Anda di halaman 1dari 7

Hari ini diperingati sebagai Hari Hipertensi Sedunia.

Hari yang special tentunya bagi para


pengidap Hipertensi. Sebagai Hari Perenungan atau justru sebagai hari kebangkitan untuk tetap
mengendalikan dan bahkan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh si mahluk bernama
Hipertensi ini. Mahluk hipertensi yang saat ini tumbuh subur akibat pola hidup masyarakat yang
cenderung tidak sehat.

Hipertensi merupakan salah satu factor penting sebagai pemicu Penyakit Tidak Menular (Non
Communicable Disease = NCD) seperti Penyakit Jantung, Stroke dan lain-lain yang saat ini
menjadi momok penyebab kematian nomer wahid di dunia.

Hasil penelitian sporadis di 15 Kabupaten/ Kota di Indonesia, yang dilakukan oleh Felly PS, dkk
(2011-2012) dari Badan Litbangkes Kemkes, memberikan fenomena 17,7% kematian
disebabkan oleh Stroke dan 10,0% kematian disebabkan oleh Ischaemic Heart Disease. Dua
penyakit penyebab kematian teratas ini, soulmate factor nya adalah Hipertensi.
Fenomena menarik adalah tempat kematian yang penyebabnya 2 penyakit diatas. Kematian yang
disebabkan Stroke dan IHD lebih banyak di rumah dibandingkan di RS. Sejumlah 19,3 % (n=
24.745) kematian akibat Stroke terjadi Di Rumah dan 12% (n=24.745) kematian akibat IHD juga
terjadi di Rumah.
Mencermati fenomena yang ada di atas, dimana Trend penyakit dan penyebab kematian adalah
Stroke dan IHD, dan lokasi kejadiannya banyak di Rumah serta secara theoretical framework
Hipertensi merupakan Pemicu yang paling dekat, maka tidaklah berlebihan jika hipertensi
dijuluki sebagai The Silent Killer.

Lantas Bagaimana Situasi Hipertensi di Indonesia? Adakah dalam rumah tangga penderita
Hipertensi lebih dari 1 orang?

Hasil analisis data Riskesdas tahun 2007/2008 dengan unitaAnalisis Rumah Tangga,
menunjukkan gambaran bahwa HANYA 82,5% Rumah Tangga yang BEBAS Hipertensi. Hal ini
berarti jika di Indonesia ada sekitar 63.031.114 Rumah Tangga dengan 4 ART, maka terdapat
52.000.689 RT yang BEBAS Hipertensi dan masih terdapat 11.030.425 RT yang dibayang-
bayangi penyakit Hipertensi anggota keluarganya. Bahkan diantaranya terdapat 2 orang ART
yang mengidap penyakit Hipertensi dalam RT nya.
Bisa dibayangkan bila ke 2 orang ART dalam Rumah Tangga itu secara bersamaan terserang
Jantung atau Stroke akibat Hipertensi, betapa bingungnya ART yang lainnya.

Apabila dibandingkan dengan kondisi hasil Riskesdas 2013 (unit analisisnya Individu) maka
terlihat suatu kondisi yang cukup menggembirakan yaitu terjadinya penurunan prevalensi
Hipertensi dari 31,7% menjadi 25,8% secara nasional.

Penurunan yang cukup tajam terlihat di Provinsi Riau. Namun terdapat Provinsi yang dalam
keadaan Stagnant cenderung tidak berubah, yaitu: Provinsi Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi
Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah dan Jawa Barat.
Namun yang perlu mendapat pencermatan dan perhatian lebih dalam adalah adanya KETIDAK
SADARAN MASYARAKAT jika dirinya ternyata berkondisi Hipertensi. Hal ini bisa dilihat
dari proporsi hipertensi menurut Diagnose Nakes atau minum obat

dibandingkan dengan proporsi hipertensi setelah dilakukan pengukuran secara langsung dengan
tensimeter.
Sebagai contoh adalah Provinsi Bangka Belitung, dimana menurut wawancara 10% menyatakan
PERNAH DIDIAGNOSE OLEH NAKES atau SEDANG MINUM OBAT (D/O), akan tetapi
hasil PENGUKURAN LANGSUNG TEKANAN DARAH (Ukur) dengan Tensimeter
menunjukkan

30,9% masyarakatnya Hipertensi. Terdapat 20,9% masyarakat Provinsi Bangka Belitung yg


Kurang menyadari bahwa dirinya sewaktu-waktu bisa terjadi Stroke atau Gagal Jantung akibat
Hipertensinya. Demikian pula dengan Provinsi Jawa Tengah, terdapat sekitar (26,4 9,5 = 16,9%)
masyarakatnya yang Kurang sadar / tidak tahu bahwa dirinya dalam kondisi Hipertensi. Seperti
juga di Provinsi Gorontalo, terdapat sekitar (29 11,3 = 17,7%) masyarakatnya yang tidak tahu
dirinya Hipertensi dst.

Melihat fenomena tersebut di atas, maka jika di awal kita merasa senang dengan adanya
penurunan proporsi Hipertensi dari tahun 2007 ke 2013, namun disisi lain merasa sedih dan
khawatir dengan masih sangat banyaknya masyarakat yang KURANG MENYADARI jika
dirinya mengidap Hipertensi, yang setiap saat bisa mengancam jiwanya karena terjadi Stroke
atau Jantung.

Lantas Bagaimana Penatalaksanaan Hipertensi ini?

Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan ataupun dengan


cara modifikasi gaya hidup. Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan dengan membatasi asupan
garam tidak lebih dari - sendok teh (6 gr/hari), menurunkan berat badan, menghindari minuman
berkafein, rokok, dan minuman beralkohol. Olah raga juga dianjurkan bagi penderita hipertensi,
dapat berupa jalan, lari, jogging, bersepeda selama 20-25 menit dengan frekuensi 3-5 x per
minggu.

Penting juga untuk cukup istirahat (6-8 jam) dan mengendalikan stress. Untuk pemilihan serta
penggunaan obat-obatan hipertensi disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter keluarga anda.

Adapun Makanan yang harus dihindari atau dibatasi oleh penderita hipertensi adalah:

 1. Makanan yang berkadar lemak jenuh tinggi (otak, ginjal, paru, minyak kelapa, gajih).
 2. Makanan yang diolah dengan menggunakan garam natrium (biscuit, craker, keripik
dan makanan kering yang asin).
 3. Makanan dan minuman dalam kaleng (sarden, sosis, korned, sayuran serta buah-
buahan dalam kaleng, soft drink).
 4. Makanan yang diawetkan (dendeng, asinan sayur/buah, abon, ikan asin, pindang,
udang kering, telur asin, selai kacang).
 5. Susu full cream, mentega, margarine, keju mayonnaise, serta sumber protein hewani
yang tinggi kolesterol seperti daging   merah (sapi/kambing), kuning telur, kulit ayam).
 6. Bumbu-bumbu seperti kecap, maggi, terasi, saus tomat, saus sambal, tauco serta
bumbu penyedap lain yang pada umumnya mengandung garam natrium.
 7. Alkohol dan makanan yang mengandung alkohol seperti durian, tape.

Di Indonesia terdapat pergeseran pola makan, yang mengarah pada makanan cepat saji dan yang
diawetkan yang kita ketahui mengandung garam tinggi, lemak jenuh, dan rendah serat mulai
menjamur terutama di kota-kota besar di Indonesia.

Akhirnya dengan mencermati situasi di atas termasuk faktor risiko terjadinya hipertensi
diharapkan penderita dapat melakukan pencegahan dan penatalaksanaan dengan modifikasi
diet/gaya hidup ataupun obat-obatan sehingga komplikasi yang terjadi dapat dihindarkan

Anda mungkin juga menyukai