menyatakan bahwa dirinya mengalami kecemasan pada
saat menghadapi masa klimakterium. Rasa cemas ini lebih banyak disebabkan
karena kekurangsiapan dalam menerima keadaan yang terjadi pada dirinya.
Sementara tiga orang menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang lumrah
yang akan dialami oleh setiap perempuan. Jadi ia menyerahkan segala
sesuatunya kepada Tuhan. Kecemasan-kecemasan yang terjadi pada ketujuh
perempuan tadi terjadi karena adanya perubahan-perubahan fisik dan berbagai
gejala yang dirasakan namun tidak tahu bagaimana harus menghadapi
perubahan tersebut yang berupa perubahan-perubahan fisik dan gejala-gejala
yang menyertai masa klimakterium, termasuk rasa cemas terhadap perubahan
sikap suami apabila dirinya telah mengalami klimakterium.

B. Perumusan Masalah
Munculnya berbagai gejala yang menyertai masa klimakterium seperti
rasa pusing susah tidur, datang bulan tidak teratur oleh wanita yang tinggal di
Desa Dukuhseti dianggap sebagai suatu penyakit yang menakutkan.
Ketidaktahuan para wanita ini mengenai masa klimakterium yang diikuti
dengan gejala-gejala tadi menimbulkan kecemasan. Para wanita ini cemas
apabila gejala-gejala tersebut merupakan penyakit yang harus disembuhkan
karena mereka beranggapan bahwa jika tidak tertangani dengan baik dapat
berakibat fatal terhadap kesehatan dan keselamatan dirinya.
4

Berdasarkan fenomena tersebut maka permasalahan penelitian dapat di


rumuskan sebagai berikut : adakah hubungan penerimaan diri dengan tingkat
kecemasan menghadapi sindrom klimakterium pada ibu di RW III Desa
Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati?.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Mengetahui hubungan penerimaan diri dengan tingkat kecemasan
menghadapi sindrom klimakterium pada ibu di RW III Desa Dukuhseti
Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati.

2. Tujuan khusus
a. Mendeskripsikan penerimaan diri ibu klimakterium di RW III Desa
Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati
b. Mendeskripsikan kecemasan ibu menghadapi sndrom klimakterium di
RW III Desa Dukuhseti Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati.
c. Menganalisis hubungan penerimaan diri dengan tingkat kecemasan
menghadapi sindrom klimakterium pada ibu di RW III Desa Dukuhseti
Kecamatan Dukuhseti Kabupaten Pati.

D. Manfaat penelitian
1. Bagi Instansi Pendidikan
Memberi masukan secara konseptual terutama terkait dengan masalah
klimakterium pada ilmu keperawatan. Institusi pendidikan dapat
menerapkan materi yang berkaitan dengan penerimaan diri pada wanita
klimakterium
2. Bagi Profesi Keperawatan
Memberikan gambaran materi yang perlu diberikan dalam komunikasi
informasi dan edukasi (KIE) pada ibu dalam fase klimakterium. Profesi
keperawatan dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai salah satu
referensi dalam memberikan edukasi terhadap klien klimakterium.
5

3. Bagi Masyarakat
Menambah pemahaman ibu tentang sindrom klimakterium sehingga
diharapkan ibu lebih dapat menyesuaikan diri dan menerima masalah
tersebut menjadi satu hal yang biasa agar tidak terjadi kecemasan yang
berlebihan.

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Judul Peneliti Metode Hasil
Hubungan beratnya Trisna Jurianty Studi Gejala ansietas yang lebih berat
gejala ansietas Chontessa & observasional banyak ditemukan pada masa
dengan masa Faisal Idrus dengan perimenopause (7,7%)
klimakterium wanita (2010) pendekatan dibandingkan dengan masa
di rumah sakit cross klimakterium awal (5,8%) dan
pendidikan Makasar sectional masa klimakterium akhir
(1,9%). Selain itu terdapat pula
hubungan yang bermakna
antara ansietas dan
karakteristik sampel. Gejala
ansietas yang lebih berat
banyak
ditemukan pada wanita yang
memiliki tingkat pendidikan
rendah (p<0,01), tidak bekerja
(p<0,01), dan status
ekonomi rendah (p<0,01).
Tetapi tidak ditemukan
hubungan yang bermakna
antara ansietas dan status
perkawinan
(p>0,05).
Hubungan antara Arimbi Kaniasih Studi Penelitian ini dilakukan pada
penerimaan diri Putri (2012) korelasi wanita
dengan depresi pada yang berada pada rentang usia
wanita perimenopause, yaitu 45-51
perimenopause tahun yang berada pada fase
perimenopause sejumlah 41
orang yang mengalami depresi
pada masa perimenopause baik
dengan
nilai sedang maupun tinggi.
Berdasarkan hasil analisis data
penelitian diperoleh nilai r
sebesar -0.546
menunjukkan bahwa ada
hubungan negatif antara
penerimaan diri dengan depresi
pada wanita
perimenopause
6

Perbedaan penelitian ini dengan penelitan Chontessa & Idrus (2010)


adalah terletak pada variabel bebas yaitu tentang beratnya ansietas sementara
dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah penerimaan diri.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian putri (2012) terletak pada
variabel terikat yaitu depresi pada wanita klimakterium sementara dalam
penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah tingkat kecemasan
menghadapi sindrom klimakterium.

Anda mungkin juga menyukai