Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hipertensi

Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan

tekanan darah diatas normal yang menyebabkan peningkatan angka kesakitan

(morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Apabila seseorang dinyatakan

menderita hipertensi, berarti memiliki tekanan arteri rata-rata lebih tinggi dari

batas normal (Sari, 2016). Akibatnya volume darah meningkat dan saluran

pembuluh darah menyempit (Pratiwi dan Kusmiati, 2015).

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan

tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan

selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang (Kemenkes

RI,2015). Hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah secara terus menerus

hingga melebihi batas normal. Tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg

menetap atau tekanan diastolik lebih tinggi dari 90 mmHg (Manurung, 2016).

Hipertensi dapat mengakibatkan komplikasi seperti stroke, kelemahan jantung,

penyakit jantung koroner, gangguan ginjal dan lain-lain yang berakibat pada

kelemahan fungsi dari organ vital seperti otak, ginjal dan jantung yang dapat
berakibat kecacatan bahkan kematian. Hipertensi merupakan salah satu faktor

resiko paling berpengaruh penyebab penyakit jantung (Irwan, 2016).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah suatu
kondisi yang menggambarkan terjadinya peningkatan tekanan darah, dimana
tekanan sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg
pada beberapa kali pengukuran.

2.2 Etiologi

Menurut Nurarif & Kusuma (2015) Berdasarkan penyebabnya Hipertensi terbagi

menjadi dua golongan, yaitu :

a. Hipertensi esensial atau hipertensi primer.

Hipertensi premier atau Hipertensi essensial ini merupakan jenis Hipertensi yang

tidak diketahui penyebabnya. Ini merupakan jenis Hipertensi yang paling banyak

yaitu sekitar 90-95% dari insidensi Hipertensi secara keseluruhan. Hipertensi

primer ini sering tidak disertai dengan gejala dan biasanya gejala baru muncul

saat Hipertensi sudah berat atau sudah menimbulkan komplikasi. Hal inilah yang

kemudian menyebabkan Hipertensi dijuluki sebagai silent killer.

b. Hipertensi Sekunder

Jumlah Hipertensi sekunder 5-10% dari kejadian Hipertensi secara keseluruhan.

Hipertensi jenis ini merupakan dampak sekunder dari penyakit tertentu. Berbagai

kondisi yang bisa menyebabkan Hipertensi antara lain penyempitan arteri renalis,
penyakit parenkim ginjal, hiperaldosteron maupun kehamilan. Selain itu, obat-

obatan tertentu bisa juga menjadi pemicu jenis Hipertensi sekunder.

2.3 Patofisiologi

Hipertensi dikaitkan dengan penebalan dinding pembuluh darah dan hilangnya

elastisitas dinding arteri. Hal ini menyebabkan resistensi perifer akan meningkat

sehingga jantung akan memompa lebih kuat untuk mengatasi resistensi yang

lebih tinggi. Akibatnya aliran darah ke organ vital seperti jantung, otak dan ginjal

akan menurun (Potter & Perry, 2012).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak

dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras

saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari

kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan

pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah

melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron

preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca

ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin

mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan

dan ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang

vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap

norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa
terjadi. Selain itu juga terjadinya mekanisme yang mengontrol konstriksi dan

relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari

pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke

korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di

toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk

impuls yang bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia

simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan

merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan

dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.

Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon

pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi

sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas

mengapa hal tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf

simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar

adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi.

Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi.

Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat

respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan

penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang

pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu

vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh


korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus

ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.

Semua faktor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi. Untuk

pertimbangan gerontology. Perubahan struktural dan fungsional pada sistem

pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi

pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas

jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang

pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh

darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam

mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),

mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer

(Brunner & Suddarth, 2013).


Bagan Pathway

Faktor Predisposisi : usia, jenis kelamin,

merokok, stress, kurang olahraga, genetic,

alcohol, konsentrasi garam, obesitas.


HIPER An

TENSI siet

Tekanan Kerusakan Per

Sistemik Darah vaskuler uba

Beban Kerja Perubahan


Krisis Infor
Jantung ↑ Struktur
Situas masi
Penyumbat Metode Defisi
Aliran darah
an Koping ensi Risi
makin cepat ke
Vasokontri Ketidake ko
seluruh tubuh
ksi fektifan
sedangkan Spa
Gangguan
sme
Sirkulasi

Ginjal Otak Pe Ret

mb ina
Vasokontri Suplai O2
Resistensi
Sist Kor
ksi pem ke otak ↓
2.4 Manifestasi Klinis

Menurut Tambayong (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016), tanda dan

gejala pada hipertensi dibedakan menjadi :

a. Tidak ada gejala

Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan

tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal

ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan darah

tidak teratur.

b. Gejala yang lazim

Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri

kepala dan kelelahan. Dalam kenyataanya ini merupakan gejala terlazim yang

mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis. Beberapa pasien

yang menderita hipertensi yaitu :


a) Mengeluh sakit kepala, pusing

b) Lemas, kelelahan

c) Sesak nafas

d) Gelisah

e) Mual

f) Muntah

g) Epistaksis

h) Kesadaran menurun

2.5 Komplikasi

Menurut Trianto (2014) komplikasi Hipertensi yang tidak ditangani, dapat

mengakibatkan :

a. Penyakit jantung

Komplikasi berupa infark miokard, angina pectoris, dan gagal jantung.

b. Ginjal

Terjadinya gagal ginjal dikarenakan kerusakan progresif akibat tekanan tinggi

pada kapiler-kapiler ginjal, glomerulus. Rusaknya glomerulus, darah akan

mengalir ke unit-unit fungsional ginjal dan nefron akan terganggu sehingga

menjadi hipoksik dan kematian. Rusaknya membrane glomerulus , protein akan

keluar melalui urin sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan

menyebabkan edema.
c. Otak

Komplikasi berupa stroke dan serangan iskemik. Stroke dapat terjadi pada

hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami

hipertrofi dan menebal sehingga aliran darah ke daerah daerah yang diperdarahi

berkurang.

d. Mata

Komplikasi berupa perdarahan retina , gangguan penglihatan,hingga kebutaan.

2.6 Penatalaksanaan

2.6.1 Terapi

Penatalaksanaan pada penderita Hipertensi ada dua macam yaitu terapi

farmakologis dan terapi non farmakologis:

1) Terapi farmakologis

Terapi farmakologis hipertensi menurut (Divine, 2013):

a) Golongan diuretik

Golongan ini adalah obat pertolongan pertama dan membantu ginjal

membuang air dan garam yang akan mengurangi volume cairan

diseluruh tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta

menyebabkan pelebaran pembuluh darah.


b) Penghambat adrenergik Obat ini merupakan sekelompok obat

terdiri dari alfablocker, beta-blocker dan alfa-beta-blocker labetalol

yang menghambat efek sistem saraf simpatis.

c) ACE-inhibitor Angiotensin converting enzyme inhibitor yang

menyebabkan penurunan tekanan darah dengan cara melebarkan

arteri.

d) Angiotensin II blocker Mekanisme obat ini hampir sama dengan

ACE inhibitor dapat melebarkan arteri.

e) Antagonis kalsium Golongan obat ini dapat memperlebar pembuluh

darah.

2) Terapi nonfarmakologis

Terapi non farmakologis hipertensi menurut Ardiansyah (2012) dan

Triyanto (2014).

a) Menurunkan berat badan sampai batas ideal

b) Mengubah pola makan

c) Mengurangi pemakaian garam

d) Berhenti merokok dan minum alkohol

2.6.2 Tes Diagnostik

Tes Diagnostik untuk pasien Hipertensi sebenarnya cukup dengan

menggunakan tensimeter tetapi untuk melihat komplikasi akibat Hipertensi,

maka diperlukan pemeriksaan penunjang antara lain:


1. Hemoglobin/Hematokrit untuk mengkaji hubungan dari sel-sel

terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor

resiko seperti hipokoagulasi dan anemia.

2. Blood urea nitrogen (BUN)/kreatinin memberikan informasi tentang

perfusi/fungsi ginjal.

3. Glukosa hiperglikemi dapat diakibatkan oleh pengeluaran kadar

ketokolamin.

4. Urinalisa darah, protein, gliukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan

diabetes melitus.

5. EKG dapat menunjukan pola regangan, dimana luas, peninggian

gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung Hipertensi.

6. Foto thorax untuk mengetahui pembesaran jantung.

7. Darah, ureum, dan elektrolit untuk menilai fungsi ginjal dan mencari

alkalosis hipokalemik pada sindrom conn dan cushing ( Rubensten,et

all, 2005).

2.7 Asuhan Keperawatan

2.7.1 Pengkajian

a) Aktivitas / istirahat

Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.

Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung.

b) Sirkulasi
Gejala : riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup, dan

penyakit serebrovaskuler.

Tanda : kenaikan tekanan darah, takikardi, disaritmia, denyutan jelas pada nadi

karotis, jugularis, radialis; denyut femoralis melambat sebagai

kompensasi denyutan radialis atau brakialis; denyut popliteal, tibialis

posterior, pedalis tidak teraba atau lemah. Pada ekstremitas terjadi

perubahan warna kulit, suhu dingin. Pada kulit terjadi sianosis,

diaforesis, pucat, dan kemerahan.

c) Integritas Ego

Gejala : ancietas, depresi, marah kronik, faktor stres, riwayat perubahan

kepribadian

Tanda : letupan suasana hati, gelisah, otot mulai tegang, perhatian menyempit,

tangisan yang meledak, gerak tangan empati.

d) Eliminasi

Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu.

e) Makanan / cairan

Gejala : makanan yang disukai adalah makanan yang tinggi garam, tinggi

lemak, dan tinggi kolesterol (seperti makanan yang digoreng, keju,

telur). Makanan tinggi kalori. Terjadi penurunan/kenaikan berat

badan, mual, muntah, riwayat penggunaan diuretik.

Tanda : berat badan noraml atau obesitas, adanya oedem.

f) Neurosensori
Gejala : keluhan pusing berdenyut, sakit kepala sub oksipitalis (terjadi saat

bangun tidur dan menghilang spontan beberapa jam), gangguan

penglihatan, episode kelemahan pada satu sisi, epistaksis.

Tanda : status mental terjadi perubahan kesadara, orientasi, isi bicara, proses

berfikir, memori, perubahan retina optik. Pada respon motorik terjadi

penurunan kekuatan genggaman tangan atau refleks tendon dalam.

g) Nyeri / ketidaknyamanan

Gejala : angina, nyeri hilang timbul pada tungkai/klaudikasi (indikasi

aterosklerosis pada arteri ekstremitas bawah), sakit kepala oksipital

berat yang sering dijumpai sebelumnya, nyeri abdomen/ massa.

h) Pernafasan

Gejala : dyspnea saat aktivitas / kerja, takipnea, ortopnea, dipsnea nokturnal

paroksismal (PND), batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat

merokok.

Tanda : bunyi suara nafas tambahan (krackles), sianosis, distres srespirasi atau

penggunaan alat bantu pernafasan.

i) Keamanan

Gangguan koordinasi, cara berjalan, episode parestesia unilateral transien,

hipotensi postural.

2.7.2 Diagnosa Keperawatan dan Intervensi Keperawatan

a.) Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan

tekanan vaskuler serebral.


Tujuan : Tidak terjadi kerusakan jaringan

KH : Melaporkan nyeri atau ketidaknyamanan hilang atau terkontrol,

Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan

Intervensi :

a. Mempertahankann tirah baring selama fase akut

b. Pantau tanda – tanda vital

c. Beri tindakan nonfarmakologi untuk menghilangkan sakit kepala,

Misalnya : kompres dingin pada dahi, beri pijatan di leher atau

punggung

d. Ajarkan teknik relaksasi

e. Hilangkan atau minimalkan aktivitas vasokonstriksi yang dapat

meningkatkan sakit kepala

Misalnya : mengejan saat buang air besar, batuk panjang,

membungkuk

f. Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian terapi analgetik.

b.) Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan dengan intake yang tidak adekuat ( Doengoes,

2003 )
Tujuan : Kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi, peningkatan nafsu

makan, mukosa bibir lembab tidak terjadi penurunan berat

badan.

KH : Nafsu makan dapat meningkat, dapat mengabis kan diit dari

rumah sakit, Timbang berat badan setiap hari

Intervensi :

a. Beri makan dalam porsi sedikit tapi sering

b. Kaji ulang pola makan pasien

c. Motivasi pasien untuk makan

d. Awasi pemasukan diit

e. Beri hygiene oral sebelum dan sesudah makan

f. Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemenuhan nutrisi bagi pasien

c.) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

Tujuan : Dapat melakukan aktivitas secara mandiri

KH : Hasil aktivitas dapat dilakukan secara optimal, aktivitas dapat

dilakukan sendiri

Intervensi :

a. Observasi keadaan umum

b. Kaji tingkat aktivitas pasien

c. Bantu pasien dalam melakukan aktivitas


d. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien dalam memenuhi

kebutuhan

e. Beri dorongan untuk melakukan aktivitas/perawatan diri bertahap jika

dapat ditoleransi

2.8 Definisi Jus Buah Belimbing Manis

Jus belimbing merupakan salah satu bahan alami yang dapat digunakan sebagai

obat. Salah satu khasiat yang dimiliki jus belimbing manis adalah sebagai obat

Hipertensi. Kandungan dalam buah belimbing manis yang tinggi kadar kalium

dapat berfungsi melancarkan produksi air seni (diuresis) sehingga dapat

digunakan sebagai alternatif pengobatan Hipertensi. Buah belimbing manis

merupakan buah yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia dan mudah

ditemukan di pasar swalayan serta harganya terjangkau. Buah belimbing manis

(Averrhoa carambola L) sangat bermanfaat dalam membantu menurunkan

tekanan darah karena kandungan serat, kalium, fosfor, dan vitamin C

2.9 Manfaat Jus Buah Belimbing Manis

Jus belimbing manis merupakan salah satu bahan alami yang dapat digunakan

sebagai obat. Salah satu khasiat yang dimiliki jus belimbing manis adalah

sebagai obat Hipertensi. Kandungan dalam buah belimbing manis yang tinggi

kadar kalium dapat berfungsi melancarkan produksi air seni (diuresis) sehingga

dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan Hipertensi. Jus buah belimbing


dapat dikatakan untuk menurunkan tekanan darah dan sangat dianjurkan untuk

mengkonsumsi makanan yang tinggi kalium dan serat, serta rendah natrium.

Kandungan kalium (potassium) dalam satu buah belimbing 127 gram adalah

sebesar 207 mg dan kandungan seratnya sebesar 5 gram. Hal ini menunjukkan

bahwa kandungan kalium dan serat dalam buah belimbing mempunyai jumlah

yang cukup signifikan dalam membantu menurunkan tekanan darah, ditambah

dengan kandungan natriumnya (sodium) yang relative rendah.

Jus belimbing manis merupakan salah satu bahan alami yang dapat digunakan

sebagai obat. Salah satu khasiat yang dimiliki jus belimbing manis adalah

sebagai obat Hipertensi. Kandungan dalam buah belimbing manis yang tinggi

kadar kalium dapat berfungsi melancarkan produksi air seni (diuresis) sehingga

dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan Hipertensi. Jus buah belimbing

dapat dikatakan untuk menurunkan tekanan darah dan sangat dianjurkan untuk

mengkonsumsi makanan yang tinggi kalium dan serat, serta rendah natrium.

Kandungan kalium (potassium) dalam satu buah belimbing 127 gram adalah

sebesar 207 mg dan kandungan seratnya sebesar 5 gram. Hal ini menunjukkan

bahwa kandungan kalium dan serat dalam buah belimbing mempunyai jumlah

yang cukup signifikan dalam membantu menurunkan tekanan darah, ditambah

dengan kandungan natriumnya (sodium) yang relative rendah.

2.10 Tujuan Pemberian Jus Belimbing Manis


Tujuan pemberian jus belimbing adalah untuk menurunkan tekanan darah pada

pasien Hipertensi, karena jus belimbing memiliki kandungan flavonoid bisa

digunakan untuk terapi tekanan darah tinggi, karena flavonoid dapat

menghambat enzim pengubah angiotensin. Selain itu juga mengandung kadar

kalium yang tinggi, serta natrium yang rendah sebagai obat hipertensi.

Belimbing manis juga dapat menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh,

melancarkan proses pencernaan karena belimbing memiliki kandungan serat

yang baik. Kandungan nutrisi lain yang terdapat pada buah bintang ini adalah

80 protein, karbohidrat, mineral, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, B1 dan C.

Kandungan kalium yang berpotensi sangat baik untuk menurunkan tekanan

darah sistolik maupun diastolik. (Hernani, 2010).

2.11 Pengaruh Jus buah belimbing terhadap tubuh

Jus belimbing manis menurunkan tekanan darah melalui mekanisme

antidiuresis. Jus belimbing manis berkerja untuk menurunkan tekanan darah

dengan cara menurunkan sekresi hormon antidiuretik dan rasa haus. hormon

antidiuretik diproduksi di hipotalamus dan bekerja pada ginjal untuk mengatur

osmolalitas dan volume urin. Dengan menurunnya hormon antidiuretik, akan

banyak urin yang diekskresikan sehingga urin menjadi lebih encer dengan

osmolalitas yang rendah. Untuk memekatkannya, volume cairan intra seluler

akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari ekstraseluler. Sedangkan,

menurunnya konsentrasi NaCl akan dipekatkan dengan cara menurunkan cairan


ekstraseluler. Ditambah dengan berkurangnya rasa haus sehingga asupan cairan

juga berkurang. Semua mekanisme tersebut akan menghasilkan penurunan

tekanan darah.

2.12 Cara Pembuatan Jus Belimbing Manis

Cara pembuatan jus belimbing manis, sebagai berikut :

Bahan yang perlu disiapkan :

- 3 buah belimbing manis.

- 1 sdm gula

- 1 sdm madu

- Susu kental manis (jika perlu).

- Es batu (secukupnya).

- Air 300 ml.

Langkah-langkah pembuatan :

- Cuci buah belimbing hingga bersih.

- Buang bagian pinggirnya, kemudian iris buah belimbing sesuai selera.

- Masukkan buah belimbing yang sudah di iris ke dalam blender, lalu

tambahkan es batu, gula, madu dan air secukupnya ke dalam blender.


- Setelah semua bahan di blender, tuang jus ke dalam gelas saji dan jus

belimbing siap untuk di minum.

Anda mungkin juga menyukai