Anda di halaman 1dari 51

BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN MARET 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO

CHRONIC WOUND REGIO PEDIS DEKSTRA

Oleh:
Ninis Ilmi Octasari, S.Ked
K1A1 15 095

Pembimbing:
dr. Saktrio Darmono Subarno, Sp.BP-RE

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALUOLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Ninis Ilmi Octasari

i
NIM : K1A1 15 095

Judul : Chronic Wound Regio Pedis Dekstra

Bagian : Ilmu Bedah

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, Maret 2021

Pembimbing

dr. Saktrio Darmono Subarno, Sp.BP-RE

ii
BAB 1

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 57 tahun
Tanggal Lahir : 20 Januari 1963
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Jalan Sao-Sao BTN 1 Blok G No. 1
Tanggal Masuk : 16 Februari 2021
No. Rekam Medik: 580149
DPJP : dr. Saktrio Darmono Subarno, Sp.BP-RE
Dokter Muda : Ninis Ilmi Octasari, S.Ked

B. Anamnesis
Autoanamnesis pada hari Jumat, 18 Februari 2021 pukul 16.00 WITA di
Ruang Perawatan RS Bahteramas
Keluhan utama : Luka pada kaki kanan
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien masuk poli bedah plastik RS.
Bahteramas dengan keluhan luka pada kaki kanan yang tak kunjung sembuh
sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien menjalani terapi lintah di Bandung
kemudian sehari setelah terapi kakinya bengkak dan bernanah. 4 hari
kemudian pasien menjalani debridement disalah satu RS di Bandung. 1 bulan
kemudian luka tak kunjung sembuh, gatal (+), nyeri (+). Keluhan lain demam
(-), batuk (-), flu (-).
Riwayat Penyakit Dahulu: Penyakit dengan keluhan yang sama (-), luka
yang lama sembuh (-)
Riwayat Penyakit Keluarga: DM (+), hipertensi (-)
Riwayat Pengobatan sebelumnya: post debridement pada tanggal
18/12/2020

3
Riwayat sosial ekonomi : merokok (-), minum alkohol (-)

C. Pemeriksaan Fisik
1. Status Generalis
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Composmentis (E4M6V5)
Gizi : Gizi baik
Tanda Vital
Tekanan darah: 110/70 mmHg
Nadi : 93x/menit, reguler,kuatangkat
Pernapasan : 20x/menit, reguler, simetris kiri dan kanan
Suhu : 36,7oC/aksila

Kepala Bentuk normocephal, Deformitas (-), pembengkakan (-),


hematoma (-), nekrotik (-), bulla (-), krusta (-)
Wajah Eritem (-), udem (-)
Mata Udem (-)
Telinga Perdarahan (-), sekret (-)
Hidung Perdarahan (-), sekret (-)
Mulut Bibir kering (-), pucat (-), suara serak (-)
Leher Eritem (-), bulla (-), udem (-)
Thorax Inspeksi : Pergerakan dinding dada spontan, simetris kiri
dengan kanan.
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Vesikuler
Abdomen Inspeksi : Cembung, ikut gerak nafas
Auskultasi : Peristaltik kesan normal
Perkusi : Timpani (+)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Ekstremitas Superior Dekstra : Eritema (-),Udem (-)
Superior Sinistra : Eritema (-), Udem (-)
Inferior Dekstra : Wound (+) ukuran 15x10 cm,
Deformitas (-), pembengkakan (-), hematoma (-), slough
(+), bulla (-), granulasi (+), eksudat (+)

4
Inferior Sinistra : Deformitas (-), pembengkakan (-),
hematoma (-), nekrotik (-), bulla (-), krusta (-), luka (-)

2. Status Lokalis
a. Regio Pedis Dekstra
Inspeksi : Wound (+) ukuran 15x10 cm, Deformitas (-),
pembengkakan (-), hematoma (-), slough (+), bulla (-), granulasi (+),
eksudat (+)
Palpasi : Nyeri tekan (+)

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium

Darah rutin (11/02/2021)


Hasil Nilai Rujukan
RBC 3,99 x 106/uL 4,00–6,00
WBC 10,1 x 103/uL 4,0 – 10,0
HB 12,0 g/dl 12,0 – 16,0
HCT 35,2% 37,0-48,0-54
MCV 88,2 fL 80,0-97,00
MCH 30,1 pg 26,5-33,5
MCHC 34,1 g/L 31,5-35,5
PLT 224 x 103/uL 150-400
Hitung Jenis (11/02/2021)
Hasil Nilai Rujukan
Neutrofil 69,0% 52,0 – 75,0
Limfosit 19,3% 20,0 – 40,
Monosit 7,8% 2,0 – 8,0
Eosinofil 3,3% 1,0 – 3,0
Kimia Darah (11/02/2021)
Hasil Nilai Rujukan

5
GDS 86 mg/dL < 140 mg/dL
Koagulasi (11/02/2021)
Hasil Nilai Rujukan
Masa Perdarahan 2’59’’ 1,0 – 3,0
Masa Pembekuan 6’20’’ 1,0 – 9,0
Imunologi (11/02/2021)
Hasil Nilai Rujukan
Antigen SARS-
Negatif Negatif
CoV-2

2. Radiologi
a. Foto Toraks (11/02/2021)

Kesan: Tidak tampak kelainan radiologic pada foto thorax saat ini

E. Resume
Pasien Tn. A usia 57 tahun datang dengan keluhan luka pada kaki
kanan yang tak kunjung sembuh sejak 3 bulan yang lalu. Awalnya pasien

6
menjalani terapi lintah di Bandung kemudian sehari setelah terapi kakinya
bengkak dan bernanah. 4 hari kemudian pasien menjalani debridement disalah
satu RS di Bandung. 1 bulan kemudian luka tak kunjung sembuh, gatal (+),
nyeri (+), pus (+). Keluhan lain demam (-), batuk (-), flu (-), BAB dan BAK
dalam batas normal. Riwayat Penyakit Dahulu dengan keluhan yang sama (-),
luka yang lama sembuh (-). Riwayat Penyakit Keluarga DM (+), hipertensi (-)
Riwayat Pengobatan sebelumnya yaitu post debridement pada tanggal
18/12/2020. Pemeriksaan fisik Regio pedis dekstra didapatkan : Inspeksi
Wound (+) ukuran 15x10 cm, Deformitas (-),pembengkakan (-),hematoma (-),
slough (+), bulla (-), granulasi (+), eksudat (+). Palpasi : Nyeri tekan (+). Pada
pemeriksaan penunjang darah rutin, terdapat peningkatan pada leukosit.

F. Diagnosa
Chronic Wound Regio Pedis Dekstra

G. Penatalaksanaan
a. Non Farmakologi
1. Perawatan luka
2. Edukasi
3. Konsul Bedah Plastik

b. Farmakologi
1. Analgetik
Injeksi ketorolac 1 ampul 30 mg/8 jam/IV
2. Antibiotik
Injeksi ceftriaxon vial 1 gram /12 jam/IV
3. H2RA
Injeksi ranitidine 1 ampul 50 mg/12 jam/IV

c. Operatif
1. Debridement
2. Skin graft

7
H. Prognosis
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

I. Dokumentasi Pasien
Pre Operasi

Gambar 1. Tampak chronic wound pada regio pedis dekstra sebelum


dilakukan debridement dan skin graft

Intra Operasi

Gambar 2. Tindakan Debridement dan Skin graft pada luka pasien

Post Operasi

8
Gambar 3. Setelah dilakukan skin graft

Gambar 4. Post Operasi Hari ke-21

J. Follow Up
Hasil Follow up pasien dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Hari/
Perjalanan Penyakit Planning
Tanggal
Selasa, S: Tidak ada keluhan P:
16/02/2021 O: Pro Skin Graft
TD : 110/70 mmHg Lapor ruang OK
N : 68 x/m Lapor dokter Anesthesia
P : 20 x/m Informed Consent
S : 36,00C Puasakan Pasien
A: PH1 + Chronic
wound regio pedis

9
dekstra
Rabu, S: Nyeri pada luka post P:
17/02/2021 operasi IVFD RL 20 tpm
O: Injeksi Ceftriaxone vial 1 gr /
TD : 120/80 mmHg 12 jam/IV
N : 88 x/m Injeksi Ketorolac 30 mg /8
P : 20 x/m jam/IV
S : 36,50C Injeksi Ranitidin 50 mg /12
A: POHO + Post jam IV
debridement dan skin Diet tinggi karbon tinggi
graft e.c chronic wound protein
regio pedis dekstra
Kamis, S: Nyeri pada luka post P:
18/02/2021 operasi IVFD RL 20 tpm
O: Injeksi Ceftriaxone vial 1 gr /
TD : 120/80 mmHg 12 jam/IV
N : 92 x/m Injeksi Ketorolac 30 mg /8
P : 20 x/m jam/IV
S : 36,00C Injeksi Ranitidin 50 mg /12
A: POH1 + Post jam IV
debridement dan skin
graft e.c chronic wound
regio pedis dekstra
Jumat, S: Nyeri pada luka post P:
19/02/2021 operasi IVFD RL 20 tpm
O: Injeksi Ceftriaxone vial 1 gr /
TD : 110/70 mmHg 12 jam/IV
N : 84 x/m Injeksi Ketorolac 30 mg /8
P : 20 x/m jam/IV
S : 36,40C Injeksi Ranitidin 50 mg /12
A: POH2 + Post jam IV
debridement dan skin

10
graft e.c chronic wound
regio pedis dekstra
Sabtu, S: Nyeri pada luka post P:
20/02/2021 operasi AFF Infus
O: AFF Kateter
TD : 110/70 mmHg Rawat luka
N : 84 x/m Ketoprofen tab 2 x 1
P : 20 x/m Cefixime tab 2 x 1
S : 36,40C Boleh Pulang
A: POH3 + Post
debridement dan skin
graft e.c chronic wound
regio pedis dekstra

K. Pembahasan
Kasus Teori
Tn. A usia 57 tahun datang Luka kronis adalah luka yang
dengan keluhan luka pada luka gagal sembuh melalui tahapan
pada kaki kanan yang tak kunjung penyembuhan luka yang normal, teratur,
sembuh sejak 3 bulan yang lalu. dan tepat waktu, atau di mana proses
penyembuhan gagal memulihkan
integritas anatomi dan fungsional
setelah tiga bulan.
Awalnya pasien menjalani Faktor risiko untuk terjadinya luka
terapi lintah di Bandung kronik pada pasien ini adalah usia lanjut
kemudian sehari setelah terapi dan penyakit sistemik yaitu Diabetes
kakinya bengkak dan bernanah. 4 Melitus. Sejumlah perubahan terjadi
hari kemudian pasien menjalani pada usia lanjut yang dapat menghambat
debridement disalah satu RS di proses penyembuhan. Misalnya, ada
Bandung. 1 bulan kemudian luka penurunan fibroblas yang secara
tak kunjung sembuh, gatal (+), langsung bertanggung jawab atas
nyeri (+), pus (+). Keluhan lain pengendapan kolagen atau pertumbuhan

11
demam (-), batuk (-), flu (-), BAB jaringan baru dan dapat juga terjadi
dan BAK dalam batas normal. penurunan asupan nutrisi dan cairan.
Riwayat Penyakit Dahulu dengan Sejumlah gangguan metabolisme dapat
keluhan yang sama (-), luka yang mengganggu kemampuan penyembuhan
lama sembuh (-). Riwayat luka. Misalnya, diabetes mellitus secara
Penyakit Keluarga DM (+), langsung mempengaruhi suplai glukosa
hipertensi (-) pada tubuh, keadaan pembuluh darah
perifer, dan kurangnya sensasi yang
dapat mempengaruhi kesadaran akan
cedera atau komplikasi. Kadar glukosa
tinggi mengurangi sintesis kolagen dan
proses bundling
Inspeksi: Wound (+) ukuran Semua luka berpotensi menjadi
15x10 cm, Deformitas (-), luka kronis. Luka kronis
pembengkakan (-), hematoma (-), diklasifikasikan berdasarkan etiologi
slough (+), bulla (-), granulasi menjadi empat kategori, masing-masing
(+), eksudat (+). dengan lokasi, kedalaman, dan
Palpasi : Nyeri tekan (-). gambaran khasnya sendiri. Pemeriksaan
fisik yang dapat dilakukan adalah
inspeksi pada bagian tubuh yang terkena
Diagnosis: Chronic Wound regio Diagnosis luka kronis pada pasien
pedis dekstra ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
dan pemeriksaan fisik pada pasien.
Anamnesis yang didapatkan yaitu luka
yang tidak kunjung sembuh sejak 3
bulan yang lalu. Berdasarkan
kepustakaan luka kronis adalah luka
yang gagal sembuh melalui tahapan
penyembuhan luka yang normal, teratur,
dan tepat waktu, atau di mana proses
penyembuhan gagal memulihkan

12
integritas anatomi dan fungsional
setelah tiga bulan.
Tindakan: Pada pasien ini dilakukan
1. Debridement tindakan surgical debridement yaitu
2. Skin graft menggunakan alat (gunting, pisau bedah
atau forcep) atau laser untuk
menghilangkan jaringan nekrotik dari
luka. Selanjutnya dilakukan skin gratt
yaitu adalah tindakan memindahkan
sebagian (split thickness) atau
keseluruhan tebal kulit (full thickness)
dari satu tempat ke tempat lain secara
bebas; dan untuk menjamin
kehidupannya jaringan tersebut
bergantung pada pertumbuhan
pembuluh darah kapiler baru dijaringan
penerima (resipien). Pada pasien ini skin
graft yang dilakukan adalah Split
Thickness Skin Graft (SSTG) yaitu
transplantasi kulit bebas yang terdiri
atas epidermis dan sebagian tebal
dermis.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini
dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. Bentuk luka bermacam-
macam bergantung penyebabnya, misalnya luka sayat atau vulnus scissum
disebabkan oleh benda tajam, sedangkan luka tusuk yang disebur vulnus
punctum akibat benda runcing. Luka robek, laserasi atau vulnus laceratum
merupakan luka yang tepinya tidak rata atau compang-camping disebabkan
oleh benda yang permukaannya tidak rata. Luka lecet pada permukaan kulit
akibat gesekan disebut ekskoriasi. Panas dan zat kimia juga dapat
menyebabkan luka bakar.1
Luka kronis didefinisikan sebagai luka yang gagal sembuh atau yang
gagal mencapai integritas anatomis dan fungsional. Luka kronis adalah luka
yang gagal sembuh melalui tahapan penyembuhan luka yang normal, teratur,
dan tepat waktu, atau di mana proses penyembuhan gagal memulihkan
integritas anatomi dan fungsional setelah tiga bulan.2,3

B. Epidemiologi
Sebuah studi di Jerman tahun 2012 menemukan prevalensi luka kronis
pada populasi umum adalah 1% hingga 2%. Angka mortalitas ulkus diabetik
meningkat kira-kira 40% pada lima tahun terakhir. Pada tahun 2014,
perawatan luka menelan biaya sekitar $28 miliar hingga $96,8 miliar.
Beberapa luka kronis membutuhkan waktu puluhan tahun untuk sembuh
sehingga menyebabkan terjadinya kondisi sekunder seperti depresi, dan
akhirnya dapat menyebabkan penderitaan terhadap keluarga. Oleh karena itu,
diagnosis, perawatan luka yang tepat dan manajemen komorbiditas sangat
penting. Luka kronis juga dapat berdampak negatif pada kualitas hidup terkait
kesehatan dari individu yang terkena.3

14
C. Etiologi
Penting untuk dipahami bahwa etiologi luka kronis bervariasi.
Terdapat empat kategori luka kronis, masing-masing dengan etiologi yang
berbeda: arterial ulcers (AUs), diabetic foot ulcers (DFUs), venous leg ulcers
(VLUs), and pressure injuries (PIs).3
Semua luka berpotensi menjadi luka kronis. Luka kronis
diklasifikasikan berdasarkan etiologi menjadi empat kategori, masing-masing
dengan lokasi, kedalaman, dan gambaran khasnya sendiri (Tabel 1).3
Untuk mengobati luka kronis dengan tepat, pemahaman tentang
patofisiologi luka sangat penting. Terlepas dari perbedaan etiologi, luka kronis
memiliki ciri-ciri tertentu, termasuk peningkatan kadar sitokin proinflamasi,
infeksi persisten, pembentukan biofilm bakteri yang resisten terhadap obat,
dan sel-sel tua yang tidak merespons stimulus regenerasi sel.3
Tabel 1. Penilaian Luka Kronis 3
Tipe Luka Tampilan Penilaian
Arterial ulcer Deep, eskar, Palpasi denyut nadi
berbatas tegas, Nilai Makrosirkulasi:
punched out,  Angiography
struktur dalam  Ankle-brachial index or toe-brachial
dapat terbuka index
 Lower extremity arterial
 duplex ultrasonograph
 Pulse volume recording
 Segmental limb pressure
Nilai Mikrosirkulasi:
 Skin perfusion pressure
 Transcutaneous oximetry
Diabetic ulcer Terletak pada  Ankle-brachial index or toe-brachial
plantar kaki, index
pembentukan  Bone scan if concern for
callus yang luas, osteomyelitis
superficial to  Lower extremity arterial duplex
deep ultrasonography
 Magnetic resonance imaging if
concern for osteomyelitis

15
 Radiography
 Transcutaneous oximetry Wound
culture
Pressure Located over  Computed tomography if indicated
ulcer bony  Magnetic resonance imaging if
prominences, concern for osteomyelitis
superficial to  Nutritional support
deep  Radiography
 Wound culture
Venous ulcer Shallow, tidak  Palpasi denyut nadi
ada eskar,  Ankle-brachial index
terletak pada  Doppler ultrasonography
aspek medial  Lower extremity arterial duplex
ekstremitas ultrasonography
inferior (gaiter  Lower extremity venous duplex
region) ultrasonography with reflux
 Transcutaneous oximetry

D. Klasifikasi
1. Arterial Ulcer
Ulkus arteri biasanya disebut sebagai ulkus iskemik adalah luka
yang disebabkan oleh karena aliran darah arteri yang tidak memadai atau
tekanan perfusi yang rendah ke jaringan ekstremitas inferior. Hal yang
menjadi pencetus timbulnya ulkus arteri bervariasi. Gangguan tersebut
dapat terjadi secara akut (misalnya, trauma, trombosis) atau kronis
(misalnya, aterosklerosis). Baik insufisiensi arteri yang sifatnya akut
maupun kronis dapat menyebabkan pembentukan ulkus pada ekstremitas
inferior.5
Ulkus arteri biasanya terletak di ekstremitas bagian distal dan
letaknya lebih dalam dapat mengenai tendon atau tulang (Gambar 5).
Biasanya muncul nyeri saat istirahat di malam hari. Tampak "punched out"
pada ulkus dengan tepi berbatas tegas dan dasar pucat, non granulasi,
kadang-kadang tampak jaringan nekrotik (Gambar 6). Kulit di sekitarnya
tampak eritema, kehitaman dan teraba dingin saat disentuh, tidak berbulu,
tipis, rapuh, dan tekstur berkilau. Gangren dapat terjadi pada ekstremitas.3,5

16
Gambar 5. Ulkus Arteri3

Gambar 6. Ulkus Arteri 5

Seperti ulkus pada vena, pemeriksaan awal yang harus dilakukan


pada ulkus arteri adalah pengukuran Ankle Brachial Index (ABI) dan
palpasi denyut nadi. Jika nilai ABI < 0,8 maka merupakan tanda penyakit
pada arteri dan jika nilai ABI > 1,2 maka hal ini sesuai dengan pembuluh
darah namun keduanya masih membutuhkan penilaian vaskular lebih
lanjut yaitu ultrasonografi doppler arteri, pengukuran tekanan tungkai,
pencatatan volume nadi, pengukuran tekanan perfusi kulit atau oksimetri
transkutan. Rujukan ke dokter spesialis harus dipertimbangkan jika hasil
pemeriksaan vaskular menunjukkan perfusi yang buruk.3
Penyembuhan luka pada pasien dengan penyakit pembuluh darah
perifer yang mendasari dapat terganggu oleh interaksi yang kompleks
antara beberapa faktor lain seperti adanya jaringan nekrotik, infeksi,
kontrol glikemik yang buruk, dan penyakit komorbid. Oleh karena itu,
pengobatan juga harus difokuskan pada perawatan luka intensif,

17
pengobatan infeksi, kontrol glukosa darah, dan pengobatan penyakit
penyerta.5

2. Diabetic Ulcer
Kriteria WHO mendefinisikan kaki diabetik sebagai “kaki pasien
diabetes dengan ulserasi, infeksi dan/atau destruksi jaringan yang lebih
dalam yang berhubungan dengan kelainan neurologis dan penyakit
pembuluh darah perifer di ekstremitas inferior. Setelah penetapan definisi
ini, pertemuan Interassociative Working Group of the Italian Association
of Diabetologists mendefinisikan kaki diabetik sebagai “kaki dengan
perubahan anatomis dan fungsional yang disebabkan oleh oklusi
arteriopati perifer dan/atau oleh neuropati diabetik”. Ulkus diabetik
disebabkan oleh komplikasi neuropati diabetik pada ekstremitas inferior
atau dari komplikasi oklusi arteriopati perifer. Komplikasi dari penyakit
ini menyebabkan peningkatan tekanan pada daerah kaki yang terkena,
rusaknya integritas struktur dan menimbulkan deformitas pada
ekstremitas, kulit kering tidak terhidrasi, dan ketidakmampuan untuk
merasakan nyeri sehingga seringkali terjadi cedera berulang (Gambar 7).
Ulkus diabetik biasanya terletak di jari kaki atau aspek plantar metatarsal
memiliki tampilan seperti kawah yang khas (crater-like appearance),
tertutup jaringan eskar atau jaringan nekrotik di dasar luka, dan
memperlihatkan struktur dalam termasuk tendon dan tulang. Ulkus ini bisa
terletak di superficial atau dalam dan biasanya dikelilingi oleh cincin kalus
yang tebal (Gambar 8).3,5

18
Gambar 7. Kulit kering yang berat pada kaki pasien dengan neuropati 5

Gambar 8. Ulkus Diabetik

Gambar 9. Neuropathic ulcers in characteristic hyperpressure areas of


the feet of patients with diabetes5

19
Gambar 10. Deformitas bilateral dan ulkus diaberik pada kaki pasien
diabetes 5

Ulkus diabetik adalah penyebab paling umum tindakan amputasi


pada ekstremitas inferior. Intervensi dan manajemen dini sangat penting
mengingat angka kematian yang tinggi setelah amputasi. Pemeriksaan
harus meliputi palpasi denyut nadi, pengukuran ABI, dan penilaian
neuropati. Pemeriksaan radiologi seringkali diperlukan untuk
menyingkirkan infeksi yang lebih dalam seperti osteomyelitis. Pasien
diabetes sering mengalami kalsifikasi arteri yang menyebabkan nilai ABI
meningkat secara tidak normal. Pemeriksaan lanjut yang dapat dilakukan
pada pasien ini adalah indeks kaki-brakialis karena arteri jari kaki jarang
mengalami kalsifikasi.3

3. Pressure ulcer
Pressure ulcer atau ulkus karena tekanan atau ulkus dekubitus
adalah injury yang terlokalisasi pada kulit atau jaringan di bawahnya
biasanya mengenai tulang yang menonjol seperti sakrum, coccygeus,
panggul atau tumit yang diakibatkan oleh tekanan dan juga gaya geser
(Gambar 11).3
Ulkus tekanan juga dapat disebabkan oleh alat seperti nasal kanul,
nasogastric Tube (NGT) dan gips atau bidai. Penilaian risiko ulkus karena
tekanan dapat menggunakan Braden scale yang dapat membantu

20
meminimalkan ulkus dekubitus dengan mengidentifikasi pasien yang
berisiko tinggi.
Tabel 2. Faktor intrinsik dan ekstrinsik yang mempengaruhi ulkus
dekubitus6
Faktor risiko intrinsik untuk perkembangan ulkus dekubitus
 Diabetes
 Malnutrisi
 Immunosupresi
 Penyakit vaskular
 Spinal cord injury
 Kontraktur
 Imobilitas berkepanjangan
Faktor risiko ekstrinsik untuk perkembangan ulkus dekubitus
 Terlentang pada permukaan keras
 Perawatan rumah
 Prostesis yang kurang baik
 Kesehatan kulit yang buruk
 Pembatasan pasien

Gambar 11. Sacral pressure ulcer3


Ketika menilai luka kronis yang terinfeksi harus menyadari bahwa
luka kronis yang terinfeksi memiliki tanda dan gejala yang berbeda dari
luka infeksi akut. Tanda-tanda khas infeksi seperti eritema, edema, nyeri,

21
dan demam tidak selalu ada. Dua mnemonik digunakan untuk
mengidentifikasi luka kronis dengan proses infeksi:
a. NERDS (untuk luka dengan biofilm/slough atau infeksi lokal): non
healing, eksudat, eritema, mudah berdarah, debris, dan berbau.
Sensitivitas 73% dan spesivitas 80,5% bila didapatkan tiga dari kriteria
yang ada.
b. STONEES (untuk infeksi): ukuran bertambah, suhu meningkat, (probe
atau tulang terbuka), terdapat kerusakan baru, eksudat, eritema/edema,
dan berbau. Sensitivitas 90% dan spesivisitas 69,4% bila didapatkan
tiga dari kriteria yang ada

Tatalaksana ulkus ini sesuai dengan pedoman dari National


Pressure Ulcer Advisory Panel, dengan mengklasifikasikan menjadi enam
tahap berdasarkan tingkat kerusakan jaringan.

Gambar 12. Stadium 1: Kulit utuh. Stadium II: Sebagian kulit hilang.
Stadium III: Seluruh ketebalan kulit hilang; jaringan subkutaneus terkena.
Stadium IV: otot, tendon, tulang atau organ terkena. Gambar dibawah
memperlihatkan ulkus dekubitus yang tidak stabil dengan kerusakan dan
eskar pada seluruh luka. Kerusakan jaringan yang dalam tersembunyi oleh
kulit utuh yang terlihat sebagai memar.6
4. Venous Ulcer
Ulkus vena adalah jenis luka kronis yang paling umum. Ulkus vena
biasanya terletak di superfisial dan pada aspek supramalleolar medial dari

22
ekstremitas inferior (Gambar 13). Terdapat tanda klasik hipertensi vena,
yaitu edema dan lipodermatosklerosis. Pemeriksaan yang harus dilakukan
adalah penilaian status arteri dengan indeks ankle-brachial (ABI) dan
palpasi denyut nadi untuk menyingkirkan penyakit arteri dan vena serta
untuk memastikan perfusi yang baik pada ekstremitas inferior. Bila
diperlukan dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut dengan
ultrasonografi vena dan/atau ultrasonografi arteri yang akan membantu
diagnosis.3

Gambar 13. ulkus vena3

Ulkus vena disebabkan oleh peningkatan tekanan vena di


ekstremitas bawah dan dapat muncul bersamaan dengan penyakit arteri
(Gambar 14). Oleh karena itu, penyakit arteri perlu disingkirkan ketika
mendiganosa ulkus vena. Pada pasien non diabetes, hasil pemeriksaan
ankle brachial index (ABI) > 0,8 biasanya menyingkirkan penyakit arteri.
Dalam keadaan yang kompleks dengan etiologi campuran, tekanan parsial
oksigen transkutaneus lebih dari 30 mmHg di area ulkus umumnya
menunjukkan aliran arteri yang cukup. Selain itu, penting juga untuk
menyingkirkan sickle cell disease pada pasien dengan dugaan ulkus vena.
Ulkus stasis vena khas terjadi di sekitar pergelangan kaki, pada lokasi
insufisiensi valvular dari perforasi pembuluh darah yang menghubungkan
sistem dalam dan superfisial. Eksudat sering menyebabkan maserasi dan
kerusakan epitel di sekitarnya.4

23
Gambar 14. Debrided, granulating wound 4

Gambar 15. Ulkus stasis vena. Pasien dengan ulkus stasis vena yang
menjalani debridemen 4

Dalam pengobatan ulkus vena kompresi dengan balutan,


pembungkus atau pasta yang mengandung perban hubungannya dengan
moist dressing adalah pengobatan konservatif setelah ulkus didiagnosis,
debridemen dan kemungkinan infeksi telah dikontrol Jika ada penurunan
<30% pada luas permukaan ulkus selama pengobatan 1 bulan atau jika
ulkus tidak sembuh selama periode 6 bulan perawatan non bedah, maka
penutupan luka dengan skin graft atau flap harus dipertimbangkan.4

E. Proses Penyembuhan Luka


Seluruh proses penyembuhan luka dapat dilihat sebagai suatu
rangkaian yang diatur oleh mekanisme umpan balik (feed-back) dan
mekanisme umpan-maju (feed-forward) yang didorong oleh sinyal dari

24
jaringan luka itu sendiri, lingkungan luka, serta intervensi medis atau
pemberian terapi. Penyembuhan luka biasanya dibahas sebagai fase
overlapping berikut ini: hemostasis dan inflamasi, proliferasi (granulasi,
vaskularisasi, dan penutupan luka; penutupan dapat dibahas sebagai kontraksi
luka dan epitelisasi) dan remodeling (berlanjut dari minggu ke tahun meliputi
deposisi kolagen, perolehan kekuatan tarik luka, dan pergantian komponen
matriks ekstraseluler (ECM)). Tahapan ini, secara keseluruhan disebut sebagai
rangkaian penyembuhan luka.7

25
Gambar 16. (A – C) Fase penyembuhan luka7

Penelitian mengenai luka akut menunjukkan bahwa luka sembuh


terjadi dalam 4 fase. Diyakini bahwa luka kronis juga mengalami 4 fase dasar
penyembuhan yaitu:7
1. Hemostasis
2. Inflamasi
3. Proliferasi dan
4. Remodelling (juga dikenal sebagai pematangan).

1. Hemostasis
Hemostasis merupakan respons fisiologis protektif terhadap cedera
vaskular yang mengakibatkan terpaparnya komponen darah ke lapisan sub
endotel dinding pembuluh darah. Hemostasis dimulai segera setelah
terjadinya luka. Melalui hemostasis yang berhasil, dalam hitungan detik
kehilangan darah dicegah dengan menyumbat luka melalui vasokonstriksi
dan pembentukan bekuan darah hemostatik yang terdiri dari trombosit dan
fibrin. Pertahanan alami tubuh mencoba mengontrol pendarahan, pertama
dengan vasokontriksi pembuluh darah lokal, dan kemudian dengan
membuat plug dengan sirkulasi platelet. Plug sementara ini kemudian
diganti dengan bekuan fibrin yang lebih tahan lama. Proses ini cepat dan
berlangsung selama beberapa jam. Jaring fibrin memperkuat agregat

26
trombosit menjadi sumbat hemostatik yang stabil. Proses pembekuan darah
dapat dibagi lagi menjadi inisiasi dan amplifikasi. Inisiasi disebabkan oleh
jalur ekstrinsik, sedangkan amplifikasi dilakukan oleh jalur intrinsik. Jalur
intrinsik terdiri dari faktor plasma XI (FXI), IX, dan VIII (Gambar 17).
Faktor jaringan (TF) menghasilkan "ledakan trombin", sebuah proses di
mana trombin dilepaskan secara instan. Trombin adalah penggerak utama
dari keseluruhan kaskade koagulasi. Jalur ekstrinsik yang bertanggung
jawab untuk inisiasi pembekuan darah terdiri dari reseptor transmembran
TF dan plasma FVII atau VIIa.7,8

Gambar 17. Fase Hemostasis. Pada saat injury, bekuan fibrin membentuk
matriks luka sementara dan trombosit melepaskan beberapa faktor
pertumbuhan yang memulai proses perbaikan.8
2. Inflamasi
Inflamasi biasanya disebut sebagai tahap pembersihan. Jaringan
mati, debris, dan bakteri pertama-tama dicerna oleh leukosit. Faktor
pertumbuhan dan pembawa pesan kimiawi lainnya kemudian dilepaskan.
Sitokin dan faktor pertumbuhan dilepaskan; vasodilatasi; fagositosis
(yaitu, sel darah putih memfagositosis bakteri dan debris); neutrofil
melepaskan oksigen dan protease reaktif untuk memulai proses
penyembuhan.3,8

27
Gambar 18. Respon Inflamasi Luka7

Gambar 19. Tampak luka pada proses inflamasi 8


3. Proliferasi
Proses proliferasi jaringan baru dibagi menjadi dua fase tergantung
pada kedalaman injury: Granulasi dan Epitelisasi.
a. Granulasi
Semua luka baik full thickness injury ataupun partial injury
sembuh dengan proses granulasi. Lapisan epidermis telah hancur
sehingga proses penyembuhan alami berasal dari sel-sel dermal
(fibroblast) di dasar luka dan pinggiran luka. Lapisan kolagen
disimpan dibagian luka. Karena luasnya kerusakan, angiogenesis sel
endotel diperlukan untuk membawa nutrisi yang dibutuhkan untuk
penyembuhan ke area luka tersebut. Granulasi biasanya akan dimulai

28
dalam 12-48 jam setelah awal injury saat hemostasis selesai dan fase
inflamasi telah mereda. Proses ini bisa sangat lama terjadi selama
beberapa bulan untuk full thickness injury. Akan tetapi hanya sedikit
granulasi atau pertumbuhan jaringan parut yang dibutuhkan untuk
mengisi sebagian ketebalan luka sehingga fase granulasi akan jauh
lebih pendek. Granulasi juga disebut jaringan parut secara keseluruhan
bersifat vaskular dan berbeda dalam penampilan, tekstur dan fungsi
kulit normal. Saat luka terisi dengan jaringan baru, ujung-ujungnya
berkontraksi dengan bantuan mylofibroblast, setelah itu epitelisasi
akan mulai muncul kembali ke permukaan luka. 8

Gambar 20. Luka dalam proses granulasi8


b. Epitelisasi
Luka superfisial sembuh dengan regenerasi epitel. Proses alami
pertumbuhan dan diferensiasi keratinosit sel epidermis akan
menghasilkan kembali pelapisan luka dengan kulit. Pertumbuhan
berasal dari keratinosit di dasar luka, tepi-tepi luka, dan dari sel
epidermis (misalnya folikel rambut, kelenjar keringat) yang tetap
tersebar di jaringan luka. Regenerasi biasanya akan dimulai dalam 12-
24 jam setelah awal injury, saat hemostasis selesai dan fase inflamasi
telah mereda. Karena kerusakannya tidak terlalu luas, luka akan
kembali ke tampilan normal. Prosesnya biasanya selesai dalam 3-4
minggu.8

29
Gambar 21. Luka dalam proses epitelisasi8
4. Remodelling
Fase remodelling juga dikenal sebagai rekonstruksi atau maturasi,
bisa berlangsung hingga dua tahun. Jaringan parut yang baru terbentuk
membuat kembali struktur internal untuk meningkatkan daya tahannya.
Simpanan kolagen untuk meningkatkan kekuatan tarikan luka. Jaringan
baru cukup rapuh pada fase ini dan dapat dengan mudah rusak. Luka yang
sembuh hanya akan mendapatkan kembali hingga 80% dari tampilan
aslinya. 8

Gambar 22. Tampak jaringan parut yang tipis8

Tabel 3. Tahapan Penyembuhan luka3


Hari Tahapan Patofisiologi Hasil
0-3 Hemostasis/ Clotting, Vasokonstriksi Menghentikan
Koagulasi perdarahan

30
1-25 Inflamasi Pelepasan sitokin dan growth Kemerahan,
factor; vasodilatasi, fagositosis edema, teraba
(leukosit fagosit bakteri dan hangat, dan nyeri
debris); neutrofil melepaskan
jenis reaktif oksigen dan
protease
1-25 Proliferasi Sintesis kolagen tipe III, Pertumbuhan
pembentukan granulasi, pembuluh darah
epitelialisasi, angiogenesis, baru, penutupan
kontraksi luka
20-365 Maturasi/ Skar remodeling (kolagen type Peningkatan
remodelling III ke colagen type I) kekuatan scar
kira-kira 80%
sampai seperti
jaringan semula
F. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
a. Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Kulit dan Penyembuhan
Luka
1. Merokok
80%-90% orang yang menderita Peripheral Arterial Disease
(PAD) melaporkan riwayat penggunaan tembakau. Nikotin dan
metabolit utamanya yaitu kotinin memiliki efek pada injury endotel,
pertumbuhan lesi artromatosa, tonus otot polos dan viskositas darah.
Nikotin yang diserap dari rokok menyebabkan penekanan aliran darah
perifer setidaknya 50% selama lebih dari satu jam setelah merokok
walau hanya satu batang. Karbon monoksida mengikat hemoglobin
menggantikan oksigen, mengurangi jumlah oksigen yang bersirkulasi
yang dapat menghambat penyembuhan. 8
2. Stres
Merangsang sistem saraf untuk vasokonstriksi pembuluh darah
perifer yang pada akhirnya dapat menurunkan perfusi jaringan. Stres
juga meningkatkan jumlah steroid alami yang beredar yang dapat

31
menurunkan respons inflamasi dan memperlambat pertumbuhan
fibroblas dan keratinosit. 8
3. Hipertensi
Hipertensi khususnya hipertensi sistolik adalah faktor risiko
paling prediktif kedua untuk PAD. 8
4. Kadar kolesterol
Kadar kolesterol yang meningkat, terutama peningkatan LDL,
dianggap sebagai faktor risiko penting untuk perkembangan
aterolsklerosis dan PAD. 8
5. Gangguan Metabolik
Sejumlah gangguan metabolisme dapat mengganggu
kemampuan penyembuhan luka. Diabetes mellitus secara langsung
mempengaruhi suplai glukosa pada tubuh, pembuluh darah perifer, dan
kurangnya sensasi yang dapat mempengaruhi kesadaran akan cedera
atau komplikasi. Kadar glukosa tinggi mengurangi sintesis kolagen
dan proses bundling. Gangguan usus bisa mengganggu penyerapan
nutrisi. Penyakit lain seperti COPD, PVD, CHF, dan hipovolemia
dapat mengakibatkan penurunan suplai oksigen ke jaringan yang
terluka.5
6. Pengobatan
Pengobatan seperti steroid dapat mengurangi respons inflamasi
dan menekan granulasi. Kemoterapi dan radioterapi dapat
mempengaruhi integritas sel disekitar luka yang berperan penting
dalam proliferasi.8

7. Nutrisi
Integritas kulit yang sehat dan normal didukung oleh asupan
protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral yang cukup. Jika
kulit menjadi rusak maka perlu peningkatan asupan makanan dari
beberapa zat, seperti Vitamin C, untuk pembentukan kolagen. 5
8. Pembedahan

32
Obat anestesi tertentu menyebabkan vasodilatasi yang
membatasi kemampuan alami kulit untuk mengubah pembuluh darah
perifer sehingga mengontrol termoregulasi. Akibatnya, panas tubuh
yang berlebihan dapat menguap. Post operasi, pasien dapat masuk ke
fase menggigil yang berlebihan. Penurunan panas tubuh ini dapat
mempengaruhi penyembuhan. Penggunaan selimut yang hangat sangat
penting untuk membatasi jumlah kehilangan panas. 8
9. Usia Lanjut
Sejumlah perubahan terjadi pada usia lanjut yang dapat
menghambat proses penyembuhan. Misalnya penurunan fibroblas yang
secara langsung bertanggung jawab atas pengendapan kolagen atau
pertumbuhan jaringan baru dan dapat juga terjadi penurunan asupan
nutrisi dan cairan. 8
10. Alkoholisme
Alkoholisme dapat merusak fungsi hati yang kemudian
mengubah produksi protein dan elemen penting lainnya yang
diperlukan untuk perbaikan jaringan. 8

G. Diagnosis
1. Anamnesis
a. History Luka
Saat mengevaluasi pasien dengan luka yang tidak sembuh,
riwayat rinci tentang luka harus diperoleh. Informasi tersebut akan
membantu menentukan faktor penyebab dan membantu merencankan
pengobatan.9
Tabel 4. Riwayat Luka
Waktu dan onset
Faktor penyebab
Perubahan kualitatif seperti ukuran dan drainase
Perawatan luka saat ini
Perawatan sebelumnya
Derajat nyeri
Luka sebelumnya jika ada (lokasi, karakteristik, perawatan

33
sebelumnya)

Onset: Kapan pertama kali terjadi? Apakah luka sifatnya rekuren ?


Bagaimana deskripsi tentang penyebab luka ? 9
Riwayat pengobatan sebelumnya dan Diagnosis kerja: Dilakukan
dressing (pembalutan)? penggunaan antibiotik? pencegahan untuk
meringankan mekanisme injury? Pemeriksaan untuk diagnostik?
Konsultasi/rujukan sebelumnya? 9
Riwayat Penyakit Dahulu: Bagaimana tingkatan nyeri yang
dirasakan pada luka ? Penanganan yang dilakukan untuk mengurangi
nyeri? Respon pengobatan apakah efektif atau tidak ? 9
Riwayat medis yang dapat mempengaruhi penyembuhan luka
harus ditanyakan yaitu termasuk riwayat diabetes, peripheral arterial
disease (PAD), insufisiensi vena, kondisi yang mempengaruhi
mobilitas (seperti stroke, kondisi neurologis, dan trauma), penurunan
berat badan, merokok, radiasi, terapi imunosupresif, dan kanker.
Riwayat pembedahan sebelumnya, terutama yang berkaitan dengan
perawatan luka, seperti debridement, skin graft, revaskularisasi arteri,
dan prosedur ablasi vena harus ditanyakan. 10

2. Pemeriksaan Fisik
Penilaian luka: Lokasi, jumlah luka, dan karakteristik tiap luka harus
diilustrasikan dengan gambar dan diagram kemudian dijelaskan secara
rinci. Dimensi luka dan volume luka yang dihitung harus dicatat pada
setiap kunjungan untuk menilai potensi penyembuhan yang lewat waktu. 10
Lokasi: menjelaskan bagian tubuh yang terkena secara rinci dan jelas. 9
Ukuran luka: Tentukan panjang x lebar x dalam (L x W x D) dalam
sentimeter. Ada berbagai cara untuk mengukur ukuran atau volume luka.
Kuncinya adalah menggunakan pengukuran yang sama untuk
mengevaluasi ukuran luka sehingga perubahan dari waktu ke waktu
menjadi konsisten.9 Jika dasar luka jaringan kuning, coklat, atau hitam,
maka kedalaman tidak dapat ditentukan dan harus diberi label sebagai

34
"tidak dapat ditentukan." Metode penggaris merupakan metode sederhana
dan tersedia di hampir semua pelayanan kesehatan. Luka divisualisasikan
sebagai jam, dengan jam 12 diorientasikan ke arah kepala pasien dan jam 6
diorientasikan ke arah kaki pasien. Panjangnya diukur terlebih dahulu, dari
pukul 12 hingga 6. Lebar diukur selanjutnya, dari jam 9 sampai jam 3.
Kedalaman luka kemudian diukur dari titik terdalam luka ke atas sampai
ke tepi luka. Penggunaan aplikator kapas dapat membantu dalam
mengukur kedalaman luka.9
Dasar Luka: Jelaskan warna dasar luka. Misalnya luka yang semuanya
berwarna merah akan didokumentasikan sebagai "100% merah." Luka
dengan berbagai warna dapat didokumentasikan misalnya, sebagai “50%
merah, 30% kuning, dan 20% coklat.9
Drainase: Jelaskan jumlah cairan (tidak ada, sedikit, sedang, atau
berlebihan), warna dan adanya bau (tidak ada, ringan, sedang, atau kuat).
kemudian dokumentasikan apakah kelembaban baik; tentukan apakah luka
tidak terlalu kering atau terlalu basah. Luka terlalu kering bila balutan
menempel pada dasar luka. Luka terlalu basah membuat kulit di sekitarnya
basah dan rapuh, atau maserasi. 9
Kulit disekitar luka: Kondisi kulit di sekitar luka hingga 5 cm dari tepi
luka penting untuk dievaluasi. Penilaian meliputi apakah kulit utuh atau
tidak, warna, perubahan suhu yang teraba, dan konsistensi. Kondisi luka
normal bila ditemukan ±1 cm dari jaringan yang berubah warna, teraba
hangat di sekitar luka. Hal ini menunjukkan peningkatan aliran darah
untuk mendukung upaya tubuh menghilangkan jaringan nekrotik atau
jaringan eksudat, dan untuk mendukung pembentukan jaringan granulasi.
Pemeriksaan leukosit berguna untuk membedakan antara selulitis dan
respons inflamasi lokal yang sesuai. 9
Keluhan Nyeri Saat Ini: Penting untuk mengevaluasi gambaran umum
nyeri pasien yang terkait dengan luka selama 2 minggu terakhir. Nyeri
yang tidak terkontrol dapat secara signifikan mempengaruhi kualitas
hidup, siklus tidur, dan status psikososial pasien. Selain itu, nyeri akut

35
yang tidak ditatalaksana secara adekuat dapat menyebabkan
perkembangan nyeri menjadi nyeri neuropatik kronis. Tata laksana nyeri
yang tidak memadai juga dapat menyebabkan penyembuhan luka yang
buruk dan peningkatan infeksi. Nyeri akut meningkatkan pelepasan
katekolamin dan menyebabkan vasokonstriksi perifer dan penurunan
perfusi jaringan.9
Pengambilan foto pada luka harus digunakan untuk mengurangi
variabilitas antar observer dan memungkinkan penilaian perubahan yang
akurat dan konsisten dari waktu ke waktu. Kultur luka itu sendiri tidak
membantu dalam diagnosis infeksi luka, tetapi dapat berguna dalam
menentukan antibiotik setelah diagnosis klinis dari infeksi luka
ditegakkan. 10
Tabel 5. Tanda-tanda klinis yang menunjukkan infeksi luka. 10
Peningkatan eritema, pucat di daerah sekitar luka
Indurasi di sekitar luka
Limfangitis - garis-garis merah di bagian proksimal
Drainase luka - terutama drainase yang kental, purulen, busuk
Bau busuk
Peningkatan nyeri tekan
Peningkatan rasa hangat
Demam

Penilaian vaskular: Pada pasien dengan luka kronis pada ekstremitas


perlu dilakukan penilaian sistem vaskular. Pada pasien dengan peripheral
arterial disease (PAD), aliran darah yang berkurang ke ekstremitas
menyebabkan penipisan kulit dan hilangnya fungsional kulit. Kulit
ekstremitas inferior tampak tipis, kering, berkilau dan tidak berbulu.
Lapisan kuku juga bisa menjadi rapuh, hipertrofik, dan bergerigi. Saat
aliran darah ke kulit berkurang, kulit akan terasa dingin saat dilakukan
perabaan. Batasan perbedaan suhu dapat memberikan penentuan kasar
tingkat oklusi arteri. 10
Tes elevasi tungkai (Buerger’s test) meliputi peninggian tungkai pasien
dalam posisi terlentang, dan setelah vena mengalami completely drained,

36
tungkai kemudian ditempatkan pada posisi menggantung. Peninggian kaki
sekitar 25 cm akan menghasilkan tekanan yang cukup melebihi tekanan
vena sentral, membiarkan darah vena di tungkai mengalir secara terpusat.
Ekstremitas pada individu normal diharapkan tetap berwarna merah muda.
Namun pada pasien dengan insufisiensi arteri, ekstremitas menjadi pucat
dan iskemik. Pasien dapat merasakan nyeri iskemik saat peninggian kaki.
Ketika kaki kemudian ditempatkan dalam posisi bergantung, vena akan
melebar lagi dalam waktu 20 detik pada orang normal. Jika durasinya
melebihi 20 detik, mungkin ada insufisiensi arteri.10
Pemeriksaan Ankle-brachial index (ABI) untuk mengetahui ada tidaknya
denyut nadi perifer dan kualitasnya, perlu diperiksa dengan cermat.
Perubahan dalam pemeriksaan denyut nadi di sepanjang ekstremitas dapat
memberikan estimasi tingkat oklusi pembuluh darah. Ankle-brachial index
(ABI) adalah rasio tekanan darah sistolik yang diukur di pergelangan kaki
dibandingkan dengan tekanan darah sistolik yang diukur di lengan,
menggunakan probe doppler. ABI <0,9 menunjukkan penyakit arteri
perifer. Pada pasien dengan pembuluh darah non compressible, seperti
pasien dengan diabetes atau usia lanjut digunakan tekanan jari kaki dan
indeks brakialis jari kaki. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan di
laboratorium vaskular dan bukan di tempat tidur. Pada pasien dengan
temuan klinis yang mencurigakan untuk penyakit arteri perifer,
diindikasikan untuk pemeriksaan arteri tambahan. Studi tambahan ini
mungkin berupa tes fisiologis seperti pengukuran tekanan segmental dan
pengukuran volume denyut nadi, atau pencitraan vaskular seperti arterial
duplex ultrasonography, computed tomography,, angiography, dan digital
subtraction angiography. 10
Penilaian neurologis: Tes sensasi getaran, tes sensasi tekanan, dan tes
sensasi nyeri superfisial adalah metode pemeriksaan sederhana untuk
skrining neuropati perifer. Uji sensasi getaran merupakan uji
semikuantitatif yang dilakukan dengan menggunakan garpu tala standar
128Hz. Selama pemeriksaan ini, garpu tala diletakkan pada dorsal ibu jari

37
kaki dan pasien diminta untuk memberitahu persepsi awal getaran dan
getaran berhenti. Jika pasien merasakan ada getaran dan hilangnya getaran,
dianggap memiliki sensasi getaran yang normal. Tes sensasi tekanan
dilakukan dengan menggunakan monofilamen 10-g yang diaplikasikan
pada dorsal ibu jari kaki. Tes sensasi nyeri superfisial atau tes tusuk jarum
sederhana dilakukan dengan menggunakan pin yang ditusukkan pada kulit
dorsal jari kaki. Kurangnya sensasi dengan pemeriksaan ini menunjukkan
adanya neuropati. 10

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan serum penanda inflamasi seperti jumlah leukosit
(CRP), protein C-reaktif, laju sedimen eritrosit (ESR) dan
prokalsitonin (PCT) dapat meningkat pada pasien dengan infeksi aktif.
Pada pasien dengan osteomyelitis kaki diabetik, WBC dan PCT dapat
normal tetapi ESR dan protein C-reaktif dapat meningkat.7
Pengendalian diabetes adalah bagian yang sangat penting
dalam merawat pasien dengan ulkus diabetik. Pemeriksaan HbA1C
harus digunakan sebagai penanda untuk kontrol diabetes selanjutnya.
Tes fungsi ginjal juga harus diperiksa karena gagal ginjal pada pasien
diabetes dikaitkan dengan peningkatan risiko ulkus diabetik atau
amputasi pada ekstremitas inferior. Pasien dengan luka yang luas
seringkali mengalami kekurangan gizi dan berada dalam keadaan
katabolik yang menetap. Penilaian nutrisi termasuk prealbumin,
albumin, dan jumlah limfosit total harus dipertimbangkan untuk
dilakukan. 10
b. Radiologi
Evaluasi foto polos pada ekstremitas diindikasikan jika
dicurigai osteomielitis. Tanda-tanda osteomielitis pada foto polos
adalah penebalan periosteal, lesi litik, scalloping endosteal, osteopenia,
dan hilangnya trabekuler tulang. Tanda-tanda ini terjadi sekitar 2

38
hingga 3 minggu setelah infeksi. Temuan ini khusus untuk
osteomyelitis, tetapi sensitivitasnya rendah, terutama pada stadium
awal. 10
c. Pemeriksaan Arteri
Dilakukan Pemeriksaan tekanan darah sistolik diukur pada
paha bagian proksimal, paha bagian distal, dibawah lutut, dan
pergelangan kaki menggunakan doppler. Penurunan tekanan darah
sistolik dari satu tempat pemeriksaan ke tempat berikutnya
menunjukkan stenosis/oklusi pada segmen intervening. 10
d. Kultur dan biopsi
Untuk luka yang terinfeksi, kultur luka atau jaringan dilakukan
untuk mengarahkan terapi antibiotik Jika etiologi luka tidak diketahui,
atau jika luka gagal sembuh setelah tiga bulan meskipun telah
dilakukan pengobatan yang asekuat, biopsi jaringan harus dilakukan
untuk diagnosis histologi dan untuk menyingkirkan kanker. 10

H. Penatalaksanaan
a. Identifikasi karakteristik luka, dokumentasikan pengukuran dan foto, dan
evaluasi infeksi. 11

Gambar 23. Ulkus diabetic, ulkus dekubitus, ulkus vena11


b. Mengoptimalkan faktor risiko untuk mencegah penyembuhan luka yang
buruk dan mengelola komorbiditas: malnutrisi, diabetes, merokok,
imunosupresi, penyakit vaskular, tekanan atau gaya geser yang tidak
semestinya, dan faktor psikososial. Pertimbangkan pemeriksaan radiologi
untuk mengidentifikasi infeksi yang dalam atau curiga Osteomyelitis. 11

39
c. Rawat dengan perawatan luka lokal dan pembedahan (jika diindikasikan).
Pertimbangkan konsultasi dengan spesialis. 11
1. Preparasi Dasar Luka
Debridemen jaringan yang mengalami devitalisasi dan
nekrotik. Obati infeksi jika teridentifikasi. Mengoptimalkan
kelembapan luka, serta menilai dan memastikan kesehatan jaringan di
sekitarnya.
2. Konsultasikan pada dokter bedah plastik, bedah vaskular, perawatan
luka.
3. Perawatan tambahan
a) Kompresi untuk penyakit vena
b) Modifikasi perilaku
c) Hiperbarik Oksigen untuk luka yang disebabkan radiasi
Dalam Pembaruan Klinis JAMA, manajemen luka kronis yaitu11
1. Pembersihan Luka
Luka sering kali dibersihkan saat balutan diganti biasanya
menggunakan larutan garam. Namun secara keseluruhan tidak diketahui
tentang keuntungan dan kerugian yang digunakan untuk membersihkan
luka, bagaimana hal itu mempengaruhi proses penyembuhan dan juga
belum jelas apakah air keran dapat digunakan untuk membersihkan luka
secara medis. 11
2. Pilihan Modern Dressing
Penanganan luka dipilih berdasarkan penilaian klinis dari luka.
Tujuan manajemen perawatan luka kronis meliputi: (1) menjaga
lingkungan luka yang lembab; (2) mencegah dan mengobati infeksi; dan
(3) meminimalkan iritasi atau gesekan kulit antara luka dan pakaian atau
alat seperti kursi roda.12
Balutan seperti alginat, foam, hidrokoloid, dan hidrogel untuk
menjaga lingkungan luka yang lembab. Calcium Alginate dan foam
dressing menyerap eksudat berlebih, sedangkan hiydrocolloid mencegah
dehidrasi jaringan. Hydrogel menghidrasi luka kering dan menyerap

40
eksudat pada luka yang terlalu lembab. Antibiotik topikal digunakan
dalam manajemen luka seperti sediaan berbahan dasar yodium dan silver
ionized yang memiliki sifat antibiotik. Silver ionized dapat menurunkan
kontaminasi bakteri pada luka. Penggunaan madu dan dressing methylen
blue bertujuan untuk mengatasi warna dasar luka. Balutan untuk untuk
mengurangi peradangan dasar luka atau untuk manajemen eksudat
menggunakan matriks modulasi-protease seperti hydrocellulose. Jika
menggunakan balutan basah-ke-kering, balutan tidak boleh bersentuhan
dengan kulit utuh yang berdekatan di sekitar luka karena dapat
menyebabkan maserasi jaringan sehat dan memperbesar luka. 12
3. Debridement
Debridement didefinisikan sebagai pengangkatan jaringan non-
vital, benda asing, dan bakteri dari luka akut atau kronis. Hal ini bertujuan
agar luka dapat melalui fase penyembuhan luka normal, dengan asumsi
bahwa faktor sistemik dan lokal berfungsi normal. Debridement pada luka
kronis mengubah seluruh dasar luka menjadi luka akut sehingga dapat
berlanjut ke fase normal penyembuhan luka. Tujuan dari debridemen
adalah untuk membersihkan luka ke tingkat jaringan normal yang
mengalami vaskularisasi. Debridement adalah satu-satunya perawatan luka
yang penting untuk mengurangi beban biologis dan mempercepat
penyembuhan. Tanpa debridemen yang adekuat, luka terus-menerus
terpapar stresor yang sitotoksik dan berlomba dengan bakteri untuk
mendapatkan sumber daya seperti oksigen dan nutrisi. Kultur jaringan
dapat dikirim untuk diagnosis bakteri dan untuk mendapatkan obat
terapeutik yang peka terhadap bakteri. Selain itu, jaringan debrided
dikirim untuk pemeriksaan patologis untuk menyingkirkan diagnosis
osteomyelitis, vaskulitis atau kanker.4,13
Debridemen awal diperlukan untuk menghilangkan jaringan
nekrotik yang jelas, bakteri yang berlebih, sel-sel mati dan tua.
Debridemen pemeliharaan diperlukan untuk menjaga penampilan dan
kesiapan dasar luka untuk penyembuhan. Metode debridemen terdiri dari

41
surgical, mekanis, enzimatik, autolitik dan biologis. Metode debridemen
tergantung pada luka dan kondisi pasien secara keseluruhan serta
preferensi ahli bedah.4
a. Surgical debridement
Surgical debridement menggunakan alat (gunting, pisau bedah
atau forcep) atau laser untuk menghilangkan jaringan nekrotik dari
luka. Debridemen jaringan nekrotik dalam jumlah besar harus
dilakukan di ruang operasi. Luka yang bersih setelah dilakukan
debridemen dari pasien dengan necrotizing fasciitis ke tingkat jaringan
vaskularisasi. Kompresi soft tissue antara skeleton dan permukaan
menyebabkan nekrosis tekanan. Tindakan bedah diindikasikan bila
tujuannya untuk pengangkatan jaringan nekrotik dalam jumlah besar
secara cepat dan efektif. Hal ini dikontraindikasikan jika suplai
vaskular ke luka tidak adekuat dan tidak ada cakupan antibakteri
sistemik. Kontraindikasi relatif adalah gangguan perdarahan atau
mendapatkan terapi antikoagulan.4
b. Mechanical debridement
Sejumlah kecil jaringan nekrotik dapat dihilangkan secara fisik
dengan menggunakan balutan basah-ke-kering, irigasi luka, dan
whirlpoor techniques. Balutan basah-ke-kering dapat memisahkan
eskar secara mekanis, namun terasa nyeri dan dapat merusak jaringan
yang baru terbentuk. Aliran tekanan tinggi atau rendah cukup efektif
dalam menghilangkan jaringan nekrotik asalkan tekanan tidak
menyebabkan trauma pada dasar luka. Tekanan irigasi pada ulkus
efektif berkisar antara 4 sampai 15 PSi. Jarum suntik 30 mL yang
diberi larutan saline dapat digunakan untuk membersihkan luka
melalui kateter ukuran 18. Tekanan irigasi di bawah 4 PSi tidak efektif
untuk membersihkan luka dan tekanan yang lebih besar dari l5 PSi
dapat menyebabkan trauma dan mendorong bakteri masuk ke dalam
jaringan. Whirlpools digunakan untuk menghilangkan kotoran, bakteri,

42
eksudat, dan jaringan nekrotik namun bila penggunaannya dalam
waktu lama dapat merusak jaringan.4
c. Biological debridement
Debridemen biologi menggunakan debriding biologis, seperti
belatung yang merupakan alternatif yang efektif untuk debridemen
bedah pada pasien yang tidak dapat dilakukan di ruang operasi karena
alasan medis. Larva lalat hijau (Phaenicia sericata) disterilkan dengan
radiasi sebelum digunakan sehingga tidak dapat berubah dari tahap
larva menjadi pupa. Larva lalat hijau ini mengeluarkan enzim yang
melarutkan jaringan nekrotik dan biofilm yang mengelilingi bakteri
dan membentuk cairan yang kaya nutrisi dan dapat dikonsumsi larva.
Larva lalat hijau ini ditempatkan pada luka dan ditutup dengan balutan
semipermeabel. Debridemen tidak menimbulkan rasa sakit tetapi
pasien dapat merasakan larva bergerak. Belatung juga membantu
mensterilkan luka dengan memproduksi amonium dan natrium
bikarbonat yang mengubah pH asam dari cairan luka menjadi basa dan
hal ini membatasi pertumbuhan bakteri terlepas dari daya tahannya
terhadap antibiotik. Pembersihan mekanis dan protease yang
disekresikan oleh belatung semakin memudahkan debridemen.
Belatung harus diganti setiap 2 sampai 3 hari sekali.4
d. Enzymatic debridement
Debridemen enzimatik menggunakan topikal enzim proteolitik
eksogen ke permukaan luka dengan tujuan untuk menghilangkan
jaringan nekrotik dengan pemecahan enzimatik. Debridemen enzimatik
menggunakan enzim dan peptida alami seperti kolagenase,
clostridiopeptidase, streptokinase, desoryribonuclease atau fibrinolysin
yang memiliki kemampuan untuk menguraikan kolagen, menginduksi
fibrinolisis dan mencerna DNA. Enzim kolagenase berasal dari
fermentasi Clostridium histolyticum dan memiliki kemampuan unik
yaitu mencerna kolagen dalam jaringan nekrotik. Karena kolagen
menyumbang 75% dari jaringan kulit, kemampuan kolagenase untuk

43
mencerna kolagen dalam pH fisiologis sehingga sangat efektif dalam
menghilangkan debris pada luka. Enzim kolagenase berperan pada
pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi ulkus dermal dan
bagian tubuh yang terbakar. Kolagen yang ada pada jaringan sehat atau
pada jaringan granulasi yang baru terbentuk tidak terganggu. Hal ini
membuat debridemen enzimatik menarik dan bila debridemen bedah
tidak diindikasikan.4
e. Autolytic debridement
Debridemen autolitik dilakukan dengan balutan moist
(lembab). Debridemen autolitik memungkinkan cairan luka dan
enzimnya melembutkan, mencairkan pengelupasan dan meningkatkan
granulasi. Luka perlu dibersihkan setelah debridemen untuk
menghilangkan sisa-sisa jaringan nekrotik Jika autolisis jaringan tidak
terlihat dalam 1-2 minggu, maka dapat menggunakan metode
debridemen yang lain. Debridemen autolitik sering digunakan pada
partial thickness burn injury, full thickness burn injury. Debridemen
autolitik ini tidak dianjurkan untuk luka yang terinfeksi atau luka yang
sangat dalam yang membutuhkan balutan.4

4. Negative Pressure Wound Therapy (NPWT)


Pengobatan dengan Sistem Perawatan Luka Tekanan Negatif telah
dikembangkan di Argentina pada tahun 1997 oleh Argenta dan Morykwas,
untuk membantu dalam penyembuhan luka terbuka. Dalam studi klinis dan
eksperimental efek NPWT yang mempercepat penyembuhan luka melalui
proses peningkatan aliran darah lokal, pembentukan jaringan granulasi,
dan penurunan kolonisasi bakteri. Dengan peningkatan kecepatan
penyembuhan luka, maka akan menurunkan keseluruhan lama rawat inap
dan menghindari morbiditas tambahan luka kronis. 14

44
Gambar 24. Pengobatan NPWT14
I. Prinsip Penutupan Luka
Penutupan luka dapat dilakukan setelah dilakukan preparasi bed luka
atau setelah luka dibersihkan. Prinsip penutupan luka yaitu primary healing,
secondary healing, surgery healing (skin graft and skin flap) :
1. Primary Healing
Merupakan proses penutupan luka dengan cara melakukan
penjahitan pada luka. Jenis jahitan yang biasa digunakan yaitu continuous
simple suture, vertical mattress suture, horizontal mattress suture dan
intradermal suture16.
2. Secondary Healing
Proses penutupan luka dengan tidak melakukan tindakan apapun
dan membiarkan luka menutup dengan sendirinya. Untuk mempercepat

45
penutupan luka dapat dilakuka wound toilet dengan menggunakan
antiseptik atau normal salin dan debridement16.
3. Skin Graft
Skin graft dianggap sebagai pilihan pengobatan jika luka sangat
besar sehingga tidak bisa menutup dengan sendirinya. Skin graft adalah
tindakan memindahkan sebagian (split thickness) atau keseluruhan tebal
kulit (full thickness) dari satu tempat ke tempat lain secara bebas; dan
untuk menjamin kehidupannya jaringan tersebut bergantung pada
pertumbuhan pembuluh darah kapiler baru dijaringan penerima (resipien).
Bagian kulit yang diangkat meliputi epidermis dan sebagian atau seluruh
dermis, tergantung dari tebal kulit yang dibutuhkann. Skin graft dilakukan
bila; (1) penutupan luka secara primer tidak dapat dilakukan, (2) jaringan
sekitar luka tidak cukup baik (dalam hal luas, kualitas, lokasi, dan
tampilan) untuk dapat dipakai sebagai penutup luka, (3) luka pasca eksisi
tumor ganas yang tidak diyakini bebas tumor, sehingga teknik rekonstruksi
yang lebih kompleks diperkirakan lebih merugikan dari sisi morbiditas,
risiko, hasil, atau komplikasinya, dan (4) terdapatnya berbagai factor lain,
seperti status gizi, umur, kondisi komorbid, perokok, kepatuhan atau biaya
yang tidak memungkinkan dilakukannya teknik rekonstruksi yang lebih
kompleks. Menurut lokasi donor kulit, skin graft dapat dibagi menjadi
autograft (graft berasal dari individu yang sama), homograft (graft berasal
dari individu lain yang sama spesiesnya), serta heterograft atau xenograft
(graft berasal dari makhluk lain yang berbeda spesies. Yang paling sering
dilakukan adalah autograft, karena jenis graft yang lain hanya dapat
dimanfaatkan sebagai penutup luka temporer. Homograft atau heterograft
akan direjeksi setelah beberapa lama (lebih kurang dalam dua minggu).1
a. Split Thickness Skin Graft (SSTG)
Split Thickness Skin Graft (SSTG) adalah transplantasi kulit
bebas yang terdiri atas epidermis dan sebagian tebal dermis. SSTG
dibedakan lagi atas tebal atau thick (epidermis disertai ¾ tebal lapisan

46
dermis), sedang atau medium (epidermis disertai ½ tebal lapisan
dermis), dan tipis atau thin (epidermis disertai ¼ tebal lapisan dermis).1
Keuntungan dilakukan prosedur SSTG adalah kemungkinan
penerimaan (take) skin graft lebih besar, dapat dipakai untuk menutup
defek yang luas, kulit donor dapat diambil dari daerah tubuh mana saja
dan daerah yang diambil kulitnya (daerah donor) dapat sembuh sendiri
melalui epitelisasi spontan (per sekundam). Kerugian SSTG antara lain
ada kecenderungan besar mengalami kontraksi sekunder, perubahan
warna (hiperpigmentasiatau hipopigmentasi), permukaan kulit tampak
mengkilat sehingga secara estetik kurang baik dan diperlukan waktu
penyembuhan luka pada daerah donor. Pada transplantasi sebagian
tebal kulit, semakin tipis skin graft, semakin besar kemungkinan
keberhasilan transplantasi tetapi semakin sedikit pengerutan dan
perubahan warna.1
b. Full Thickness Skin Graft (FTSG)
Full thickness skin graft (FTSG) adalah transplantasi kulit
bebas yang terdiri atas epidermis dan seluruh tebal dermis tanpa
lapisan lemak dibawahnya. Graft diambil setelah suatu pola yang
sesuai dengan defek yang akan ditutup digambar terlebih dahulu.
Vaskularisasi yang baik di daerah resipien, tidak adanya infeksi, dan
keadaan umum penderita yang memadai dan fiksasi merupakan syarat
keberhasilan skin graft. 1
Keuntungan FTSG adalah kecenderungannya yang lebih kecil
untuk terjadinya kontraksi sekunde, perubahan warna, permukaan kulit
yang mengkilat, sehingga penampilan estetik lebih baik bila
disbanding dengan SSTG. Kerugiannya adalah kemungkinan take
lebih kecil, hanya dapat menutup defek yang tidak terlalu luas, daerah
donor harus ditutup dengan SSTG bila tidak dijahit primer dengan
sempurna., daerah donor FTSG terbatas di beberapa tempat saja seperti
inguinal, supraklavikular, retroaurikular, dan beberapa tempat yang
lain. 1

47
Dalam prosedur ini, kulit diambil dari bagian lain tubuh
biasanya paha dan ditransplantasikan ke luka. Luka sembuh total
dalam waktu enam bulan. Penelitian yang dilakukan terdapat 40 dari
100 orang yang menjalani pengobatan konvensional dengan pembalut
luka, dan 61 dari 100 orang yang menjalani skin graft. Luka kaki
kronis juga sembuh lebih cepat setelah cangkok kulit dibandingkan
setelah perawatan standar.1

4. Skin Flap
Skin flap merupakan pengambilan jaringan dari sebuah donor
(pemberi) dan dipindahkan ke resipien (penerima) dengan vaskularisasi
yang utuh. Jenis flaps telah dikelompokkan menjadi local skin flaps dan
distant skin flap, pengelompokan ini dilihat dari pembuluh darah yang
memvaskularisasi jaringan flaps. Kelonggaran kulit sekitar luka dapat
dijadikan dasar untuk pemilihan jenis skin flap, untuk penanganan luka
area thoraks dapat menggunakan jenis skin flap H-plasty dan linear
closure, sedangkan area luka pada ekstremitas ditangani dengan distant
flap. Kelonggaran kulit yang terbatas area ekstremitas menyebabkan skin
flap H-plasty dan linear closure tidak bisa diaplikasikan18.

J. Komplikasi

48
Komplikasi luka kronis yaitu infeksi seperti selulitis, infective venous
eczema, hemorrhage, periwound dermatitis, dehiscence, gangren, jaringan
nekrotik dan amputasi ekstremitas inferior. Luka kronis menyebabkan
disabilitas dan disabilitas memperburuk hasil luka.15

K. Prognosis
Faktor prognostik penyembuhan luka jarang dianalisis dalam literatur.
Faktor prognostik menurut penelitian tergantung pada area luka, durasi,
ulserasi, usia pasien, kedalaman luka dan pembuluh darah yang terlibat
menjadi faktor prognostik yang paling penting. 16

49
DAFTAR PUSTAKA

1. Sjamsuhidajat, de Jong. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 4 Volume 1. EGC.
Jakarta
2. Cosker L, Tulleners R. Cheng,Q. Rohmer S, Pacella T, Graves N, Pacella R.
2018. Chronic wound in Australia: A systematic review of key
epidemiological and clinical parameters. Int Wound J 1-12
3. Bowers S, Franco E. 2020. Chronic wounds: evaluation and management.
American Family Physician 101(3).
4. Guyuron B, Eriksson E, Ptersing JA. 2009. Plastic surgery indications and
practice. Saunders elsevier
5. Khanna AK, Tiwary S.K. Ulcers of the Lower Extremity. Institute of Medical
Sciences Varanasi India.
6. Boyko .V.T, Longaker M.T, Yang G,P. 2018. Review of the Current
Management of Pressure Ulcers. advances in wound care 00 (00).
7. Gurtner GC, Neligan PC, Liu DZ. 2018. Plastic surgery fourth edition.
Elsevier
8. Newfoundland Labrador Skin and Wound Care Manual. 2008
9. Schult GS, Chin AG, Moldawer L, Diegelmann RF. 2006. Principles of
wound healing.
10. Non Healing Wounds. American college of sourgeons division of education
blended surgical education and training for life
11. Prevention and Management of Acute anda Chronic Wounds. 2014. Federal
Bureau of Prisons Clinical Practice Guidelines
12. Jones RE, Foster DS, Longaker MT. 2018. Management of chronic wounds-
2018. American medical association
13. Grabs and Smith’s. 2014. Plastic Surgery seventh edition. Lippincott Williams
& Wilkins, a Wolters Kluwer business
14. Kartika RW. 2019. Terapi ulkus kaki diabetes dengan NPWT (Negative
Pressure Wound Therapy). Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida
Wacana. Jakarta

50
15. Jarbrink K, Sonnergen H, Schmidtchen A, Pang C, Bajpai R, Car J. 2016.
Prevalence and incidence of chronic waounds and related complications: a
protocol for a systematic review. Journal Systematic Reviews 5(152).
16. Cukjati D, Sikonja MR, Rebersek S, Kononenko I, Miklavcic D. 2011.
Medical & Biological Engineering & Computing.

51

Anda mungkin juga menyukai