SPONDILITIS TB
A. Definisi:
Spondilitis tuberculosa adalah infeksi yang sifatnya kronis berupa infeksi
granulomatosis di sebabkan oleh kuman spesifik yaitu mycobacterium tuberculosa yang
mengenai tulang vertebra (Abdurrahman, et al 2015; 144 )
B. Etiologi
Spondilitis tuberculosis atau tuberculosis tulang belakang merupakan infeksi
sekunder dari tuberkulosis di tempat lain, 90 – 95% disebabkan oleh mikobakterium
2 1
tuberkulosis tipik ( dari tipe human dan dari tipe bovin) dan 5 – 10% oleh
3 3
mikobakterium tuberkulosa atipik. Kuman mycobacterium tuberkulosa bersifat tahan
asam, dan cepat mati apabila terkena matahari langsung.
C. Patofisiologi:
Infeksi berawal dari bagian epifisial korpus vertebra. Kemudian, terjadi hiperemia
dan eksudasi yang menyebabkan osteoporosis dan pelunakan korpus. Selanjutnya terjadi
kerusakan pada korteks epifisis, diskus internertebra, dan vertebra sekitarnya. Kemudain
eksudat menyebar ke depan, di bawah longitudinal anterior. Eksudap ini dapat
menembus ligamen dan berekspansi ke berbagai arah di sepanjang garis ligamen yang
lemah. Pada daerah vertebra servikalis, eksudat terkumpul di belakang paravertebral dan
menyebar ke lateral di belakang muskulus sternokleidomastoideus. Eksudat dapat
mengalami protusi ke depan dan ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal.
Perubahan struktur vertebra servikalis menyebabkan spasme otot dan kekakuan leher
yang merupakan stimulus keluhan nyeri pada leher. Pembentukan abses faringeal
menyebabkan nyeri tenggorokan dan gangguan menelan sehingga terjadi penurunan
asupan nutrisi dan masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan. Kekakuan
leher menyebabkan keluhan mobilitas leher dan risiko tinggi trauma sekunder akibat
tidak optimalnya cara mobilisasi. Tindakan dekompresi dan stabilisasi servikal pada
pasca bedah menimbulkan port de entree luka pasca bedah risiko tinggi infeksi.
D. Manifestasi klinis:
Secara klinis gejala spondilitis TB hampir sama dengan penyakit TB yang lain, yaitu
badan lemah dan lesu, nafsu makan dan berat badan yang menurun, suhu tubuh
meningkat terutama pada malam hari, dan sakit pada daerah punggung. Pada anak kecil
biasanya diikuti dengan sering menangis dan rewel.
Pada awal gejala dapat dijumpai adanya nyeri radikuler di sekitar dada atau perut,
kemudian diikuti dengan paraparesis yang lambat laun kian memberat. Kemudian
muncul adanya spastisitas, klonus, hiper-refleksia dan refleks babinski bilateral. Pada
stadium awal ini belum ditemukan deformitas tulang vertebra, demikian pula belum
terdapat nyeri ketok pada vertebra yang bersangkutan. Nyeri spinal yang menetap,
terbatasnya pergerakan spinal, dan komplikasi neurologis merupakan tanda terjadinya
destruksi yang lebih lanjut. Kelainan neurologis terjadi pada sekitar 50% kasus, termasuk
akibat penekanan medulla spinalis yang menyebabkan paraplegia, paraparesis, ataupun
nyeri radix saraf. Tanda yang biasa ditemukan di antaranya adalah adanya kifosis
(gibbus), bengkak pada daerah paravertebra, dan tanda-tanda defisit neurologis seperti
yang sudah disebutkan di atas. (Harsono,2003)
E. Komplikasi:
Komplikasi yang paling serius dari spondilitis TB adalah Pott’s paraplegia. Pada
stadium awal spondilitis TB, munculnya Pott’s paraplegia disebabkan oleh tekanan
ekstradural pus maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis
dan jika Pott’s paraplegia muncul pada stadium lanjut spondilitis TB maka itu
disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari jaringan granulasi atau perlekatan tulang
( ankilosing ) di atas kanalis spinalis.
Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah ruptur dari abses paravertebra torakal
ke dalam pleura sehingga menyebabkan empiema tuberkulosis, sedangkan pada vertebra
lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas membentuk psoas abses yang
merupakan cold abcess.
F. Pemeriksaan penunjang:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. Peningkatan laju endapan darah (LED) dan mungkin disertai mikrobakterium
2. Uji mantoux positif
3. Pada pemeriksaan biakan kuman mungkin ditemukan mikrobakterium
4. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limpe regional
5. Pemeriksaan histopatologis dapat ditemukan tuberkel
b. Pemeriksaan Radiologis
1. Foto thoraks untuk melihat adanya tuberculosis paru
2. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis disertai penyempitan diskus
intervertebralis yang berada di korpus tersebut
3. Pemeriksaan mieleografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan
sumsum tulang
4. Foto CT Scan dapat memberikan gambaran tulangsecara lebih detail dari lesi,
skelerosisi, kolap diskus dan gangguan sirkumferensi tulang
5. Pemeriksaan MRI mengevaluasi infeksi diskus intervetebra dan osteomielitis
tulang belakang dan adanya menunjukan penekanan saraf.
G. Penatalaksanaan:
Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera
mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia.
Prinsip pengobatan paraplegia Pott adalah:
1. Pemberian obat antituberkulosis
2. Dekompresi medulla spinalis
3. Menghilangkan/ menyingkirkan produk infeksi
4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)
Penatalaksanaan pada pasien spondilitis TB terdiri atas:
1. Terapi konservatif berupa:
Tirah baring (bed rest)
Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra
Memperbaiki keadaan umum penderita
Pengobatan antituberkulosa
Standar pengobatan di indonesia berdasarkan program P2TB paru adalah :
a. Kategori 1
Untuk penderita baru BTA (+) dan BTA (-) / rontgen (+), diberikan dalam
2 tahap:
Tahap 1:
Rifampisin 450 mg + Etambutol 750 mg + INH 300 mg + Pirazinamid
1500 mg
Obat ini diberikan setiap hari selama 2 bulan pertama (60 kali).
Tahap 2:
Rifampisin 450 mg + INH 600 mg
Diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 4 bulan (54 kali).
b. Kategori 2
Untuk penderita BTA(+) yang sudah pernah minum obat selama sebulan,
termasuk penderita dengan BTA (+) yang kambuh/gagal yang diberikan dalam
2 tahap yaitu :
Tahap I
Streptomisin 750 mg + INH 300 mg + Rifampisin 450 mg + Pirazinamid
1500mg + Etambutol 750 mg
Obat ini diberikan setiap hari. Untuk Streptomisin injeksi hanya 2 bulan
pertama (60 kali) dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).
Tahap 2
INH 600 mg + Rifampisin 450 mg + Etambutol 1250 mg
Obat ini diberikan 3 kali seminggu (intermitten) selama 5 bulan (66 kali).
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum penderita bertambah
baik, laju endap darah menurun dan menetap, gejala-gejala klinis berupa nyeri dan
spasme berkurang serta gambaran radiologik ditemukan adanya union pada vertebra.
2. Terapi operatif
Indikasi dilakukannya tindakan operasi adalah:
Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah
semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan,
setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik.
Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka
dan sekaligus debrideman serta bone graft.
Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun
pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada
medulla spinalis.
Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi penderita
tuberkulosis tulang belakang, namun tindakan operatif masih memegang peranan
penting dalam beberapa hal, yaitu bila terdapat cold abses (abses dingin), lesi
tuberkulosa, paraplegia dan kifosis.
a. Abses Dingin (Cold Abses)
Cold abses yang kecil tidak memerlukan tindakan operatif oleh karena
dapat terjadi resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses
yang besar dilakukan drainase bedah. Ada tiga cara menghilangkan lesi
tuberkulosa, yaitu:
a. Debrideman fokal
b. Kosto-transveresektomi
c. Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
Paraplegia
b. Paraplegia
Penanganan yang dapat dilakukan pada paraplegia, yaitu:
a. Pengobatan dengan kemoterapi semata-mata
b. Laminektomi
c. Kosto-transveresektomi
d. Operasi radikal
e. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang
c. Kifosis
Operasi pada pasien kifosis dilakukan dengan 2 cara:
1. Operasi kifosis
Operasi kifosis dilakukan bila terjadi deformitas yang hebat,.
Kifosis mempunyai tendensi untuk bertambah berat terutama pada
anak-anak. Tindakan operatif dapat berupa fusi posterior atau melalui
operasi radikal.
2. Operasi PSSW
Operasi PSSW adalah operasi fraktur tulang belakang dan
pengobatan tbc tulang belakang yang disebut total treatment.
Metode ini mengobati tbc tulang belakang berdasarkan masalah dan bukan hanya
sebagai infeksi tbc yang dapat dilakukan oleh semua dokter. Tujuannya, penyembuhan
TBC tulang belakang dengan tulang belakang yang stabil, tidak ada rasa nyeri, tanpa
deformitas yang menyolok dan dengan kembalinya fungsi tulang belakang, penderita
dapat kembali ke dalam masyarakat, kembali pada pekerjaan dan keluarganya.
WOC
Kurang
Kompresi diskus dan Spasme Otot Pembentukan abses Pengetahuan
kompresi radiks saraf di faringeal
sisinya
kekakuan leher
Nyeri tenggorokan
Prosedur bedah dan gangguan
Nyeri menelan
Imobilitas
Defisit perawatan
diri Kerusakan
integritas kulit
H. Pengkajian diagnostic
a. Laboratorium
- Laju Endap darah meningkat
b. Pemeriksaan Diagnostik lain
- Radiologi : terlihat gambaran distruksi vertebra terutama bagian anterior,
sangat jarang menyerang area posterior ; terdapat penyempitan diskus ;
gambaran abses para vertebral
- Tes Tuberkulin : Reaksi Tuberkulin biasanya positif
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
SURAKARTA
I. Identitas
A. Pasien
Nama : Ny. N
Umur/ tgl lahir : 33 Th / 19 September 1986
Jenis kelamin :P
Status perkawinan : Kawin
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Alamat : Kwarasan, Grogol
Tanggal masuk : 5 januari 2020
Diagnosis medis : Spondilitis TB T6-7
B. Penanggung jawab
Nama : Tn. S
Umur : 38 Th
Alamat : Kwarasan, Grogol
Pekerjaan : Pekerja Swasta
Hubungan dengan pasien : Suami
Keterangan :
: laki laki
: perempuan
: pasien
3. Hidung
a. Tulang dan septum nasi : tidak ada kelainan tulang hidung
b. Lubang hidung : simetris, tidak ada cairan, tampak
adamya penumpukan serumen
c. Cuping hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung
4. Telinga
a. Bentuk telinga : telinga simetris, tidak ada kelainan bentuk
b. Lubang telinga : tidak ada cairan yang keluar, ada serumen
c. Ketajaman pendengaran : baik
5. Mulut
a. Keadaan bibir : lembab
b. Keadaan gusi dan gigi: gusi tidak ada lesi, gigi tampak kotor, tidak ada
gigi berlubang
c. Keadaan lidah : ada sedikit kotoran di lidah, tidak ada sariawan
6. Leher
a. Tiroid : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
b. Suara : tidak ada gangguan pita suara
c. Kelenjar limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
d. Vena jugularis : tidak ada pembesaran vena jugularis
e. Denyut nadi karotis : teraba 80x/menit
7. Intergumen
a. Kebersihan kulit : kulit tampak kusam
b. Kehangatan : kulit teraba hangat
c. Warna : sawo matang
d. Turgor : baik
e. Kelembapan : kulit lembab
f. Kelainan pada kulit : terdapat luka post op pada pungung dengan
panjang luka ± 45 cm, terdapat luka decubitus di bawah punggung
dengan kedalaman 3 cm dan diameter ± 7 cm, luka tampak kotor
8. Thorak/ dada
a. Bentuk thorak : simetris, tidak ada benjolan ataupun lesi
b. Paru
Inspeksi : simetris, pergerakan dada kanan dan kiri tampak sama,
tampak pernafasan dengan frekuensi 20x/menit
Palapasi : tractile fremitus teraba
Perkusi : sonor
Auskultasi : suara nafas bronchial dan tidak terdapat suara
tambahan
c. Jantung
Inspeksi : denyut jantung tidak tampak
Palpasi : ictus cordis teraba pada ICS 4-5 midklavikula sisnistra
Perkusi : pekak, tidak ada pembesaran jantung
Auskultasi : BJ I bunyi tunggal (lup dup), BJ II bunyi tunggal (lup
dup), tidak terdengar suara tambahan, frekuensi denyut jantung
80x/menit
9. Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak simetris, tidak ada pembesaran, benjolan,
ataupun lesi
Auskultasi : peristaltic usus 20x/menit
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba adanya benjolan, tidak ada
tanda acites
Perkusi : suara timpani kecuali pada kuadran kanan atas (pekak)
10. Genetalia dan anus
a. Genetalia
Rambut pubis : tampak kotor
Meatus urethra : terpasang kateter
Kelainan : tidak ada
b. Anus
Lubang anus : tidak ada hemoroid di sekitar anus, tampak kotor
Kelainan : tidak ada
11. Musculoskeletal (ekstremitas)
Kekuatan otot :
5 5
1 1
B. Pemeriksaan penunjang
Jam : 1 Mengajarkan Ds :
09:00 WIB prinsip-prinsip Klien mengatakan tahu cara
manajemen nyeri meminimalisir nyeri
Do :
Klien tampak melakukan
tehnik relaksasi untuk
meminimalisir nyeri
Suhu tubuh : 37°C
Nadi :80
x/menit
Pernafasan : 20
x/menit
Tekanan darah : 130/80
mmHg
Jam : 2 Mengajarkan Ds :
10:00 WIB anggota keluarga Klien mengatakan keluarganya
untuk mengatur mengerti cara mengatur posisi
posisinpasien dan untuk dirinya dan keluarga
melakukan ROM paham tentang ROM
pasien secara tepat Do :
Klien tampak melakukan
gerakan ROM dengan dibantu
keluarga
Jam : 2 Berkolaborasi Ds :
10:30 WIB dengan tim Klien mengatakan setuju untuk
kesehatan lain untuk mengikuti instruksi dari Tim
membantu latihan fisioterapi
gerak lainnya Do :
Klien tampak antusias dalam
melaksanakan terapi.
Jam : 1 Berkolaborasi Ds :
13:00 WIB dengan tim Klien mengatakan bersedia
kesehatan lain untuk untuk diberikan terapi
penanganan nyeri farmakologi. Klien
farmakologi mengatakan nyeri skala 2.
Do :
Klien sudah diberikan obat.
Cefazoline : 1 gr/ 8 jam
(IV)
Ketorolac : 30 mg/ 8
jam (IV)
PCT : 1 gr / 8 jam (IV)
Infus RL : 20 tpm (IV)
Jam : 3 Melibatkan Ds :
14:00 WIB keluarga/orang yang Klien mengatakan keluarga
memberi perawatan mau untuk membantunya
dalam merencanakan dalam melakukan program
dan meningkatkan latihan.
program latihan Do :
Tampak keluarga membantu
klien dalam melakukan
program latihan.
Kamis, 1 Berkolaborasi Klien mengatakan bersedia
9 Januari 2020 dengan tim untuk diberikan terapi
Jam : kesehatan lain untuk farmakologi. Klien
08:00 WIB penanganan nyeri mengatakan nyeri skala 1.
farmakologi Do :
Klien sudah diberikan obat.
PCT : 1 gr / 8 jam (IV)
Infus RL : 20 tpm (IV)
Jam : 1 Melakukan Ds :
10:00 WIB pengkajian nyeri Klien mengatakan nyeri sudah
komperehenfis sangat berkurang.
Do :
Skala nyeri 1
Wajah klien tidak
menampakkan menahan nyeri.
Suhu tubuh : 36°C
Nadi :80
x/menit
Pernafasan : 20
x/menit
Tekanan darah : 120/80
mmHg
IV. EVALUASI
O:
Tampak di bagian bawah punggung klien
terdapat decubitus, luka decubitus tampak
berwarna kemerahan dan berlubang, decubitus
dalam grade ke 3.
Klien dalam posisi miring kanan. Miring
dengan bantuan keluarga.
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi Dilanjutkan
Mengajarkan anggota keluarga untuk mengatur
posisi pasien dan melakukan ROM pasien
secara tepat
Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk
membantu latihan gerak lainnya
A : Masalah teratasi
P : Intervensi Dihentikan
2 S : Pasien mengatakan dibagian bawah punggung
terdapat luka dan sudah merasa lebih nyaman setelah
diberikan perawatan di bagian luka decubitus.
O:
Sudah diberikan perawatan luka. Luka tampak bersih,
balutan rapi.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi Dihentikan
3 S : Klien mengatakan sudah melakukan perawatan diri
secara teratur.
O:
- Klien sudah diberikan perawatan diri oleh
keluarga
- Klien tampak bersih, rapi dan segar, tidak
tercium bau tidak sedap.
A : Masalah teratasi
P : Intervensi Dihentikan