Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN PERUBAHAN SENSORI

PERSEPSI: HANUSINASI PENDENGARAN

Dosen pembimbing : Ns. Nindawi, MM., S.Kep., M.Kes

Disusun oleh :

Nama : Indah Ayu Rosikin

NRP : 33411801017

Kelas :2A

FAKULTAS KESEHATAN PRODI D III KEPERAWATAN


POLI TEKNIK NEGERI MADURA
TAHUN 2020-2021
LAPORAN PENDAHULUAN
(HARI PERTAMA PRAKTEK)

I. KASUS (MASALAH UTAMA)


Perubahan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran
II. PROSES TERJADINYA MASALAH:
1. Pengertian
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien mengalami
perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien merasakan stimulus yang sebetulnya
tidak ada (Damaiyanti, 2008).
Halusinasi adalah persepsi yang tanpa dijumpai adanya rangsangan dari luar.
Walaupun tampak sebagai sesuatu yang ”khayal”, halusinasi sebenarnya merupakan
bagian dari kehidupan mental penderita yang ”teresepsi”(Yosep, 2010).
Halusinasi adalah perubahan dalam jumlah atau pola stimulus yang datang
disertai gangguan respon yang kurang, berlebihan, atau distorsi terhadap stimulus
tersebut (Nanda-l, 2012).
2. Etiologi
a) Faktor Predisposisi
Menurut Yosep (2010) faktor predisposisi klien dengan halusinasi adalah:
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan klien terganggu misalnya rendahnya kontrol dan
kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu mandiri sejak kecil,
mudah frustasi, hilang percaya diri dan lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Seseorang yang merasa tidak diterima lingkungannya sejak bayi akan merasa
disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada lingkungannya.
c. Faktor Biologis
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress yang
berlebihan dialami seseorang maka di dalam tubuh akan dihasilkan suatu zat
yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan
menyebabkan teraktivasinya neurotransmitter otak.
d. Faktor Psikologis
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
dalam mengambil keputusan yang tepat demi masa depannya. Klien lebih
memilih kesenangan sesaat dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang tua
schizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi menunjukkan bahwa
faktor keluarga menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini.
b) Faktor Presipitasi
Stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan, ancaman, atau
tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk menghadapinya. Adanya rangsangan
dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam keompok, terlalu lama tidak diajak
komunikasi, objek yang ada dilingkungan, dan juga sarana sepi atau terisolasi
sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Haltersebut dapat meningkatkan
stres, dan kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik.
3. Tanda dan Gejala
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
a) Bicara sendiri.
b) Senyum sendiri.
c) Ketawa sendiri.
d) Menggerakkan bibir tanpa suara.
e) Pergerakan mata yang cepat.
f) Respon verbal yang lambat.
g) Menarik diri dari orang lain.
h) Berusaha untuk menghindari orang lain.
i) Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
j) Terjadi peningkatan denyut jantung, pemapasan dan tekanan darah.
k) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
l) Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
m) Sulit berhubungan dengan orang lain.
n) Ekspresi muka tegang.
o) Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
p) Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
q) Tampak tremor dan berkeringat.
r) Perilaku panik.
s) Agitasi dan kataton.
t) Curiga dan bermusuhan.
u) Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
v) Ketakutan.
w) Tidak dapat mengurus diri.
x) Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.
4. Rentang Respon

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Pikiran logis Distorsi pikiran (pikiran Gangguan pikir/delusi
Persepsi akurat kotor) Halusinasi
Emosi konsisten dengan Ilusi Perilaku disorganisasi
pengalaman Reaksi emosi berlebihan Isolasi sosial
Perilaku sesuai atau kurang
Hubungan sosial Perilaku aneh dan tidak
biasa
Menarik diri
Rentang Respon neurobiologis (Stuart dan Sundeen, 1998)
5. Jenis-Jenis Halusinasi
Menurut Yosep (2007) halusinasi terdiri dari delapan jenis. Penjelasan secara detail
mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi adalah sebagai berikut:
a) Halusinasi Pendengaran (Auditif, Akustik)
Paling sering dijumpai dapat berupa bunyi mendenging atau suara bising yang tidak
mempunyai arti, tetapi lebih sering terdengar sebagai sebuah kata atau kalimat yang
bermakna. Biasanya suara tersebut ditujukan pada penderita sehingga tidak jarang
penderita bertengkar dan berdebat dengan suara-suara tersebut.
b) Halusinasi Penglihatan (visual, Optik)
Lebih sering terjadi pada keadaan delirium (penyakit organik). Biasanya sering
muncul bersamaan dengan penurunan kesadaran, menimbulkan rasa takut akibat
gambaran-gambaran yang mengerikan.
c) Halusinasi Penciuman (Olfaktorik)
Halusinasi ini biasanya berupa mencium sesuatu bau tertentu dan dirasakan tidak
enak, melambangkan rasa bersalah pada penderita. Bau dilambangkan sebagai
pengalaman yang di anggap penderita sebagai suatu kombinasi moral.
d) Halusinasi Pengecapan (Gustatorik)
Walaupun jarang terjadi, biasanya bersamaan dengan halusinasi penciuman.
Penderita merasa mengecap sesuatu. Halusinasi gastorik lebih jarang dari halusinasi
gustatorik.
e) Halusinasi Perabaan (Taktil)
Merasa diraba, disentuh, ditiup atau seperti ada ulat yang bergerak dibawah kulit.
Terutama pada keadaan delirium toksis dan skizofrenia.
f) Halusinasi Seksual, ini termasuk halusinasi raba.
Penderita meras diraba dan diperkosa sering pada skizoprenia dengan waham
kebesaran terutama mengenai organ-organ.
g) Halusinasi Kinistetik
Penderita merasa badannya bergerak-gerak dalam suatu ruang atau anggota
badannya bergerak-gerak. Misalnya ”phantom phenomenom” atau tungkai yang
diamputasi selalu bergerak-gerak (phantom limb). Sering pada skizofrenia dalam
keadaan toksik tertentu akibat pemakaian obat tertentu.
h) Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.
1) Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa pribadinya sudah
tidak seperti biasanya Iagi serta tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Sering
pada skizofrenia dan sindrom lobus parietalis. Misalnya sering merasa dirinya
terpecah dua.
2) Derealisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungannya yang tidak sesuai
dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala sesuatu yang dialaminya seperti
dalam impian.
6. Tahapan Halusinasi
Tahapan Halusinasi Karakteristik
Stage I: Sleep disorder Klien merasa banyak masalah, ingin
Fase awal seseorang sebelum muncul menghindar dari lingkungan, takut
halusinasi diketahui orang lain bahwa dirinya banyak
masalah. Masalah makin terasa sulit
karena berbagai stressor terakumulasi,
misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba,
dihianati kekasih,masalah dikampus, drop
out, dst. masalah terasa menekan karena
terakumulasi sedangkan support sistem
kurang dan persepsi terhadap masalah
sangat buruk. Sulit tidur berlangsung
terus-menerus sehingga terbiasa
menghayal. Klien menganggap lamunan-
lamunan awal tersebut sebagai pemecahan
masalah.
Stage II: Comforting Klien mengalami emosi yang berlanjut
Halusinasi secara umum ia terima sebagai seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
sesuatu yang alami perasaan berdosa, ketakutan dan mencoba
memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. la beranggapan bahwa
pengalaman pikiran dan sensorinya dapat
dia kontrol bila kecemasannya diatur,
dalam tahap ini ada kecendrungan klien
merasa nyaman dengan halusinasinya.
Stage III: Condemning Pengalaman sensori klien menjadi sering
Secara umum halusinasi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai
mendatangi klien merasa tidak mampu lagi mengontrolnya
dan mulai berupaya menjaga jarak antara
dirinya dengan objek yang dipersepsikan
klien mulai menarik diri dari orang lain,
dengan intensitas waktu yang lama.
Stage IV: Controlling Severe Level of Klien mencoba melawan suara-suara atau
Amxiety sensori abnormal yang datang. Klien dapat
Fungsi sensori menjadi tidak relevan merasakan kesepian bila halusinasinya
dengan kenyataan berakhir. Dari sinilah dimulai fase
gangguan psikotik.
Stage V: Conquering Panic Level of Pengalaman sensorinya terganggu. Klien
Anxiety mulai terasa terancam dengan datangnya
Klien mengalami gangguan dalam menilai suara-suara terutama bila klien tidak dapat
lingkungannya menuruti ancaman atau perintah yang ia
dengar dari halusinasinya. Halusinasi
dapat berlangsung selama minimal empat
jam atau seharian bila klien tidak
mendapatkan komunikasi terapeutik.
Terjadi gangguan psikotik berat.

III. A. POHON MASALAH


Risiko perilaku kekerasan (diri
sendiri, orang lain, lingkungan,
dan verbal)
Effect

Gangguan persepsi sensori:


Halusinasi pendengaran
Core Problem

Isolasi sosial
Causa
B. MASALAH KEPERAWATAN DAN DATA YANG PERLU DIKAJI
Masalah Keperawatan Data yang perlu dikaji
Gangguan persepsi sensori: Data Subjektif :
Halusinasi pendengaran Klien mengatakan seperti mendengar bunyi dan suara-
suara yang menyuruh melakukan sesuatu
Data Objektif :
- Bersikap seperti mendengar / Melihat sesuatu
- Berhenti berbicara di tengah kalimat untuk
mendengarkan sesuatu
- Berbicara dan tertawa diri sendiri
- Diorientasi waktu, tempat, orang dan respon yang tidak
sesuai
Risiko perilaku kekerasan Data Subjektif :
(diri sendiri, orang lain, Klien mengatakan mendengar suara-suara, takut terhadap
lingkungan, dan verbal) suara-suara yang di dengar, ingin memukul dan melempar
barang-barang
Data Objektif :
- Kalien sering berbicara sendiri
- Duduk terpaku dengan pandangan mata satu arah
- Tertawa dan tersenyum sendiri
- Terlihat pembicaraan dengan benda mati objek tidak
jelas
- Gelisah dan ketakutan
Isolasi sosial: Menarik diri Data Subjektif :
Klien mengatakan tidak cocok dengan orang lain
Data Objektif :
- Klien selalu menyendiri
- Tidak mau bergaul dengan orang lain
- Mondar mandir
IV. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan persepsi sensori: Halusinasi pendengaran
2. Isolasi sosial: Menarik diri
3. Risiko perilaku kekerasan (diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan verbal)
V. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
Perubahan sensori persepsi: Halusinasi pendengaran
1. Tujuan umum:
Klien dapat mengendalikan halusinasinya.
2. Tujuan khusus:
a. Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria hasil:
1) Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, klien mau
duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang
dihadapi.
Interensi:
1) Bina hubungan saling percaya dengan menungkapkan prinsip komunikasi
terapeutik:
- Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun nonverbal
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menempati janji
- Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya
- Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
Rasional:
1) Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran hubungan interaksi
selanjutnya
b. Klien dapat mengenali halusinasinya
Kriteria hasil:
1) Klien dapat menyebytkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi
2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasi
Intervensi:
1) Adakah kontak sering dan singkat secara bertahap
2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya; bicara dan tertawa
tanpa stimulus, memandang ke kiri atau ke kanan atau ke depan seolah-olah ada
teman bicara
3) Bantu klien mengenali halusinasinya.
- Jika menemukan yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang
didengar
- Jika klien menjawab ada, Ianjutkan: apa yang dikatakan.
- Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat
sendiri tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi).
- Katakan bahwa klien ada juga yang seperti klien.
4) Diskusikan dengan klien
- Situasi yang menimbulkan atau tidak menimbulkan halusinasi.
- Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (Pagi, siang, sore dan malam atau
jika sendiri, jengkel atau sedih)
5) Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah atau
takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
1) Mengenal perilaku pada saat halusmasu timbul memudahkan rawat dalam
melakukan intervensi
2) Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindarkan faktor pencetus
timbulnya halusinasi.
3) Dengan mengetahui waktu, isi, dan frekuensi munculnya haIusinasi
mempermudah tindakan keperawatan klienyang akan dilakukan perawat.
4) Untuk mengidentiflkasi pengaruh halusinasi klien
c. Klien dapat mengontrol halusinasinya
Kriteria hasil:
1) Klien dapat menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan untuk mengendalikan
halusinasinya
2) Klien dapat menyebutkan cara baru
3) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah didiskusikan
dengan klien
Intervensi:
1) Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi (
tidur, marah, menyibukan diri, dll)
2) Diskusikan manfaat cara yang dilakukan klien, jika bermanfaat beri pujian.
3) Diskusikan cara baru untuk memutus atau mengontrol halusinasi:
- Katakan ”Saya saya tidak mau dengar kamu” (pada saat halusinasi terjadi)
- Menemui orang lain (Perawat/teman/anggota keluarga) untuk bercakap-
cakap atau mengatakan halusinasi yang terdengar.
- Membuatjadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak muncul
- Minta keluarga/teman/perawat jika nampak bicara sendiri.
4) Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
Rasional:
1) Upaya untuk memutuskan siklus halusinasi sehingga halusinasi tidak berlanjut
2) Reinforcement positif akan meningkatkan harga diri klien.
3) Memberikan alternatif pilihan bagi klien untuk mengontrol halusinasi
4) Memotivasi dapat meningkatkan kegiatan klien untuk mencoba memilih salah
satu cara mengendalikan halusinasi dan dapat meningkatkan harga diri klien
d. Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengotrol halusinasi
Kriteria hasil:
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
2) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan kegiatan untuk
mengendalikan halusinasi
Intervensi:
1) Anjurkan klien untuk memberi tahu keluarga jika mengalami halusinasi.
2) Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan rumah)
- Gejala halusinasi yang dialami klien.
- Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
- Cara merawat anggota keluarga untuk memutus halusinasi di rumah, beri
kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama.
- Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantun:
halusinasi terkontrol dan risiko mencedrai orang lain.
Rasional:
1) Untuk mendapatkan bantuan keiuarga mengontrol halusinasi.
2) Untuk mengetahui pengetahuan keluarga dan meningkatkan kemampuan
pengetahuan tentang halusinasi
e. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik
Kriteria hasil:
1) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat
2) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat secara benar
3) Klien dapat informasi tentang efek samping obat
4) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat
5) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan obat
Intervensi:
1) Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi manfaat obat
2) Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan meraskan manfaatnya
3) Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping obat
yang dirasakan
4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa konsultasi
5) Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip benar
Rasional:
1) Dengan menyebutkan dosis, frekuensi dan manfaat obat.
2) Diharapakan klien melaksanakan program pengobatan. Menilai kemampuan
klien dalam pengobatannya sendiri.
3) Dengan mengetahui efek samping obat klien akan tahu apa yang harus dilakukan
setelah minum obat
4) Program pengobatan dapat berjalan sesuai rencana
5) Dengan mengetahui prinsip penggunaan obat, maka kemandirian klien untuk
pengobatan dapat ditingkatkan secara bertahap.
DAFTAR PUSTAKA

Damaiyanti dan Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

---------. (2008). Komunikasi Terapeutik dalam Praktik Keperawatan. Bandung: Refika


Aditama
Hamid, A.Y. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Nanda-1. (2012). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EG

Stuart, G.W & Sundeen, S.J. (1998). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Edisi 3. Alih Bahasa Akhir
Yani S. Jakarta: EGC

Yosep, I. (2007). Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama

---------. (2010). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama

Anda mungkin juga menyukai