Anda di halaman 1dari 22

PENDAHULUAN

Sirosis hati masih menjadi salah satu problem kesehatan di dunia. Penyakit

ini menjadi penyebab kematian terbesar pada penderitanya. Sirosis hati

merupakan dampak tersering dari perjalanan klinis yang panjang dari semua

penyakit hati kronis yang ditandai dengan kerusakan pada parenkim hati.1

Prevalensi sirosis hati di Amerika serikat adalah sekitar 0.27 % pada

633.323 orang dan 69 % melaporkan bahwa mereka tidak sadar memiliki penyakit

hati.2 Berdasarkan WHO (2004) sirosis hati merupakan penyebab kematian ke 18

di dunia dengan jumlah kematian 800.000 kasus (1.3 %). 3 National Vital Statistics

Report (2015) melaporkan bahwa angka kematian sirosis hati di Amerika serikat

menempati urutan ke 12.4 Penyebab kematian sirosis hati di Amerika serikat

terbanyak karena mengonsumsi alcohol yang diperkirakan 360 per 100.000

penduduk. Di Indonesia 40-50% penyebab sirosis hati adalah virus hepatitis B,

30-40% disebabkan oleh virus hepatitis C dan 10-20% penyebabnya tidak

diketahui.1 Hsiang et al melaporkan bahwa penyebab tersering pada sirosis hati

adalah hepatitis B kronik (37.3 %), alcoholic liver disease (24.1 %), hepatitis C

kronik (22.3 %) dan non alcoholic fatty liver disease (16.4 %).5

Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,

menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati, pencegahan

dan penanganan komplikasi.6 Walaupun sampai saat ini belum ada bukti bahwa

penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien yang teratur pada

fase dini diharapkan dapat memperpanjang status kompensasi dalam jangka

panjang dan mencegah timbulnya komplikasi. Komplikasi yang sering timbul

pada pasien sirosis adalah varises esophagus, peritonitis bacterial, sindrom

1
hepatorenal dan ensefalopati hepatik.

Karena kasus ini termasuk cukup sering ditemui pada pasien yang

dirawat inap di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado dan kebanyakan kasus

sudah masuk dalam stadium lanjut, , maka saya tertarik untuk melaporkan satu

kasus sirosis hepatis pada seorang pasien perempuan 60 tahun yang dirawat inap

di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado pada bulan Maret 2019.

LAPORAN KASUS

Seorang pasien perempuan Ny. JL, berumur 60 tahun, suku Minahasa,

alamat Tinoor I, dirawat di IRINA C1 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado

pada tanggal 25 Maret 2019, datang dengan keluhan utama BAB hitam. BAB

hitam dirasakan sejak ± 1 bulan yang lalu. Namun terdapat BAB hitam bercampur

darah segar sejak 1 hari SMRS. BAB hitam dengan konsistensi lembek, bau (+),

dengan volume ± ½ gelas aqua tiap kali BAB hitam.

Perut pasien juga dirasakan membesar sejak ± 1 bulan yang lalu. Pasien

mengatakan perutnya terasa panas serta semakin hari semakin membesar dan

tegang sehingga membuat pasien merasa sesak dan kesulitan bernapas. Sesak

napas dirasakan tanpa adanya nyeri dada.

Selain itu, pasien juga mengatakan bengkak pada kedua kaki. Bengkak

tersebut tidak disertai dengan rasa nyeri dan kemerahan.. Pasien mengeluh rasa

mual namun tidak disertai dengan muntah. Penurunan nafsu makan diakui oleh

pasien. Riwayat sakit kuning, demam, batuk disangkal. Riwayat keluarga dengan

penyakit seperti ini disangkal. Riwayat merokok dan konsumsi alkohol disangkal.

Namun pasien memiliki kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak.

2
Pada pemeriksaan fisik umum didapatkan keadaan umum tampak sakit

sedang dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 82

x/menit, regular, kuat angkat, isi cukup, respirasi 22x/menit, suhu badan 36.8°C,

saturasi 99 %. Berat badan 70 kg, tinggi badan 158 cm, dengan status gizi IMT 28

(obesitas I). Pada kepala ditemukan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, pupil

bulat isokor, reflex cahaya normal. Pada pemeriksaan leher tidak ditemukan

pembesaran kelenjar getah bening. Pada inspeksi thoraks, tampak dinding dada

simetris saat statis maupun dinamis. Palpasi didapatkan stem fremitus kiri sama

dengan kanan, perkusi didapatkan sonor pada kedua lapang paru dan auskultasi

didapatkan suara pernapasan vesikuler, sedangkan ronkhi dan wheezing tidak

ditemukan. Pada pemeriksaan inspeksi jantung didapatkan iktus kordis tidak

nampak, palpasi iktus kordis tidak teraba. Batas jantung masih dalam batas

normal dimana batas jantung kanan berada di ICS 4 linea sternalis sinistra

sementara batas jantung kiri berada di ICS 5 linea midclavicularis sinistra. Bising

dan gallop tidak ditemukan. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut

cembung, tegang, spider navi (-), bising usus (+) normal. Pada pemeriksaan

perkusi abdomen didapatkan shifting dullness (+) dan tes undulasi (+). Pada

pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat, CRT < 2 detik, eritema

palmaris tidak ada, namun terdapat edema pada kedua ekstremitas inferior.

Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 25/03/2019 didapatkan

leukosit 6900/uL, eritrosit 3.12x106 /uL, hemoglobin 8.1 g/dL, hematocrit 26.3 %,

trombosit 82.000/uL, MCH 26.1 pg, MCHC 30.9 d/dL, MCV 84.4 fL, SGOT 28

U/L, SGPT 13 U/L, ureum darah 12 mg/dL, kreatinin darah 0.7 mg/dL, gula darah

sewaktu 170 mg/dL, chloride darah 106.6 mEq/L, kalium darah 4.10 mEq/L,

3
natrium darah 139 mEq/L, PT 17,6/13.1 INR 1.39/0.96 APPT 35.9/32.3. Pada

pemeriksaan foto thoraks tidak didapatkan adanya kelainan. Pada pemeriksaan

USG abdomen didapatkan kesimpulan sirosis hepatis, splenomegali dan ascites

serta kolesistitis akut.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang

maka didapatkan diagnosis kerja pasien adalah sirosis hepatis et causa suspek

NAFLD, melena et causa VEB dd PUB, anemia et causa GIT bleeding, DM tipe 2

terkontrol tanpa obat. Pada pasien diberikan drips esomeprazole 200 mg dalam

500 cc NaCl 0.9 %, bolus esomeprazole 40 mg, asam traneksamat 500 mg injeksi

3 kali sehari, serta sucralfat syrup 2 sendok makan 3 kali sehari. Pasien

direncanakan untuk dilakukan transfusi 1 bag PRC 230 cc/ hari sampai didapatkan

Hb ≥ 10 g/dL serta direncanakan untuk dilakukan pemeriksaan HbA1C dan

bloodsmear.

Follow up hari pertama tanggal 26/03/2019 pasien masih mengeluhkan

BAB hitam 1 kali. Pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/60 mmHg, Nadi 96 x/menit,

respirasi 20x/menit, suhu badan 36.3°C, saturasi oksigen 97 %. Pemeriksaan

status lokalis tidak ada perubahan. Diagnosa kerja pada pasien adalah sirosis

hepatis et causa suspek NAFLD, melena et causa VEB dd PUB, anemia et causa

GIT bleeding. Terapi yang diberikan IVFD NaCl 0,9 % + esomeprazole 200 mg

10 gtt, furosemide injeksi 20 mg 1-0-0, asam traneksamat injeksi 500 mg 3 kali

sehari, spironolakton 100 mg 1 kali sehari, propranolol 10 mg 3 kali sehari,

sucralfat syrup 2 sendok makan 3 kali sehari.

4
Follow up hari kedua tanggal 27/03/2019 pasien mengatakan tidak ada

BAB hitam. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/60 mmHg, nadi 76 x/menit,

respirasi 22 x/menit, suhu badan 36,5°C, saturasi oksigen 98 %. Pemeriksaan

status lokalis tidak ada perubahan. Diagnosa kerja pada pasien adalah sirosis

hepatis dekompensata et causa suspek NAFLD, melena et causa VEB dd PUB,

anemia et causa GIT bleeding. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal

27/03/2019 didapatkan leukosit 1800/uL, eritrosit 2.78 x106 /uL, hemoglobin 7.3

g/dL, hematocrit 23.7 %, trombosit 71.000/uL, MCH 26.3 pg, MCHC 30.7 d/dL,

MCV 85.4 fL, SGOT 29 U/L, SGPT 12 U/L, gamma GT 18 u/L, protein total 6.24

g/dL, albumin 2.38 g/dL, globulin 3.65 g/dL, alkaline fosfatase 67 U/l, chloride

darah 104.7 mEq/L, kalium darah 3.61 mEq/L, natrium darah 136 mEq/L, Anti

HCV kualitatif non reaktif, HBsAg Elisa non reaktif, Anti HIV Elisa non reaktif.

Terapi yang dilakukan mengikuti terapi sebelumnya.

Follow up hari ketiga tanggal 28/03/2019 pasien masih mengeluhkan BAB

hitam 1 kali. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang,

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 86 x/menit,

respirasi 20 x/menit, suhu badan 36,5° C, saturasi oksigen 98 %. Pemeriksaan

status lokalis tidak ada perubahan. Diagnosa kerja pada pasien adalah sirosis

hepatis dekompensata et causa suspek NAFLD, melena et causa VEB dd PUB,

anemia et causa GIT bleeding. Terapi yang diberikan : line I IVFD NaCl 0,9 % +

esomeprazole 200 mg 10 gtt, line 2 : IVFD NaCl 0.9% 20 gtt, furosemide 20 mg

oral 1-0-0, asam traneksamat injeksi 500 mg 3 kali sehari, spironolakton 100 mg 1

5
kali sehari, propranolol 10 mg 3 kali sehari, sucralfat syrup 2 sendok makan 3 kali

sehari.

Follow up hari keempat tanggal 29/03/2019 pasien masih mengeluh BAB

hitam sebanyak 2 kali. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit

sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 87

x/menit, respirasi 18 x/menit, suhu badan 36,5°C, saturasi oksigen 98%. Diagnosa

kerja pada pasien adalah melena et causa suspek VEB, sirosis hepatis

dekompensata et causa suspek NAFLD, anemia et causa GIT bleeding. Terapi

yang diberikan : line I IVFD NaCl 0,9 % + esomeprazole 200 mg 10 gtt, line 2 :

IVFD NaCl 0.9% 14 gtt, furosemide 20 mg oral 1-0-0, asam traneksamat injeksi

500 mg 3 kali sehari, spironolakton 100 mg 1-0-0, propranolol 10 mg 3 kali

sehari, sucralfat syrup 2 sendok makan 4 kali sehari. Namun pemberian

furosemide dan propanolol ditunda. Pasien juga direncakan mendapatkan

transfuse PRC 1bag/hari sampai Hb ≥ 10 g/dL serta human albumin 20% 100 cc

dalam 24 jam.

Follow up hari kelima pada tanggal 30/03/2019 pasien mengatakan sudah

tidak BAB hitam. BAB hitam terakhir kemarin pagi. Pada pemeriksaan fisik

keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis. Tekanan darah

100/60 mmHg, nadi 74 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu badan 36,8°C, saturasi

oksigen 98%. Diagnosa kerja pada pasien adalah melena et causa suspek VEB,

sirosis hepatis dekompensata et causa suspek NAFLD, anemia et causa GIT

bleeding, hipoalbuminemia (2,3). Terapi yang diberikan : IVFD NaCl 0.9% 20 gtt,

esomeprazole injeksi 40 mg 2 kali sehari, spironolakton 100 mg 1-0-0, sucralfat

6
syrup 2 sendok makan 4 kali sehari. Pasien juga direncakan mendapatkan

transfuse PRC 1bag/hari sampai Hb ≥ 10 g/dL.

Follow up hari keenam 01/04/2019 sudah tidak terdapat BAB hitam. Pada

pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.

Tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 82 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu badan

36,8°C, saturasi oksigen 98%. Diagnosa kerja pada pasien adalah melena et causa

suspek VEB (perbaikan), sirosis hepatis dekompensata et causa suspek NAFLD,

anemia et causa GIT bleeding, hipoalbuminemia (2,3). Terapi yang diberikan :

pemasangan venflon, esomeprazole injeksi 40 mg 2 kali sehari, furosemide injeksi

20 mg 1-0-0, spironolakton 100 mg 1-0-0, propranolol 10 mg 3 kali sehari,

sucralfat syrup 2 sendok makan 4 kali sehari. Pasien juga direncakan

mendapatkan transfuse PRC 1bag/hari sampai Hb ≥ 10 g/dL serta pemeriksaan

darah lengkap setelah transfuse.

Follow up hari ketujuh 02/04/2019 BAB hitam sudah tidak dialami pasien.

Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak baik, kesadaran kompos mentis.

Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 74 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu badan

36,6°C, saturasi oksigen 98%. Diagnosa kerja pada pasien adalah melena et causa

suspek VEB, sirosis hepatis dekompensata et causa suspek NAFLD, anemia et

causa GIT bleeding, hipoalbuminemia (2,3). Terapi yang diberikan mengikuti

terapi sebelumnya. Pasien akan direncanakan pulang dan obat pulang yang dibawa

pasien adalah omeprazole 20 mg 2 kali sehari, spironolakton 100 mg 1-0-0,

furosemide 20 mg 1-0-0, propanolol 10 mg 3 kali sehari, dan sucralfat syrup 2

sendok makan 4 kali sehari.

7
PEMBAHASAN

Sirosis hati adalah keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatic yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative.1 Diagnosis sirosis hati

ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Gejala klinis pasien sirosis hati pada stadium awal seringkali

asimptomatik dan tidak dicurigai sampai adanya komplikasi penyakit hati. Hal ini

disebabkan karena pada keadaan tersebut kompensasi tubuh terhadap kerusakan

hati masih baik sehingga sirosis hati pada stadium kompensata biasanya

ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan laboratorium biokimia/serologi dan

pemeriksaan pencitraan lainnya.Pada stadium dekompensata diagnosis tidak

terlalu sulit karena gejala dan tanda klinik sudah jelas dan tampak adanya

komplikasi.1,7,8 Gejala klinis yang dapat terjadi pada pasien sirosis hati adalah

perasaan mudah lelah, jaundice, demam subfebris, edema tungkai, nyeri abdomen,

perut terasa kembung, perdarahan dapat terjadi di hidung, gusi, kulit serta saluran

cerna hingga perubahan status mental. Pada anmnesis juga perlu ditanyakan

riwayat penyakit dahulu apakah pernah menderita hepatitis, mengonsumsi obat-

obatan hepatotoksik ataupun pernah melakukan transfuse darah, riwayat penyakit

keluarga ada tidaknya keluarga yang menderita penyakit hepatitis serta penyakit

autoimun, dan riwayat kebiasaan pasien minum alkohol dan mengonsumsi

makanan yang berlemak.9

Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan,

didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering

didapat pada sirosis hati yaitu adanya lemah pada seluruh badan, rasa mual serta

8
adanya penurunan nafsu makan yang dialami oleh pasien. Selain itu, ditemukan

juga beberapa keluhan yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi

porta, diantaranya perut yang makin membesar, bengkak pada kedua kaki, sesak

nafas serta BAB hitam (melena) juga dialami pasien.

Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental

yaitu kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan

tanda-tanda klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat

kelainan fundamental tersebut.10 Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini

dapat dilihat di tabel berikut ini.

Tabel 1. Gejala Kegagalan Fungsi Hati dan Hipertensi Porta.10

Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta


K e g a g a l a
 Ikterus  Varises esophagus/cardia

 Spider naevi  Splenomegali

 Ginekomastisia  Pelebaran vena kolateral

 Hipoalbumin  Ascites

 Kerontokan bulu ketiak  Hemoroid

 Ascites  Caput medusa

 Eritema palmaris

 White nail

jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi jaringan

hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta merupakan

gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan peningkatan

aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat melalui 2

9
cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi berasal dari

fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal dari

vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena portal

dan septa myofibroblas, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot polos.

Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin,

angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan

produksi vasodilator (seperti nitrat oksida). Pada sirosis peningkatan resistensi

vaskular intra hepatik disebabkan juga oleh ketidakseimbangan antara

vasokontriktor dan vasodilator yang merupakan akibat dari keadaan sirkulasi

yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri splanknik dan arteri sistemik.

Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan cardiac output dan penurunan

resistensi vaskular sistemik.10,11,12

Pemeriksaan fisik yang bisa didapatkan pada pasien dengan sirosis hati

adalah pada pemeriksaan tanda-tanda vital suhu tubuh dapat meningkat. Tanda-

tanda klinis di kulit dapat ditemukan purpura dan ikterus. Pada pemeriksaan

kepala terjadi kerontokan rambut. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan asites,

spider navi, ukuran hati dapat membesar/mengecil/normal, splenomegali. Pada

pemeriksaan ekstremitas didapatkan edema pada tungkai, atrofi otot, palmar

erythema, clubbing finger, white nails. Pemeriksaan neurologis didapatkan

perubahan pada fungsi mental, flapping tremor.1,8

Pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien ini yaitu penderita tampak

sakit sedang dengan kesadaran kompos mentis. Terlihat juga tanda-tanda anemis

pada kedua konjungtiva mata. Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam

batas normal, tidak ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal

10
fremitus, perkusi yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua

lapang paru. Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh

regio abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness

dan gelombang undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi

karena besarnya ascites. Pada ekstremitas juga ditemukan adanya edema pada

kedua tungkai bawah.

Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati meliputi

aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin,

albumin, globulin serta waktu prothrombin. Nilai aspartat aminotransferase

(AST) atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin

aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat

menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan

ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan

kecurigaan adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan 2-3x dari

batas normal. Gamma GT juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi

yang tinggi dapat ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik karena alcohol

dapat menginduksi gamma GT microsomal hepatic dan juga menyebabkan

bocornya gamma GT dari hepatosit. Konsentrasi bilirubin dapat ditemukan

normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang

lanjut. Konsentrasi albumin yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati,

akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sedangkan

konsentrasi globulin meningkat karena adanya pintasan antigen bakteri dari

sistem porta ke jaringan limfoid yang selanjutnya akan menginduksi produksi

immunoglobulin. Pemeriksaan waktu prothrombin akan memanjang karena

11
penurunan produksi faktor pembekuan darah pada hati yang berkorelasi dengan

derajat kerusakan jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun

terutama pada sirosis dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas.1 Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada

pemeriksaan hematologi juga biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia,

dengan berbagai macam penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi,

baik anemia normokrom normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom

makrositer. Selain anemia biasanya akan ditemukan pula trombositopenia,

leukopenia, dan neutropenia akibat splenomegali kongestif yang berkaitan

dengan adanya hipertensi porta.1 Untuk mencari penyebab dari sirosis dapat juga

dilakukan pemeriksaan serologi.1,9

Pada kasus ini hasil pemeriksaaan laboratorium yang didapatkan adalah

penurunan hemoglobin dengan nilai MCV dan MCHC yang normal. Dimana hal

ini menunjukkan adanya anemia normokromik normositer, yang kemungkinan

disebabkan oleh adanya perdarahan pada saluran cerna. Selain itu didapatkan juga

trombositopenia pada pasien ini. Pada pemeriksaan fungsi hati didapatkan nilai

SGOT/SGPT dalam batas normal. Nilai gamma GT dan alkaline fosfatase juga

dalam batas normal. Pada pemeriksaan protein, didapatkan penurunan angka

protein total dan albumin serta peningkatan angka globulin. Pada pemeriksaan

elektrolit menunjukkan hasil natrium, kalium dan klorida dalam batas normal.

Sementara hasil pemeriksaan serologi menunjukkan hasil anti HCV non reaktif,

HBsAG ELISA non reaktif serta anti HIV ELISA non reaktif.

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada

penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan

12
rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis,

dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun

memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung

pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi

ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada

penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang

tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui

pemeriksaan USG juga bisa dilihat ada tidaknya ascites, splenomegali, trombosis

dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.1,9

Hasil USG abdomen pada kasus ini menunjukkan ukuran hepar dengan

kesan mengecil, permukaan sedikit irregular, intensitas echoparenchym

meningkat, sistem billiar tampak baik, vena porta dan vena hepatica normal.

Gallbladder tampak kesan contracted, dinding dan mukosa menebal serta

edematous. Namun tidak nampak bayangan batu. Lien tampak membesar dengan

echoparenchym baik serta tak nampak nodul ataupun kista. Kesimpulan

pemeriksaan USG pada pasien ini adalah sirosis hepatis dengan splenomegali dan

asites serta kolesistitis akut.

Pemeriksaan lain juga yang dapat dilakukan pada pasien sirosis hati adalah

pemeriksaan endoskopi esofagogastroduodenoscopy (EGD) juga dapat dilakukan

untuk menegakan diagnosis varises esophagus dan varises gaster sangat

direkomendasikan ketika diagnosis sirosis hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan

ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau grading dari varises yang terjadi

serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu dapat juga mendeteksi lokasi

perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian atas. Di samping untuk

13
menegakkan diagnosis, EGD juga dapat digunakan sebagai manajemen

perdarahan varises akut yaitu dengan skleroterapi atau endoscopic variceal

ligation (EVL).13 Namun pada kasus ini masih direncanakan untuk dilakukan

pemeriksaan endoskopi esofagogastroduodenoscopy sehingga belum didapatkan

hasil apakah terdapat kelainan berupa varises esophagus ataupun varises gaster

pada pasien ini.

Pemeriksaan yang menjadi gold standar pada sirosis hati adalah biopsi

hati. Namun apabila tanda-tanda klinis dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi

porta sudah jelas maka pemerikaan ini tidak perlu dilakukan. Selain itu juga,

pemeriksaan biopsy yang invasive dapat menimbulkan resiko perdarahan dan

infeksi peritoneal pada pasien ini. Pada kasus ini, pemeriksaan tersebut tidak

dilakukan.1,9

Penatalaksanaan untuk sirosis hati tergantung etiologi dari sirosis hati.

Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas penyakit. Prinsip

dasar penanganan kasus sirosis yaitu menghindari bahan-bahan yang dapat

menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Pasien

dengan penyebab virus hepatitis diberikan terapi antiviral. 1,8 Terapi yang diberikan

pada kasus ini yaitu terapi untuk mencegah rebleeding serta mengurangi

perdarahan pada pasien yang meliputi pemberian esomeprazole 200 mg drips

dalam 500 cc NaCl 0,9 % serta bolus esomeprazole 80 mg dan asam traneksamat

injeksi 500 mg 3 kali sehari. Pemberian propranolol 10mg 3 kali sehari untuk

menghindari terjadinya perdarahan saluran cerna akibat pecahnya varises

esophagus . Non selective beta blocker dapat menurunkan curah jantung dan

menyebabkan vasokonstriksi splenic sehingga mengurangi aliran portal serta

14
penurnan tekanan varices.8 Pemberian obat-obatan pelindung mukosa lambung

seperti sucralfat yang diberikan 10 ml 4 kali sehari dan esomeprazole injeksi

40mg 2 kali sehari untuk mencegah agar tidak terjadi perdarahan akibat gastropati

hipertensi portal. Pada pasien juga didapatkan asites. Pasien asites harus dilakukan

terapi tirah baring dan diet rendah garam. Konsumsi garam sebanyak 5.2

gram/hari. Selain itu juga perlu diberikan diuretik. Diuretik yang diberikan

awalnya dapat dipilih spironolakton 100-200mg/hari. Respon diuretik dapat

dimonitor dengan penurunan berat badan 0.5 kg/hari, tanpa danya edema kaki atau

1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak

adekuat dapat diberikan kombinasi berupa furosemide dengan dosis 20-40

mg/hari. Parasintesis asites dapat dilakukan apabila asites sangat besar.

Pengeluarannya biasa mencapai 4-6 liter sehingga perlu juga pemberian albumin.

Pada pasien ini diberikan terapi kombinasi spironolakton 1x100mg dan

furosemide injeksi 20 mg. Selain itu juga diberikan human albumin 20%

100cc/hari.1

Prognosis pada pasien sirosis hati tergantung pada penyebab serta

penanganan etiologi yang mendasari penyakit. Sistem klasifikasi Child- Turcotte-

Pugh dapat memprediksi angka kelangsungan hidup pasien dengan sirosis tahap

lanjut. Dimana angka kelangsungan hidup selama setahun untuk pasien dengan

kriteria Child-Pugh A adalah 100%, Child-Pugh B adalah 80%, dan Child-Pugh C

adalah 45%.1

Tabel 2. Sistem Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh

15
Skor
Parameter Pasien
1 2 3

Asites Tidak ada Minimal Sedang – berat 3

Ensefalopati Tidak ada Minimal – sedang Sedang – berat 1


Bilirubin

< 2,0 2-3 > 3,0 -

(mg/dl)
Albumin (g/dl) > 3,5 2,8-3,5 < 2,8 3

Waktu 1-3 4-6 >6

protombin atau atau atau 1

INR (detik) / INR < 1.7 INR 1.7-2.3 INR >2.3

Klasifikasi Child-Pugh A : 5-6 poin

Klasifikasi Child Pugh B : 7-9 poin

Klasifikasi Child-Pugh C : 10-15 poin

Prognosis pada pasien ini berdasarkan klasifikasi Child-Pugh tidak dapat

ditentukan karena pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan bilirubin. Sehingga

tidak dapat dijumlahkan poin yang tepat dalam menentukan prognosis pasien ini.

KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus perempuan umur 60 tahun dengan melena

et causa suspek VEB dd PUB, sirosis hepatis dekompensata et causa suspek

NAFLD, anemia et causa GIT bleeding dan hipoalbuminemia berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Terapi secara


16
konservatif dan suportif diberikan pada kasus ini. Prognosis pada kasus ini belum

dapat ditentukan karena hasil klasifikasi Child-Pugh belum dapat ditentukan juga.

Hal ini dikarenakan terdapat pemeriksaan yang tidak dilakukan pada pasien ini.

DAFTAR PUSTAKA

17
1. Nurdjanah S. Sirosis Hati. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4 th ed. Jakarta: Ilmu

Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. p.443-6.

2. Scaqlione S, Kliethermes S, Cao G, Shoham D, Durazo R, Luke A, Volk ML.

The EPidemiologi of Cirrhosis in the United States: A Population-based

Study. Journal of Clinical Gastroenterology. 2015; 49(8): h. 690-6.

3. WHO.,2008,The Global Burden Of Deseases 2004.

www.who.int/evidence/bod).

4. Sherry L, Murphy BS, Jiaquan X, Kenneth D, Kochanek M, Sally C, et al.

Deaths: Final Data for 2015. National Vital Statistics Report. NVSS. United

States. 2015; 66(6): h. 1-69.

5. Hsiang JC, Bai WW, Raos Z, et al. Epidemiology, disease burden and

outcomes of cirrhosis in a large secondary care hospital in South Auckland,

New Zealand. Intern Med J. 2015;45: h. 160-9.

6. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in

the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009.

18(3):299- 302.

7. Saskara PMA, Suryadarma IGA. Laporan Kasus: Sirosis hepatis. Bagian Ilmu

Penyakit Dalam. Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Denpasar.

8. Tsochatzis EA, Bosch J, Burroughs AK. Liver Cirrhosis. Institute of Liver and

Digestive Health. London. 2014.

18
9. Alwi I, Salim S, Hidayat R, Kurniawan J, Tahapary DL. Sirosis Hati. In:

Penatalaksanaan di Bidang Ilmu Penyakit Dalam Panduan Praktik Klinis.

Jakarta: Interna Publishing; 2015. p. 266-71.

10. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,

Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas

Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136

11. David C Wolf. 2012. Cirrhosis. http://emedicine.medscape.com/article/

185856-overview#showall .Diakses pada tanggal 20 April 2019.

12. Robert S. Rahimi, Don C. Rockey. Complications of Cirrhosis. Curr Opin

Gastroenterol. 2012. 28(3):223-229

13. Guadalupe Garcia-Tsao. Prevention and Management of Gastroesophageal

Varices and Variceal Hemorrhage in Cirrhosis. Am J Gastroenterol. 2007.

102:2086–2102.

20

19
LAMPIRAN

Gambar 1. Gambaran klinis asites pada pasien

20
Gambar 2. Gambaran foto USG abdomen Gambar 3. Hasil
pemeriksaan USG
abdomen

21
22

Anda mungkin juga menyukai