Anda di halaman 1dari 6

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMOTIVASI TINDAKAN KORUPSI PADA

ANGGARAN DI KAB. TEGAL

Istianah, Ida Farida, Krisdiyawati


Program Studi DIII Akuntansi Politeknik Harapan Bersama
Jln. Mataram No.09 Tegal
Telp/Fax (0283) 352000

ABSTRAK

Pelaksanaan Otonomi Daerah sudah dilaksanakan enam belas tahun. Bertujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakayat dan peningkatan pelayanan, akan tetapi pelaksanaannya justru banyak terjadi
penyelewengan terutama penyelewengan dana atau korupsi ini tidak hanya terjadi di satu daerah tetapi hampir
seluruh Indonesia salah satunya adalah Kab. Tegal Sehingga disini dirumuskan motivasi apakah yang mendorong
tindakan korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) di Kabupaten Tegal? Data yang digunakan
adalah data primer dan data sekunder data primer data diperoleh langsung dari sumbernya melalui persepsi
masyarakat Kabupaten Tegal. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari literatur dan sumber-sumber lain
yang terkait dengan masalah penelitian ini. Berupa biografi Kabupaten Tegal tahun 2014 (sebagai lokasi
penelitian). Alat analisis yang digunakan adalah dengan bantuan spss untuk menguji data dengan kurtosis
skweness kolomogorov-smirnov-test grafik reliabilitas dan regresi untuk mengetahui pengaruh dari masing-
masing variabel terhadap korupsi.
Dari hasil analisis dihasilkan persamaanY = 7,571 + 0,402 X1 + 0,275 X2 + 0,338 X3 + 0,157 X4
menunjukkan bahwa pertama, aspek prilaku individu dan aspek peraturan UU berpengaruh signifikan terhadap
terjadinya korupsi APBD. Kedua, aspek organisasi kepemerintahan dan pengawasan merupakan yang
berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap terjadinya korupsi APBD. Hubungan yang di tunjukkan adalah
semuannya positif semakin baik ke empat aspek maka semakin rendah korupsi APBD yang terjadi.

Kata kunci : Otonomi Daerah, korupsi, korupsi berjamaah dan kabupaten Tegal

1. Pendahuluan daerah untuk melaksanakan pembangunan


daerah berdasarkan prinsif desentralisasi dan
Penyelenggaraan Otonomi Daerah pengaturan sumber daya nasional yang
sudah berjalan enam belas tahun. Masing- memberikan kesempatan bagi peningkatan
masing daerah melaksanakan demokrasi dan kinerja daerah untuk
pemerintahannya dengan sistem desentalisasi meningkatkan kesejahteraan masyarakat
bukan pada sistem sentralisasi atau tergantung menuju masyarakat yang madani yang bebas
pada pusat dengan kata lain adanya beberapa korupsi dan nepotisme ini dibarengi dengan
perubahan yang sangat prinsif, salah satunya dilaksanakannya reformasi penganggaran dan
adalah perubahan dalam hubungan antara reformasi sistem akuntansi keuangan daerah
eksekutif dengan legislatif. Pertama, eksekutif (Halim, 2003).
bersama dewan mempunyai otonomi penuh
Namun, pada faktanya pelaksanaan
untuk membuat kebijakan-kebijakan lokal, dan
otonomi daerah ternyata banyak
kedua, anggota dewan memiliki otonomi
mengakibatkan dampak negatif. Menurut
penuh dan mempunyai peluang besar dalam
Khudori (2004) salah satu yang menonjol
proses legislasi. Kewenangan dewan dalam
adalah munculnya "kejahatan institusional".
kebijakan tidak terbatas hanya membuat
undang-undang bersama-sama dengan Beberapa kasus korupsi APBD yang
eksekutif menyusun APBD yang sebelumnya terjadi di kabupaten Tegal penelitian. Adapun
tidak pernah dilakukan tetapi juga berwenang kasusnya sebagai berikut:
melakukan pengawasan, investigasi, atas
1. Kasus proyek pembangunan Jalan
jalannya peleksanaan undang-undang dan
Lingkar Kota Slawi (Jalingkos) tahun
APBD yang telah dibuat. Adapun
2006-2007. yang sudah merugikan uang
implementasi lain dari pelaksanaan otonomi
negara senilai Rp3,955 miliar.
daerah adalah pelimpahan dana dari pusat ke

1
2. Pelanggaran Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal Apabila dilihat dari segi pelaku korupsi,
18 UU Nomor 31/1999 telah diubah dan sebab-sebab dia melakukan korupsi dapat
ditambahkan dalam UU Nomor 20/2001 berupa dorongan dari dalam dirinya, yang
tentang Pemberantasan Tindak Pidana dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat,
Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) atau kesadaran untuk melakukan. Sebab-sebab
ke-1 KUHP. Yang dilakukan oleh Mantan manusia terdorong untuk melakukan korupsi
Kapolres Tegal, Agustin Hadiyanto, antara lain : (a) sifat tamak manusia, (b) moral
terdakwa kasus korupsi dana operasional yang kurang kuat menghadapi godaan, (c)
Polres Tegal senilai Rp 6,6 miliar. penghasilan kurang mencukupi kebutuhan
3. Kasus korupsi bantuan sosial untuk ternak hidup yang wajar, (d) kebutuhan hidup yang
sapi yang merugikan negara hingga Rp mendesak, (e) gaya hidup konsumtif, (f) tidak
200 juta merupakan tindakan korupsi mau bekerja keras, (g) ajaran-ajaran agama
berjamaah karena tidak hanya melibatkan kurang diterapkan secara benar, (h) upaya
delapan anggota Dewan Perwakilan untuk mengembalikan modal.
Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tegal,
Dalam teori kebutuhan Maslow,
Jawa Tengah periode 1999.
demikian dikatakan Sulistyantoro (2004)
4. Pelanggaran Pasal 2 Ayat 1 Undang-
korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh
Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
paling bawah dan logika lurusnya hanya
yang dilakukan oleh mantan supir anggota
dilakukan oleh komunitas masyarakat yang
DPRD untuk pembangunan masjid yang
pas-pasan yang bertahan hidup, namum saat ini
merugikan negara sebesar Rp.100 juta
korupsi dilakukan oleh orang kaya, pendidikan
5. Tindakan pidana korupsi dana alokasi desa
tinggi. Selanjutnya, poling yang dilakukan
(ADD) yang melanggar pasal 2 dan 3 UU
oleh Malang Corruption Watch (MCW)
No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan
berdasarkan jawaban dari 9273 responden,
Tindak Pidana Korupsi. Yang dilakukan
hasilnya menunjukkan sekitar 30,2% korupsi
kepala desa. Kalau diamati bahwa
terjadi karena aspek individu demi
tindakan korupsi rentan dan dapat
kepentingan pribadinya. Pola-pola
dilakukan dimana saja dan oleh siapa saja
penyimpangan yang terjadi biasanya tidak
dan pada objek apa saja, dimana ada
bekerja pada saat jam kantor (14,2%),
kesempatan disitu kejahatan dilakukan
pemakaian fasilitas kantor untuk kepentingan
walaupun pelakunya juga orang yang
pribadi dan keluarganya (10%), dan (6)%
mengerti akan hukum dan agama.
adalah biaya pengurusan sesuatu yang
Berdasarkan pada penjelasan diatas maka berkaitan dengan adminstarsi (MCW, 2004).
kami peneliti tertarik unuk melakukan
2. Aspek Organisasi Kepemerintahan
penelitian dengan judul “FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMOTIVASI TINDAKAN Organisasi dalam hal ini adalah organisasi
KORUPSI PADA ANGGARAN DI KAB. dalam arti yang luas, termasuk sistem
TEGAL” pengorganisasian lingkungan masyarakat.
Organisasi yang menjadi korban korupsi atau
2. Landasan Teori
dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil
Menurut UU NO 12 tahun 2001. terjadinya korupsi karena membuka peluang
Korupsi adalah melakukan perbutan atau kesempatan untuk terjadinya korupsi
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau (Tunggal, 2000). Aspek-aspek penyebab
suatu koorporasi, perbutan melawan hukum, terjadinya korupsi dari sudut pandang
merugikan keuangan negara atau organisasi ini meliputi: (a) kurang adanya
perekonomian, menyalahgunakan kekuasaan, teladan dari pimpinan, (b) tidak adanya kultur
atas sarana yang ada padanya karena jabatan organisasi yang benar, (c) sistem akuntabilitas
dan kedudukannya dengan tujuan di instansi pemerintah kurang memadai, (d)
menguntukan diri sendiri atau orang lain. manajemen cenderung menutupi korupsi di
dalam organisasinya.
Aspek-aspek penyebab korupsi
3. Aspek Peraturan Perundang-Undangan
1. Aspek Prilaku individu

2
Tindakan korupsi mudah timbul karena yaitu berdasarkan nilai p-value, nilai t, nilai F
ada kelemahan di dalam peraturan perundang- dan kemudian juga akan dianalisis koefisien
undangan, yang dapat mencakup: (a) adanya regresi dan koefisien determinasi. Untuk
peraturan perundang-undangan yang menganalisis data, digunakan software SPSS
monolistik yang hanya menguntungkan for window realesed 10.05 programe.
kerabat dan “konco-konco” presiden, (b)
1. Untuk menghitung apakah masing-masing
kualitas peraturan perundang-undangan
dari aspek prilaku individu, aspek
kurang memadai, (c) peraturan kurang
ogranisasi kempemerintahan, aspek
disosialisasikan, (d) sangsi yang terlalu ringan,
peraturan perundang-undangan dan
(e) penerapan sangsi yang tidak konsisten dan
aspek kepengawasan signifikan
pandang bulu, (f) lemahnya bidang evalusi dan
mempengaruhi terjadinya korupsi APBD
revisi peraturan perundang-undangan.
menggunakan regresi berganda. Dengan
4. Aspek Pengawasan persamaan regresi sebagai berikut
Pengawasan yang dilakukan instansi Y= a + b1X1 + b2X2 + b3X3
terkait (BPKP, Itwil, Irjen, Bawasda) kurang +b4X4+ e ......................(1)
bisa efektif karena beberapa faktor,
Keterangan:
diantaranya (a) adanya tumpang tindih
pengawasan pada berbagai instansi, (b) Y : Korupsi APBD
kurangnya profesionalisme pengawas, (c) A : Konstanta
kurang adanya koordinasi antar pengawas (d)
kurangnya kepatuhan terhadap etika hukum b1, b2, b3, b4 : Koefisien regresi
maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri. X1 : Aspek Prilaku individu
X2 : Aspek Organisasi Kepemerintahan
3. Metode Penelitian X3 : Aspek Peraturan Perundang-
A. Bahan Penelitian undangan
Penilitian dilakukan di Kabupaten Tegal X4 : Aspek Pengawasan
adapun bahan penelitian yang digunakan E : Eror
adalah berupa data-data, yaitu data primer data
diperoleh langsung dari sumbernya melalui 2. Untuk menghitung apakah masing-masing
persepsi masyarakat Kabupaten Tegal. Data dari aspek prilaku individu, aspek
sekunder yaitu data yang diperoleh dari ogranisasi kempemerintahan, aspek
literatur dan sumber-sumber lain yang terkait peraturan perundang-undangan dan
dengan masalah penelitian ini. Berupa biografi aspek kepengawasan berkorelasi positf
Kabupaten Tegal tahun 2014 (sebagai lokasi dan secara signifikan mempengaruhi
penelitian). terjadinya korupsi APBD menggunakan
regresi berganda.(Dengan bantuan SPSS)
3. Definisi Operasional Dan Pengukuran
B. Prosedur penelitian Variabel
Penelitian ini dikakuan melalui a. Variabel Dependen
survey. Data penelitian yang di butuhkan
adalah data primer dalam bentuk persepsi Variabel dependen yang digunakan
responden (subjek) penelitian. Pengambilan dalam penelitian ini adalah korupsi APBD
data menggunakan survey langsung dan yang terjadi di Kabupaten Tegal.
instrumen yang di gunakan adalah kuesioner b. Variabel Independen
(angket). Kuesioner yang digunakan disusun
sendiri oleh peneliti berdasarkan teori yang Variabel independen yang digunakan dalam
terkait. penelitian ini adalah faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya korupsi yaitu aspek
C. Alat Penelitian prilaku individu, aspek organisasi
Hipotesis dalam penelitian ini akan diuji kepemerintahan, aspek peraturan perundang-
dengan menggunakan multiple regression, undangan, dan aspek pengawasan.

3
c. Pengukuran Variabel sing 0.375, aspek organisasi pemerintahan
sebesar 0,944, aspek peraturan UU sebesar
Masing-masing variabel diukur dengan
0,821, aspek pengawasan sebesar 0,769, aspek
model Skala Likert yaitu mengukur sikap
korupsi sebesar 0,370. Dari hasil analisis
dengan menyatakan setuju atau
tersebut dapat disimpulkan bahwa secara
ketidaksetujuannya terhadap pertanyaan yang
keseluruhan dari semua aspek (>0,05) apabila
diajukan dengan skor 5 (SS=Sangat Setuju), 4
ditinjau dari jenis kelamin baik laki-laki
(S=Setuju), 3 (TT=Tidak Tahu), 2 (TS=Tidak
ataupun perempuan tidak ada perbedaan
Setuju), dan 1 (STS=Sangat Tidak Setuju).
pendapatan secara signifikan. (Lihat lampiran
Uji Reliabilitas Dan Validitas 3 hal 85)
Untuk melihat reliabilitas masing-masing B. Uji
instrumen yang digunakan, peneliti Norm
menggunakan koefisien Cronbach Alpha. alitas
Suatu instrumen dikatakan reliabel jika data
memiliki nilai Cronbach Alpha lebih besar
Dari anlaisis uji normalitas data
dari 0,5 (J Suprapto, 2009). Untuk mengetahui
dengan menggunakan SPSS tersebut diperoleh
bahwa pertanyaan yang digunakan dalam
data sebagai berikut
instrumen valid, maka digunakan Factor
Analysis. Instrumen dikatakan valid jika 1) Skewness dan kurtosis masing-masing
memiliki nilai Kaiser lebih besar dari 0,5 aspek prilaku individu adalah 0,043 dan -
sehingga construct validity tepat (j.supranto, 0,502, aspek organisasi pemerintahaan
2009). Disamping itu, instrumen dapat adalah -0,332 dan -0,292, aspek
dikatakan valid jika Eigen value lebih dari satu. peraturan UU adalah -0,244 dan 0,389 ,
aspek pengawasan adalah -0,223 dan -
4. Hasil dan Analisa
0,123. Dan pada aspek korupsinya adalah
A. Data 0,020 dan -0,498. Dari hasil analisis
Demo tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
grafi baik Pada aspek prilaku individu, aspek
Resp pemerintahan dan aspek peraturan UU,
onde aspek pengawasan maupun korupsi
n mempunyai data yang berdistribusi
Dari 300 Kuesioner yang disebar normal karena angka yang dihasilkan
kepada responden yang telah memenuhi adalah nol.
kriteria untuk diolah adalah sebanyak 134, 56 2) Dari hasil analisis Kolomogrov-Smirnov-
orang diantaranya laki-laki dan 78 orang Test dihasilkan masing-masing K-S
diantaranya perempuan, rata-rata responden masing dan probabilitas signifikasi pada
berusia 28 tahun, rata-rata pendidikannya prilaku individu sebesar 1,099, dan 0,178,
adalah S1 (Sarjana). Selisih pada aspek prilaku organisasi pemerintahan sebesar 0,852 dan
individu sebesar 15, aspek organisasi 0,463, , peraturan UU sebesar 1,176, dan
pemerintahaan adalah 23, aspek peraturan UU 0,126, pengawasan sebesar 1,283 dan
adalah 24, dan aspek pengawasan adalah 23. 0,074, korupsi sebesar 0,775 , dan 0,585.
Sedangkan korupsinya adalah 33. Dengan Dari hasil analisis tersebut data secara
jumlah nilai total masing-masing aspek dari keseluruhan dari semua aspek baik
aspek prilaku individu adalah 4.314, aspek perilaku individu, organisasi
organisasi pemerintahaan adalah 3.970, aspek pemerintahan, peraturan UU, dan korupsi
peraturan UU adalah 3.857, dan aspek dihasilkan diatas 0,05 datanya adalah data
pengawasan adalah 3.986. Sedangkan berdistribusi normal.
korupsinya adalah 5.697.
3) Menggunakan pengujian dengan grafik
Dari hasil analisis perbedaan dengan histogram bahwa kemencengan garis
menggunakan analisis perbedaan dengan grafik berada pada posisi tengah atau
independent-Sampel-Test dihasilkan tingkat seimbang tidak menceng kekanan atau pun
sig. (2-tailed) masing-masing aspek adalah kekiri pada semua aspek. Baik aspek
sebagai berikut pada aspek perilaku individu prilaku individu, aspek organisasi

4
pemerintahan, aspek peraturan UU, aspek korupsi APBD dengan melihat taraf
pengawasan maupun aspek korupsinya. signifikansinya yaitu sebesar 0.110. Hubungan
yang ditunjukan oleh koefisien regresi adalah
4) Dengan menggunakan uji reliabiltas data
negatif 0,257, artinya semakin baik aspek
pada masing-masing soal diperoleh
organisasi kepemerintahan maka korupsi
Crombanch’s Alpha perilaku individu
APBD akan menurun. Nilai t hitung dari hasil
sebesar 69,5 , organisasi pemerintahan
regresi adalah 1,609, dimana t hitung ini lebih
sebesar 73,8, peraturan UU 71,7,
kecil dari t tabel (1,66), artinya hipotesis kedua
Pengawasan 73,7, dan korupsi sebesar
tidak diterima. Sehingga model regresi tidak
72,2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
dapat digunakan untuk memprediksi pengaruh
data dari masing-masing variabel data
variabel aspek organisasi kepemerintahan
normal karena sesuai dengan ketentuan
terhadap korupsi APBD.
bahwa apabila Crombach’s Alpha diatas
50 maka data dapat dikatakan normal. E. Pengujian Hipotesis III dan
Pembahasan
Hasil analisis regresi terhadap hipotesis
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
ketiga dapat dilihat bahwa aspek perundang-
Dari tabel 7 diatas dapat ditarik undangan secara signifikan mempengaruhi
kesimpulan bahwa persamaan atau pola terjadinya korupsi APBD dengan melihat taraf
interaksi Y atau korupsi dengan aspek signifikansinya yaitu sebesar 0.017 (0,017 <
perilaku individu (X1), aspek organisasi 0,05). Hubungan yang ditunjukan oleh
pemerintahan (X2), aspek peraturan UU (X3), koefisien regresi adalah 0,338, artinya semakin
dan dan aspek pengawasan (X4) adalah berkualitas sistem perundang-undangan maka
sebagai berikut: korupsi akan semakin rendah. Nilai t hitung
Y = 7,571 + 0,402 X1 + 0,275 X2 + 0,338 X3 dari hasil regresi adalah 2,422, dimana t hitung
+ 0,157 X4 ini lebih besar dari t tabel (1,66), artinya
hipotesis ketiga diterima sehingga model
Dari persamaan tersebut diatas dapat regresi dapat digunakan untuk memprediksi
dijelaskan sebagai berikut: pengaruh variabel aspek perundang-undangan
terhadap korupsi APBD.
 Hasil Regresi Hipotesis Pertama
Dari hasil output spss dihasilkan F. Pengujian Hipotesis IV Dan
analisis regresi terhadap hipotesis 1 dapat Pembahasan
dilihat bahwa aspek prilaku individu Hasil analisis regresi keempat dapat
berpengaruh secara signifikan terhadap dilihat bahwa aspek pengawasan
terjadinya korupsi APBD dengan melihat taraf berpengaruh tetapi tidak secara signifikan
signifikansinya yaitu sebesar 0.025. Hubungan terhadap terjadinya korupsi APBD dengan
yang ditunjukan oleh koefisien regresi adalah melihat taraf signifikansinya yaitu sebesar
sebesar 0,402, artinya semakin buruk aspek 0,268 dimana sig > 0,05. Hubungan yang
prilaku individu maka korupsi APBD semakin ditunjukkan oleh koefisien regresi adalah
tinggi. Nilai t hitung dari hasil regresi adalah 0,157 artinya semakin tinggi pengawasan
2,267 dimana t hitung ini lebih besar dari t yang maka korupsi APBD akan semakin
tabel (1,66), artinya hipotesis pertama rendah. Nilai t hitung dari hasil regresi
didukung (diterima). Sementara nilai sig adalah 1,13, dimana t hitung ini lebih kecil
sebesar 0,025 adalah > dari 0,05 sehingga dari t tabel (1,66), artinya hipotesis keempat
model regresi dapat digunakan untuk ditolak.
memprediksi pengaruh variabel prilaku
G. Pengujian Hipotesis Secara Simultan
individu terhadap terjadinya korupsi APBD.
Hasil analisis regresi secara simultan
D. Pengujian Hipotesis II dan
menunjukkan bahwa secara bersama-sama
Pembahasan
variabel aspek perilaku individu, aspek
Hasil analisis regresi terhadap organisasi kepemerintahan, aspek peraturan
hipotesis kedua dapat dilihat bahwa aspek perundang-undangan dan aspek pengawasan
organisasi kepemerintahan berpengaruh tetapi berpengaruh signifikan terhadap terjadinya
tidak secara signifikan terhadap terjadinya korupsi APBD di Kabupaten Tegal dengan

5
melihat taraf signifikansinya yaitu sebesar [2] Ahmad Yani, 2002. Hubungan
0.00. Hasil analisis secara simultan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
mendukung analisis secara secara partial. dan Daerah di Indonesia. Raja Wali
Dilihat dari F hitung sebesar 13,987 sedangkan Pres, Jakarta
F tabel sebesar 2,61, sehingga F hitung > dari
[3] Andi Hamzah, 2009. Pemberantasan
F tabel, sementara nilai sig sebesar 0,00 adalah
Korupsi Melalui Hukum Pidana
< dari 0,05 sehingga model regresi dapat
Nasional Dan Internasional, Raja
digunakan untuk memprediksi pengaruh
Grafiko. Jakarta
korupsi APBD.
[4] Djoko sudantoko, 2003. Dilema
H. Koefe
Otonomi Daerah, BPFE Yogyakarta
sien
Deter [5] Ermansjasah Djaja, 2009.
mina Memberantas Korupsi Bersama KPK,
si Sinar Grafka. Jakarta
Dari hasil output SPSS model summery [6] Evi hartanati, 2005. Tindak Pidana
besarnya adjusted R2 adalah 0,550, hal ini Korupsi, Gina Grafika
berarti 55% variasi disebabkan oleh ke empat [7] Imom Ghozali, 2013. Aplikasi Analisis
variabel yaitu perilaku individu, organisasi Multivariate Dengan Program IBM
pemerintahan, peraturan UU, dan pengawasan SPSS 19, Badan Penerbit Universitas
tersebut sedangkan sisanya yaitu sebesar 45 Diponegoro. Semarang
disebabkan oleh faktor-faktor lainnya yang
diluar variabel yang diteliti tersebut. [8] Mudrajad Kuncoro, 2013. Metode
Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi,
Standar Error of estimate sebesar 6,222 Erlangga. Jakarta
artinya makin kecil Standar Error of estimate
semakin kecil maka akan membuat model [9] Peraturan perundang-undangan Nomor
regresi semakin tepat dalam memprediksi 110 tahun 2000 dan 24 tahun 2004
variabel. [10] Republik Indonesia, 2001, Undang-
Undang No. 22 dan 25 tahun 1999
5. Kesimpulan tentang Pemerintah Daerah, Citra
Tujuan penelitian ini adalah menguji Umbara, Bandung
faktor-faktor yang memotivasi terjadinya
korupsi Anggaran Pendapatan Belanja Daerah [11] Kaho, Yosep riwu, 2003. Prospek
(APBD) khusunya di Kabupaten Tegal. Dari Otonomi Daerah di Negara asatuan
hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai republik Indonesia
bukti kongkrit dalam strategi upaya [12] Klitgaard, dkk (2002). Penuntun
pemberantasan korupsi, juga sebagai bahan Pemberantasan Korupsi dalam
untuk wacana masyarakat tentang Korupsi. Pemerintahan Daerah, Yayasan Obor
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Indonesia & Patnership for
pertama, aspek prilaku individu dan aspek Governance in Indonesia, Jakarta
peraturan UU berpengaruh signifikan terhadap [13] Suprapto J , 2009 Statistik Teori
terjadinya korupsi APBD. Kedua, aspek dan Aplikasi, Erlangga
organisasi kepemerintahan dan pengawasan
merupakan yang berpengaruh tetapi tidak [14] ___________, 2014 kabupaten
signifikan terhadap terjadinya korupsi APBD. dalam angka, Badan Pusat Statistik,
Hubungan yang di tunjukkan adalah Kabupaten Tegal
semuannya positif semakin baik ke empat
aspek maka semakin rendah korupsi APBD
yang terjadi.

6. Daftar Pustaka
[1] Abdul Halim, 2012. Akuntansi Sektor
Publik, Salemba. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai