Anda di halaman 1dari 18

Tugas Ilmu Kesehatan Masyarakat

Rangkuman Demam Berdarah Dengue

Disusun Oleh:

Galih Ayu Pratiwi – 112017257

Pembimbing :

dr. Melda Suryana, M.Epid

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

JAKARTA, OKTOBER 2020


A. DEMAM BERDARAH DENGUE
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
virus yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypty. Penyakit DBD masih
merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan di
Indonesia. Hampir seluruh Kab/Kota di Indonesia endemis terhadap
penyakit ini. Sejak ditemukan pertama kali tahun 1968 di Jakarta dan
Surabaya, saat ini penyebarannya semakin meluas mencapai seluruh
provinsi di Indonesia (33 provinsi). Penyakit ini seringkali menimbulkan
KLB dan menyebabkan kematian.

a. Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat berupa demam
dengue, demam berdarah dengue atau sindrom virus lain, demam berdarah
dengue dapat diikuti dengan syok/ renjatan (sindrom syok dengue).
Demam Dengue biasanya merupakan demam bifasik disertai
keluhan nyeri kepala, nyeri otot, nyeri sendi, ruam pada kulit dan
leukopeni.
Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai panas tinggi mendadak
tanpa sebab yang jelas, berlangsung selama 2 – 7 hari, kadang-kadang
bifasik, disertai timbulnya gejala tidak ada nafsu makan, mual, muntah,
sakit kepala, nyeri ulu hati dan tanda-tanda perdarahan berupa bintik
merah dikulit (petekia), mimisan, perdarahan pada mukosa, perdarahan
gusi atau hematoma pada daerah suntikan, melena dan hati membengkak.
Tanda perdarahan yang tidak tampak dapat diperiksa dengan melakukan
tes Torniquet (Rumple Leede). Bintik merah dikulit sebagai manifestasi
pecahnya kapiler darah dan disertai tanda-tanda kebocoran plasma yang
dapat dilihat dari pemeriksaan laboratorium adanya peningkatan kadar
hematokrit (hemokonsentrasi) dan/atau hipoproteinemia
(hipoalbuminemia) dan pemeriksaan radiologis adanya efusi pleura atau
ascites. Pada panas hari ke 3 – 5 merupakan fase kritis dimana pada saat
penurunan suhu dapat terjadi sindrom syok dengue.
Panas tinggi mendadak, perdarahan dengan trombositopenia
100.000/l atau kurang dan hemokonsentrasi atau kenaikan hematokrit
lebih dari 20 % cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam
berdarah dengue. Banyak teori patogenesis namum belum dapat dipahami
sepenuhnya mengapa infeksi dengue pada seseorang dapat menimbulkan
gejala ringan sebaliknya pada yang lainnya menimbulkan syok. Teori yang
banyak dianut adalah teori infeksi sekunder dan adanya reaksi imunitas
didalam tubuh seorang penderita.

b. Etiologi.
Terdapat 4 tipe virus dengue D1, D2, D3 dan D4, termasuk famili
flaviviridae. Di Indonesia yang terbanyak adalah tipe virus D3.

c. Masa Inkubasi
Terdapat masa inkubasi ekstrinsik dan masa inkubasi intrinsik.
Masa inkubasi ekstrinsik merupakan periode waktu perkembangbiakan
virus dalam kelenjar liur nyamuk sampai dapat menularkan pada manusia
yang berkisar 8 – 10 hari. Masa inkubasi intrinsik merupakan periode
waktu perkembangbiakan virus didalam tubuh manusia sejak masuk
sampai timbulnya gejala penyakit yang berkisar 4 - 6 hari. 4.

d. Sumber dan Cara Penularan


Sumber penularan penyakit adalah manusia dan nyamuk Aedes.
Manusia tertular melalui gigitan nyamuk Aedes yang telah terinfeksi virus
dengue, sebaliknya nyamuk terinfeksi ketika menggigit manusia dalam
stadium viremia. Viremia terjadi pada satu atau dua hari sebelum awal
munculnya gejala dan selama kurang lebih lima hari pertama sejak
timbulnya gejala. Terdapat 2 jenis vektor, yaitu Ae. aegypti dan Ae.
albopictus. Ae. aegypti merupakan vektor utama.

e. Pengobatan
Pengobatan demam dengue adalah simtomatif dan suportif.
Istirahat selama demam, pengobatan ditujukan untuk mencegah penderita
DBD masuk ke fase syok. Pertolongan pertama yang dapat dilakukan
adalah memberi minum sebanyak penderita mampu, memberi obat
penurun panas golongan parasetamol, kompres dengan air hangat. Apabila
penderita tidak dapat minum atau muntah-muntah pasang infus cairan
Ringer Laktat atau NaCl dan segera rujuk ke Rumah Sakit.
Pengobatan demam berdarah dengue derajat I dan II bersifat
suportif dengan pemberian cairan (Ringer Lactat/Asetat atau NaCL) dosis
rumatan (maintenance) dan simptomatis dengan analgetik antipiretik
(parasetamol) disertai monitoring yang ketat tanda-tanda vital dan
kemungkinan terjadinya kebocoran plasma (hemokonsentrasi). Penderita
dirawat di rumah sakit bila terdapat kenaikan kadar hematokrit > 20%,
disertai jumlah trombosit kurang dari 100.000/mm3, atau menunjukkan
tanda-tanda perdarahan spontan selain petekia.

f. Epidemiologi
Di Indonesia, KLB DBD sering terjadi pada saat perubahan musim
dari kemarau ke hujan atau sebaliknya. Hampir sebagian besar wilayah
Indonesia endemis DBD. KLB DBD dapat terjadi di daerah yang memiliki
sistim pembuangan dan penyediaan air tidak memadai, baik di perdesaan
maupun perkotaan. Serangan DBD sering terjadi pada daerah yang padat
penduduk dan kumuh (slum area)
Frekuensi KLB DBD semakin tahun semakin meningkat, daerah
yang terserang juga semakin meluas. Berdasarkan data yang ada dapat
diidentifikasi terjadinya peningkatan frekuensi serangan setiap 3-5 tahun
sekali dengan jumlah penderita yang lebih besar. Walaupun risiko
kematian diantara penderita DBD (CFR) semakin menurun tetapi jumlah
kematian DBD (angka kematian) semakin meningkat.

g. Kejadian Luar Biasa


KLB DBD ditetapkan bila ditemukan satu atau lebih kondisi berikut:
 Timbulnya suatu penyakit menular tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 Permenkes No. 1501/2010, yang sebelumnya tidak
ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
 Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
angka rata-rata per bulan dalam tahun sebelumnya
 Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1
(satu) kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% (lima
puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang
sama.
Penanggulangan KLB DBD diarahkan pada upaya mencegah
kematian dan menekan penyebaran kasus. Upaya pencegahan kematian
dilaksanakan dengan penemuan dini kasus yang diikuti dengan tatalaksana
kasus yang benar, termasuk monitoring secara ketat terhadap
kemungkinan terjadinya kebocoran plasma berlebihan. Sementara upaya
pencegahan diarahkan pada upaya pemutusan mata rantai penularan
manusia-nyamuk-manusia dengan pemberantasan sarang nyamuk, atau
membunuh nyamuk dewasa terinfeksi.

h. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan epidemiologi dilakukan terhadap laporan adanya
penderita DBD, terutama apabila terjadi peningkatan kejadian atau adanya
kematian DBD. Pada daerah yang selama beberapa waktu tidak pernah
ditemukan kasus DBD, maka adanya satu kasus DBD perlu dilakukan
penyelidikan epidemiologi.
Disamping upaya penegakan diagnosis, penyelidikan epidemiologi
ditujukan pada penemuan kasus lain disekitar penderita, kasus indeks,
serta sumber dan cara penularan. Penyelidikan epidemiologi juga
ditujukan kepada identifikasi adanya nyamuk penular DBD, tempat
perindukan dan distribusinya.
Penyelidikan epidemiologi dapat menentukan kemungkinan
peningkatan dan penyebaran kasus DBD serta kesiapsiagaan
penanggulangan KLB di Puskesmas, Rumah Sakit, dan di Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, serta kemungkinan peningkatan
Sistem Kewaspadaan Dini KLB DBD.
KLB DBD dinyatakan telah berakhir apabila selama 14 hari
keadaan telah kembali kepada jumlah normal tanpa ada kematian karena
DBD atau DD.

i. Penanggulangan
Penanggulangan KLB dilaksanakan terhadap 3 kegiatan utama
yaitu upaya penyelidikan, upaya pengobatan dan upaya pencegahan KLB.
Untuk setiap kasus DBD harus dilakukan Penyelidikan
epidemiologi meliputi radius 100 meter dari rumah penderita. Apabila
ditemukan bukti2 penularan yaitu adanya penderita DBD lainnya , ada 3
penderita demam atau ada faktor risiko yaitu ditemukan jentik, maka
dilakukan penyemprotan (Fogging Focus) dengan siklus 2 kali disertai
larvasidasi, dan gerakan PSN.
Upaya pengobatan penderita DBD tidak saja pada peningkatan
kemampuan tatalaksana kasus di unit pelayanan, tetapi juga kemampuan
diagnosis dan tatalaksana kasus di rumah serta kemampuan menentukan
kapan dan kemana kasus DBD harus dirujuk oleh keluarga. Kegagalan
tatalaksana kasus dan rujukan masyarakat seringkali menjadi penyebab
kematian kasus DBD.
Upaya pencegahan KLB ditujukan pada pengelolaan lingkungan,
perlindungan diri, pengendalian biologis, dan pengendalian dengan bahan
kimia. Pengelolaan lingkungan untuk mengendalikan A. aegypti dan A.
Albopictus serta mengurangi kontak vector – manusia adalah dengan
melakukan pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat,
modifikasi tempat perindukan nyamuk buatan dan perbaikan desain
rumah. Penderita dilakukan isolasi dengan menempatkan pada ruangan
atau daerah bebas nyamuk, sehingga tidak menjadi sumber penularan baru.
Efektifitas pengobatan dan upaya pencegahan terus menerus
dimonitor dan diarahkan oleh sistem surveilans ketat selama periode KLB.
Sistem surveilans ketat yang dianjurkan adalah intensifikasi pemantauan
wilayah setempat kasus DBD dari mingguan menjadi harian, intensifikasi
pemantauan jentik berkala dan pemetaan daerah pelaksana upaya-upaya
pengobatan dan upaya-upaya pencegahan.
Surveilans ketat dengan melakukan intensifikasi PWS-KLB DBD
disemua wilayah bertujuan untuk :
 Memantau penyebaran kasus DBD di setiap daerah
 Deteksi dini KLB DBD
 Memantau kecenderungan dan penyebaran kasus DBD pada daerah
yang sedang terjadi KLB DBD
A. Penentuan stratifikasi endemisitas kabupaten/kota
Cara menentukan stratifikasi kabupaten/kota:
a) Buatlah tabel kabupaten/kota dengan menjumlahkan penderita DD,
DBD dan EDS dalam 3 (tiga) tahun terakhir
b) Tentukan stratifikasi masing-masing kabupaten/kota, seperti ketentuan
sebagai berikut :
 Wilayah Endemis adalah kecamatan/kelurahan/desa yang
dalam 3 tahun terakhir ditemukan kasus pada setiap tahunnya.
 Wilayah Sporadis adalah kecamatan/kelurahan/desa yang
dalam 3 tahun terakhir terdapat kasus tetapi tidak setiap tahun.
 Wilayah Potensial adalah kecamatan/kelurahan/desa yang
dalam 3 tahun terakhir tidak pernah ada kasus, tetapi persentase
rumah yang ditemukan jentik lebih atau sama dengan 5%.
 Wilayah Bebas yaitu kecamatan/kelurahan/desa yang tidak
pernah ada kasus selama 3 tahun terakhir dan persentase rumah
yang ditemukan jentik kurang dari 5%.

B. Penentuan stratifikasi Endemisitas DBD Tingkat Kecamatan


Cara menentukan stratifikasi Kecamatan:
a) Buatlah tabel Kecamatan dengan menjumlahkan penderita DBD, SRD
dan EDS dalam 3 (tiga) tahun terakhir
b) Tentukan stratifikasi masing-masing Kecamatan, seperti ketentuan
sebagai berikut :
 Kecamatan Endemis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun
terakhir ditemukan kasus pada setiap tahunnya.
 Kecamatan Sporadis adalah kecamatan yang dalam 3 tahun
terakhir terdapat kasus tetapi tidak setiap tahun.
 Kecamatan Potensial adalah kecamatan yang dalam 3 tahun
terakhir tidak pernah ada kasus, tetapi persentase rumah yang
ditemukan jentik lebih atau sama dengan 5%.
 Kecamatan Bebas yaitu kecamatan yang tidak pernah ada
kasus selama 3 tahun terakhir dan persentase rumah yang
ditemukan jentik kurang dari 5%.

C. Penentuan stratifikasi Endemisitas DBD Tingkat Kelurahan/Desa.


Cara menentukan stratifikasi Kelurahan/Desa:
a) Buatlah tabel Kelurahan/Desa dengan menjumlahkan penderita DBD,
SRD dan EDS dalam 3 (tiga) tahun terakhir
b) Tentukan stratifikasi masing-masing Kecamatan, seperti ketentuan
sebagai berikut :
 Kelurahan/Desa Endemis adalah kelurahan/desa yang dalam
3 tahun terakhir ditemukan kasus pada setiap tahunnya.
 Kelurahan/Desa Sporadis adalah kelurahan/desa yang dalam
3 tahun terakhir terdapat kasus tetapi tidak setiap tahun.
 Kelurahan/Desa Potensial adalah kelurahan/desa yang dalam
3 tahun terakhir tidak pernah ada kasus, tetapi persentase
rumah yang ditemukan jentik lebih atau sama dengan 5%.
 Kelurahan/Desa Bebas yaitu kelurahan/desa yang tidak
pernah ada kasus selama 3 tahun terakhir dan persentase rumah
yang ditemukan jentik kurang dari 5%.
A. PEMANTAUAN JENTIK
1. Persiapan
a. Pengurus RT melakukan pemetaan dan pengumpulan data penduduk, data
rumah/ bangunan pemukiman dan tempat-tempat umum lainnya seperti
sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana olahraga, perkantoran, masjid/
mushola, gereja, pasar, terminal dan lain-lain.
b. Pengurus RT mengadakan pertemuan tingkat RT dihadiri oleh warga
setempat, tokoh masyarakat (Toma), tokoh agama (Toga), dan kelompok
potensial lainnya. Pada pertemuan tersebut disampaikan tentang perlunya
setiap rumah melakukan pemantauan jentik dan PSN 3M Plus secara rutin
seminggu sekali dan mensosialisasikan tentang pentingnya Gerakan 1
Rumah 1 Jumantik dengan membentuk Jumantik rumah/lingkungan.
c. Pengurus RT membentuk koordinator jumantik dan jumantik lingkungan
berdasarkan musyawarah warga.
d. Para koordinator jumantik menyusun rencana kunjungan rumah.

2. Kunjungan Rumah
Koordinator Jumantik melakukan kunjungan ke rumah/bangunan
berdasarkan data yang tersedia dan mempersiapkan bahan/alat yang diperlukan
untuk pemantauan jentik. Hal-hal yang perlu dilakukan saat kunjungan rumah
adalah sebagai berikut:
a. Memulai pembicaraan dengan menanyakan sesuatu yang sifatnya
menunjukkan perhatian kepada keluarga itu. Misalnya menanyakan keadaan
anak atau anggota keluarga lainnya
b. Menceritakan keadaan atau peristiwa yang ada kaitannya dengan penyakit
demam berdarah, misalnya adanya anak tetangga yang sakit demam
berdarah atau adanya kegiatan di desa/ kelurahan/RW tentang usaha
pemberantasan demam berdarah atau berita di surat kabar/
majalah/televisi/radio tentang penyakit demam berdarah dan lain-lain.
c. Membicarakan tentang penyakit DBD, cara penularan dan pencegahannya,
serta memberikan penjelasan tentang hal-hal yang ditanyakan tuan rumah.
d. Gunakan gambar-gambar (leaflet) atau alat peraga untuk lebih memperjelas
penyampaian
e. Mengajak pemilik rumah bersama-sama memeriksa tempat-tempat yang
berpotensi menjadi sarang jentik nyamuk. Misalnya bak penampungan air,
tatakan pot bunga, vas bunga, tempat penampungan air dispenser,
penampungan air buangan di belakang lemari es, wadah air minum burung
serta barang-barang bekas seperti ban, botol air dan lain-lainnya.
 Pemeriksaan dimulai di dalam rumah dan dilanjutkan di luar rumah.

 Jika ditemukan jentik nyamuk maka kepada tuan rumah/pengelola


bangunan diberi penjelasan tentang tempat-tempat
perkembangbiakan nyamuk dan melaksanakan PSN 3M Plus.
 Jika tidak ditemukan jentik maka kepada tuan rumah/pengelola
bangunan disampaikan pujian dan memberikan saran untuk terus
menjaga agar selalu bebas jentik dan tetap melaksanakan PSN
3MPlus.

3. Tatacara Pemantauan Jentik


Tatacara dalam melakukan kegiatan pemantauan jentik di rumah, TTU dan TTI
adalah sebagai berikut:
a. Periksalah bak mandi/WC, tempayan, drum dan tempat-tempat
penampungan air lainnya.
b. Jika tidak terlihat adanya jentik tunggu sampai kira-kira satu menit, jika ada
jentik pasti akan muncul ke permukaan air untuk bernafas.
c. Gunakan senter apabila wadah air tersebut terlalu dalam dan gelap.
d. Periksa juga tempat-tempat berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan
nyamuk misalnya vas bunga, tempat minum burung, kaleng-kaleng bekas,
botol plastik, ban bekas, tatakan pot bunga, tatakan dispenser dan lain-lain
e. Tempat lain di sekitar rumah yaitu talang/saluran air yang terbuka/tidak
lancar, lubang-lubang pada potongan bambu atau pohon lainnya.
4. Cara Mencatat dan Melaporkan Hasil Pemantauan Jentik
a. Pencatatan hasil pemantauan jentik pada kartu jentik
1. Jumantik Keluarga/Lingkungan. Setelah melakukan pemeriksaan
jentik, Jumantik Keluarga/Lingkungan menuliskan hasilnya pada
kartu jentik seperti di bawah ini.
Jumantik Keluarga/Lingkungan mengisi kartu jentik seminggu sekali
dengan tanda ”-” jika tidak ditemukan jentik atau tanda ”+” jika
menemukan jentik.

Kartu Jentik seperti di bawah ini:


PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Upaya pencegahan terhadap penularan DBD dilakukan dengan pemutusan


rantai penularan DBD berupa pencegahan terhadap gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus. Kegiatan yang optimal adalah melakukan pemberantasan sarang
nyamuk (PSN) dengan cara “3 M” plus selain itu juga dapat dilakukan dengan larvasidasi
dan pengasapan (foging).

A. PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DENGAN 3M PLUS


Kegiatan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M Plus meliputi:
1. Menguras tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi/WC, drum dan
sebagainya sekurang-kurangnya seminggu sekali
2. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti gentong air/ tempayan
dan lain-lain.
3. Mendaur ulang barangbarang bekas yang dapat menampung air seperti botol
plastik, kaleng, ban bekas dll atau membuang pada tempatnya

Selain itu ditambah dengan cara lainnya (PLUS) yaitu:

1. Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempattempat lainnya seminggu
sekali.
2. Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/ rusak.
3. Tutup lubang-lubang pada potongan bambu, pohon dan lain-lain dengan tanah.
4. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah
pisang atau tanaman lainnya
5. Mengeringkan tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di
pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong dan lain sebagainya.
6. Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk seperti ikan cupang, ikan kepala timah,
ikan tempalo, ikan nila, ikan guvi dan lain-lain
7. Pasang kawat kasa
8. Jangan menggantung pakaian di dalam rumah
9. Tidur menggunakan kelambu
10. Atur pencahayaan dan ventilasi yang memadai.
11. Gunakan obat anti nyamuk untuk mencegah gigitan nyamuk.
12. Lakukan larvasidasi yaitu membubuhkan larvasida misalnya temephos di
tempat-tempat yang sulit dikuras atau di daerah yang sulit air.
13. Menggunakan ovitrap, Larvitrap maupun Mosquito trap.
14. Menggunakan tanaman pengusir nyamuk seperti: lavender, kantong semar,
sereh, zodia, geranium dan lain-lain

B. LARVASIDASI

Larvasidasi adalah pengendalian larva (jentik) nyamuk dengan pemberian


larvasida yang bertujuan untuk membunuh larva tersebut. Pemberian larvasida ini dapat
menekan kepadatan populasi untuk jangka waktu 2 bulan. Jenis larvasida ada
bermacam-macam, diantaranya adalah temephos, piriproksifen, metopren dan bacillus
thuringensis.

1. Temephos Temephos 1 % berwarna kecoklatan, terbuat dari pasir yang dilapisi


dengan zat kimia yang dapat membunuh jentik nyamuk. Dalam jumlah sesuai
dengan yang dianjurkan aman bagi manusia dan tidak menimbulkan keracunan.
Jika dimasukkan dalam air, maka sedikit demi sedikit zat kimia itu akan larut
secara merata dan membunuh semua jentik nyamuk yang ada dalam tempat
penampungan air tersebut. Dosis penggunaan temephos adalah 10 gram untuk
100 liter air. Bila tidak alat untuk menakar, gunakan sendok makan peres (yang
diratakan di atasnya). Pemberian temephos ini sebaiknya diulang
penggunaannya setiap 2 bulan.
2. Metopren 1,3% Metopren 1,3% berbentuk butiran seperti gula pasir berwarna
hitam arang. Dalam takaran yang dianjurkan, aman bagi manusia dan tidak
menimbulkan keracunan. Metopren tersebut tidak menimbulkan bau dan
merubah warna air dan dapat bertahan sampai 3 bulan. Zat kimia ini akan
menghambat/membunuh jentik sehingga tidak menjadi nyamuk. Dosis
penggunaan adalah 2,5 gram untuk 100 liter air. Penggunaan Metopren 1,3 %
diulangi setiap 3 bulan.
3. Piriproksifen 0,5% Piriproksifen ini berbentuk butiran berwarna coklat
kekuningan. Dalam takaran yang dianjurkan, aman bagi manusia, hewan dan
lingkungan serta tidak menimbulkan keracunan. Air yang ditaburi piriproksifen
tidak menjadi bau, tidak berubah warna dan tidak korosif terhadap tempat
penampungan air yang terbuat dari besi, seng, dan lain-lain. Piriproksifen larut
dalam air kemudian akan menempel pada dinding tempat penampungan air dan
bertahan sampai 3 bulan. Zat kimia ini akan menghambat pertumbuhan jentik
sehingga tidak menjadi nyamuk. Dosis penggunaan piriproksifen adalah 0,25
gram untuk 100 liter air. Apabila tidak ada takaran khusus yang tersedia bisa
menggunakan sendok kecil ukuran kurang lebih 0,5 gram.
4. Bacillus Thuringiensis Baccilus thuringensis israelensis (Bti) sebagai pembunuh
jentik nyamuk/larvasida yang tidak mengganggu lingkungan. Bti terbukti aman
bagi manusia bila digunakan dalam air minum pada dosis normal. Keunggulan
Bti adalah menghancurkan jentik nyamuk tanpa menyerang predator
entomophagus dan spesies lain. Formula Bti cenderung secara cepat
mengendap didasar wadah, karena itu dianjurkan pemakaian yang berulang kali.

C. FOGGING (PENGASAPAN)

Nyamuk dewasa dapat diberantas dengan pengasapan menggunakan insektisida


(racun serangga). Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan
itu yang mati hanya nyamuk dewasa saja. Jentik nyamuk tidak mati dengan pengasapan.
Selama jentik tidak dibasmi, setiap hari akan muncul nyamuk yang baru menetas dari
tempat perkembangbiakannya.
Daftar Pustaka

1. Departemen Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Pedoman


Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa Penyakit Menular
dan Keracunan Pangan. Jakarta. 2011
2. Departemen Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman
Pencegahan Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia.
Jakarta. 2017
3. Departemen Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Buku Petunjuk
Teknis Implementasi PSN 3M PLUS dengan Gerakan 1 Rumah 1
Jumantik. 2016

Anda mungkin juga menyukai