Disusun Oleh:
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
a. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat berupa demam
dengue, demam berdarah dengue atau sindrom virus lain, demam berdarah
dengue dapat diikuti dengan syok/ renjatan (sindrom syok dengue).
Demam Dengue biasanya merupakan demam bifasik disertai
keluhan nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, ruam pada kulit dan
leukopeni.
Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai panas tinggi mendadak
tanpa sebab yang jelas, berlangsung selama 2 – 7 hari, kadang-kadang
bifasik, disertai timbulnya gejala tidak ada nafsu makan, mual, muntah,
sakit kepala, nyeri ulu hati dan tanda-tanda perdarahan berupa bintik
merah dikulit (petekia), mimisan, perdarahan pada mukosa, perdarahan
gusi atau hematoma pada daerah suntikan, melena dan hati membengkak.
Tanda perdarahan yang tidak tampak dapat diperiksa dengan melakukan
tes Torniquet (Rumple Leede). Bintik merah dikulit sebagai manifestasi
pecahnya kapiler darah dan disertai tanda-tanda kebocoran plasma yang
dapat dilihat dari pemeriksaan laboratorium adanya peningkatan kadar
hematokrit (hemokonsentrasi) dan/atau hipoproteinemia
(hipoalbuminemia) dan pemeriksaan radiologis adanya efusi pleura atau
ascites. Pada panas hari ke 3 – 5 merupakan fase kritis dimana pada saat
penurunan suhu dapat terjadi sindrom syok dengue.
Panas tinggi mendadak, perdarahan dengan trombositopenia
100.000/l atau kurang dan hemokonsentrasi atau kenaikan hematokrit
lebih dari 20 % cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam
berdarah dengue. Banyak teori patogenesis namum belum dapat dipahami
sepenuhnya mengapa infeksi dengue pada seseorang dapat menimbulkan
gejala ringan sebaliknya pada yang lainnya menimbulkan syok. Teori yang
banyak dianut adalah teori infeksi sekunder dan adanya reaksi imunitas
didalam tubuh seorang penderita.
b. Etiologi.
Terdapat 4 tipe virus dengue D1, D2, D3 dan D4, termasuk famili
flaviviridae. Di Indonesia yang terbanyak adalah tipe virus D3.
c. Masa Inkubasi
Terdapat masa inkubasi ekstrinsik dan masa inkubasi intrinsik.
Masa inkubasi ekstrinsik merupakan periode waktu perkembangbiakan
virus dalam kelenjar liur nyamuk sampai dapat menularkan pada manusia
yang berkisar 8 – 10 hari. Masa inkubasi intrinsik merupakan periode
waktu perkembangbiakan virus didalam tubuh manusia sejak masuk
sampai timbulnya gejala penyakit yang berkisar 4 - 6 hari. 4.
e. Pengobatan
Pengobatan demam dengue adalah simtomatif dan suportif.
Istirahat selama demam, pengobatan ditujukan untuk mencegah penderita
DBD masuk ke fase syok. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan
adalah memberi minum sebanyak penderita mampu, memberi obat
penurun panas golongan parasetamol, kompres dengan air hangat. Apabila
penderita tidak dapat minum atau muntah-muntah pasang infus cairan
Ringer Laktat atau NaCl dan segera rujuk ke Rumah Sakit.
Pengobatan demam berdarah dengue derajat I dan II bersifat
suportif dengan pemberian cairan (Ringer Lactat/Asetat atau NaCL) dosis
rumatan (maintenance) dan simptomatis dengan analgetik antipiretik
(parasetamol) disertai monitoring yang ketat tanda-tanda vital dan
kemungkinan terjadinya kebocoran plasma (hemokonsentrasi). Penderita
dirawat di rumah sakit bila terdapat kenaikan kadar hematokrit > 20%,
disertai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3, atau menunjukkan
tanda-tanda perdarahan spontan selain petekia.
f. Epidemiologi
Di Indonesia, KLB DBD sering terjadi pada saat perubahan musim
dari kemarau ke hujan atau sebaliknya. Hampir sebagian besar wilayah
Indonesia endemis DBD. KLB DBD dapat terjadi di daerah yang memiliki
sistim pembuangan dan penyediaan air tidak memadai, baik di perdesaan
maupun perkotaan. Serangan DBD sering terjadi pada daerah yang padat
penduduk dan kumuh (slum area)
Frekuensi KLB DBD semakin tahun semakin meningkat, daerah
yang terserang juga semakin meluas. Berdasarkan data yang ada dapat
diidentifikasi terjadinya peningkatan frekuensi serangan setiap 3-5 tahun
sekali dengan jumlah penderita yang lebih besar. Walaupun risiko
kematian diantara penderita DBD (CFR) semakin menurun tetapi jumlah
kematian DBD (angka kematian) semakin meningkat.
h. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap laporan adanya
penderita DBD, terutama apabila terjadi peningkatan kejadian atau adanya
kematian DBD. Pada daerah yang selama beberapa waktu tidak pernah
ditemukan kasus DBD, maka adanya satu kasus DBD perlu dilakukan
penyelidikan epidemiologi.
Disamping upaya penegakan diagnosis, penyelidikan epidemiologi
ditujukan pada penemuan kasus lain disekitar penderita, kasus indeks,
serta sumber dan cara penularan. Penyelidikan epidemiologi juga
ditujukan kepada identifikasi adanya nyamuk penular DBD, tempat
perindukan dan distribusinya.
Penyelidikan epidemiologi dapat menentukan kemungkinan
peningkatan dan penyebaran kasus DBD serta kesiapsiagaan
penanggulangan KLB di Puskesmas, Rumah Sakit, dan di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, serta kemungkinan peningkatan
Sistem Kewaspadaan Dini KLB DBD.
KLB DBD dinyatakan telah berakhir apabila selama 14 hari
keadaan telah kembali kepada jumlah normal tanpa ada kematian karena
DBD atau DD.
i. Penanggulangan
Penanggulangan KLB dilaksanakan terhadap 3 kegiatan utama
yaitu upaya penyelidikan, upaya pengobatan dan upaya pencegahan KLB.
Untuk setiap kasus DBD harus dilakukan Penyelidikan
epidemiologi meliputi radius 100 meter dari rumah penderita. Apabila
ditemukan bukti2 penularan yaitu adanya penderita DBD lainnya , ada 3
penderita demam atau ada faktor risiko yaitu ditemukan jentik, maka
dilakukan penyemprotan (Fogging Focus) dengan siklus 2 kali disertai
larvasidasi, dan gerakan PSN.
Upaya pengobatan penderita DBD tidak saja pada peningkatan
kemampuan tatalaksana kasus di unit pelayanan, tetapi juga kemampuan
diagnosis dan tatalaksana kasus di rumah serta kemampuan menentukan
kapan dan kemana kasus DBD harus dirujuk oleh keluarga. Kegagalan
tatalaksana kasus dan rujukan masyarakat seringkali menjadi penyebab
kematian kasus DBD.
Upaya pencegahan KLB ditujukan pada pengelolaan lingkungan,
perlindungan diri, pengendalian biologis, dan pengendalian dengan bahan
kimia. Pengelolaan lingkungan untuk mengendalikan A. aegypti dan A.
Albopictus serta mengurangi kontak vector – manusia adalah dengan
melakukan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perindukan nyamuk buatan dan perbaikan desain
rumah. Penderita dilakukan isolasi dengan menempatkan pada ruangan
atau daerah bebas nyamuk, sehingga tidak menjadi sumber penularan baru.
Efektifitas pengobatan dan upaya pencegahan terus menerus
dimonitor dan diarahkan oleh sistem surveilans ketat selama periode KLB.
Sistem surveilans ketat yang dianjurkan adalah intensifikasi pemantauan
wilayah setempat kasus DBD dari mingguan menjadi harian, intensifikasi
pemantauan jentik berkala dan pemetaan daerah pelaksana upaya-upaya
pengobatan dan upaya-upaya pencegahan.
Surveilans ketat dengan melakukan intensifikasi PWS-KLB DBD
disemua wilayah bertujuan untuk :
Memantau penyebaran kasus DBD di setiap daerah
Deteksi dini KLB DBD
Memantau kecenderungan dan penyebaran kasus DBD pada daerah
yang sedang terjadi KLB DBD
A. Penentuan stratifikasi endemisitas kabupaten/kota
Cara menentukan stratifikasi kabupaten/kota:
a) Buatlah tabel kabupaten/kota dengan menjumlahkan penderita DD,
DBD dan EDS dalam 3 (tiga) tahun terakhir
b) Tentukan stratifikasi masing-masing kabupaten/kota, seperti ketentuan
sebagai berikut :
Wilayah Endemis adalah kecamatan/kelurahan/desa yang
dalam 3 tahun terakhir ditemukan kasus pada setiap tahunnya.
Wilayah Sporadis adalah kecamatan/kelurahan/desa yang
dalam 3 tahun terakhir terdapat kasus tetapi tidak setiap tahun.
Wilayah Potensial adalah kecamatan/kelurahan/desa yang
dalam 3 tahun terakhir tidak pernah ada kasus, tetapi persentase
rumah yang ditemukan jentik lebih atau sama dengan 5%.
Wilayah Bebas yaitu kecamatan/kelurahan/desa yang tidak
pernah ada kasus selama 3 tahun terakhir dan persentase rumah
yang ditemukan jentik kurang dari 5%.
2. Kunjungan Rumah
Koordinator Jumantik melakukan kunjungan ke rumah/bangunan
berdasarkan data yang tersedia dan mempersiapkan bahan/alat yang diperlukan
untuk pemantauan jentik. Hal-hal yang perlu dilakukan saat kunjungan rumah
adalah sebagai berikut:
a. Memulai pembicaraan dengan menanyakan sesuatu yang sifatnya
menunjukkan perhatian kepada keluarga itu. Misalnya menanyakan keadaan
anak atau anggota keluarga lainnya
b. Menceritakan keadaan atau peristiwa yang ada kaitannya dengan penyakit
demam berdarah, misalnya adanya anak tetangga yang sakit demam
berdarah atau adanya kegiatan di desa/ kelurahan/RW tentang usaha
pemberantasan demam berdarah atau berita di surat kabar/
majalah/televisi/radio tentang penyakit demam berdarah dan lain-lain.
c. Membicarakan tentang penyakit DBD, cara penularan dan pencegahannya,
serta memberikan penjelasan tentang hal-hal yang ditanyakan tuan rumah.
d. Gunakan gambar-gambar (leaflet) atau alat peraga untuk lebih memperjelas
penyampaian
e. Mengajak pemilik rumah bersama-sama memeriksa tempat-tempat yang
berpotensi menjadi sarang jentik nyamuk. Misalnya bak penampungan air,
tatakan pot bunga, vas bunga, tempat penampungan air dispenser,
penampungan air buangan di belakang lemari es, wadah air minum burung
serta barang-barang bekas seperti ban, botol air dan lain-lainnya.
Pemeriksaan dimulai di dalam rumah dan dilanjutkan di luar rumah.
1. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempattempat lainnya seminggu
sekali.
2. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/ rusak.
3. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain dengan tanah.
4. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah
pisang atau tanaman lainnya
5. Mengeringkan tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di
pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong dan lain sebagainya.
6. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan cupang, ikan kepala timah,
ikan tempalo, ikan nila, ikan guvi dan lain-lain
7. Pasang kawat kasa
8. Jangan menggantung pakaian di dalam rumah
9. Tidur menggunakan kelambu
10. Atur pencahayaan dan ventilasi yang memadai.
11. Gunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk.
12. Lakukan larvasidasi yaitu membubuhkan larvasida misalnya temephos di
tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air.
13. Menggunakan ovitrap, Larvitrap maupun Mosquito trap.
14. Menggunakan tanaman pengusir nyamuk seperti: lavender, kantong semar,
sereh, zodia, geranium dan lain-lain
B. LARVASIDASI
C. FOGGING (PENGASAPAN)