Anda di halaman 1dari 22

Pertemuan ke-14

Judul Materi: PENGEMBANGAN KURIKULUM PEMBELAJARAN IPS


SD
CP MK:
Pengembangan Kurikulum Pembelajaran IPS SD

Sub CP MK:
1. Mengetahui pengertian kurikulum.
2. Mengetahui prinsip dan filosofis perkembangan kurikulum IPS.
3. Mengetahui landasan perkembangan kurikulum.
4. Mengetahui perkembangan kurikulum di Indonesia.

Uraian Materi
Istilah “Kurikulum” memiliki berbagai tafsiran yang dirumuskan oleh
pakar-pakar dalam bidang pengembangan kurikulum sejak dulu sampai dengan
dewasa ini. Tafsiran-tasiran tersebut berbeda-beda satu dengan yang lainnya,
sesuai dengan titik berat inti dan pandangan dari pakar bersangkutan. Salah satu
pakar bernama Johnson berpendapat kurikulum adalah a structured series of
intended learning outcomes (Johnson,1967,hlm.130), Dikutip dari buku
(Pengembangan Kurikulum, hlm.5). Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin,
yakni “Curriculae”, artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari
(Kurikulum dan Pembelajaran, hlm.16). Pada waktu itu, pengertian kurikulum
ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan
untuk memperoleh ijazah. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai
jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu perjalanan dan
ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Dalam suatu kurikulum terdapat beberapa komponen-komponen yang
saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya yakni : (1) Tujuan, (2) Materi,
(3) Metode, (4) Organisasi, dan (5) Evaluasi. Komponen-komponen tersebut, baik
secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama menjadi dasar utama dalam
upaya mengembangkan sistem pembelajaran. Tujuan kurikulum tiap satuan
pendidikan harus mengacu ke arah pencapaian tujuan pendidikan nasional,
sebagaimana telah ditetapkan dalam Undang-Undang No.2 Tahun 1989 tentaang
Sistem Pendidikan Nasional. Kurikulum menyediakan kesempatan yang luas bagi
peserta didik untuk mengalami proses pendidikan dan pembelajaran untuk
mencapai target tujuan pendidikan nasional khususnya dan sumber daya manusia
yang berkualitas umumnya. Tujuan ini dikategorikan sebagai tujuan umum
kurikulum. IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu
tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu,
disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan (Sumantri.
2001:89). Social Science Education Council (SSEC) dan National Council for
Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai “Social Science Education” dan
“Social Studies”. (Pengembangan Pendidikan IPS SD, hlm. 1-3).

8.1 Pengertian Kurikulum


Kurikulum adalah perangkat mata pelajaran dan pendidikan yang
diberikan oleh suatu lembaga penyelenggara pendidikan yang berisi rancangan
pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode
jenjang pendidikan. Secara etimologis, kurikulum merupakan terjemahan dari kata
curriculum dalam bahasa Inggris, yang berarti rencana pelajaran. Curriculum
berasal dari bahasa latin currere yang berarti berlari cepat, maju dengan cepat,
menjalani dan berusaha untuk. Banyak defenisi kurikulum yang pernah
dikemukakan para ahli. Defenisi-defenisi tersebut bersifat operasioanal dan sangat
membantu proses pengembangan kurikulum tetapi pengertian yang diajukan tidak
pernah lengkap. Ada ahli yang mengungkapkan bahwa kurikulum adalah
pernyataan mengenai tujuan (MacDonald; Popham), ada juga yang
mengemukakan bahwa kurikulum adalah suatu rencana tertulis (Tanner, 1980).
Secara semantik, kurikulum senantiasa terkait dengan kegiatan pendidikan.
Kurikulum sebagai jembatan untuk mendapatkan ijasah. Secara konseptual,
kurikulum adalah perangkat pendidikan yang merupakan jawaban terhadap
kebutuhan dan tantangan masyarakat (Olivia, 1997:60).

8.2 Prinsip Pengembangan Kurikulum IPS


Dalam proses pengembangan kurikulum, selain harus memiliki landasan
yang kuat juga harus memiliki prinsip-prinsip yang jelas. Menurut Oliva (1991 :
24-25) Prinsip-prinsip dasar pengembangan kurikulum berkedudukan sebagai
petunjuk langsung dalam kegiatan pendidikan dan dalam bidang-bidang lainnya.
Prinsip-prinsip tersebut bersumber pada :
 hasil data empirik
 hasil ide/gagasan masyarakat, sikap dan kepercayaan
 berdasarkan akal sehat.
Pada perkembangan pengetahuan dan teknologi hasil penelitian adalah faktor
utama yang dijadikan landasan utama untuk memantapkan prinsip-prinsip dasar
tersebut.
Selain hal tersebut diatas, ada jenis-jenis prinsip dasar dalam
pengembangan kurikulum, prinsip dasar ini dipandang sebagai pandangan dasar
yang benar dalam pengembangan kurikulum. Jenis-jenis prinsip ini dibedakan
oleh tingkat keefektifannya yang diketahui lewat tingkat resikonya. Pemahaman
akan perbedaan ini sangat penting sebelum menetapkan prinsip-prinsip dasar
untuk pengembangan sebuah kurikulum. Dalam Oliva (1991 : 29-30) jenis-jenis
prinsip dasar dalam pengembangan kurikulum adalah :
1. Kebenaran Keseluruhan
Kebenaran Keseluruhan adalah kebenaran yang jelas atau terbukti lewat
eksperimen atau uji coba, dan alas an tersebut diterima tanpa hambatan.
Sebagai contoh, pembahasan yang berarti dapat membantu siswa untuk
mengetahui aturan-aturan dan mengalami kemajuan dengan mengerti
keterampilan-keterampilan sebagai syarat mutlak dari pemahaman yang
mendasar akan menghadirkan latihan-latihan yang bermakna.
2. Kebenaran Bagian
Kebenaran bagian ini maksudnya adalah kebenaran beerdasarkan data yang
terbatas dan bisa diaplikasikan pada situasi tertentu dan tidak bersifat
umum. Seperti ada sebagian tenaga-tenaga pengajar berpendapat bahwa
pencapaian prestasi siswa akan lebih tinggi ketika siswa itu dikelompokkan
pada jenjang yang sama dalam proses pembelajaran.
3. Dugaan
Sebagian prinsip-prinsip dasar tidak semuanya benar, bisa juga merupakan
dugaan atau ujicoba, sementara ide-ide atau dugaan-dugaan tersebut menjadi
dasar keputusan dalam pengembangan kurikulum.
Dalam Nana Syaodih (1997 : 150-155) prinsip-prinsip pengembangan
kurikulum dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
1. Prinsip Umum
Ada beberapa prinsip umum dalam pengembangan kurikulum. Seperti
juga yang disampaikan oleh Subandijah, prinsip umum ini meliputi :
a) Prinsip relevansi
Prinsip relevansi adalah keserasian pendidikan dengan tuntutan
masyarakat, pendidikan dikatakan relevan jika hasil pendidikan tersebut
berguna bagi masyarakat.
b) Prinsip fleksibilitas
Kurikulum hendaknya memiliki sifat lentur dan fleksibel. Hal ini berarti
dalam penyelenggaraan proses dan program pendidikan harus di
perhatikan kondisi perbedaan yang ada dalam diri peserta didik
c) Prinsip kontinuitas
Kurikulum sebagai wahana belajar yang dinamis perlu dikembangkan
terus menerus dan berkesinambungahn. Kesinambungan dalam
pengembangan kurikulum menyangkut saling berhubungan antara
tingkat dan jenis program pendidikan atau bidang studi.
d) Prinsip praktis
Kurikulum memiliki prinsip praktis dimana kurikulum mudah
dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biayanya juga
murah. Prinsip ini juga disebut prinsip efisiensi
e) Prinsip efektivitas
Efektivitas dalam kegiatan berkenaan dengan sejauh mana apa yang
direncanakan dan diinginkan dapat dilaksanakan atau dapat dicapai.
2. Prinsip Khusus
Ada beberapa prinsip yang lebih khusus dalam pengembangan
kurikulum, prinsip-prinsip ini berkenaan dengan :
 Tujuan pendidikan
 Pemilihan isi pendidikan
 Proses belajar-mengajar
 Pemilihan media dan alat pengajaran
 Pemilihan kegiatan penilaian

8.3 Landasan Pengembangan Kurikulum


Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang memiliki kedudukan
cukup sentral dalam perkembangan pendidikan, oleh sebab itu dibutuhkan
landasan yang kuat dalam pengembangan kurikulum agar pendidikan dapat
menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas. Adapun yang menjadi landasan
dalam pengembangan kurikulum :
1. Landasan Filosofis
Filsafat membahas segala permasalahan manusia, termasuk pendidikan,
yang disebut filsafat pendidikan. Filsafat memberikan arah dan metodologi
terhadap praktik-praktik pendidikan, sedangkan praktikpraktik pendidikan
memberikan bahan-bahan bagi pertimbangan filosofis. Keduanya sangat
berkaitan erat. Hal inilah yang menyebabkan landasan filosofis menjadi
landasan penting dalam pengembangan kurikulum.
2. Landasan Psikologis
Dalam proses pendidikan yang tejadi adalah proses interaksi antar
individu. Manusia berbeda dengan makhluk lainnya karena kondisi
psikologisnya. Kondisi psikologis sebenarnya merupakan karakter
psikofisik seseorang sebagai individu yang dinyatakan dalam berbagai
bentuk perilaku interaksi dengan lingkungannya. Dalam pengembangan
kurikulum, minimal ada dua landasan psikologi yang mempengaruhinya,
yaitu psikologi perkembangan dan psikologi belajar.
3. Landasan Sosial Budaya
Kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil pendidikan. Dengan
pendidikan diharapkan muncul masyarakat-masyarakat yang tidak asing
dengan masyarakat. Dengan pendidikan diharapkan lahir manusia-manusia
yang bermutu, mengerti, dan mampu membangun masyarakat.oleh sebab
itu tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus disesuaikan dengan
kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan masyarakat.

8.4 Perkembangan Kurikulum di Indonesia


Pasca kemerdekaan, kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004,
2006 dan 2013. Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan mengingat kurikulum
sebagai alat untuk mencapai tujuan harus menyesuaikan dengan perkembangan
masyarakat yang senantiasa berubah dan terus berlangsung.
1. Kurikulum Rencana Pelajaran (1947-1968)
Di awal-awal pemerintahannya, pemerintah secara bertahap mulai
mengkonstruksi kurikulum sesuai dengan kondisi dan situasi saat itu. Tiga tahun
setelah Indonesia merdeka pemerintah memulai membuat kurikulum yang
sederhana yang disebut dengan “Rencana Pelajaran”. Tahun 1947. Kurikulum ini
terus berjalan dengan beberapa perubahan terkait dengan orientasinya, arah dan
kebijakan yang ada, hingga bertahan sampai tahun 1968 saat pemerintahan beralih
pada masa orde baru.
2. Kurikulum 1952
Setelah Rentjana Pelajaran 1947, pada tahun 1952 kurikulum di Indonesia
mengalami penyempurnaan. Pada tahun 1952 ini diberi nama Rentjana Pelajaran
Terurai 1952. Pembentukan Panitia Penyelidik Pengajaran pada masa Mr. 
Soewandi sebagai Menteri PP dan K (Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan)
adalah dalam rangka mengubah sistem pendidikan kolonial ke dalam sistem
pendidikan nasional. Sebagai konsekuensi dari perubahan sistem itu, maka
kurikulum pada semua tingkat pendidikan mengalami perubahan pula, sehingga
yang semula diorientasikan kepada kepentingan kolonial maka kini diubah selaras
dengan kebutuhan bangsa yang merdeka.
3. Kurikulum 1964
Usai tahun 1952, menjelang tahun 1964, pemerintah kembali
menyempurnakan sistem kurikulum di Indonesia. Kali ini diberi nama Rentjana
Pendidikan 1964. Pokok-pokok pikiran kurikulum 1964 yang menjadi ciri dari
kurikulum ini adalah bahwa pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat
mendapat pengetahuan akademik untuk pembekalan pada jenjang SD, sehingga
pembelajaran dipusatkan pada program Pancawardhana yang meliputi
pengembangan daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Hamalik, 2004). Mata
pelajaran diklasifikasikan dalam lima kelompok bidang studi: moral, kecerdasan,
emosional/artistik, keprigelan (keterampilan), dan jasmani. Pendidikan dasar lebih
menekankan pada pengetahuan dan kegiatan fungsional praktis. Kurikulum 1964
tidak bertahan lama. Situasi politik mengalami perubahan pesat dan terjadi
peristiwa yang dikenal dengan nama G.30.S/PKI.
4. Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu
dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana
menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus.
Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada
pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dari segi tujuan pendidikan,
Kurikulum 1968 –istilah yang digunakan adalah Rencana Pendidikan –bertujuan
bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila
sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan
jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan
pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan
fisik yang sehat dan kuat.
5. Kurikulum 1975
Dalam kurikulum ini, satu hal yang menonjol adalah dengan digunakannya
sistem instruksional. Dalam tiap mata pelajaran, diberikan tujuan kurikulum, dan
di tiap bahasan, diberikan pula tujuan instruksional bagi guru dan siswa apa yang
harus dicapai. Jadi dalam pengajaran, sudah ditentukan tujuan-tujuan yang setelah
proses belajar, harus dicapai oleh siswa. Hal ini tentu saja membuat bahan ajar
tidak bisa berkembang. Proses belajar ditentukan terlebih dahulu oleh pembuat
kebijakan tentang output yang ingin dihasilkan. Siswa dan guru akan cenderung
lebih pasif dalam proses belajar mengajar. Adapun ciri-ciri lebih lengkap
kurikulum ini adalah sebagai berikut:
a. Berorientasi pada tujuan.
b. Menganut pendekatan integratif dalam arti bahwa setiap pelajaran
memiliki arti dan peranan yang menunjang kepada tercapainya tujuan-
tujuan yang lebih integratif.
c. Menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam hal daya dan waktu.
d. Menganut pendekatan sistem instruksional yang dikenal dengan Prosedur
Kurikulum 1975 hingga menjelang tahun 1983 dianggap sudah tidak mampu
lagi memenuhi kebutuhan masyarakat dan tuntunan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
6. Kurikulum 1984
Pendidikan idiologi dalam kurikulum 1984 tetap menjadi warna yang
dominan dalam kurikulum. Kurikulum 1984 mengusung process skill approach.
Meski mengutamakan pendekatan proses, tapi faktor tujuan tetap penting.
Kurikulum ini juga sering disebut “Kurikulum 1975 yang disempurnakan”. Posisi
siswa ditempatkan sebagai subjek belajar. Dari mengamati sesuatu,
mengelompokkan, mendiskusikan, hingga melaporkan. Oleh karena itu, sebelum
memilih atau menentukan bahan ajar, yang pertama harus dirumuskan adalah
tujuan apa yang harus dicapai siswa.
Ciri-Ciri umum dari Kurikulum CBSA adalah:
 Berorientasi pada tujuan instruksional
 Pendekatan pembelajaran adalah berpusat pada anak didik; Pendekatan
Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA)
 Pelaksanaan Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa (PSPB)
 Materi pelajaran menggunakan pendekatan spiral, semakin tinggi tingkat
kelas semakin
7. Kurikulum 1994
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurnaan kurikulum 1984 dan
dilaksanakan sesuai dengan UU no. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu
dengan mengubah dari sistem semester ke sistem caturwulan. Dengan sistem
caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan
dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran
cukup banyak. Tujuan pengajaran menekankan pada pemahaman konsep dan
keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah.
Ciri-Ciri Umum Kurikulum 1994, yaitu :
Terdapat ciri-ciri yang menonjol dari pemberlakuan kurikulum 1994, di
antaranya sebagai berikut:
 Pembagian tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem catur wulan.
 Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup
padat (berorientasi kepada materi pelajaran/isi).
8. Kurikulum 2004 (KBK)
Kurikukum 2004 ini lebih dikenal dengan Kurikulum Berbasis
Kompetensi (KBK). Pendidikan berbasis kompetensi menitik-beratkan pada
pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu
sesuai dengan standar performance yang telah ditetapkan. Secara singkat dengan
KBK ini ditekankan agar siswa yang mengikuti pendidikan di sekolah memiliki
kompetensi yang diinginkan. Kurikulum Berbasis Kompetensi berorientasi pada:
(1) hasil dan dampak yang diharapkan muncul pada diri peserta didik melalui
serangkaian pengalaman belajar yang bermakna, dan (2) keberagaman yang dapat
dimanifestasikan sesuai dengan kebutuhannya (Puskur, 2002a). Tujuan yang ingin
dicapai menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara individual
maupun klasikal.
9. Kurikulum 2006 (KTSP)
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) disusun untuk menjalankan
amanah yang tercantum dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintahan
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
(Muslich, 2009:1). Kurikulum 2006 ini dikenal dengan sebutan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Tinjauan dari segi isi dan proses pencapaian
target kompetensi pelajaran oleh siswa hingga teknis evaluasi tidaklah banyak
perbedaan dengan Kurikulum 2004. Perbedaan yang paling menonjol adalah guru
lebih diberikan kebebasan untuk merencanakan pembelajaran sesuai dengan
lingkungan dan kondisi siswa serta kondisi sekolah berada. Hal ini disebabkan
kerangka dasar (KD), standar kompetensi lulusan (SKL), standar kompetensi dan
kompetensi dasar (SKKD) setiap mata pelajaran untuk setiap satuan pendidikan
telah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional. Jadi pengambangan
perangkat pembelajaran, seperti silabus dan sistem penilaian merupakan
kewenangan satuan pendidikan (sekolah) dibawah koordinasi dan supervisi
pemerintah Kabupaten/Kota.
Tujuan KTSP ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian
dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta
didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi
yang ada di daerah.
10. Kurikulum 2013
Muhammad Nuh,  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, menegaskan
bahwa kurikukulum terbaru 2013 ini lebih ditekankan pada kompetensi dengan
pemikiran kompetensi berbasis sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Adapun ciri
kurikulum 2013 yang paling mendasar ialah menuntut kemampuan guru dalam
berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan sebanyak-banyaknya karena siswa
zaman sekarang telah mudah mencari informasi dengan bebas melalui
perkembangan teknologi dan informasi. Sedangkan untuk siswa lebih didorong
untuk memiliki tanggung jawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal,
antarpersonal, maupun memiliki kemampuan berpikir kritis. Tujuannya adalah
terbentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif. Khusus untuk tingkat
SD, pendekatan tematik integrative memberi kesempatan siswa untuk mengenal
dan memahami suatu tema dalam berbagai mata pelajaran. Pelajaran IPA dan IPS
diajarkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Tabel Kronologis Perkembangan Kurikulum di Indonesia
Tahun Kurikulum Keterangan
1947 Rencana Pelajaran -     Kurikulum ini merupakan
1947 kurikulum pertama di Indonesia
setelah kemerdekaan.
-     Istilah kurikulum masih belum
digunakan. Sementara istilah yang
digunakan adalah Rencana
Pelajaran

1954 Rencana Pelajaran -     Kurikulum ini masih sama


1954 dengan kurikulum sebelumnya,
yaitu Rencana Pelajaran 1947

1968 Kurikulum 1968      Kurikulum ini merupakan


kurikulum terintegrasi pertama di
Indonesia. Beberapa masa
pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu
Bumi, dan beberapa cabang ilmu
sosial mengalami fusi menjadi
Ilmu Pengetahuan Sosial (Social
Studies). Beberapa mata
pelajaran, seperti Ilmu Hayat,
Ilmu Alam, dan sebagainya
mengalami fusi menjadi Ilmu
Pengetahun Alam (IPS) atau yang
sekarang sering disebut Sains.

1968 Kurikulum 1968      Kurikulum ini merupakan


kurikulum terintegrasi pertama di
Indonesia. Beberapa masa
pelajaran, seperti Sejarah, Ilmu
Bumi, dan beberapa cabang ilmu
sosial mengalami fusi menjadi
Ilmu Pengetahuan Sosial (Social
Studies). Beberapa mata
pelajaran, seperti Ilmu Hayat,
Ilmu Alam, dan sebagainya
mengalami fusi menjadi Ilmu
Pengetahun Alam (IPS) atau yang
sekarang sering disebut Sains.
1975 Kurikulum 1975      Kurikulum ini disusun dengan
kolom-kolom yang sangat rinci

1984 Kurikulum 1984      Kurikulum ini merupakan


penyempurnaan dari kurikulum
1975

1994 Kurikulum 1994      Kurikulum ini merupakan


penyempurnaan dari kurikulum
1984

2004 Kurikulum Berbasis     Kurikulum ini belum diterapkan


Kompetensi (KBK) di seluruh sekolah di Indonesia.
Beberapa sekolah telah dijadikan
uji coba dalam rangka proses
pengembangan kurikulum ini

2006 Kurikulum Tingkat      KBK sering disebut sebagai


Satuan Pendidikan jiwa KTSP, karena KTSP
(KTSP) sesungguhnya telah mengadopsi
KBK. Kurikukulum ini
dikembangkan oleh BSNP (Badan
Standar Nasional Pendidikan).

2013 Kurikulum 2013         Lebih ditekankan pada


kompetensi dengan pemikiran
kompetensi berbasis sikap,
keterampilan, dan pengetahuan
       Kurikulum yang dapat
menghasilkan insan Indonesia
yang: Produktif, Kreatif,
Inovatif, Afektif melalui
penguatan Sikap, Keterampilan,
dan Pengetahuan yang
terintegrasi

Pengembangan kurikulum 2013 merupakan langkah lanjutan


pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi yang telah dirintis pada tahun
2004 dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006 yang mencakup
kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terpadu. Pengembangan
ini dilakukan untuk menjawab tantangan internal dan eksternal yang berkembang
di masyarakat. Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia
Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga negara
yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Dalam kurikulum 2013 posisi guru tidak hanya sebagai pengajar dan
pendidik seperti yang telah kita kenal bersama, namun di kurikulum ini posisi
guru juga sebagai fasilitator, leader, motivator, dan sebagai ‘pelayan dan diver-
nya’ peserta didik. Pada kesempatan yang sama, Hamid Hasan menyatakan bahwa
konten pendidikan IPS dalam kurikulum 2013, meliputi:
a. Pengetahuan tentang kehidupan masyarakat di sekitarnya, bangsa, dan
umat manusia dalam berbagai aspek kehidupan dan lingkungannya.
b. Ketrampilan berpikir logis dan kritis, membaca, belajar (learning skills,
inquiry), memecahkan masalah, berkomunikasi dan bekerjasama dalam
kehidupan bermasyarakat-berbangsa.
c. Nilai-nilai kejujuran, kerja keras. Sosial, budaya, kebangsaan, cinta damai
dan kemanusiaan serta kepribadian yang didasarkan pada nilai-nilai
tersebut.
d. Sikap: Rasa ingin tahu, manidri, menghargai prestasi, kompetitif, kreatif
dan inovatif serta bertanggung jawab.

8.5 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Kurikulum Pendididikan


IPS SD
Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kurikulum
pendidikan IPS SD.
A. Filosofis
Filsafat memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum.
Sama halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada
berbagai aliran filsafat, seperti: perenialisme, essensialisme, eksistesialisme,
progresivisme, dan rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum
pun senantiasa berpijak pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan
mewarnai terhadap konsep dan implementasi kurikulum yang
dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran Ella Yulaelawati (dalam
Sudrajat, 2008), di bawah ini diuraikan tentang isi dari masing-masing
aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.
1. Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran
dan  keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu.
Pengetahuan dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan
kegiatan sehari-hari. Pendidikan yang menganut faham ini menekankan
pada kebenaran absolut , kebenaran universal yang tidak terikat pada
tempat dan waktu. Aliran ini lebih berorientasi ke masa lalu.
2. Essensialisme menekankan pentingnya pewarisan budaya dan
pemberian pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat
menjadi anggota masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata
pelajaran lainnya dianggap sebagai dasar-dasar substansi kurikulum
yang berharga untuk hidup di masyarakat. Sama halnya dengan
perenialisme, essesialisme juga lebih berorientasi pada masa lalu.
3. Eksistensialisme menekankan pada individu sebagai sumber
pengetahuan tentang hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan
seseorang mesti memahami dirinya sendiri.
4. Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan
individual, berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan
proses. Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar
peserta didik aktif.
5. Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran
progresivisme. Pada rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan
sangat ditekankan. Di samping menekankan tentang perbedaan
individual seperti pada progresivisme, rekonstruktivisme lebih jauh
menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir kritis dan sejenisnya.
Aliran Filsafat Perenialisme, Essensialisme, Eksistensialisme merupakan
aliran filsafat yang mendasari terhadap pengembangan Model Kurikulum
Subjek-Akademis. Sedangkan, filsafat progresivisme memberikan dasar bagi
pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Pribadi. Sementara, filsafat
rekonstruktivisme banyak diterapkan dalam pengembangan Model
Kurikulum Interaksional.
Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan
keunggulan tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan
kurikulum, penerapan aliran filsafat cenderung dilakukan secara selektif
untuk lebih mengkompromikan dan mengakomodasikan berbagai
kepentingan yang terkait dengan pendidikan. Meskipun demikian saat ini,
pada beberapa negara dan khususnya di Indonesia, tampaknya mulai terjadi
pergeseran landasan dalam pengembangan kurikulum, yaitu dengan lebih
menitikberatkan pada filsafat rekonstruktivisme. Ini merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan kurikulum (dari teacher
center menjadi student center).

B.  Psikologis
Sukmadinata (2006: 46) mengemukakan bahwa minimal terdapat
dua bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1)
psikologi perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan
dengan perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang
hakekat perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek
perkembangan, tugas-tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya
yang berhubungan perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan
sebagai bahan pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.
Psikologi belajar merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku
individu dalam konteks belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat
belajar dan teori-teori belajar, serta berbagai aspek perilaku individu lainnya
dalam belajar, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan.
Selanjutnya, dikemukakan pula tentang 5 tipe kompetensi, yaitu :
1. Motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten
atau keinginan untuk melakukan suatu aksi.
2. Bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten
berbagai situasi atau informasi.
3. Konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang.
4. Pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang.
5. Keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun
mental.
Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap
perencanaan sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan
pengetahuan cenderung lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang,
sedangkan konsep diri, bawaan dan motif lebih tersembunyi dan lebih
mendalam serta merupakan pusat kepribadian seseorang. Kompetensi
permukaan (pengetahuan dan keterampilan) lebih mudah dikembangkan.
Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin kemampuan ini. Sebaliknya,
kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk dikenali dan
dikembangkan.
Dalam konteks Kurikulum Berbasis Kompetensi, E. Mulyasa (dalam
Sudrajat: 2008) menyoroti tentang aspek perbedaan dan karakteristik peserta
didik, Dikemukakannya, bahwa sedikitnya terdapat lima perbedaan dan
karakteristik peserta didik yang perlu diperhatikan dalam Kurikulum
Berbasis Kompetensi, yaitu : (1) perbedaan tingkat kecerdasan; (2)
perbedaan kreativitas; (3) perbedaan cacat fisik; (4) kebutuhan peserta didik;
dan (5) pertumbuhan dan perkembangan kognitif.

C.  Sosial-Budaya
Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan.
Sebagai suatu rancangan, kurikulum menentukan pelaksanaan dan hasil
pendidikan. Kita maklumi bahwa pendidikan merupakan usaha
mempersiapkan peserta didik untuk terjun ke lingkungan masyarakat.
Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan semata, namun memberikan
bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai untuk hidup, bekerja dan
mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat. Peserta didik berasal
dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal maupun informal
dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan masyarakat
pula. Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan kekayaan
budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.
Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia –
manusia yang menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru
melalui pendidikan diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu
membangun kehidupan masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun
proses pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan, kondisi,
karakteristik, kekayaan dan perkembangan yang ada di masyakarakat. Setiap
lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya
tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota
masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah
tatanan nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para
warga masyarakat. Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya,
politik atau segi-segi kehidupan lainnya.
Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada
dalam masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga
masyarakat untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan
perkembangan yang terjadi di sekitar masyarakat. Israel Scheffer (dalam
Sukmadinata, 2006: 60) mengemukakan bahwa melalui pendidikan manusia
mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam peradaban sekarang dan
membuat peradaban masa yang akan datang. Dengan demikian, kurikulum
yang dikembangkan sudah seharusnya mempertimbangkan, merespons dan
berlandaskan pada perkembangan sosial – budaya dalam suatu masyarakat,
baik dalam konteks lokal, nasional maupun global.

D.  Politik
Wiles Bondi (dalam Sudrajat, 2008) dalam bukunya `Curriculum
Development: A Guide to Practice’ turut menjelaskan pengaruh politik
dalam pembentukan dan pengembangan kurikulum. Hal ini jelas
menunjukkkan bahwa pengembangan kurikulum dipengaruhi oleh proses
politik, karena setiap kali tampuk pimpinan sesebuah negara itu bertukar,
maka setiap kali itulah kurikulum pendidikan berubah.

E. Pembangunan Negara dan Perkembangan Dunia


Pengembangan kurikulum juga dipengaruhi oleh faktor
pembangunan negara dan perkembangan dunia. Negara yang ingin maju dan
membangun tidak seharusnya mempunyai kurikulum yang statis. Oleh
karena itu kurikulum harus diubah sesuai dengan perkembangan zaman dan
kemajuan sains dan teknologi. Kenyataan tersebut jelas menunjukkan bahwa
perkembangan teknologi telah membawa perubahan yang pesat pada
kehidupan manusia di muka bumi ini. Oleh karena itu pengembangan
kurikulum haruslah sejajar dengan pembangunan negara dan dunia.
Kandungan kurikulum pendidikan perlu menitikberatkan pada mata
pelajaran sains dan kemahiran teknik atau vokasional kerana tenaga kerja
yang mahir diperlukan dalam zaman yang berteknologi dan canggih ini.

F Ilmu dan Teknologi (IPTEK)


Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki
manusia masih relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami
perkembangan yang pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus
berlangsung hingga saat ini dan dipastikan kedepannya akan terus semakin
berkembang. Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang
sebelumnya merupakan sesuatu yang tidak mungkin. Pada jaman dahulu
kala, mungkin orang akan menganggap mustahil kalau manusia bisa
menginjakkan kaki di bulan, tetapi berkat kemajuan dalam bidang Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi pada pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo
berhasil mendarat di Bulan dan Neil Amstrong merupakan orang pertama
yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan. Kemajuan cepat dunia dalam
bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa warsa terakhir telah
berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan pemikiran
manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan sosial,
ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-nilai,
pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan
lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan
masyarakat yang berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan
standar mutu yang tinggi. Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus
dikuasai masyarakat sangat beragam dan canggih, sehingga diperlukan
kurikulum yang disertai dengan kemampuan meta-kognisi dan kompetensi
untuk berfikir dan belajar bagaimana belajar (learning to learn) dalam
mengakses, memilih dan menilai pengetahuan, serta mengatasi situasi yang
ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi,
terutama dalam bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah
tatanan kehidupan manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat
mengakomodir dan mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, sehingga peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan
kelangsungan hidup manusia.

8.6 Karakteristik Kurikulum Pendidikan IPS SD


Untuk membahas karakteristik IPS, dapat dilihat dari berbagai pandangan.
Berikut ini dikemukakan karakteristik IPS dilihat dari materi dan strategi
penyampaiannya.
1)  Materi IPS
Ada 5 macam sumber materi IPS antara lain:
1. Segala sesuatu atau apa saja yang ada dan terjadi di sekitar anak sejak
dari keluarga, sekolah, desa, kecamatan sampai lingkungan yang luas
negara dan dunia dengan berbagai permasalahannya.
2. Kegiatan manusia misalnya: mata pencaharian, pendidikan, keagamaan,
produksi, komunikasi, transportasi.
3. Lingkungan geografi dan budaya meliputi segala aspek geografi dan
antropologi yang terdapat sejak dari lingkungan anak yang terdekat
sampai yang terjauh.
4. Kehidupan masa lampau, perkembangan kehidupan manusia, sejarah
yang dimulai dari sejarah lingkungan terdekat sampai yang terjauh,
tentang tokoh-tokoh dan kejadian-kejadian yang besar.
5. Anak sebagai sumber materi meliputi berbagai segi, dari makanan,
pakaian, permainan, keluarga.
2)  Strategi Penyampaian Pengajaran IPS
Strategi penyampaian pengajaran IPS, sebagaian besar adalah didasarkan
pada suatu tradisi, yaitu materi disusun dalam urutan: anak (diri sendiri),
keluarga, masyarakat/tetangga, kota, region, negara, dan dunia. Tipe
kurikulum seperti ini disebut “The Wedining Horizon or Expanding
Enviroment Curriculum” (Mukminan, 1996:5).
Sebutan Masa Sekolah Dasar, merupakan periode keserasian bersekolah, artinya
anak sudah matang untuk besekolah. Adapun kriteria keserasian bersekolah
adalah sebagai berikut.
1.  Anak harus dapat bekerjasama dalam kelompok dengan teman-teman
sebaya, tidak boleh tergantung pada ibu, ayah atau anggota keluarga lain
yang dikenalnya.
2. Anak memiliki kemampuan sineik-analitik, artinya dapat mengenal bagian-
bagian dari keseluruhannya, dan dapat menyatukan kembali bagian-bagian
tersebut.
3.  Secara jasmaniah anak sudah mencapai bentuk anak sekolah.
Menurut Preston (Hamalik, 1992), anak mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1.  Anak merespon (menaruh perhatian) terhadap bermacam-macam aspek dari
dunia sekitarnya.Anak secara spontan menaruh perhatian terhadap kejadian-
kejadian-peristiwa, benda-benda yang ada disekitarnya. Mereka memiliki
minat yang laus dan tersebar di sekitar lingkungnnya.
2. Anak adalah seorang penyelidik, anak memiliki dorongan untuk menyelidiki
dan menemukan sendiri hal-hal yang ingin mereka ketahui.
3. Anak ingin berbuat, ciri khas anak adalah selalu ingin berbuat sesuatu,
mereka ingin aktif, belajar, dan berbuat
4. Anak mempunyai minat yang kuat terhadap hal-hal yang kecil atau
terperinci yang seringkali kurang penting/bermakna
5.  Anak kaya akan imaginasi, dorongan ini dapat dikembangkan dalam
pengalaman-pengalaman seni yang dilaksanakan dalam pembelajaran IPS
sehingga dapat memahami orang-orang di sekitarnya. Misalnya pula dapat
dikembangkan dengan merumuskan hipotesis dan memecahkan masalah.
Berkaitan dengan atmosfir di sekolah, ada sejumlah karakteristik yang dapat
diidentifikasi pada siswa SD berdasarkan kelas-kelas yang terdapat di SD.
1. Karakteristik pada Masa Kelas Rendah SD (Kelas 1,2, dan 3)
1)  Ada hubungan kuat antara keadaan jasmani dan prestasi sekolah
2)  Suka memuji diri sendiri
3)   Apabila tidak dapat menyelesaikan sesuatu, hal itu dianggapnya tidak
penting
4)  Suka membandingkan dirinya dengan anak lain dalam hal yang
menguntungkan dirinya
5)  Suka meremehkan orang lain
2.  Karakteristik pada Masa Kelas Tinggi SD (Kelas 4,5, dan 6).
1)   Perhatianya tertuju pada kehidupan praktis sehari-hari
2)   Ingin tahu, ingin belajar, dan realistis
3)   Timbul minat pada pelajaran-pelajaran khusus
4)  Anak memandang nilai sebagai ukuran yang tepat mengenai prestasi
belajarnya di sekolah.
Menurut Jean Piagiet, usia siswa SD (7-12 tahun) ada pada stadium operasional
konkrit. Oleh karena itu guru harus mampu merancang pembelajaran yang dapat
membangkitkan siswa, misalnya penggalan waktu belajar tidak terlalu panjang,
peristiwa belajar harus bervariasi, dan yang tidak kalah pentingnya sajian harus
dibuat menarik bagi siswa.

Anda mungkin juga menyukai